Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD)/GAGAL GINJAL KRONIS

Dosen Pembimbung :
Dedi Irawandi, S.Kep., Ns., M.Kep.
NIP. 03050

Oleh :
Nur Aini Setiyawati
NIM 1820040

PRODI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2020/2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:

Nama : Nur Aini Setiyawati


NIM : 1820040
Program Studi : D-III Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Chronic Kidney Dissease
(CKD)/Gagal Ginjal Kronis

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat


menyetujui bahwa Laporan pendahuluan ini dinyatakan layak

Mahasiswa :

Nur Aini Setiyawati


NIM. : 1820040

Surabaya, 28 Desember 2020


Pembimbing

Dedi Irawandi, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIP. 03050

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………
i
DAFTAR ISI………...……………………………………………………………ii
A. Konsep CKD…………………………….…………………………………..1
1. Pengertian CKD…………………………….…………………………….
1
2. Etiologi CKD…………………………….
………………………………..1
3. Kalsifikasi CKD…………………………….…………………………….5
4. Manifestasi Klinik CKD…………………………….
…………………….5
5. Patofisiologi CKD…………………………….
…………………………..7
5. Komplikasi CKD…………………………….……………………………
9
6. Pemeriksaan Penunjang CKD…………………………….……………..10
7. Penatalaksanaan CKD…………………………….……………..………
12
B Konsep Asuhan Keperawatan pada CKD………………………………….15
1. Pengkajian
Keperawatan………………………………………………...15
2. Diagnosa
Keperawatan…………………………………………………..19
3. Intervensi
Keperawatan………………………………………………….20
4. Implementasi
Keperawatan……………………………………………...24
5. Evaluasi
Keperawatan…………………………………………………...25

ii
C. WOC CKD…………………………….………………………………...…26
Daftar Pustaka CKD……………………………………………………………27

iii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA CHRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD)/GAGAL GINJAL KRONIS

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
CKD (Chronic kidney disease) adalah kemunduran fungsi ginjal yang
progesif dan irrevesibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan elektrolit yang
mengakibatkan uremia atau azotemia. CKD adalah suatu sindrom klinis
yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun,
berlangsung progesif dan cukup lanjut (Wijaya & Putri, 2013).
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan
ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron. Gejala klinis yang serius sering
tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya
70-75% di bawah normal. Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relatif
normal dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa dikembalikan
sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25 persen.
(Guyton and Hall, 2014).
CKD (Chronic kidney disease) merupakan gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible (lambat) artinya jika ginjal mengalami satu
kerusakan maka akan ada kemungkinan terjadi kerusakan yang lebih banyak
dan tidak dapat kembali normal.CKD terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini
merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi
obstruktif pada traktus urinarius ditandai oleh uremia yang sudah lama juga
dapat menyebabkan CKD. Keadaan ini merupakan konsekuensi akhir dari
semua penyakit CKD (Price & Wilson, 2012).
2. Etiologi
Menurut (Mahdiana, 2010), ada beberapa penyakit yang memengaruh
tubuh secara keseluruhan yang dapat memicu timbulnya CKD, antara lain:

1
a. Diabetes
Bila mengalami diabetes, berarti tubuh tidak bisa optimal dalam
hal mengubah makanan menjadi energy yang dibutuhkan sehingga
kadar gula darah dapat meningkat. Kondisi gula darah yang meningkat
berkepanjangan dapat merusak pembuluh darah ginjal. Bila sudah
meningkat, dapat menimbulkan gejala-gejala seperti: rasa haus
meningkat, penglihatan kabur, sering berkemih, berat badan menurun
tanpa alasan yang jelas, luka yang lama sembuh, merasa lapar dan
lemah.
b. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan pleh darah
yang mengalir dalam pembuluh darah arteri. Tekanan yang tinggi ini
bila berlangsung terus-menerus dapat merusak atau mengganggu
pembuluh-pembuluh darah kecil dalam ginjal yang lama kelamaan
akan mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah. Pada
umumnya, bagi orang dewasa atau berusia 18 tahun ke atas tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih, dapat dikatakan sebagai keadaaan
hipertensi, sedangkan bagi anda penderita diabetes dan penyakit ginjal
kronik, tekanan darah 130/80 mmHg atau lebih sudah dikatakan
sebagai hipertensi. Dengan mengontrol tekanan darah akan membantu
memperlambat kerusakan ginjal.
c. Batu ginjal
Batu yang terbentuk diginjal terjadi akibat adanya proses
presipitasi (kristalisasi bahan-bahan yang terlarut) yang terkandung di
dalam urine. Biasanya batu ini dapat berpindah melalui ureter
(saluran yang mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih) dan
dikeluarkan lewat urine bila berukuran kecil. Namun kadangkala, batu
yang berukuran terlalu besar tidak bisa keluar begitu saja lewat urine.
Bila hal ini terjadi maka menimbulkan rasa sakit dan mungkin dapat
menimbulkan obstruksi akibat terhambatnya aliran urine keluar.
Batu ginjal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
infeksi, diet tertentu, obat-obatan, dan kondisi tertentu akibat

2
meningginya zat lain dalam urine, misalnya asam urat. Gejala batu
ginjal antara lain:
1) Rasa sakit pada bagian belakang atau sisi tubuh
2) Darah dalam urine
3) Muntah, demam, sering berkemih atau ingin berkemih
4) Rasa nyeri saat berkemih
Keluar/tidaknya batu ginjal dengan sendirinya, tergantung pada
lokasi, besar, bentuk, dan komposisi. Ukuran batu yang kecil dengan
bentuk licin atau bulat, dapat keluar dengan sendirinya. Namun, bila
bentuknya bermacam-macam, misalnya, dengan tepi yang tajam atau
dengan ukuran yang terlalu besar, yang memenuhi seluruh bagian
ginjal, tentu memerlukan terapi tertentu guna mengeluarkannya. Bila
batu ginjal berpindah ke bagian pelvis ginjal, dapat menyumbat aliran
urine dan ginjal pun dapat bengkak sehingga mengganggu kerja gnjal.
d. Infeksi dan radang
Infeksi atau radang pada saluran kemih (ISK) dapat terjadi
akibat adanya bakteri yang masuk kesaluran kemih dan berkembang-
biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra dan dua ureter,
serta ginjal. Bakteri ini biasanya masuk melalui uretra dan masuk ke
kandung kemih. Kondisi ini dapat menyebabkan saluran kemih
menjadi merah, bengkak, dan rasa nyeri. Jika infeksi ini tidak diatasi
dengan baik, bakteri dapat memasuki ginjal sehingga menimbulkan
jenis infeksi yang lebih serius, yaitu pyelonefritis (peradangan pada
ginjal yang dapat meluas mengenai unit penyaring dan pembuluh
darah).. gejala ISK antara lain:
1) Keinginan berkemih, kadang urine hanya berbentuk
sedikit atau menetes
2) Rasa seperti terbakar saat berkemih
3) Urine berwarna keruh atau bercampur darah
4) Bau urine sangat menyolok.

3
Bila infeksi ini sudah menyebar ke ginjal, dapat menyebabkan
rasa sakit/ nyeri pada punggung bagian bawah disertai dengan demam,
mual, dan muntah.
e. Glomerulonefritis
Selain ISK, Glomerulonefritis yang tidak segera diatasi juga
dapat mengganggu kerja ginjal nantinya. Glomerulonefritis timbul
akibat adanya peradangan yang merusak bagian ginjal yang
menyaring darah (glomerulus) sehingga glomerulurs ini tidak bisa lagi
menyaring zat-zat yang sudah tidak terpakai oleh tubuh dan cairan
yang berlabih ke dalam aliran darah untuk membentuk cairan urine.
Glomerulonefritis akut biasanya sering disebabkan oleh infeksi
bakteri streptokokus atau infeksi pada tenggorokan atau kulit.
Glomerulonefritis yang ringan biasanya tanpa gejala dan diagnosisnya
ditegakkan melalui pemeriksaan darah dan urine di laboratorium.
Sementara yang sudah berat, dapat menimbulkan gejala fatigue
(lelah), mual, muntah, sesak napas, gangguan penglihatan, tekanan
darah tinggi, bengkak (terutama pada wajah, tangan, kaki dan
pergelangan kaki), dan adanya darah/ protein pada urine yang
membuat warna urine menjadi kemerahan atau keruh.
f. Penyalahgunaan obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang dapat membahayakan
kerja ginjal, yaitu:
1) Obat penghilang/ pereda rasa sakit. Ginjal dapat rusak bila
anda mengkonsumsi obat bebas ini dalam jumlah yang berlebih
dalam jangka waktu lama, seperti : aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen. Gunakan obat ini sesuai dengan anjuran dokter.
2) Antibiotika
3) Obat terlarang. Contoh obat jenis ini antara lain: heroin,
kokain, ekstasi, bila dikonsumsi secara berlebih dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi, stroke, gagal jantung dan
bahkan kematian.

