Anda di halaman 1dari 191

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya

Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
(Depkes, 2013). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2010).
Menurut Poter Perry (2012), personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya
(Tarwoto, 2013).

2. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.

3. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

4. Pohon Masalah
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

5. Tanda dan Gejala


a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor;
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan;
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makana tidak pada
tempatnya;
d. Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air
besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
6. Akibat yang Ditimbulkan
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti
pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi
sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan
perawatan terhadap tubuhnya.

7. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan
perawatan medis karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih
membutuhkan terapai kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.

8. Asuhan Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan
apa-apa,
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis,
badan bau, kulit kotor
2. Isolasi Sosial
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas
menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan
3. Defisit Perawatan Diri
a. Data subyektif
1) Pasien merasa lemah;
2) Malas untuk beraktivitas;
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1) Rambut kotor, acak – acakan;
2) Badan dan pakaian kotor dan bau;
3) Mulut dan gigi bau;
4) Kulit kusam dan kotor;
5) Kuku panjang dan tidak terawat.

Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri;
2. Isolasi sosial;
3. Defisit perawatan diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK;

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
Intervensi :
1. Berikan salam setiap berinteraksi;
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan;
3. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien;
4. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi;
5. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien;
6. Buat kontrak interaksi yang jelas;
7. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati;
8. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik;
2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.; Dorong
klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri;
3. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri;
4. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri;
5. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri;
6. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi
dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum
tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan


perawat.
Intervensi :
1. Motivasi klien untuk mandi;
2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar;
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari;
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut;
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi;
6. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara


mandiri.
Intervensi :
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara


mandiri.
Intervensi :
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan


kebersihan diri.
Intervensi :
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri;
2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS;
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS;
4. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien;
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan
diri;
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri;
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu;
2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab;
3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya;
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul;
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul;
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan


dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain;
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain;
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain;
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain;
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan social


Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain;
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain;
3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai;
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan;
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu;
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan;
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.

TUK V : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Intervensi :
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain;
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain;
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain.

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan,


makan, BAB/BAK
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri;
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik;
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik;
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
Intervensi :
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri;
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri;
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri;
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
2. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a. Berpakaian;
b. Menyisir rambut;
c. Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian;
b. Menyisir rambut;
c. Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan;
b. Menjelaskan cara makan yang tertib;
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan;
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai;
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK;
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2013. Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Edisi 7. Jakarta : EGC


Perry, Potter. 2012 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Tarwoto. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya

Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal
terjadi pada keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya
kemampuan menilai realitas (Keliat, 2009). Halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan (Aziz, 2013).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2010). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi tanpa ada
rangsangan dari luar ekternal.

2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

3. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

4. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

5. Tanda dan Gejala


a. Bicara, senyum, tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap, menghirup
(mencium) dan merasa suatu yang tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
e. Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi.
f. Sikap curiga dan saling bermusuhan.
g. Pembicaraan kacau kadang tak masuk akal.
h. Menarik diri menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Tidak mau melaksanakan asuhan mandiri: mandi, sikat gigi, ganti
pakaian, berhias yang rapi.
l. Mudah tersinggung, jengkel, marah.
m. Menyalahkan diri atau orang lain.
n. Muka marah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang.
p. Tekanan darah meningkat.
q. Nafas terengah-engah.
r. Nadi cepat
s. Banyak keringat.
6. Akibat yang Ditimbulkan
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana klien mengalami
panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-
benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan.
Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain
bahkan merusak lingkungan.

7. Penatalaksanaan Medis
Farmako:
a. Anti psikotik:
1) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3) Stelazine
4) Clozapine (Clozaril)
5) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1) Trihexyphenidile
2) Arthan

8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4) Klien merasa makan sesuatu.
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
4) Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan

Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
Lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara
3) Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
4) Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll).
2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian.
3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi :
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
6) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
7) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
2) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
3) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
4) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri


Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC
Keliat Budi Ana. 2009. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Aziz R, dkk, 2013. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya

Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa
gagal karena karena tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri.
Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri
dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung (Keliat, 2010).

2. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalanyang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya.Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu,
kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria
dianggap kurang sensitive, kuranghangat, kurang ekspresif
dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau
pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik
diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahanstruktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam
mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan
melakukan sesuatu.
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter diotak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan
tidak berdaya

3. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
yangdihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas
stressor dapat mempengaruhi komponen. Stressor yang dapat
mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan
operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,
proses tumbuh kembang prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan
stressor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah
penolakan dankurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang
berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti,
persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita
tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab
sendiri. Stressor pencetus dapat berasal dari internal dan eksternal :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
4. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah Core Problem

Gangguan citra tubuh

5. Tanda dan Gejala


a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker;
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan
mengkritik diri sendiri;
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa;
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri;
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan;
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

6. Akibat yang Ditimbulkan


Harga diri yang rendah menyebabkan klien merasa malu sehingga
klien lebih suka menyendiri dan menghindari orang lain, klien mengurung
diri sehingga hal ini dapat menyebabkan klien berfikir yang tidak realistik.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmako
1) Cloppromazine (CPZ)
Indikasi untuk sindrom psikologis yaitu berat dalam kemampuan
menilairealistis, kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi,
gangguan perasaandan perilaku aneh
Efek samping sedasi, gangguan otonomik dan endokrin
2) Haloperidol (HPL)
Indikasi : berdaya berat dalam kemampuan menilai realistis dalam
fungsi netral serta fungsi kehidupan sehari-hari
Efek samping : sedasi, gangguan otonomik dan endokrin.
3) Trihexypheridyl (THP)
Indikasi : Segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca
enchepalitis danidiopatik
Efek samping : hpersensitive terhadap trihexyphenidyl, psinosis
berat, psikoneurosis, dan obstruksi saluran cerna

8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji:
1. Isolasi sosial: menarik diri
Data yang perlu dikaji
a. Data Obyektif : Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri,
berdiam diri di kamar, banyak diam;
b. Data Subyektif : Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata,
suara pelan dan tidak jelas.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data yang perlu dikaji:
a. Data Subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa,
tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri
b. Data Obyektif : Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup.
3. Gangguan citra tubuh
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif : Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi,
mengungkapkan sedih karena keadaan tubuhnya, klien malu bertemu
dan berhadapan dengan orang lain, karena keadaan tubuhnya yang
cacat
b. Data obyektif : Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika
diajak bicara, suara pelan dan tidak jelas, tampak menangis.

Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri;
2. Harga diri rendah;
3. Gangguan citra tubuh.

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal;
b. Perkenalkan diri dengan sopan;
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai;
d. Jelaskan tujuan pertemuan;
e. Jujur dan menepati janji;
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya;
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya;
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul;
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul;
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Intervensi :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll);
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain;
c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain;
d. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain;
e. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain;
f. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain;
g. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain;
h. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain;
i. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain;
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai;
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan;
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu;
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan;
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Intervensi:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain;
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain;
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri;
2) Jelaskan tujuan;
3) Buat kontrak;
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri;
2) Penyebab perilaku menarik diri;
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi;
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri;
5) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain;
6) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu;
7) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga

Diagnosa II : harga diri rendah.


Tujuan umum :
Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal;
2) Perkenalkan diri dengan sopan;
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien;
4) Jelaskan tujuan pertemuan;
5) Jujur dan menepati janji;
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya;
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien;
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien;
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien;
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan;
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya;
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari;
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien;
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan;
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan;
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien
dengan harag diri rendah;
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat;
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa III : gangguan citra tubuh.


Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan);
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya;
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien;
d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Intervensi:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki;
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis;
c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki;
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Intervensi:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki;
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Intervensi:
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan;
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien;
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Intervensi:
a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan;
b. Beri pujian atas keberhasilan klien;
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Intervensi:
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien;
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat;
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah;
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi Ana. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC
Keliat Budi Ana. 2010. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Keliat Budi Ana. 2010. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Aziz R, dkk, 2013. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya

Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Isolasi sosial : Menarik diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan suatu gangguan
hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2010).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Farida, 2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin,
1993 dikutip Budi Keliat, 2001)

2. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak
terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak
terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah
respon sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan.
Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit
kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri
rendah. Seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.

3. Faktor Presipitasi
a. Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan
faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena
dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan
tingkat tinggi. (Prabowo, 2014: 111)

4. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri


Core Problem

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


5. Tanda dan Gejala
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia,
2011: 15)

6. Akibat yang Ditimbulkan


Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku
menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga yang bisa dialami pasien dengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo,
2014: 112) Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit
dalam mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien
menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien
semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah
laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami,
dkk 2009).

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang
grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya
perubahan faal dan biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga
diri seseorang (Prabowo, 2014: 113).
8. Asuhan Keperawatan
a. Data yang perlu dikaji
1) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Data Subjektif:
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata;
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata;
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus;
d) Klien merasa makan sesuatu;
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya;
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar;
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
Data Objektif:
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri;
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu;
c) Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu;
d) Disorientasi
2) Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah

b. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi;
2) Isolasi sosial: menarik diri;
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap;
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara;
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
6) Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, malam)
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan
klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Intervensi :
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
ber pujian
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
e) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
f) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
g) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
h) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Intervensi :
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa II : Isolasi sosial: menarik diri


Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak
terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
4. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
b) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
c) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
5. Klien dapat melaksanakan hubungan social
Intervensi:
a) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
1) Klien - Perawat
2) Klien - Perawat - Perawat lain
3) Klien - Perawat - Perawat lain - Klien lain
4) Keluarga atau kelompok masyarakat
6. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
a) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
b) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
c) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
d) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
7. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Intervensi :
a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
b) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
8. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
e) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga

Diagnosa III : Harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
c) Utamakan memberikan pujian yang realistic
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
1) Kegiatan mandiri
2) Kegiatan dengan bantuan sebagian
3) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
5) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Intervensi :
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien.
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Intervensi :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta.
ECG

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:


PT Refika Aditama. Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi
Sosial. Jakarta Timur: TIM.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya

Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Resiko bunuh diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya.
Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan
individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi,
sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan (Stuart,2006).

2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain :
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku
destrukif diri.

3. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan

4. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah


5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obatdosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah
danmengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alkohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal.
k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber sosial.
t. Menjadikan korban perilaku kekerasan saat kecil.
6. Akibat yang Ditimbulkan
Resiko bunuh diri dapat mengakibatkan sebagai berikut :
a. Keputusasaan
b. Menyalahkan diri sendiri
c. Perasaan gagal dan tidak berharga
d. Perasaan tertekan
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan
g. Berbicara lamban, keletihan
h. Menarik diri dari lingkungan social
i. Pikiran dan rencana bunuh diri
j. Percobaan atau ancaman verbal

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko
bunuh dirisalah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2008), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko
bunuh diri adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor)
(fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral),
nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300mg/hari per oral),
dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebutsering dipilih
karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem
neurotransmitermonoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin.
Kedua neurotransmiterini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur
keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu
makan.

8. Asuhan keperawatan
a. Data yang perlu dikaji
1) Jenis kelamin : resiko meningkat pada pria
2) Usia : lebih tua, masalah semakin banyak
3) Status perkawinan : menikah dapat menurunkan resiko, hidup
sendiri merupakan masalah.
4) Riwayat keluarga : meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri/penyalahgunaan zat.
5) Pencetus (peristiwa hidup yang baru terjadi) : Kehilangan orang
yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
6) Faktor kepribadian : lebih sering pada kepribadian
introvert/menutup diri.
7) Lain-lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.

b. Masalah keperawatan
1) Resiko Perilaku bunuh diri
a) DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
b) DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuh diri.
2) Koping maladaptive
a) DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak
ada harapan.
b) DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol impuls.

c. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Diagnosa I : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Intervensi :
1) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Intervensi :
a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
c) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
e) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
d. Klien dapat meningkatkan harga diri
Intervensi :
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Intervensi :
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
2) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Intervensi :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3) Utamakan pemberian pujian yang realitas
c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Intervensi :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Intervensi :
1) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Intervensi :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
a. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Intervensi :
a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.
Direja, Ade Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kusumawati, F & Hartono, Y. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya

Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan
secara tidak langsung dan konstrukstif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang ditekan atau pura-
pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan menurut
Carpenito 2014, Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana
individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada
dirinya sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang
dirasakan sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir
serta mengungkapkan secara verbal sehingga
mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak
adekuat (Rawlins and Heacoco, 2014). Sedangkan menurut
Keliat (2014), perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai dengan hilangnya kontrol diri
atau kendali diri.
2. Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
1. Instinctual drive theory (teori dukungan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan
disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang
sangat kuat.
2. Psycosomatic theory (teori psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons
psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun
lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan
sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
b. Faktor Psikologis
1. Frustation Aggresio theory (teori agresi-fustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil akumulasi frustasi-frustasi terjadi bila keinginan
individu untuk mecapai sesuatu sesal atau terlambat,
keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku
agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
2. Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas / situasi mendukung
c. Faktor Sosial Cultural
1. Sosial environment theory (teori lingkungan sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah, norma budaya dapat
mendukung individu untuk berespons asertif atau
agresif
2. Social Learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
maupun melalui proses sosialisasi.

3. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilakukekerasan seringkali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas sepertidalam sebuah konser, penonton sepak
bola, geng sekolah, perkelahian massaldan sebagainya.
b. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
d. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi
penyalahgunaan obat dan alcoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
4. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah

5. Tanda dan Gejala


a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda atua orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan
oerilaku kekerasan

6. Akibat yang Ditimbulkan


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko
tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

7. Penatalaksanaan Medis
Dalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), jika
seseorang mengalami suatu gangguan atau penyakit, maka
yang sakit atau terganggu itu bukan terbatas pada aspek
jiwanya saja atau raganya saja, tetapi keduanya sebagai
keutuhan manusia itu sendiri. menurut pandangan houstik,
manusia juga tidak dapat lepas dari lingkungannya, karena itu
pengobatan yang dilakukan juga harus memperlihatkan ketiga
aspek tersebut sebagai satu kesatuan. Sehubungan dengan hal
tersebut maka pengobatan dalam psikiatri secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Somatoterapi
Dengan tujuan untuk memberikan pengaruh-pengaruh
langsung berkaitan dengan badan, biasanya dilakukan
dengan :
1) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan
obat psikotropik atau psikofarma yaitu obat-obat yang
mempunyai efek terapeutik langsung pada proses
mental pasien karena efek obat tersebut pada otak.
Obat-obat tersebut antara lain :
a) Clorpromazine (CPZ)
1. Indikasi
Untuk sindrome psikosis yaitu berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran
diri terganggu, daya nilai nirma sosial dan tilik
diri terganggu, daya berat dalam fungsi-fungsi
mental : waham, halusinasi, gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-
hari tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin.
2. Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinap di otak khususnya sistem ekstra piramidol.
3. Efek samping
a. Sedasi
b. Gangguan otonomik (hypotensi,
antikolinergik atau parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung)
c. Gangguan ekstra piramidol (distonia akut,
akatshia, sindrome parkinsontremor,
bradikinesia rigiditas)
d. Gangguan endrokrine (amenorhoe,
ginekonosti)
e. Metabolik (jourdice)
f. Hematologik, agranulosis, biasanya untuk
pemakaian jangka panjang.
4. Kontra Indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan
jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit
SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS
Depresan.
b) Haloperidol (HLP)
1. Indikasi
Berdaya berat dalam kemampan menilai realita
dalam fungsi netral dalam fungsi kehidupan
sehari-hari.
2. Mekanisme kerja
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin
pada reseptor paska sinaptik neuron di otak
khususnya sistem limbik dan sistem ekstra
piramidal.
3. Efes samping
a. Sedasi dan inhibisi psikomotorik
b. Gangguan otonomik (hypoytensi, anti
kolinergik atau parasimpatik, mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung.
c) Trihexypheniyl (THP)
1. Indikasi
Gejala jenis penyakit parkinson termasuk paska
ensefalitis dan idiopatik, sindrom perkinson
akibat obat misalnya reserpinie dan fenotiazine.
2. Mekanisme kerja
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresan
trisiklik dan anti kolinergik lainnya.
3. Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual
muntah, bingung, agitasi, konstipasi, tachikardia,
dilatasi, ginjal retensi urine.
4. Kontra indikasi
Hypersensitif terhadap trihexypenidyl, glaukoma
sudut simpatik, psokosis berat, psikoneurosis,
hypertropi prostat, dan obstruksi saluran cerna.
b. Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik
sinusoid ke tubuh penderita menerima aliran listrik yang
terputus-putus.

8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku
kekerasan
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.

3) Gangguan harga diri : harga diri rendah


Data subyektif:
a) Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
a) Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri /
ingin mengakhiri hidup.
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Rencana Tindakan Keperawatan


a. Diagnosa I : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya : salam
terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang
disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
menantang.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
Intervensi :
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel /
kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan.
Intervensi :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami
dan dirasakan saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel /
kesal yang dialami klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
Intervensi :
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
c) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai?"
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan.
Intervensi :
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara
yang digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru
yang sehat.
6) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahan.
Intervensi :
a) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik :
tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal / kasur.
c) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang
marah atau kesal / tersinggung
d) Secara spiritual : berdoa, sembahyang,
memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
7) Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Intervensi :
a) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah
dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan
yang dicapai dalam simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih
saat jengkel / marah.
8) Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Intervensi :
a) Beri pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien melalui pertemuan keluarga.
b) Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga.
9) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
(sesuai program).
Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama,
dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
b) Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5
benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
c) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek
samping obat yang dirasakan.
b. Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri
rendah
Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya : salam
terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang
disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
menantang.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
b) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan
klien
c) Utamakan pemberian pujian yang realitas
3) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat
digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4) Klien dapat merencanakan kegiatan yang
bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang
dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
klien lakukan.
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi klien
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan
yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di
rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung
yang ada
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama
klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga

c. Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan
Tujuan umum :
Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
a) Pasien mendapatkan perlindungan dari
lingkungannya
b) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan
masalah yang baik
Tindakan :
Mendikusikan cara mengatasi keinginan
mencederai diri sendiri, orang laain dan
lingkungan
1) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara
:
a) Memberikan kesempatan pasien
mengungkapkan perasaannya
b) Memberikan pujian jika pasien dapat
mengatakan perasaan yang positif
c) Meyakinkan pasien bahawa dirinya
penting
d) Mendiskusikan tentang keadaan yang
sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan yang dapat pasien
lakukan
2) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan
masalah dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien
efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalah yang lebih
baik
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
2014

Rawlins and Heacoco, 2014.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.). St.Louis Mosby Year Book

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2013

Townsend, M.C. 2013. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan


Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN ISI PIKIR : WAHAM
Di Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya

Disusun Oleh :
Kana Sayelin
NIM. 21101046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham merupakan keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Gangguan isi pikir
dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Waham atau delusi
merupakan ide yang salah dan bertentangan atau berlawanan dengan
semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar belakang budaya
(Keliat, 2009).

2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir,
yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan,
dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
vertikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic

3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir:
waham, yaitu :
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.

4. Pohon Masalah

Kerusakan komunikasi Resiko tinggi mencederai diri,


verbal orang lain dan lingkungan

Perubahan isi
pikir: waham Core problem

Gangguan konsep
diri: harga diri
rendah
5. Tanda dan Gejala
a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan
c. Takut, kadang panik
d. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
e. Ekspresi tegang, mudah tersinggung

6. Akibat yang Ditimbulkan


Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal. Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala:
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
d. Mata merah, wajah agak merah.
e. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
f. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
g. Merusak dan melempar barang-barang.

7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya.
Penatalaksanaan medis pada gangguan proses pikir yang mengarah
pada diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses
pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril),
dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa),
Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan
apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan
gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang
adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009). Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik
atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali
lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik
maupun klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).

8. Asuhan Keperawatan
Data yang perlu dikaji :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan
kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah,
melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu
mengendalikan diri
b. Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak
dan melempar barang-barang.
2. Kerusakan komunikasi : verbal
a. Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
b. Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata kurang
3. Perubahan isi pikir : waham ( ………….)
a. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
b. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut,
kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan
/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri
b. Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup

Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Perubahan isi pikir : waham
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Rencana Tindakan Keperawatan
a. Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda"
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
a) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan
untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas
sehari - hari dan perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada
klien bahwa klien sangat penting.
b) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi
Tindakan :
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik
selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas,
marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien
dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika
mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
c) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang
lain, tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan
klien
d) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
1. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis,
frekuensi, dan efek dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
e) Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

b. Diagnosa II : gangguan konsep diri : harga diri rendah


Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
1. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
g. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harag diri rendah.
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

c. Diagnosa III : harga diri rendah.


Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
1. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopanTanyakan nama lengkap klien
dan nama panggilan yang disukai klien
3. Jelaskan tujuan pertemuan
4. Jujur dan menepati janji
5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
b. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
c. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
d. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
3. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
4. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harga diri rendah.
5. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
6. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC :
Jakarta
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Anda mungkin juga menyukai