Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Oleh :
Alwan Suryadi
(211030230192)

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit
peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan
akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis.

B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya

C. Manifestasi Klinis
1. Fisik:
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut yang bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3. Social
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berprilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri
D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti 
pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial
dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan
terhadap tubuhnya.

E. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan perawatan
diri
b. Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
F. Pohon Masalah
Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri 

Gangguan Pemeliharaan Kesehatan


(Penurunan Kemampuan Dan Motivasi Merawat Diri)
(Kebersihan Diri Tidak Adekuat (BAB/BAK, Makan Minum Dan Berdandan)

Defisit Perawatan Diri

Isolasi Social : Menarik Diri

(Keliat, 2006)

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.

4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
12. Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan dirinya malas 1. Ketidak mampuan mandi atau membersihkan diri
mandi karena airnya dingin,atau di ditandai dengan rambut kotor,gigi kotor,kulit
RS tidak tersedia alat mandi. berdaki,dan berbau serta kuku panjang dan kotor.
2. Klien mengatakan dirinya malas 2. Ketidak mampuan berpakaia  atau berhias
berdandan. ditandai dengan rambut acak-acakan,pakaian
3. Klien mengatakan ingin disuapi kotor dan tidak rapi,pakaian tidak sesuai tidak
makan bercukur ( laki-laki ) atau tidak berdandan
4. Klien mengatakan jarang (wanita ).
memberiskan alat kelaminya setelah 3. Ketidak mampuan makan secara mandiri ditandai
BAK maupun BAB. dengan ketidak mampuan mengambil makan
sendiri,makan berceceran,dan makan tidak pada
tempatnya.
4. Ketidak mampuan BAB atau BAK secara mandiri
ditandai BAK atau BAB tidak pada
tempatnya,tidak membersihkan diri dengan baik
setelah BAB atau BAK.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino


Gonohutomo, 2003
Keliat A. Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta :
Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Oleh :
Alwan Suryadi
(211030230192)
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN
STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal.
(Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004)

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks
limbic.
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
d. Virus : paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. Adanya gejala pemicu

C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan
secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan

D. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan
waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung

E. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F. Pohon Masalah
Pohon Masalah Waham

Resiko Mencederai Diri Sendiri,


Orang Lain Dan Lingkungan
Kerusakan Komunikasi

Gangguan Isi Pikir : Waham

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


(Keliat, 2006)

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang


a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan isi pikir : waham
d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan hal-hal yang 1. Klien tampak binggung
tidak sesuai kenyataan
2. Klien mengatakan berulang kali

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang  : RSJD Dr. Amino


Gonohutomo, 2003
Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat A. Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Oleh :
Alwan Suryadi
(211030230192)
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN
STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain
dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks,
tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak
percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam
stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi 
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu  mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk,
penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan
tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan

C. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3. Gangguan dalam berhubungan
4. Rasa diri penting yang berlebihan
5. Perasaan tidak mampu
6. Rasa bersalah
7. Pandangan hidup yang pesimis
8. Penolakan terhadap kemampuan personal
9. Menarik diri secara social
10. Khawatir dan menarik diri dari realitas

D. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:
1. Farmakologi.
2. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku,
terapi keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok
yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien dengan harga diri rendah.
3. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan
perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar
dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan


gangguan konsep diri berfokus pada tingkat penilaian kognitif terhadap
kehidupan yang terdiri dari :
1. Persepsi
2. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan
3. Menyadari masalah dan perubahan sikap

Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien


meningkatkan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :
1. Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan
dan saling percaya.
2. Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien
untuk menerima perasaan dan pikirannya.
3. Perencanaan realita  (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di
yang dapat merubah bukan rang lain.
4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien
melakukan tindakan yang perlu untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon adaptif.

F. Pohon Masalah
Pohon Masalah Harga Diri Rendah

Isolasi Social: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri :


Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif


Penurunan Motivasi Diri
Gangguan Citra Tubuh

(Keliat, 2006)

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.

4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Adanya ungkapan yang 1. Kontak mata kurang, sering
menegatifkan diri menunduk
2. Mengeluh tidak mampu melakukan 2. Mudah marah dan tersinggung
peran dan fungsi sebagaimana 3. Menarik diri
mestinya 4. Menghindar dari orang lain
3. Ungkapan mengkritik diri sendiri,
mengejek dan menyalahgunakan
diri sendiri

I. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
Harga Diri Rendah
DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC


Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:
Nuha Medika Press.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta :
Salemba Medika
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Oleh :
Alwan Suryadi
(211030230192)
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN
STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan (Yosep, 2009).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009).

B. Penyebab
1. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu /
pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas.
Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi yang
tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk
persoalan kecil / spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk
mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian
atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang
berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia.
Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak
keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden
tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota
keluarga menderita skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal
maupun eksternal meliputi :
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara . 
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak
pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu
terhambat.
1) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang
tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan
konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.

C. Manifestasi Klinis
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
9. Menolak berhubungan dengan orang lain.
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

D. Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi
sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak
ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah
pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang
tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
5. Bila serangan pertama
6. Membangkitkan dan diagnosis
7. Pemeriksaan psikologi
8. Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid
9. Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus temperralit,
neoplasma) (Buku saku psiatri, penerbit buku kedokteran EGC)
F. Pohon Masalah
Pohon Masalah Isolasi Sosial

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

Isolasi Social: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

(Keliat, 2010)

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
7. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
11. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medic
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

13. Daftar masalah keperawatan


a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

H. Analisa Data
Data Subjektif Data objektif
1. Klien mengatakan tidak suka 1. Klien suka melamun,
berada di rumah sakit jiwa. 2. Klien tampak sedih,
2. Klien mengatakan takut dengan 3. Klien suka menyendiri.
teman-temannya.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
Isolasi Sosial

DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC


Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
Psikososial dengan gangguan jiwa
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa
Oleh :
Alwan Suryadi
(211030230192)

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang
tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
B. Penyebab                
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan, contohnya: pada masa
anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa
menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan
yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi
dan dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal
yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut
menyumbang terjadi perilaku kekerasan

2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis        : Phenotizin
b. Obat anti depresi         : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas        : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia      : Phneobarbital
2. Terapi Modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian :
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien\
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialami

b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.

F. Pohon Masalah
Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan: Amuk


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

(Keliat, 2006)

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.

2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan ingin memukul 1. Sikap tampak kaku dan tegang\
orang lain Agresif, agitasi
2. Klien mengatakan ingin 2. Mengamuk
membunuh 3. Peningkatan aktivitas motoric
3. Klien mengatakan benci semua 4. Mengepalkan tinju
orang 5. Merusak benda disekitar

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino


Gonohutomo, 2003
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya
Medika, Jakarta
Keliat A. Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa
Oleh :
Alwan Suryadi
(211030230192)

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan
hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan
atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti
diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).

B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan
afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan
risiko bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang
melakukan tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko
bunuh diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam
otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat
dengan EEG.

2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang
memalukan, melihat atau membaca melalui media tentang orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

D. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri
adalah mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku
yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.

E. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan
psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan
mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi,
obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

F. Pohon Masalah
Pohon Masalah Resiko Bunuh Diri

Resiko Cidera / Kematian

Resiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah Halusinasi Gangguan Isi Piker : Waham

(Nita Fitria, 2010)

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
9. Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
11. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medic
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko bunuh diri.
b. Bunuh diri.
c. Isolasi sosial.
d. Harga diri rendah. (Fitria, 2009).

H. Analisa Data
Data Subjektif Data objektif
1. Klien mengatakan tidak ada 1. Klien tampak gelisah
harapan hidup lagi 2. Klien tampak sedih
2. Klien merasa tidak berguna lagi 3. Kontak mata kurang
3. Klien selalu mengatakan tentang 4. Klien nampak putus asa
kematian dirinya
4. Klien kadang menunjukkan secara
verbal tentang rencana bunuh diri

DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Keliat A. Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba
Medika.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Jenny., dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa
Oleh :
Alwan Suryadi
(211030230192)

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

C. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005)

D. Jenis Halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai
pada klien skizoferinia.papolos dan papolos (2002, dalam fokan bahwa
halusinasi ntaine, 2009) menyatkan halusinasi delusi mencapai 90%
merupakan masalah utama yang paling sering di jumpai 70%. Diperkuat oleh
stuart dan laria (2005) yang menyatakan bahwa klien skizoferinia 70%
mengalami halusinasi dengar. Senada dengan pertanyaan diatas (2009) yang
juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering dikaitkan dengan
skizoferenia, skitar 70% klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar.
Pertanyaan diatas menunjukan bahwa perentase halusinasi dengar
merupakan perentase terbesar yang di temukan pada copel ( 2007),
halusinasi pendengaran paling sering terjadi pada skizofrenia, ketika klen
mendengar suara-suara,suara tersebut terpisah  dari pikiran klien sendri. Isi
suara-suara tersebut mengancam dan menghina, sering sekali suara tersebut
memerintah klien untuk melakukan tindakan yang akan melukai klien dan
orang lain.
Menurut stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala
dapat dikateristik dengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara,
rentang dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut
membicarakan tentang pasien,sampai percakapan yang komplet antara dua
orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.
2. Halusinasi Penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa mencium aroma
atau bau tertentu sperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum
atau bau busuk atau bau yang tidak sedap ( cancro dan lehman, 2000 dalam
videbeck, 2008 ).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh struat (2009) pada
halusinasi penciuman, klien dapat mencium busuk,jorok,dan bau tengik
seperti darah,urin, atau tinja, kadang-kadang bau bias menyenangkan,
halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke,kejang, dan
demens.
3. Halusinasi Penglihatan
Sedang pada halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat
bayangan yang sebenarnaya  tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau
orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuk nya 
menakutkan ( cancro & lehman, 2000 dalam videbeck, 2008 ). Isi halusinasi
penglihatan klien adlah klien melihat cahay, bentuk geometris, kartun atau
campuran antara gambaran bayangan yang komplek, dan bayangan tersebut 
dapat menyenangkan klien atau juga sebalik nya mengerikan ( struat &
laraia,2005;struat,2009)

4. Halusinasi Pengecapan
Sementara itu pada halusnasi pengecapan, isi berupa klien mengecap
rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa
seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit
atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan
anyir seperti darah, urine atau feces ( struat & laraia., 2005 ;stuart, 2009 ).