4
4) Alkohol. Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dapat
meningkatkan risiko timbulnya gagal ginjal dan gagal fungsi
hati.
3. Klasifikasi
Ada atau tidaknya penyakit ginjal kronik ini dapat ditetapkan
berdasarkan adanya kerusakan ginjal atau tingkat fungsi ginjal, yaitu dengan
mengukur laju filtrasi glomerulus (Glumerular Filtration Rate/GFR).
Menurut Natinal Kidney Fondation Kidney Desease Outcomes Quality
Initiative (NKF-K/ DOQI), dapat dibagi menjadi: (Mahdiana, 2010)
a. Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal atau
meningkat. Nilai GFR e” 90 mL/min/1,73 m2.
b. Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR 60-
89 mL/min/1,73 m2.
c. Kerusakan ginjal sedang dengan penurunan nilai GFR 30-
59 mL/min/1,73 m2.
d. Kerusakan ginjal berat dengan penurunan nilai GFR 15-29
mL/min/1,73 m2.
e. Gagal ginjal terminal (stadium akhir), dengan nilai GFR
<15 mL/min/1,73 m2.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Suyono (2001), menjelaskan bahwa manifestasi klinis pada
gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, vomitus yang berhubungan dengan
ganguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-
zat toksin akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan
melil guanidine serta lembabnya mukosa usus.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan
pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni
sehingga nafas berbau amonia.
3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
b. Integumen/Kulit

5
1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan
akibat penmbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremin
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologi.
3) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
4) Bekas-bekas garukan karena gatal.
c. Sistem Hematologi
1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain : Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksin, defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu
makan yang berkurang, perdarhan, dan fibrosis sumsum tulang
akibat hipertiroidism sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
d. Sistem saraf dan otot
1) Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakkan.
2) Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar
terutama di telapak kaki.
3) Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan
konsetrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
4) Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama
ekstermitas proksimal.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal
jantung akibat penimbunan cairan hipertensif.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan
elektrolit dan klasifikasi metastasik.
4) Edema akibat penimbuna cairan.
f. Sistem Endokrin

6
1) Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat testosteron dan spermatogenesis menurun.
Pada wnita tibul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi,
sampai amenore.
2) Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak.
4) Gangguan metabolisme vitamin D.
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia,
osteoslerosis, osteitis fibrosia dan klasifikasi metastasik.
2) Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik
sebagai hasil metabolisme.
3) Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
4. Patofisiologi
Proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal,
produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan ke dalam
urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengaruhi
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala
semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin.
Menurunnya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri
klirens kreatinin, sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain
itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh
penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme dan medikasi seperti steroid.

7
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada
retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol
dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan
dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal
jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik terjadi akibat
ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga
terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi
eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina
dan keletian.
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan karena setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal
sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah
subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-
sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Abnormalitas utama yang
lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001) adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun.
Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak

8
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada
tulang dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif
vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di
dalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi
penyakit tulang uremik dan sering disebut Osteodistrofienal.
Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan
dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein
atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat
memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini. (Prabowo &
Pranata, 2014)
6. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer
dan Bare (2002) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik,
katabolisme, dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung
akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta
malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi
fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan
nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang
berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

9
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mengetahu penyakit gagal ginjal kronis,
adalah sebagai berikut :
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran
ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis bila terdapat
keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk
mengetahui etiologinya
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis
ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa. Untuk melihat kemungkinan adanya
hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia karena
gangguan elektrolit (hiperkalemia).
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi
sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal,

10
anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih
dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis.
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks/jari) klasifikasi
metatastik.
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible.
j. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal
ginjal.
1) Laju endap darah
2) Urine
a) Volume
Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
b) Warna
Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat,
sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya
darah, miglobin, dan porfirin.
c) Berat Jenis
Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.

