Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046
A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
2. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
3. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
4. Pohon Masalah
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)
Isolasi sosial
7. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan
perawatan medis karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih
membutuhkan terapai kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
8. Asuhan Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan
apa-apa,
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis,
badan bau, kulit kotor
2. Isolasi Sosial
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas
menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan
3. Defisit Perawatan Diri
a. Data subyektif
1) Pasien merasa lemah;
2) Malas untuk beraktivitas;
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1) Rambut kotor, acak – acakan;
2) Badan dan pakaian kotor dan bau;
3) Mulut dan gigi bau;
4) Kulit kusam dan kotor;
5) Kuku panjang dan tidak terawat.
Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri;
2. Isolasi sosial;
3. Defisit perawatan diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK;
Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046
A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
3. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
4. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
7. Penatalaksanaan Medis
Farmako:
a. Anti psikotik:
1) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3) Stelazine
4) Clozapine (Clozaril)
5) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1) Trihexyphenidile
2) Arthan
8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4) Klien merasa makan sesuatu.
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
4) Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC
Keliat Budi Ana. 2009. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Aziz R, dkk, 2013. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya
Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046
A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalanyang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya.Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu,
kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria
dianggap kurang sensitive, kuranghangat, kurang ekspresif
dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau
pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik
diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahanstruktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam
mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan
melakukan sesuatu.
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter diotak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan
tidak berdaya
3. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
yangdihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas
stressor dapat mempengaruhi komponen. Stressor yang dapat
mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan
operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,
proses tumbuh kembang prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan
stressor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah
penolakan dankurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang
berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti,
persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita
tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab
sendiri. Stressor pencetus dapat berasal dari internal dan eksternal :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
4. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri
8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji:
1. Isolasi sosial: menarik diri
Data yang perlu dikaji
a. Data Obyektif : Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri,
berdiam diri di kamar, banyak diam;
b. Data Subyektif : Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata,
suara pelan dan tidak jelas.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data yang perlu dikaji:
a. Data Subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa,
tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri
b. Data Obyektif : Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup.
3. Gangguan citra tubuh
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif : Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi,
mengungkapkan sedih karena keadaan tubuhnya, klien malu bertemu
dan berhadapan dengan orang lain, karena keadaan tubuhnya yang
cacat
b. Data obyektif : Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika
diajak bicara, suara pelan dan tidak jelas, tampak menangis.
Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri;
2. Harga diri rendah;
3. Gangguan citra tubuh.
Keliat Budi Ana. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC
Keliat Budi Ana. 2010. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Keliat Budi Ana. 2010. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Aziz R, dkk, 2013. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046
A. Masalah Utama
Isolasi sosial : Menarik diri
2. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak
terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak
terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah
respon sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan.
Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit
kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri
rendah. Seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
3. Faktor Presipitasi
a. Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan
faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena
dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan
tingkat tinggi. (Prabowo, 2014: 111)
4. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang
grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya
perubahan faal dan biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga
diri seseorang (Prabowo, 2014: 113).
8. Asuhan Keperawatan
a. Data yang perlu dikaji
1) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Data Subjektif:
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata;
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata;
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus;
d) Klien merasa makan sesuatu;
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya;
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar;
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
Data Objektif:
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri;
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu;
c) Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu;
d) Disorientasi
2) Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi;
2) Isolasi sosial: menarik diri;
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap;
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara;
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
6) Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, malam)
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan
klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Intervensi :
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
ber pujian
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
e) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
f) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
g) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
h) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Intervensi :
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046
A. Masalah Utama
Resiko bunuh diri
2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain :
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku
destrukif diri.
3. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan
4. Pohon Masalah
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko
bunuh dirisalah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2008), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko
bunuh diri adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor)
(fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral),
nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300mg/hari per oral),
dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebutsering dipilih
karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem
neurotransmitermonoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin.
Kedua neurotransmiterini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur
keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu
makan.
8. Asuhan keperawatan
a. Data yang perlu dikaji
1) Jenis kelamin : resiko meningkat pada pria
2) Usia : lebih tua, masalah semakin banyak
3) Status perkawinan : menikah dapat menurunkan resiko, hidup
sendiri merupakan masalah.
4) Riwayat keluarga : meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri/penyalahgunaan zat.
5) Pencetus (peristiwa hidup yang baru terjadi) : Kehilangan orang
yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
6) Faktor kepribadian : lebih sering pada kepribadian
introvert/menutup diri.
7) Lain-lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.
b. Masalah keperawatan
1) Resiko Perilaku bunuh diri
a) DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
b) DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuh diri.
2) Koping maladaptive
a) DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak
ada harapan.
b) DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol impuls.
Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
a. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Intervensi :
a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046
A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
3. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilakukekerasan seringkali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas sepertidalam sebuah konser, penonton sepak
bola, geng sekolah, perkelahian massaldan sebagainya.
b. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
d. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi
penyalahgunaan obat dan alcoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
4. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
7. Penatalaksanaan Medis
Dalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), jika
seseorang mengalami suatu gangguan atau penyakit, maka
yang sakit atau terganggu itu bukan terbatas pada aspek
jiwanya saja atau raganya saja, tetapi keduanya sebagai
keutuhan manusia itu sendiri. menurut pandangan houstik,
manusia juga tidak dapat lepas dari lingkungannya, karena itu
pengobatan yang dilakukan juga harus memperlihatkan ketiga
aspek tersebut sebagai satu kesatuan. Sehubungan dengan hal
tersebut maka pengobatan dalam psikiatri secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Somatoterapi
Dengan tujuan untuk memberikan pengaruh-pengaruh
langsung berkaitan dengan badan, biasanya dilakukan
dengan :
1) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan
obat psikotropik atau psikofarma yaitu obat-obat yang
mempunyai efek terapeutik langsung pada proses
mental pasien karena efek obat tersebut pada otak.
Obat-obat tersebut antara lain :
a) Clorpromazine (CPZ)
1. Indikasi
Untuk sindrome psikosis yaitu berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran
diri terganggu, daya nilai nirma sosial dan tilik
diri terganggu, daya berat dalam fungsi-fungsi
mental : waham, halusinasi, gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-
hari tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin.
2. Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinap di otak khususnya sistem ekstra piramidol.
3. Efek samping
a. Sedasi
b. Gangguan otonomik (hypotensi,
antikolinergik atau parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung)
c. Gangguan ekstra piramidol (distonia akut,
akatshia, sindrome parkinsontremor,
bradikinesia rigiditas)
d. Gangguan endrokrine (amenorhoe,
ginekonosti)
e. Metabolik (jourdice)
f. Hematologik, agranulosis, biasanya untuk
pemakaian jangka panjang.
4. Kontra Indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan
jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit
SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS
Depresan.
b) Haloperidol (HLP)
1. Indikasi
Berdaya berat dalam kemampan menilai realita
dalam fungsi netral dalam fungsi kehidupan
sehari-hari.
2. Mekanisme kerja
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin
pada reseptor paska sinaptik neuron di otak
khususnya sistem limbik dan sistem ekstra
piramidal.
3. Efes samping
a. Sedasi dan inhibisi psikomotorik
b. Gangguan otonomik (hypoytensi, anti
kolinergik atau parasimpatik, mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung.
c) Trihexypheniyl (THP)
1. Indikasi
Gejala jenis penyakit parkinson termasuk paska
ensefalitis dan idiopatik, sindrom perkinson
akibat obat misalnya reserpinie dan fenotiazine.
2. Mekanisme kerja
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresan
trisiklik dan anti kolinergik lainnya.
3. Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual
muntah, bingung, agitasi, konstipasi, tachikardia,
dilatasi, ginjal retensi urine.
4. Kontra indikasi
Hypersensitif terhadap trihexypenidyl, glaukoma
sudut simpatik, psokosis berat, psikoneurosis,
hypertropi prostat, dan obstruksi saluran cerna.
b. Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik
sinusoid ke tubuh penderita menerima aliran listrik yang
terputus-putus.
8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku
kekerasan
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
Carpenito, L.J. 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
2014
Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046
A. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham
2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir,
yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan,
dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
vertikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic
3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir:
waham, yaitu :
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
4. Pohon Masalah
Perubahan isi
pikir: waham Core problem
Gangguan konsep
diri: harga diri
rendah
5. Tanda dan Gejala
a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan
c. Takut, kadang panik
d. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
e. Ekspresi tegang, mudah tersinggung
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya.
Penatalaksanaan medis pada gangguan proses pikir yang mengarah
pada diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses
pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril),
dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa),
Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan
apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan
gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang
adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009). Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik
atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali
lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik
maupun klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).
8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan
kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah,
melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu
mengendalikan diri
b. Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak
dan melempar barang-barang.
2. Kerusakan komunikasi : verbal
a. Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
b. Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata kurang
3. Perubahan isi pikir : waham ( ………….)
a. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
b. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut,
kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan
/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri
b. Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup
Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Perubahan isi pikir : waham
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Rencana Tindakan Keperawatan
a. Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda"
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
a) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan
untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas
sehari - hari dan perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada
klien bahwa klien sangat penting.
b) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi
Tindakan :
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik
selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas,
marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien
dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika
mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
c) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang
lain, tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan
klien
d) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
1. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis,
frekuensi, dan efek dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
e) Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Keliat Budi A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC :
Jakarta
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .