Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR MANDIBULA

OLEH

KANA SAYELIN

21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER 2021/2022


1.1 Pengertian

Fraktur merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang


atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa, dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung (Mesuri & Huriani, 2014).

Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang


mandibula yang diakibatkan oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis.
Pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur
pada mandibular (Reksodiputro, 2017). Mandibula adalah tulang rahang
bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi.
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur
mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah dento alveolar, kondilus,
koronoideus, ramus, sudut mandibula, korpus mandibula, simfisis, dan
parasimfisis (Hakim, 2016).

1.2 Etiologi

Menurut Helmi (2014), Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma


maupun proses patologik.

a. Fraktur traumatik disebabkan oleh:


1. Kecelakaan kendaraan bermotor (50,8%)
2. Terjatuh (22,3%)
3. Kekerasan atau perkelahian (18,8%)
4. Kecelakaan kerja (2,8%)
5. Kecelakaan berolahraga (3,7%)
6. Kecelakaan lainnya (1,6%)
b. Fraktur Patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang,
osteogenesis imperfekta, osteomielitis, osteoporosis, atropi atau
nekrosis tulang.
1.3 Manifestasi Klinis

Gejala umum fraktur menurut Lukman (2013), adalah sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yamg tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstemitas
normal. Ekstremitas tak daat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
degan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

Gejala pada fraktur mandibula akan timbul rasa nyeri terus menerus
pendarahan oral, fungsi berubah, terjadi pembengkakan, krepitasi,
sepsis pada fraktur terbuka, dan deformitas. Jika fraktur ini mengenai
korpus mandibula, akan terlihat gerakan yang abnormal pada tempat
fraktur sehingga gerakan mandibula menjadi terbatas dan susunan gigi
menjadi tidak teratur (Sukman, 2016).
1.4 Patofisiologi

Terlampir

1.5 Pathway

Terlampir

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang terdiri


dari, sebagai berikut:
1. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.

2. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,mengidentifikasi


kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.

4. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun


pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfus
atau cedera hati.
1.7 Komplikasi

Menurut Helmi (2014), Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas


komplikasi awal dan komplikasi lama yaitu, sebagai berikut:
1. Komplikasi awal

a. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur.
Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi
pada fraktur femur karena sakit yang hebat pada pasien.
b. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya
nadi, CRT (Cappillary Refill Time) menurun, sianosis bagian distal,
hematoma yang lebar serta dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian, perubahan posisi
pada orang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana tejadi
terjebaknya otot, tulang, syaraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau
perdarahan yang menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah.
Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya
terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang
terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindrom
kompartemen adalah 5P, yaitu: pain (nyeri lokal), paralysis
(kelumpuhan tungkai), pallor (pucat bagian distal), parestesia
(tidak ada sensasi) dan pulsesessness (tidak ada denyut nadi,
perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT > 3 detik (pada
bagian distal kaki).
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) danmasuk
kedalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur tebuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin (ORIF dan OREF) atau plat.
e. Avaskular nekrosis
Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
2. Komplikasi lama

a. Delayed Union.
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau
tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tualang. Delayed Union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah selang waktu 3-5 ulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas
dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
b. Non-union.

Disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antar


6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi
bersama infeksi yang disebut sebagai infected pseudoarthrosis.
c. Mal-union.

Mal-union adalah keadaan di mana fraktur sembuh pada saatnya,


tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau menyilang, misalnya pada fraktur radius-ulna.

1.8 Penatalaksanaan

Menurut Mediarti (2015), penatalaksanaan pada fraktur adalah


sebagai berikut:

1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :


a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja
tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur tanpa kedudukan baik
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam
anestesi umum dan lokal.
c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti internal.

Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal.


Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,
penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal
untuk bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum
(ATS) / tetanus hama globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram
positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan
resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka (Mediarti, 2015).

1.9 Konsep Keperawatan

1.9.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses


keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri pasien digunakan:
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
pasien. Apakah terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit itu terjadi.
(4) Severity (Scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan


memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering teradi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang diderita
dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
2). Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status general)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlibatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.

(1) Keadaan Umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda vital seperti :
(a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos
mentis tergantung pada keadaan pasien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, dan nyeri tekan
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjoan, tidak ada nyeri kepala.
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan dada.
(d) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjugtiva tidak anemis (karena


tidak terjadi perdarahan).
(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
(g) Hidung

Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.


(h) Mulut dan Faring

Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,


mukosa mulut tidak pucat.
(i) Thoraks

Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.


1.9.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri (D.0077)

2. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive (D.0142)

3. Gangguan citra tubuh perubahan struktur tubuh d.d struktur tubuh


berubah (D.0083)
1.9.3 Perencanaan

SLKI

1. Nyeri akut : Tingkat nyeri (L.08066)

-keluhan nyeri

- meringis

-Gelisah

2. Resiko infeksi : Tingkat infeksi (L.14137)

-Kemerahan

-Bengkak

-Nyeri

3. Gangguan citra tubuh : Citra tubuh (L.09067)

-Melihat bagian tubuh

-Menyentuh bagian tubuh

-Verbalisasi perasaan negative tentang perubahan tubuh


SIKI

1. Nyeri akut : Pemberian analgesic (I.08243)

- Identifikasi Karakteristik Nyeri

-Identifikasi Riwayat Alergi Obat

-Identifikasi Kesesuaian Jenis Analgesic

-Tetapkan Target Efektifitas Analgesic Untuk Mengoptimalkan Respon Pasien

-Jelaskan Efek Terapi Dan Efek Samping Analgesik

2. Resiko infeksi : Pencegahan Infeksi (I.14539)

-Monitor Tanda Dan Gejala Infeksi

-Berikan Perawatan Kulit Pada Area Edema

-Jelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi

-Ajarkan Cara Memeriksa Kondisi Luka

3. Gangguan citra tubuh : Promosi citra tubuh (I09305)

-Identifikasi Harapan Citra Tubuh Berdasarkan Tahap Perkembangan

-Monitor Apakah Pasien Bisa Melihat Bagian Tubuh Yang Berubah

-Diskusikan Perubahan Tubuh Dan Fungsinya

-Diskusikan Kondisi Stress Yang Mempengaruhi Citra Tubuh

-Jelaskan Kepada Keluarga Tentang Perawatan Perubahan Citra Tubuh


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Barir hakim. 2016. Efektifitas Penggunaan E-Learning Moodle, Google


Classroom Dan Edmodo.

Helmi, Z. N. (2014). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (1st ed.). Jakarta


Selatan: Salemba Medika.

Lukman dan Ningsih, N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Mediarti. (2015). Penatalaksanaan Pada Pasien Fraktur Mandibula di IGD RSMH


Palembang Tahun 2012. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Volume 2,
No. 3, Oktober 2015-253-260.

Mesuri, P. R., Huriani, E., & Sumarsih, G. (2014). Hubungan Mekanisme Koping
dengan Tingkat Stres pada Pasien Fraktur. Ners Jurnal Keperawatan,
Diunduh mei 2022.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Reksodiputro, M. H. (2017). Penatalaksanaan fraktur simfisis mandibula dengan.


ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017, 185.

Sukman, B. I. (2016). Deskripsi Fraktur Mandibula Pada Pasien Rumah Sakit


Umum. Vol. I No 2. September 2016, 192.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai