STIKES AL – IRSYAD AL – ISLAMIYYAH CILACAP TAHUN 2021 A. Definisi ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan / atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru, kardiovaskular, atau tubuh secara luas (Corwin,2006). ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal. ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera (Smeltzer,2010). ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas unit alveoli kapiler yang mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan infiltrate luas. ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi. Tingkat mortilitasnya 50 %. Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %. B. Etiologi ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini. Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas. Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen. Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2006, hal. 420-421). Menurut Hudak & Gallo (2007), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah: a. Sistemik: 1. Syok karena beberapa penyebab 2. Sepsis gram negative 3. Hipotermia 4. Hipertermia 5. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin) 6. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal) 7. Eklampsia 8. Luka bakar b. Pulmonal: 1. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii) 2. Trauma (emboli lemak, kontusio paru) 3. Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon) 4. Pneumositis c. Non-Pulmonal: 1. Cedera kepala 2. Peningkatan TIK 3. Pascakardioversi 4. Pankreatitis 5. Uremia C. Tanda Dan Gejala ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing. Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas- batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi. PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat. Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais. D. Pathofisiologi Dan Pathway Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli menyebabkan terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli mengakibatkan terjadi edema alveoli dan interstitial. Cairan yang berkumpul di interstitium sehingga alveoli mulai terisi cairan menyebabkan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru-paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun, fungsional residual capacity juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting ards, penyebabnya adalah ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, hubungan arterio – venous (aliran darah mengalir kealveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli – kapiler sebab penebalan dinding alveoli – kapiler E. Manifestasi Klinik Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah: a. Penurunan kesadaran mental b. Takikardi, takipnea c. Dispnea dengan kesulitan bernafas d. Terdapat retraksi interkosta e. Sianosis f. Hipoksemia g. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing h. Auskultasi jantung: BJ normal tanpa murmur atau gallop F. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah: 1. Hipoksemia (penurunan PaO2) 2. Hipokapnia (penurunan PCO2) pada tahap awal karena hiperventilasi 3. Hiperkapnia (kenaikan PCO2) menunjukkan gagal ventilasi 4. Alkalosis respiratori (pH > 7,45) pada tahap dini 5. Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut b. Pemeriksaan Rontgent Dada: 1. Tahap awal; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru 2. Tahap lanjut; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli c. Tes Fungsi paru: 1. Penurunan komplain paru dan volume paru 2. Pirau kanan-kiri meningkat G. Pemeriksaan Diagnostik Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan. H. Penatalaksanaan Medis a. Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi b. Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi c. TEAP * Monitor system terhadap respon d. Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar e. Cairan f. Farmakologi (O2, Diuretik, A.B) I. Komplikasi Menurut Hudak & Gallo (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah: a. Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara) b. Defek difusi sedang c. Hipoksemia selama latihan d. Toksisitas oksigen e. Sepsis J. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada tahapan mana diagnosis dibuat. Pengumpulan Data a. Biodata Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa, diagnosa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no. medical record, dan alamat. Identitas penanggung jawab Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien. b. Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan sekarang a) RSMRS Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit. b) Keluhan utama c) Riwayat keluhan utama 2. Riwayat kesehatan dahulu a) Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama sebelumnya. b) Riwayat pemakaian obat-obatan c. Pengkajian Primer 1) Airway a) Jalan napas tidak normal b) Terdengar adanya bunyi napas ronchi c) Tidak ada jejas badan daerah dada 2) Breathing a) Peningkatan frekunsi napas b) Napas dangkal dan cepat c) Kelemahan otot pernapasan d) Kesulitan bernapas: sianosis 3) Circulation a) Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardia b) Sakit kepala c) Pingsan d) berkeringat banyak e) Reaksi emosi yang kuat f) Pusing, mata berkunang – kunang 4) Disability a) Dapat terjadi penurunan kesadaran d. Pengkajian Sekunder 1) Aktivitas / istrahat Gejala : - Klien mengeluh mudah lelah - Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas Tanda : - Klien nampak gelisah - Kelemahan otot 2) Sirkulasi Tanda : - Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia) - Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock). - Heart rate: takikardi biasa terjadi - Kulit dan membran mukosa: mungkin pucat, dingin. - Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut) 3) Integritas ego Gejala : - Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit - Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya Tanda : - Cemas - Ketakutan akan kematian 4) Makanan dan cairan Gejala : - Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang Tanda : - Perubahan berat badan - Porsi makan tidak dihabiskan 5) Pernapasan Gejala : - Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas - Klien mengatakan merasakan sesak Tanda : - Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan) - Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial - Napas cepat - Perkusi dada: Dull diatas area konsolidasi - Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada - Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi. - Sputum encer, berbusa - Pallor atau cyanosis 2. Pengelompokan data a. Data subyektif 1) Klien mengeluh mudah lelah 2) Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas 3) Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit 4) Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya 5) Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang 6) Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas 7) Klien mengatakan merasakan sesak b. Data obyektif 1) Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan) 2) Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial 3) Napas cepat 4) Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada 5) Peningkatan fremitus 6) Sputum encer, berbusa 7) Sianosis 8) Perubahan berat badan 9) Cemas 10) Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia) 11) Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock). 12) Heart rate: takikardi biasa terjadi 13) Kulit dan membran mukosa: mungkin pucat, dingin. 14) Klien nampak gelisah 15) Kelemahan otot 16) Klien nampak mudah lelah bila beraktivitas 3. Diagnosa Keperawatan a) Bersihan jalan nafas tidak efektif b) Gangguan pertukaran gas c) Intoleransi aktivitas d) Resiko defisit nutrisi e) Defisit nutrisi f) Ansietas 4. Intervensi a. Bersihan jalan nafas tidak efektif SLKI : Bersihan jalan nafas SIKI : 1) Latihan batuk efektif 2) Manajemen jalan nafas 3) Pemantauan respirasi b. Gangguan pertukaran gas SLKI : Pertukaran gas SIKI : 1) Pemantauan respirasi 2) Terapi oksigen 3. Intoleransi aktivitas SLKI : Toleransi aktivitas SIKI : 1) Manajemen energi 2) Terapi aktivitas 4. Resiko defisit nutrisi dan defisit nutrisi SLKI : Status nutrisi SIKI : Manajemen nutrisi 5. Ansietas SLKI : Tingkat ansietas SIKI : 1) Reduksi ansietas 2) Terapi relaksasi DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. dan A. Mukty. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. Asher M.I. dan P.H. Beadry. 2010. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd ed. Kanada: Prentice Hall Inc. Bunner, Suddath, dkk . 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta: EGC. Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif.2006. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Mediaesculapius Price, Sylvia. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta Selatan. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta Selatan Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta Selatan Wijaya, M. 2016. Laporan Pendahulan ARDS. https://www.scribd.com/doc/296072482/LP-ARDS (diunduh pada tanggal 5 Mei 2021)