11
3) Ureum dan Kreatinin
Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
8. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yakni
tindakan konservatif, dialisis atau transplatansi ginjal (Suharyanto &
Madjid, 2009).
a. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar
BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat,
serta mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari
protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti
menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat
terjadi gagal ginjal.
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada
gagal ginjal lanjut. Asupan kalium yang dianjurkan adalah
40-80 mEq/hari.
c) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-
2g). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat

12
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban
sirkulasi menjadi berlebihan, edema. Sedangkan asupan
yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi,
dan gangguan fungsi ginjal.
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi
hemodialisis, pemberian anti hipertensi dihentikan karena
dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan
oleh keluarnya cairan intravaskular melalui ultrasi,
Pemberian diuretik : furosemid (lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian
glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukan K+
ke dalam sel atau dengan pemberian Kalsium Glukonat 10
%.
c) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon
eritropoeitin, yaitu rekombinan eritropoeitin (r-EPO)
(Eschbatch et al, 1987), selain dengan pemberian vitamin
dan asam folat, besi dan transfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali
dengan HCO3- plasma turun dibawah angka 15 mEq/l. Bila
asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO3-
(Natrium Bikarbonat) parenteral.
e) Pengobatan hiperuriesmia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurismia pada
penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat

13
ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat
sebagian asam urat total yang hasilkan tubuh.
b. Dialisis atau Transplantasi
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum diatas 6
mg/100 ml pada laki-laki atau 4 mg/100 ml pada wanita, dan GFR
kurang dari 4 ml/menit. Dialisis dapat digunakan untuk
mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai
tersedia donor ginjal.
1) Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan
pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
dialysis jangka pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu)
atau pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium akhir atau
End Stage Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi
jangka panjang atau permanen. Sehelai membran sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal
dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya
itu. Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau
endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal
serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien dengan
gagal ginjal kronik yang mendapatkan replacement therapy
harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya atau biasanya
tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali
terapi atau sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui
operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi
dialisis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan
gejala uremia (Price & Wilson, 2006)
b) CAPD

14
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
merupakan salah satu cara dialisis lainnya, CAPD dilakukan
dengan menggunakan permukaan peritoneum yang luasnya
sekitar 22.000 cm2. Permukaan peritoneum berfungsi sebagai
permukaan difusi (Price & Wilson, 2006).
c) Transplantasi Ginjal (TPG)
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi
mayoritas pasien dengan penyakit renal tahap akhir hampir di
seluruh dunia. Manfaat transplantasi ginjal sudah jelas terbukti
lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal
perbaikan kualitas hidup. Salah satu diantaranya adalah
tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik.

B. Asuhan Keperawatan pada Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Pengkajian
a. Identitas Klien/Data demografi
Penderita CKD dapat terjadi pada rentang usia 15-19 tahun (US
Renal Data System, 2007). Menurut Center for Disease Control and
Prevention (CDC, 2007), yaitu CKD dapat terjadi pada usia 20 tahun
dan lebih.
Tingkat insidensi dan prevalensi CKD secara umum lebih besar
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Untuk ras, tingkat
insidensi ESRD (end Stage Renal Disease) pada anak-anak berkulit
hitam di Amerika Utara adalah 2-3 kali lebih besar di bandingkan
anak-anak berkulit putih, tanpa membedakan jenis kelamin. Demikian
juga untuk penduduk asli Australia (Aborigin) dan Selandia Baru
(Maori) lebih besar dibanding populasi lainnya. (North American
Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies-NAPRTCS; Warady,
et al, 2007).
Faktor pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan
penting sebagai pemicu kejadian CKD, karena kebiasaan kerja dengan
duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak

15
menyediakan cukup air minum / mengandungbanyak senyawa/ zat
logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari
urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anorexia), mual muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau ureum, dan pruritus.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan
pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas
berbau amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatan apa.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, BPH, dan
prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih,
infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetis melitus,
dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah ada anggota yang memiliki penyakit diabetes dan
hipertensi.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan
dialisis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan
konsep diri, dan gangguan peran pada keluarga (self-esteem).
g. Keadaan umum

16
Keadaan umum klien lemah, dan terlihat sakit berat. Tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada vital signs sering didapatkan
adanya perubahan: RR meningkat, BP mengalami perubahan dari
hipertensi ringan samapi berat.
h. Pemeriksaan fisik
1) Breathing (B1)
Nafas klien berbau uremik (fetor uremic), adanya
pernafasan Kussmaul.Gejala yang dapat terjadi antara lain:
krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
kussmaul, edema pulmoner karena cairan berlebih.
2) Blood (B2)
Pada kondisi uremia berat, didapatkan hasil auskultasi
adanya friction rub sebagi tanda khas efusi perikardial. Adanya
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, BP meningkat, akral
dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada, atau angina, dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema, penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemia, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia,
lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
3) Brain (B3)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien
sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer,
burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
4) Bladder (B4)
Penurunan urine output < 400 ml/hari sampai anuria,
terjadi penurunan libido berat.

17
5) Bowel (B5)
Didapatkan adanya mual, dan muntah, anorexia dan diare
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan
ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan.
6) Bone (B6) dan Integumen
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, demam
(sepsis/dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium, dan keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
sekunder dari anemia, dan penurunan perfusi perifer dari
hipertensi.
i. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) LED
Hasilnya meningkat karena adanya anemia dan
hipoalbunemia. Anemia normositer normokrom, dan
jumlah retikulosit yang rendah.
b) Ureum dan kreatinin
Hasilnya meningkat.
c) Elektrolit imbalance
Hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia,
hiperfosfatemia.
d) Phosphate alkaline
Hasilnya meningkat karena gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzime fosfatase lindi tulang.
e) Hipoalbunemia, hipokolesterolemia
f) Hiperglikemia, hipertrigliserida
Karena adanya gangguan metabolisme (karbohidrat,
lemak).
g) Asidosis metabolik dengan kompensasi repiratorik.

18
pH, BE, HCO3, danPCO2 menurun, karena retensi
asam-asam organik pada gagal ginjal.
2) Foto polos abdomen (BOF)
3) IVP (Intra Vena Pielografi)
4) USG ginjal
5) Renogram
6) EKG
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan gagal
ginjal kronis, adalah sebagai berikut:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas karena perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari
edema paru dan respon asidosis metabolik. (SDKI, 26:2016)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan after
load: ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung, akumulasi/ penumpukan urea toksin,
kalsifikasi jaringan lunak. (SDKI, 34:2016)
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin. (SDKI, 37:2016)
d. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan
dengan penurunan kinerja ventrikel kiri. (SDKI, 51:2016)
e. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi: retensi cairan, dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder
dari penurunan GFR. (SDKI, 62:2016)
f. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (Uremia).
(SDKI, 170:2016)
g. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan dari anorexia, mual, dan muntah. (SDKI, 56:2016)
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen. (SDKI, 128:2016)

19
i. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
perubahan sirkulasi : gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia,
iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati perifer), penurunan tugor
kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit. (SDKI,
282:2016)
j. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(SDKI, 180:2016)
k. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidaknormalan
profil darah : penurunan produksi sel darah merah, gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskular. (SDKI, 294:2016)
l. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh. (SDKI, 186:2016)
3. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas karena perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari
edema paru dan respon asidosis metabolik. (SDKI, 26:2016)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 1x24 jam, maka pola napas membaik.
Kriteria hasil : - Frekuensi napas membaik
- Kedalaman napas membaik
- Dispneu menurun. (SLKI, 95:2018)
Intervensi Keperawatan Rasional
(SIKI, 186:2018)
a. Observasi - Memonitor pola napas
- Monitor pola napas berfungsi untuk menghindari
- Monitor bunyi napas perubahan napas mendadak pada
tambahan pasien.
- Memonitor bunyi napas
tambahan untuk memudahkan
penentuan pemberian bantuan
pernapasan tambahan untuk
pasien.
b. Terapeutik - Posisi semi fowler/fowler
- Posisikan semi fowler atau untuk mempermudah jalan napas

20
fowler pasien.
- Berikan oksigen - Oksigen tambahan digunakan
untuk memastikan kecukupan
oksigen dalam tubuh pasien.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan after


load: ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung, akumulasi/ penumpukan urea toksin,
kalsifikasi jaringan lunak. (SDKI, 34:2016)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
3x8 jam, maka Curah jantung Meningkat.
Kriteria Hasil : - Kekuatan nadi perifer meningkat
- Ejection Fractian (EF) meningkat
- Takikardia menurun
- Dispneu menurun
- Origuria menurun
- Tekanan darah membaik (SLKI, 20:2018)
N Intervensi Rasional
o. (SIKI, 317:2018)
1. Obsevasi :
- Identifikasikan tanda/gejala - Tanda/gejala primer penurunan
primer penurunan curah jantung curah jantung untuk menentukan
- Monitor tekanan darah fungsi kerja jantung pasien.
- Monitor intake dan output cairan - Perbandingan dari tekanan
- Monitor saturasi oksigen memberikan gambaran tentang
- Monitor EKG 12 sadapan masalah vaskuler dalam tubuh
- Monitor nilai laboratorium pasien.
jantung - Pemantauan keseimbangan cairan
di dalam tubuh pasien agar tidak
memperberat kerja jantung.
- Pemantauan saturasi oksigen untuk
menunjukkan persentase oksigen
yang diedarkan darah ke seluruh
tubuh sampai dengan jaringan
terkecil untuk mencegah kematian
jaringan.
- Pemantauan EKG untuk
mengetahui kerja kelistrikan jantung

21
pasien.
- Nilai laboratorium jantung untuk
mengetahui fungsi organ jantung
pasien.
2. Terapeutik :
- Posisikan semi-fowler atau fowler - Membantu memaksimalkan
dengan posisi kaki ke bawah/posisi ekspansi paru dan menurunkan upaya
nyaman pernafasan untuk memperingan kerja
- Berikan diet jantung yang sesuai jantung.
- Berikan oksigen untuk - Memberikan makanan secukupnya
mempertahankan saturasi oksigen > tanpa memberat kerja jantung dan
94% mencegah/menghilangkan
penimbunan garam atau air.
- Pemberian oksigen untuk
memastikan kecukupan oksigen
dalam darah untuk diedarkan ke
seluruh tubuh.
3. Edukasi :
- Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
- Aktifitas yang berat akan
toleransi
memperberat kerja jantung.
- Anjurkan berhenti merokok
- Merokok lama-kelamaan dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru
sehingga oksigen yang akan
diedarkan ke seluruh tubuh oleh
pembuluh darah menjadi tidak
maksimal sehingga memperberat
kerja jantung.
4. Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antiaritmia. - Aritmia merupakan kondisi yang
mengacu ketika denyut jantung
berdetak terlalu cepat, terlalu lambat,
atau tidak teratur akibat adanya
gangguan pada impuls listrik yang
mengatur detak jantung. Sehingga
obat antiaritmia akan meredakan
gangguan impuls listri yang
mengatur detak jantung pasien.

c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan


konsentrasi hemoglobin. (SDKI, 37:2016)

22
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
1X24 jam, maka perfusi perifer meningkat.
Kriteria Hasil : - Pengisian kapiler membaik
- Akral membaik
- Turgor kulit membaik
- Warna kulit pucat menurun
- Edema perifer menurun
- Denyut nadi perifer meningkat (SLKI, 84:2018)
No Intervensi Rasional
. (SIKI, 345:2018)
1. Obsevasi : - Pemeriksaan sirkulasi perifer untuk
- Periksa sirkulasi perifer mengetahui sirkulasi darah dalam
- Identifikasi faktor resiko tubuh pasien.
gangguan sirkulasi. - Mengetahui faktor resiko gangguan
sirkulasi untuk memudahkan
pemberian terapi yang tepat kepada
pasien.
2. Edukasi : - Perawatan kulit yang tepat akan
- Anjurkan perawatan kulit yang mencegah timbulnya masalah
tepat keperawatan integument.
- Ajarkan program diet untuk - Program diet yang tepat digunakan
memperbaiki sirkulasi untuk mendukung kesembuhan
pasien.

d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi: retensi cairan, dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder
dari penurunan GFR. (SDKI, 62:2016)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
1x24 jam, maka keseimbangan cairan meningkat.
Kriteria Hasil : - Edema menurun
- Tekanan darah membaik
- Turgor kulit membaik
- Haluaran urine meningkat (SLKI, 41:2018)
No Intervensi Rasional
. (SIKI, 181:2018)

23
1. Obsevasi : - Pemeriksaan tanda dan gejala
- Periksa tanda dan gejala hipervolemia untuk mencegah
hipervolemia penambahan cairan dalam tubuh
- Identifikasi penyebab pasien.
hipervolemia - Mengetahui penyebab hipervolemia
- Monitor status hemodinamik untuk memudahkan pemberian terapi
- Monitor intake dan output cairan yang tepat kepada pasien.
- Monitor kecepatan infus secara - Kesimbangan dalam tubuh pasien
ketat harus dijaga agar tidak terjadi
penumpukan cairan dalam tubuh
pasien.
- Kecepatan infis harus diperhatikan
secara tepat agar tidak terjadi
penumpukan caiaran yang dapat
memperberat kerja jantung
2. Terapeutik : - ASupan cairan berlebih akan
- Batasi asupan cairan dan garam meningkatkan penumpukan cairan
- Tinggikan kepala temp[at tidur pada tubuh pasien, sedangkan sifat
30-40o garam adalah mengikat air sehingga
cairan tidak bisa dikeluarkan dari
dalam sel.
- Meninggikan kepala digunakan
untuk mencegah terjadinya
penumpukan O2 di daerah serebral.
3. Edukasi: - Mengajarkan cara mengukur dan
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran urine
mencatat asupan dan haluaran pada pasien dan keluarga akan
urine. memudahkan perawat dalam
- Ajarkan cara membatasi cairan. mengontrol keseimbangan cairan
dalam tubuh pasien.
- Mengajarkan cara membatasi cairan
akan mencegah terjadinya intake
cairan yang berlebihan untuk pasien.
4. Kolaborasi - Diuretik mempunyai sifat
- Kolaborasi pemberian diureti mengeluarkan cairan berlebih dalam
tubuh pasien.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun oleh perawat untuk mengatasi masalah
pasien. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang

24
sudah disetujui, dengan teknik yang cermat dan efisien pada situasi yang
tepat dan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah
selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intrevensi yang
sudah dilakukan dan bagaimana respon dari pasien (Bararah & Jauhar,
2013).

5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Tujuan Untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan.

reaksi antigen
antibodi

infeksi
suplai darah ginjal t

arteriosklerosis

25
vaskuler
un
C. Web Of Caution (WOC)

tertimbun di ginjal

zat toksik
Retensi urin
GFR turun

Obstruksi saluran kemih


MK: Gangguan
Citra Tubuh Penurunan
Fungsi Tubuh CKD

sekresi protein terganggu retensi Na sekresi eritropoitis turun MK:


Ansietas

nyeri pinggang

saraf perifer

batu besar
urokrom produksi Hb turun integritas

dan kasar
menekan
sindrom uremia total CES naik
tertimbun di
kulit
tek. kapiler oksihemoglobin anemia
perpospatemi gangguan perubahan turun
a keseimbangan warna kulit MK: Perfusi Perifer
vol. interstisial naik suplai O2 kasar turun MK: Resiko
pruritis asam - basa Tidak Efektif Cidera

produksi edema
MK: Kerusakan (kelebihan payah bendungan atrium
asam naik MK: Nyeri Akut Penurunan Cardiac
integritas kulit volumecairan) Output jantung kiri kiri naik
as. lambung naik
preload tek. vena pulmonalis
aliran darah suplai O2 jaringan suplai O2
naik turun
MK: Nausea mual, ginjal turun ke otak
muntah beban jantung kapiler paru
naik syncope naik
RAA turun metabolisme
Anoreksia anaerob (kehilangan edema paru
hipertrofi retensi Na & H2O kesadaran)
ventrikel kiri naik asam laktat naik MK: Pola Nafas
MK: Resiko Tidak Efektif
MK: Defisit Nutrisi
- fatigue Perfusi Serebral
MK: Penurunan MK:
-nyeri sendi Tidak Efektif
Curah Jantung Hipervolemia

26 MK: Intoleransi
aktivitas
Daftar Pustaka

Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
Wijaya, A.S., & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah I. Yogyakarta :
EGC.
Guyton and Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.edisi 12. Jakarta : EGC.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Suyono, S. (2001). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Mahdiana, R. (2010). Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta: Tora
Book.
Prabowo, Eko & Pranata andi eka. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smelzer & Bare (2002). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses
Dan Praktik (Terjemahan), Edisi 4. Jakarta: EGC.
Madjid dan Suharyanto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan/Toto Suharyanto, Abdul Madjid; Copy
Editor: Agung Wijaya, A.md-Jakarta : TIM.
Price, S.A & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi I
Definisi dan Indikator Diagnostik. 2016. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia: Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I
Cetakan II Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. 2018. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia: Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I
Cetakan II Definisi dan Tindakan Keperawatan. 2018. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia: Jakarta Selatan.

27
file:///C:/Users/acer/Downloads/TUJUAN%20EVALUASI%20DALAM
%20KEPERAWATAN.pdf diakses pada tanggal 27 Desember 2020.

28

Anda mungkin juga menyukai