Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KRITIS

TANGGAL 19 – 30 OKTOBER 2020

OLEH:

NANIK DWI LESTARI


NIM. 131923143049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
AKUT LUNG OEDEMA

A. TINJAUAN PUSTAKA AKUT LUNG OEDEMA


1 PENGERTIAN
Edema paru akut (ALO) merupakan suatu kondisi gawat darurat yang ditandai
dengan gawat pernafasan yang terjadi secara cepat dan progresif. Kondisi ini
diakibatkan oleh penumpukan cairan di dalam alveoli paru yang disebabkan karena
peningkatan tekanan kapiler vena paru atau gangguan permeabilitas kapiler paru
(Tampubolon Gold ,2020).
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak.
Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru
kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non
kardiak) yang menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat (Harun S,
Nasution SA. 2010).

2 KLASIFIKASI
Dua bentuk edema paru yang paling umum adalah yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan dari staring forces (Edema paru kardiak) dan gangguan
permeabilitas kapiler alveolus (Edema Paru Non Kardiak) (Kakouros NS and
Kakouros SN. 2003).
a. Edema paru kardiak
Penyebab tersering dari edema paru kardiaka adalah systolic and diastolic
left ventricular dysfunction (penyakit arteri coronari, kardiomyopati, hipertensi,
penyakit jantung kongenital, dll) yang berkembang menjadi edema paru akut.
Faktor pencetus tersering biasanya acute ischemia, infark miokard, hipertensi,
penggunaan obat-obatan, diet, stres fisik dan psikologis. Tekanan kapiler paru
normal adalah 8 mmHg. Dikarenakan oleh efek gravitasi, tekanan hidrostatik
lebih besar dari apeks ke dasar paru dan menyebabkan perfusi darah yang tidak
homogen pada paru.
Edema paru hanya terjadi jika tekanan kapiler paru melebihi tekanan
osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar antara 28 mmHg. Meskipun
tekanan kapiler paru meningkat secara tidak normal pada perkembangan edema
paru, tetap tekanan kapiler paru tidak berhubungan dengan beratnya edema paru.
Laju peningkatan dari cairan paru pada ketinggian tertentu tekanan kapiler
berhubungan dengan kapasitas fungsional dari sistem limfatik, dan tekanan dari
interstitial dan paru.

b. Edema paru non kardiak


Edema paru non kardiak merujuk pada Adult Respiratory Distress Syndrome
(RADS), penegakkan diagnosis yang cepat penting untuk tatalaksana dari
sindrom ini. Banyak kondisi yang berhubungan dengan edema paru yang dapat
timbul karena kerusakan difus dan peningkatan permeabilitas membran kapiler
alveolar. Kondisi ini termasuk infeksi bakteri, virus dan parasit, sepsis, trauma
dan koagulasi intravaskular. Syok paru yang berhubungan dengan trauma non-
thorax, acute hemorrhagic pancreatitis, inhalasi gas beracun, benda asing pada
sirkulasi, vasoaktif endogen, luka bakar, aspirasi pada gaster, acute radiation
pneumonitis dapat menyebabkan edema paru.
Edema paru non kardiaka lainnya yang tidak diketahui atau belum jelas
mekanismenya, sebagai contoh : neurogenik, emboli paru, eklampsia, pasca
anastesi, pasca cardiopulmonary bypass dll.

3 ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
1) KARDIOGENIK
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan
darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung
yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami
gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat
disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan
alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi.
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak
mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri
tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke
paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-
paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan
darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada
otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2) NON-KARDIOGENIK
Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Infeksi pada paru
b. Glemerolus nefritis
c. Tenggelam
d. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
e. Paparan toxic
f. Reaksi alergi
g. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
h. Neurogenik

4 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner & Suddarth 2014, manifestasi Klinis ALO atau Edema Paru secara
spesifik juga dibagi dalam 3 stadium yaitu :
1) Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas
saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang
tertutup saat inspirasi.
2) Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal
oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.
Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
3) Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata.

5 PATOFISIOLOGI
Secara garis besar patofisiologi Acute Lung Oedema (ALO) disebabkan oleh faktor
kardiogenik dan non kardiogenik
1) Acute Lung Oedema (ALO) Kardiogenik
ALO Kardiogenik disebabkan oleh bocornya cairan dari kapiler paru yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Ketika tekanan
hidrostatik kapiler paru melebih tekanan jaringan interstitial paru, cairan akan
berpindah ke dalam alveoli dan interstitial paru. Peningkatan tekanan hidrostatik
di kapiler paru ini biasanya disebabkan peningkatan tekanan vena yang berasal
dari peningkatan left ventricular end-diastolic pressure (LVEDP) dan tekanan
atrium kiri.
Peningkatan tekanan atrium kiri sekitar 18 hingga 20mmHg akan
menyebabkan edema di jaringan interstitial peri-mikrovaskular dan peri-
bronkovaskular. Jika terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut (>25mmHg),
cairan edema jaringan akan melewati epitel alveoli dan memenuhi alveoli. Oleh
karena permeabilitas kapiler dalam keadaan normal, maka cairan yang melewati
kapiler rendah kandungan protein.

2) Acute Lung Oedema (ALO) non kardiogenik


ALO non kardiogenik disebabkan peningkatan permeabilitas vaskular paru.
Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya aliran cairan dan protein ke
jaringan interstitial dan ruang alveoli. Cairan ALO non kardiogenik memiliki
kandungan protein yang tinggi karena peningkatan permeabilitas membrane
vaskular akan mengurangi kemampuan membran dalam membatasi keluarnya
molekul molekul besar seperti protein plasma. Jumlah cairan yang masuk
kedalam alveoli bergantung pada luasnya edema insterstitial, ada atau tidaknya
kerusakan epitel alveoli, dan kapasitas kemampuan epitel alveoli untuk
mengeluarkan cairan secara aktif dari alveoli.
Pada edema yang disebabkan lung injury, kerusakan epitel alveoli
biasanya menyebabkan penurunan kapasitas pengeluaran cairan paru, sehingga
memperlama proses penyembuhan edema paru.

6 DIAGNOSIS EDEMA PARU


(1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Gejala klinik dari edema paru kardiak dan non kardiak mirip. Edema
interstitial menyebabkan dispnea dan takipnea. Alveolar yang banjir
menyebabkan hipoksemia arteri dan berkaitan dengan keluhan batuk berdahak.
Keluhan noktural dispnea atau ortopnea meyakinkan edema paru kardiak (Ware
LB and Matthay MA. 2005).
Edema paru non kardiak berhubungan dengan gangguan klinik lain,
termasuk pneumonia, sepsis, aspirasi bahan gaster, dan trauma major terutama
berhubungan dengan transfusi multipel produk darah. Keluhan terfokus pada
tanda dan gejala dari infeksi, muntah, trauma dan riwayat pengobatan dan
makanan. Dari keluhan tidak selamanya dapat dibedakan antara edema paru
kardiak dan non kardiak (Ware LB and Matthay MA. 2005).
Edema paru kardiak memiliki pemeriksaan fisik jantung yang abnormal.
Pada auskultasi S3 didapatkan bunyi gallop, murmur, JVP yang meningkat,
hepatomegali dan edema perifer, adanya ronkhi basah dan wheezing. Gejala lain
yang dapat timbul pada edema paru kardiak berupa sering berkeringat dingin
dan batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum). Pada
edema non kardiak pemeriksaan abdomen, pelvic dan rektal sangat penting.
Pada pemeriksaan abdomen biasanya terjadi krisis intraabdomen seperti
perforasi, ektremitas hangat (Irawati, M. 2010).
(2) Pemeriksaan laboratorium
Kelainan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji
laboratorium dapat digunakan untuk membedakan dengan penyakit lain.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengkaji etiologi dari edema paru,
meliputi pemeriksaan hematologi (complete blood count), fungsi ginjal,
elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa gas darah, troponin I dan brain
natriuretic peptide (BNP) (Harun S, Nasution SA. 2010).
Pada edema paru kardiak diperoleh analisis gas darah pO2 rendah, pCO2
mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia. Enzim kardiospesifik meningkat
jika penyebabnya infark miokard (Rani, A, dkk. 2008). Pada edema paru non
kardiak hasil analisis gas darah menunjukkan hipoksemia berat yang kurang
respon terhadap oksigen (Irawati, M. 2010).
a. Chest X-Ray
Gambaran paru dapat dipakai untuk membedakan edema paru kardiogenik
dari edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara
lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru
meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi sensitivitas
dan spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien
dan posisi film (Ware LB and Matthay MA. 2005). Pada foto thorax edema
paru non kardiak memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral yang difus
(Irawati, M. 2010).
b. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda iskemia
atau infark miokard dengan edema paru. Bisa didapatkan sinus takikardia
dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal
jantung. Gambaran hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan (Harun
S, Nasution SA. 2010).
c. Echocardiografi
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan fungsi
katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem paru kardiak
(Ware LB and Matthay MA. 2005).

7 Penatalaksanaan Edema Paru


Mengetahui penyebab dari edema paru akut sangat penting untuk pengobatan.
a. Edema paru kardiak
Pasien dengan edema paru kardiak diterapi dengan menggunakan
diuretik dan afterload reduction bahkan bisa dengan menggunakan
revaskularisasi arteri koronaria. Sasaran terapi ini adalah : mencapai
oksigenisasi adekuat, memelihara stabilitas hemodinamik, mengurangi stress
miokard dengan menurunkan preload dan aftterload (Irawati, M. 2010).
(1) Penatalaksanaan :
 Posisi setengah duduk
 Oksigen terapi. Oksigen (40-50%) sampai 8 lpm bila perlu dengan
masker. Jika pasien memburuk : pasien makin sesak, takipnu, ronki
bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2
konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat, dilakukakan intubasi
endotrakeal, suction dan ventilator.
 Nitrogliserin sublingual atau intravena
 Morfin sulfat
 Diuretik IV
 Obat untuk menstabilkan hemodinamik
 Obat trombolitik
(2) Penggunaan Ventilasi Noninvasif
Penggunaan ventilasi noninvasif pada edema paru kardiak didukung oleh
banyak penelitian. Keuntungan yang didapatkan adalah peningkatan kapasiti
residu fungsional, terbukanya alveoli yang kolaps, peningkatan compliance
paru dan berkurangnya kerja otot pernapasan. Peningkatan tekanan
intratoraks juga akan memperbaiki kerja jantung karena berkurangnya
beban ventrikel sebelum dan sesudah kontraksi. Penelitian metaanalisis
menemukan bahwa terdapat penurunan tindakan intubasi dan angka
kematian pada penderita dengan menggunakan ventilasi noninvasif.1
Penelitian yang membandingkan continuous positive airway pressure
(CPAP) dan bilevel noninvasive pressure support ventilation (NIPSV)
menunjukkan bahwa ventilasi noninvasif menurunkan tindakan intubasi
serta mortalliti pasien dengan edema paru kardiogenik akut. Pasien dengan
edema paru kardiogenik akut yang menggunakan ventilasi noninvasif
menunjukkan perbaikan yang cepat pada saat terjadi distres pernapasan dan
gangguan metabolik dibandingkan dengan terapi oksigen standard, tetapi
tidak berpengaruh terhadap mortaliti jangka pendek.
b. Edema paru non kardiaka
(1) Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik (ARDS)14
 Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
 Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma,
infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.
 Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ
dengan cara meminimalkan angka metabolik.
 Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan
tubuh.
 Dukungan nutrisi.
(2) Penggunaan Ventilasi Pada Edema Paru Non Kardiogenik
Pasien dengan edema paru non kardiak diterapi dengan menggunakan
ventilasi mekanik. Ventilasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS
net dapat digunakan.11 Prinsip pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi
volume tidal rendah (4-6 mL/kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua
pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan oksigenasi adekuat (PaO2 >
60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman, menghindari barotrauma (tekanan
saluran napas <35cmH2O atau di bawah titik refleksi dari kurva pressure-
volume) dan menyesuaikan (I:E) rasio inspirasi : ekspirasi (lebih tinggi atau
kebalikan rasio waktu inspirasi terhadap ekspirasi dan hiperkapnea yang
diperbolehkan).
Selain pengaturan ventilasi dengan cara diatas, masih ada lagi teknik
pengaturan ventilasi untuk ARDS (strategi ventilasi terkini) meliputi high
frequency ventilation (HVF), inverse ratio ventilation (IRV), airway
pressure release ventilation (APRV), prone position, pemberian surfaktan
eksogen, ventilasi mekanik cair dan extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO) serta extracorporeal carbon dioxide removal (ECCO2R).
a) High frequency ventilation (HVF)
Metode HFV dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat serta
mencegah kolaps alveoli melalui frekuensi tinggi (300 x/menit) dan
volume tidal rendah (3-5 ml/kg). Teknik ini berhasil diaplikasikan pada
neonatus dengan penyakit membran hialin, tetapi manfaat HFV pada
ARDS dewasa masih belum dipastikan.
b) Inverse ratio ventilation (IRV)
Metode IRV didesain untuk memperpanjang fase siklus ventilasi
inspirasi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan saluran pernapasan,
sehingga memperbaiki oksigenasi. Rasio I:E normal adalah 1:2 dan IRV
dapat memperpanjang fase inspirasi menjadi rasio I:E melebihi 1:1.
Manfaat IRV pada ARDS masih kontroversial dan ketidaknyamanan
yang berkaitan dengan cara ini sering kali memerlukan sedasi dan
paralisis otot yang kuat bagi pasien.
c) Airway pressure release ventilation (APRV)
Metode APRV didesain untuk menghantarkan volume tidal saat
terjadi penurunan sementara tekanan intratoraks dan mempertahankan
tekanan inspriasi yang konstan dengan peningkatan PEEP sehingga
memperbaiki oksigenasi pasien ARDS.
Metode APRV menggunakan tekanan tinggi secara kontinyu
untuk mendorong recruitment alveolar dan mempertahankan volume
paru yang adekuat. Saat fase pelepasan tekanan akan menurun dalam
ventilasi semenit secara spontan sehingga memungkinkan terjadinya
pernapasan spontan tanpa restriksi selama siklus ventilator sehingga
membuat ventilasi yang lebih baik pada daerah paru dependent,
mengurangi atelektasis dan memperbaiki volume paru akhir ekspirasi
pada cedera paru. Hal tersebut dapat mengakibatkan perbaikan ventilasi-
perfusi serta oksigenasi yang lebih baik.
d) Ventilasi mekanik cair
Ventilasi mekanis cair dengan perfluorocarbon, paru akan terisi
sebagian oleh cairan yang dapat melarutkan lebih banyak oksigen dan
mengkonsumsi lebih sedikit surfaktan dibandingkan dengan ventilasi
konvensional serta memiliki tekanan permukaan yang lebih rendah dan
mengurangi respons inflamasi. Metode ini digunakan sebagai terapi
alternatif baru yang menjanjikan bagi pasien ARDS.
e) Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)
Metode ECMO didesain dengan menegakkan sirkuit
ekstrakorporal, baik pola vena ke arteri (V-A ECMO) maupun vena ke
vena (V-V ECMO). Pola VAECMO meningkatkan oksigenasi melalui
oksigenator membran ekstrakorporeal dan cardiac output dengan sistem
pompa, tetapi V-V ECMO hanya dapat memperbaiki oksigenasi
jaringan.
f) Continous positive airway pressure (CPAP)
Continous positive airway pressure digunakan pada pasien dengan gagal
napas akut untuk mengoreksi hipoksemia. Hal ini yang mendasari
pemberian oksigen inspirasi kandungan tinggi, meningkatkan rerata
saluran napas dan akan memperbaiki ventilasi untuk mencegah daerah
paru menjadi kolaps. Continous positive airway pressure akan menguras
kerja otot inspirasi sehingga kerja inspirasi berkurang walaupun secara
konvensional CPAP tidak dipertimbangkan sebagai support ventilasi
dan indikasi utama adalah untuk mengoreksi hipoksemia.
Aliran generator pada CPAP akan mempertahankan tekanan yang
diinginkan melaui siklus pernapasan. Keunggulan CPAP dapat
meningkatkan kapasiti residu fungsional, membuka alveoli kolaps atau
dengan ventilasi alveoli yang menurun, menurunkan pirau
intrapulmoner serta memperbaiki oksigenasi. Efek pada gangguan
jantung adalah menurunkan tekanan transmural ventrikel kiri,
menurunkan beban akhir dan meningkatkan curah jantung sehingga
CPAP dapat digunakan pada penderita edema paru akut.
Continous positive airway pressure (CPAP) dapat mencegah
atelektasis alveolar, mengurangi disfungsi ventilasi/perfusi dan
membantu kerja pernapasan. Kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi
mekanik mungkin akan semakin besar sehingga pasien harus dirawat di
unit perawatan intensif.
Positive end expiratory pressure (PEEP) 25-15 mmH2O dapat
digunakan untuk mencegah alveoli menjadi kolaps. Tekanan jalan napas
yang tinggi yang terjadi pada ARDS dapat menyebabkan penurunan
cairan jantung dan peningkatan risiko barotrauma (misalnya
pneumotoraks). Tekanan tinggi yang dikombinasi dengan konsentrasi O2
yang tinggi sendiri dapat menyebabkan kerusakan mikrovaskular dan
mencetuskan terjadinya permeabilitas yang meningkat hingga timbul
edema paru.
g) Terapi Oksigen
Pemberian oksigen sehingga oksigen dalam udara inspirasi
(FIO2) mencapai 50-100%. Pemberian oksigen sering berguna untuk
meringankan dan menghilangkan rasa nyeri dada dan bila
memungkinkan dapat dicapai paling baik dengan memberikan tekanan
positif terputus-putus. Kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi mekanik
mungkin akan semakin besar sehingga pasien harus dirawat di unit
perawatan intensif.
 Intubasi endotrakeal pada pasien dengan hipoksia berat.
 Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai cara.
Dengan menurunkan tekanan arteri pulmonal berarti dapat
membantu mengurangi kebocoran kapiler paru. Caranya ialah
dengan restriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator
pulmonar (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan
hemodinamik yang penting yaitu mempertahankan keseimbangan
yang optimal antara tekanan pulmoner yang rendah untuk
mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang
adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport O2
yang optimaI. Kebanyakan obat vasodilator arteri pulmonal seperti
nitrat dan antagonis kalsium juga dapat menyebabkan vasodilatasi
sistemik sehingga dapat sekaligus menyebabkan ipotensi dan perfusi
organ yang terganggu.
Obat-obat inotropik dan vasopresor seperti dobutamin dan
noradrenalin mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistemik dan curah jantung yang cukup terutama pada pasien
dengan sepsis (vasodilatasi sistemik). Inhalasi NO telah digunakan
sebagai vasodilator arteri pulmonal yang selektif. Karena diberikan
secara inhalasi sehingga terdistribusi pada daerah di paru-paru yang
menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi yang terjadi pada alveoli
yang terventilasi akan memperbaiki disfungsi ventilasi/perfusi
sehingga dengan demikian fungsi pertukaran gas membaik. NO
secara cepat diinaktivasi oleh hemoglobin mencegah reaksi sistemik.
Strategi terapi terkini yang dalam uji coba:
1. Perbaikan metode ventilator (beberapa cara terbaru)
2. Lung–protective ventilation dengan higher PEEP masih
inconclusive
3. Non invasive positive pressure ventilation
4. High frequency ventilation
5. Tracheal gas insuflation
6. Proportional- assist ventilation
7. Inverse ratio ventilation dan airway pressure-release
ventilation
8. Surfactant replacement therapy, dengan memakai aerosol
surfaktan sintetis hasilnya mengecewakan, tetapi dengan
memakai natural mamalia surfactant dan perbaikan alat aerosol
terbukti memperbaiki stabilitas alveolar, mengurangi insidens
atelektasis/intrapulmonary shunting. Meningkatkan efek
antibakterial dan antiinflamasi.
9. Extra corporeal gas exchange
10. Prone positioning, terbukti baik dalam oksigenasi karena
terjadi shift perfusi dan perbaikan gas exchage
11. Fluorocarbon liquid-assisted gas exchange
12. Antiinflamasi

8 KOMPLIKASI
Dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh karya husada, 2014 menyebutkan
komplikasi dari ALO sebagai berikut:
a. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome) Karena adanya timbunan cairan,
paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk,
akibatnya adalah hipoksia berat.
b. Gagal napas akut Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana
pertukaran gas tidak adekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).
c. Kematian Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Pasien dapat
mengalami komplikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang tepat

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Data Fokus


a. Identitas pasien
Umur: bayi dan dewasa tua cenderung mengalami, dibandingkan remaja/
dewasa muda.
b. Keluhan utama: sesak napas, Mudah lelah, napas cepat dan hipoksia.
c. Riwayat penyakit sekarang
Sesak nafas, cyanosis, batuk-batuk, slem pink proty disertai dengan demam
tidak khas, keringat dingin, gelisah, takikardia, kulit tampak pucat, dan akral
dingin
d. Riwayat penyakit dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, penyakit
paru, seperti pneumonia, emboli paru, jantung (gagal jantung kiri, penyakit
katup jantung), ginjal.
e. ADL
(1) Nutrisi: sesak nafas akan membuat nafsu makan menurun
(2) Eliminasi: dapat terjadi penurunan jumlah urine
(3) Aktivitas istirahat: aktivitas istirahat dapat terganggu akibat adanya sesak
nafas.
(4) Hygiene personal: hygiene personal tidak dapat dilakukan secara
mandiri.
f. Psikososialspiritual
Pasien juga gelisah, cemas, depresi, takut, peningkatan ketegangan. kebiasaan
merokok dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung yang nantinya akan
menimbulkan terjadinya udema paru.
g. Pemeriksaan fisik

(1) B1 (Breathing)
Sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung, hiperventilasi,
batuk (produktif/ non produktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, SpO2 , PO2 , PCO2 , pernafasan diafragma dan perut
meningkat, laju pernafasan meningkat, ronchi pada lapang pandang paru,
kulit pucat, cyanosis.
(2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan, banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan, akral
dingin dan lembab, CRT> 2 detik, tekanan darah meningkat
(3) B3 (Brain)
Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, reflex menurun
(4) B4 (Bladder)
Produksi urine menurun, VU(vesika urinaria) teraba lembek.
(5) B5 (Bowel)
Kadang mual, muntah, bising usus normal.
(6) B6 (Bone)
Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, sensasi nyeri sendi berkurang.

2. DIAGNOSA KEPEAWATAN
1) Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
2) Gangguan pertukaran gas (D.0003)
3) Pola napas tidak efektif (D.0005)
4) Gangguan penyapihan ventilator (D.0002)
5) Risiko infeksi (D.0142)
6) Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
7) Resiko perfusi miokard tidak efektif (D.0014)

3. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


No SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan Tujuan : Latihan Batuk Efektif (I.01006)
napas tidak efektif Setelah dilakukan Obsevasi
(D.0001) intervensi 1 Identifikasi kemampuan batuk
selama …,. Maka 2 Monitor adanya retensi sputum
bersihan jalan napas 3 Monitor dada dan gejala infeksi
meningkat. saluran nafas
4 Monitor input dan output cairan
Kreteria hasil: Terapi
Besuhan jalan napas 1 Atur posisi semi Fowler atau
(L.01001) Fowler
1 Batuk efektif 2 Pasang perlak dan bengkok di
meningkat pangkuan pasien
2 Dispnea menurun 3 Buang sekret pada tempat
3 Frekuensi napas sputum
normal Edukasi
12-20 kali/menit 1 Jelaskan tujuan dan prosedur
4 Produksi sputum batuk efektif
menurun 2 Anjurkan tarik nafas dalam
5 Pola napas melalui hidung selama 4 detik,
membaik ditahan selama 2 detik,
No SDKI SLKI SIKI
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
3 Anjurkan mengulangi tarik
nafas dalam hingga 3 kali
4 Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
4 Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu.

Manajemen Jalan Nafas


(I.01012)
Obsevasi
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum
Terapi
1 Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chinlift (jaw-thrust jika
dicurigai trauma servikal)
2 Posisikan semi-fowler atau
fowler
3 Berikan minum hangat
4 Lakukan fisioterapi dada
5 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6 Lakukan hiperoksigensi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGlll
8 Berikan oksigen
Edukasi
1 Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
2 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolabarosi
1 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
2 Gangguan Tujuan: Setelah Pemantauan Respirasi (I.01014)
pertukaran gas dilakukan intervensi Observasi:
selama ….., maka 1. Monitor frekuensi, irama,
No SDKI SLKI SIKI
pertukaran gas kedalaman dan upaya napas
meningkat 2. Monitor pola napas
Kriteria hasil: 3. Monitor kemampuan
1. Dipsnea menurun kemampuan batuk efektif
2. Bunyi napas 4. Monitor adanya produksi
tambahan menurun sputum
3. Gelisah menurn 5. Monitor adanya sumbatan jalan
4. Pola napas napas
membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor AGD
Terauputik:
1 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantuan,
bila perlu

3 Resiko Tujuan : Manajemen Cairan (I.03098)


ketidakseimbangan Setelah dilakukan Observasi :
cairan tindakan keperawatan 1. Monitor status hidrasi (mis.
selama …maka frekuensi nadi, kekuatan nadi,
keseimbangan cairan akral, pengisian kapiler,
meningkat. kelembapan mukosa, turgor
Kriteria Hasil : kulit, tekanan darah)
Keseimbangan cairan 2. Monitor berat badan harian
(L.03020) 3. Monitor berat badan sebelum
1. Output urin dan sesudah dialysis
meningkat 4. Monitor hassil pemeriksaan
2. Edema menurun laboratorium (mis. hematokrit,
3. Tekanan darah Na, K, Cl, berat jenis urine,
membaik BUN)
4. Frekuensi nadi 5. Monitor status hemodinamik
membaik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP
5. Kekuatan nadi jika tersedia)
membaik Terapeutik :
6. Tekanan arteri rata- 1. Catat intake-output dan hitung
rata membaik balans cairan 24 jam
2. Berika asupan cairan, sesuai
kebutuhan
3. Berikan cairan intravena, jika
No SDKI SLKI SIKI
perlu
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu
WOC

KADIOGENIK Etiologi NON KARDIOGENIK


Penyakit arteri coroner, Infeksi paru, lung injury,
kardiopati, gangguan paparan toxic, reaksi
katup jantung, hipertensi alergi, ARDS,neurologis

Peningkatan tekanan / Kerusakan diding kapiler


volume di atrium kiri paru

Peningkatan vena Gangguan permeabilitas


pulmonal endotel kapiler paru

Peningkatan tekanan Cairan dan protein masuk


kapiler > 25 mmHg ke alveoli

Akumulasi cairan
MK: risiko mendadak
perfusi miokard MK: risiko
tidak efektif ketidakseimbangan
(D.0014) AKUT LUNG EDEMA cairan (D.0036)
/ALO

Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3

Distensi pembuluh Edema paru intertisial Edema alveolar


darah kecil paru yang
prominen Atalektasis O2 menurun pada
pembuluh darah
Peningkatan kapasitas
disfusi CO Compliance bronkospasme
paru hiperkapnea hipoksemia
berkurang
Ketidakadekuatan Rongki basah
fungsi jantung
Abnormal Gagal napas tipe 1
ventilasi Batuk berbuih
Dispnea / lelah perfusi (pink froty)
Pemasangan endotrakeal
tube daan ventilator
MK:gangguan MK: bersihan
MK: MK: pola pertukaran gas jalan napas
Penurunan napas tidak (D.0003) tidak efektif Hipersekresi jalan napas
curah efektif (D.0001)
jantung (0005) MK: gangguan
(D.0008) penyapihan ventilator
(D. 0002)
DAFTAR PUSTAKA
Minanton, S.Kep., Ns., M.Kep. mei 28 2017
https://minantonsevennain.blogspot.com/2017/05/lp-acutelungoedemaalo.html?m=1
dr.Gold SP Tampubolonhttps://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/edema-
paru-akut/diagnosis
Ware LB, Mathay MA. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med, 2005. 353:2788-96
Givertz MM. Noncardiogenic Pulmonary Edema. Februari 2017 [Cited 2017 8
March]; Available from: http://www.uptodate.com/contents/noncardiogenic-
pulmonary-edema
Sovari AA. Cardiogenic Pulmonary Edema Treatment & Management. December
2016 [Cited 2017 8 March]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/157452-treatment
Gandhi SK, Powers JC, Nomer AM, et al. The Pathogenesis of Acute Pulmonary
Edema Associated with Hypertension. N Engl J Med 2001; 344:17-22
Mattu A, Martinez JP, Kelly BS. Modern Management of Cardiology Pulmonary
Edema. Emerg Med Clin N Am, 2005. 23 :1105-1125
Baird A. Acute Pulmonary Edema : Management in General Practice. Australian
Family Physician, 2010. 39(12) : 910-914

Anda mungkin juga menyukai