5. Halusinasi Perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran
listrik yang menjalar keseluruh tubuh aatu binatang kecil yang merayap di
kulit ( cancro & lehman, 2000 dalam videbeck, 2008). Klien juga dapat
mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa adanya situmulus yang nyata,
seperti sensasi listrik dan bumi, benda mati ataupun dan orang lain ( struat &
laraia, 2005;struat,2009).
6. Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa pungsi tubuh seperti darah
berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin
( videbeck, 2008; struat, 2009).
7. Halusinasi Kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensai tubuh,
gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi
gerakan sambil berdiri tak bergeraak ( videbeck, 2008; struat, 2009 )

E. Fase Halusinasi
1. Comporting ( halusinasi menyenangkan,cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang itense seperti cemas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenang kan untuk menghilangkan kecemasan.seseorang
mengenal bahwa pikiran pengalaman sensori berada dalam kesadaran
control jika kecemasan tersebut bisa dikelola. Perilaku yang dapat
diobservasi:
a. Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tanpak tidak tepat
b. Menggerakan bibir tanpa membuat suara
c. Pergerkan mata yang tepat
d. Respon verbal yang lambat seperti asyik
e. Diam dan tanpak asik

2. Comdeming ( halusinasi menjijikan, cemas sedang )


Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi
yang mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha  menjauh diri,
sertra merasa malu karna adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik
dari diri orang lain. Perilaku yang dapat diobservasi:
a. Ditandai dengan peningkatan kerja syisem syraf autonomic yang
menunjukan kecemasan missal nya terdapat peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
b. Rentangperhatian menjadi sempit
c. Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realias
3. Controlling ( pengalaman sensori berkuasa, cemas berat )
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman
halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/ memikat. Seseorang
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori berakhir:
a. Arahan yang disertai halusinasi tidak hanya dijadikan obyek saja oleh
klien tetapi mun gkin  diikuti/dituruti
b. Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
d. Tanpak tanda kecemasan berat seperti berkeringtat,teremor, tidak
mampu mengikuti perintah.
4. Conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panic)
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari
halusinasi.halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari
bila tidak ada itrvensi traupetik. Perilaku yang dapat di observasi:
a. Perilaku klien tanpak seperti dihantui tremor dan panic
b. Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
c. Aktifitas fisik yang menggambarkan klien menunjukan isi dari
halusinasi misalnya kelien melakukan kekerasan, igatasi, menariik diri
atau katatonia.
d. Klien tidak dapat berespon pada arah kompleks
e. Klien tidak dapat berespon  pada lebih dari satu orang

F. Rentang Respon Neorobiologis


Rentang respon Neorobiologis
G. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
1. Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
2. Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh
atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan
pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.

2. Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien


Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang
lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan
agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang di berikan tidak bertentangan.

I. Pohon Masalah
Pohon Masalah Halusinasi

Resiko Perilaku Kekersan


(Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan)

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi


(Pendengaran, Penglihatan, Pengecapan,
Perabaan, Dan Penciuman)

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

(Keliat, 2006)

J. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
a. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
b. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
c. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
d. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
11. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medic
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri

K. Analisa data
Data Subyektif Data Obyektif
1. Klien mengatakan melihat atau 1. Tampak bicara dan ketawa sendiri.
mendengar sesuatu. Klien tidak 2. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar
mampu mengenal tempat, waktu, suara.
orang. 3. Berhenti bicara seolah mendengar
2. Klien mengatakan merasa kesepian. atau melihat sesuatu. Gerakan mata
3. Klien mengatakan tidak dapat yang cepat.
berhubungan sosial. 4. Tidak tahan terhadap kontak yang
4. Klien mengatakan tidak berguna. lama.
5. Klien mengungkapkan takut. 5. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah
6. Klien mengungkapkan apa yang beralih saat bicara.
dilihat dan didengar mengancam dan 6. Tidak ada kontak mata.
membuatnya takut. 7. Ekspresi wajah murung, sedih.
8. Tampak larut dalam pikiran dan
ingatannya sendiri.
9. Kurang aktivitas.
10. Tidak komunikatif.
11. Wajah klien tampak tegang, merah.
12. Mata merah dan melotot.
13. Rahang mengatup.
14. Tangan mengepal.
15. Mondar mandir.

L. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

DAFTAR PUSTAKA
Keliat A. Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai