Anda di halaman 1dari 236

LAPORAN

PENCAPAIAN TARGET ASKEP GANGGUAN JIWA

(21 April s/d 30 April 2021)

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

Mengetahui
Perseptor : Andriani, S. Kep. Ns. M. Kep.

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

1. LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN JIWA

2. KASUS MINGGU 1 :

a. Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

pada Ny. H di Ruang Kenanga

b. Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4 Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran pada Ny, H di Ruang Kenanga

c. Analisis Proses Interaksi (API) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran pada Ny, H di Ruang Kenanga

3. KASUS MINGGU 2 :

a. Asuhan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan pada Ny. S di Ruang

Kenanga

b. Analisis Proses Interaksi (API) Risiko Perilaku Kekerasan pada Ny. S di

Ruang Kenanga

c. Analisis Proses Interaksi (API) Risiko Perilaku Kekerasan pada Ny. S di

Ruang Kenanga

4. Laporan Hasil TAK : Terapi Musik Laporan

5. Kasus Kelolaan Kelompok 1 : Waham


LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN JIWA
LAPORAN PENDAHULUAN

“DEFISIT PERAWATAN DIRI”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
A. Kasus (Masalah Utama)

Defisit perawatan diri

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Pengertian

Menurut Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, (2015) defisit perawatan diri adalah

suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan

atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada

keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau

badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Pasien gangguan jiwa kronis sering

mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku

negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya

perubahan proses piker sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan

diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat

kebersihan diri, makan, berhias diri, dan eliminasi (buang air besar dan buang air

kecil) secara mandiri (Keliat dan Akemat, 2012).

2. Jenis–Jenis Perawatan Diri

a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/aktivitas

perawatan diri untuk diri sendiri

b. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas

berpakaian dan berhias untuk diri sendiri

c. Kurang perawatan diri : Makan


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas untuk

makan sendiri (Nurarif & Kusuma, 2016).

3. Etiologi

1. Faktor prediposisi :

a. Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga

perkembangan inisiatif terganggu.

b. Biologis : Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan

perawatan diri.

c. Kemampuan realitas turun : Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan

realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan

termasuk perawatan diri.

d. Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri

lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam

perawatan diri.

2. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang

penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang

dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan

perawatan diri (Depkes, 2000).

Selain itu menurut Keliat dan Akemat, 2012 penyebab kurang perawatan diri

pada pasien dengan gangguan jiwa adalah penurunan proses pikir.

4. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri

Tanda dan gejala yang tampak pada pasien yang mengalami defisit perawatan

diri (Keliat dan Akemat, 2012) adalah :


a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki

dan bau, serta kuku panjang dan kotor.

b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan,

pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak

bercukur dan pada pasien perempuan tidak berdandan.

c. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai, dengan ketidakmampuan

mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.

d. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang air besar

(BAB) atau buang air kecil (BAK) tidak pada tempatnya da tidak membersihkan

diri dengan baik setelah BAB/BAK.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene

a. Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri

misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan

kebersihan dirinya.

b. Praktik Sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan

akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,

sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.

d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang

baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes

mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

e. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan

diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.

g. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan

perlu bantuan untuk melakukannya (DepKes, 2000).

6. Dampak Yang Sering Timbul Pada Masalah Personal Hygiene.

Dampak pada masalah personal hygiene, adalah :

a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering

terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,

infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan

harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

7. Mekanisme Koping

a. Regresi
b. Penyangkalan

c. Isolasi diri, menarik diri

d. Intelektualisasi

8. Rentang Respon Kognitif

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat

diri sendiri adalah :

a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.

1) Bina hubungan saling percaya.

2) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.

3) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.

b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.

1) Bantu klien merawat diri

2) Ajarkan ketrampilan secara bertahap

3) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari

c. Ciptakan lingkungan yang mendukung

1) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.

2) Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.

3) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar

mandi yang dekat dan tertutup.

C. Pohon Masalah

Efek Gangguan Pemeliharaan Kesehatan

Core Problem Isolasi Sosial Defisit Perawatan Diri

Etiologi Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis


D. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji

1. Isolasi Sosial

a. Data subyektif :

- Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,

mengkritik diri sendiri, mengungkapkan

perasaan malu terhadap diri sendiri.

b. Data obyektif

- Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif

tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi

sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat

tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

2. Defisit Perawatan Diri

a. Data subyektif

- Pasien merasa lemah

- Malas untuk beraktivitas

- Merasa tidak berdaya.

b. Data obyektif

- Rambut kotor, acak-acakan

- Badan dan pakaian kotor dan bau

- Mulut dan gigi bau.

- Kulit kusam dan kotor

- Kuku panjang dan tidak terawat


3. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang didapat, masalah keperawatan adalah defisit perawatan diri

: hygiene diri, berhias, makan, dan eliminasi (Keliat dan Akemat, 2012).

4. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Tindakan keperawatan pada pasien

a. Tujuan keperawatan

1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

2) Pasien mampu melakukan berhias secara baik

3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik

4) Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri

b. Tindakan keperawatan

1) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara:

a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri

c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

d) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri

2) Membantu pasien latihan berhias

Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita. Pada pasien

laki-laki, latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut dan bercukur

sedangkan pada pasien perempuan, latihan meliputi latihan berpakaian,

menyisir rambut, dan berhias/berdandan.

3) Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara:

a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan

b) Menjelaskan cara makan yang tertib

c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan


d) Mempraktikkan cara makan yang baik

4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan cara :

a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

SP 1 pasien : Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan

melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.

SP 2 pasien : Melatih pasien berhias (laki-laki: berpakaian, menyisir rambut dan

bercukur. Perempuan: berpakaian, menyisir rambut dan berhias).

SP 3 pasien : Melatih pasien makan secara mandiri (menjelaskan cara

mempersiapkan makan, menjelaskan cara makan yang tertib,

menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan, praktik

makan sesuai dengan tahapan makan yang baik)

SP 4 pasien : Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

(menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai. Menjelaskan cara

membersihkan diri setelah BAB/BAK, dan menjelaskan cara

membersihkan tempat BAB/BAK)

SP 5 Pasien : Latih kegiatan harian, nilai kemampuan yang mandiri, nilai apakah

perawatan diri telah baik (Keliat dan Akemat, 2012).

2. Tindakan keperawatan pada keluarga

a. Tujuan keperawatan

Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah

defisit perawatan diri

b. Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri

yang baik, perawat harus melakukan tindakan agar keluarga dapat meneruskan

melatih dan mendukung pasien sehingga kemampuan pasien dalam perawatan diri

meningkat. Tindakan yang dapat perawat lakukan adalah sebagai berikut:

1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam

merawat pasien

2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma

3) Diskusikan dengan keluarga tentag fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan

oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien

4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu

mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang telah disepakati)

5) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam

merawat diri

6) Bantu keluarga melatih cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP 1 keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah

perawatan diri dan cara merawat anggota keluarga yang mengalami

masalah defisit perawatan diri. Melatih dua cara merawat:

kebersihan diri dan berdandan

SP 2 keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien : makan & minum,

BAB&BAK

SP 3 keluarga : Membimbing keluarga merawat kebersihan diri dan berdandan dan

makan & minum

SP 4 keluarga : Membimbing keluarga merawat kebersihan diri dan berdandan dan

makan & minum


SP 5 keluarga : Menilai kemampuan keluarga merawat pasien, nilai kemampuan

keluarga kontrol ke RSJ/PKM


DAFTAR PUSTAKA

DepKes, 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Jakarta.

Keliat BA, Akemat, 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.

Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan keperawatan praktis berdasarkan penerapan

diagnosa nanda, nic, noc dalam berbagai kasus (edisi 1). Mediaction.
LAPORAN PENDAHULUAN
“HALUSINASI”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
A. Kasus (Masalah Utama)

Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Definisi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya

rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.

Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami

perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya

tidak ada (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).

Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari

masalah persepsual pada skizofrenia, dimana halusinasi tersebut didefenisikan

sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada

rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca

indra tanpa stimulus eksteren (Persepsi palsu). Berbeda dengan ilusi dimana klien

mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi

terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan

sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.

Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien

Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik

lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.Pada

halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu :

a. Pendengaran terhadap suara


Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus

nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

b. Visual terhadap penglihatan

Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang

nyata dan orang lain tidak melihatnya.

c. Taktil terhadap sentuhan

Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.

d. Pengecap terhadap rasa

Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa

makanan yang tidak enak.

e. Penghidu terhadap bau

Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang

nyata dan orang lain tidak menciumnya.

2. Etiologi

Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara

psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi,

marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan

dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk

terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara

sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan

gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang

halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Faktor

predisposisi dan presipitasi:

a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:

1) Faktor biologis

Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter

mengalami gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau

trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.

2) Faktor psikologis

Pada pasien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya kegagalan

yang berulang, korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau

overprotektif.

3) Sosiobudaya dan lingkungan

Pasien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah,riwayat

penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan

rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri),

serta tidak bekerja.

b. Faktor Presipitasi

Stressor presipitasi pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya

riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan

dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan,

adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai

dengan pasien serta konflik antar masyarakat.

3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta

ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Data Subjektif:

Pasien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu

atau monster

5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu

menyenangkan.

6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data Objektif:

a) Bicara atau tertawa sendiri

b) Marah-marah tanpa sebab

c) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

d) Menutup telinga

e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

h) Menutup hidung.

i) Sering meludah

j) Muntah

k) Menggaruk-garuk permukaan kulit

4. Rentang respon

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam

rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika

klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan


stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,

penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi

mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak

ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal

mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya

yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya

terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

Rentang respon:

Respon Adaptif Respon Maladptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi

pengalaman atau kurang

Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias Perilaku disorganisasi

Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

5. Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya.

Fase halusinasi terbagi empat:

a. Fase Pertama

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.

Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang

menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong

untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal

pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.


b. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan

eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.Pemikiran

internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa

bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien

merasa tak mampu mengontrolnya.Klien membuat jarak antara dirinya dan

halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang

lain.

c. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa

dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa

aman sementara.

d. Fase Keempat

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol

halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi

mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan

orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia

yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini

menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

C. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

1. Masalah keperawatan

a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

b. Isolasi sosial: menarik diri

c. Gangguan konsep diri: menarik diri

d. Risiko perilaku kekerasan

2. Data yang perlu dikaji

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan

keluarga(pelaku rawat).

Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan

wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:

a. Apakah ibu/bapak mendengar suara-suara

b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan

c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan

d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya

e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan


f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan

tersebut.

g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang

h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang

i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan

tersebut

j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat

bayangan tersebut.

Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:

a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri

b. Marah-marah tanpa sebab

c. Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.

d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas

f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

g. Menutup hidung.

h. Sering meludah

i. Muntah

j. Menggaruk permukaan kulit

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis

halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku

halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar

mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang

diperlukan meliputi :

a. Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang

dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang

dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi

penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang

dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

b. Waktu dan Frekuensi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi

muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu

muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi

dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

c. Situasi Pencetus Halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.

Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang

munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

d. Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji

dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.

Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak

berdaya terhadap halusinasinya.

D. Rencana Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi dilakukan terhadap

pasien dan keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan

kunjungan rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum

menemui pasien.Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah

yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien
untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi gangguan sensori

persepsi : halusinasi yang dialami pasien.

Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih

perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.Setelah perawat selesai

melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih

keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang

telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk

mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh

perawat.

Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga

(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta

menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu

keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi

gangguan sensori persepsi: halusinasi yang telah diajarkan oleh perawat.

a. Tindakan keperawatan untuk pasien gangguan persepsi sensori halusinasi.

Tujuan agar pasien mampu:

1) Membina hubungan saling percaya

2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik

3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat

4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap

5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari

b. Tindakan Keperawatan

1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:

a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien


b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang

perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien

c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini

d) Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa

lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana

e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk

kepentingan terapi

f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien

g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan

2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi

a) Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa

mendukung, dan menyangkal halusinasinya.

b) Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan,

respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau

mengontrol halusinasi.

3) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi:

Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan

sebagai berikut:

a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,6(enam) benar

minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti

membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.

b) Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat, bercakap-

cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan kamar,

merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.


c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik, 6(enam)

benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti

membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju yang

dilakukan di hadapan Perawat

d) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh

pasien.

e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan

keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan

mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus

menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.


DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

CMHN (2005).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta

:WHO-FIK UI.

Herman, T. H, & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2018 -2020 Edisi 11. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
“HARGA DIRI RENDAH”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
E. Kasus (Masalah Utama)

Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah (HDR)

F. Proses Terjadinya Masalah

1. Definisi

Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri atau

kemampuan diri yang berlangsung minimal 3 bulan (Herman & Kamitsuru, 2018).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri

yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau

kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena

tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).

Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa

seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliet, 2006).

Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa HDR adalah suatu

persaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan gagal mencapai

tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga

diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis/menahun.

2. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.

Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri rendah adalah

pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat

individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi

kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah,

pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung

mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya (Yosep, 2009).

a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan

orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai

tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang

tidak realistis.

2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,

tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya

3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan

orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial

(Stuart & Sundeen, 2006).

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan

bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas

yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat

terjadi secara emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang

muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau

dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah

disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien

sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan

meningkat saat dirawat (Yosep, 2009).

Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang

tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system

pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang

negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal

(Townsend, 2009).
3. Jenis

Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang

diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal

diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri

sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan,

tetapi merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga. Gangguan harga diri

rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat

kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang

negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri. Gangguan diri atau harga diri

rendah dapat terjadi secara:

a. Situasional

Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,dicerai

suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat dapat

terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan. Pemeriksaan

fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan

struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/penyakit,

perlakuan petugas yang tidak menghargai (Iskandar, 2012).

b. Kronik

Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum

sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan

dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini

mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada

pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa (Iskandar,

2012).
4. Rentang respon

Respon adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi

diri rendah identitas

a. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapinya.

1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan

latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima

2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang

positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang

negatif dari dirinya (Eko, 2014).

b. Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu

lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.

1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang

negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.

2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak

memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.

3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai

kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan

baik dengan orang lain (Eko, 2014).

5. Proses terjadinya masalah

a. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Direja & Herman,

(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,

kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,

ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah:

1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh

2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit

3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh

4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor predisposisi harga

diri rendah adalah :

a) Penolakan

b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak konsisten,

terlalu dituruti, terlalu dituntut

c) Persaingan antar saudara

d) Kesalahan dan kegagalan berulang

e) Tidak mampu mencapai standar. Faktor predisposisi gangguan peran

adalah: stereotipik peran seks, tuntutan peran kerja, harapan peran kultural

(Direja & Herman, 2011).

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian

anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan,


serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi secara

situasional maupun kronik.

1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang

membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi seperti

penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa anak-anak atau merasa

terancam atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.

2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu

melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa sesuai

dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi

konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi

saat individu menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan tidak

dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak mengetahui

harapan peran yang spesifik atau bingung tentang peran yang sesui

a) Trauma peran perkembangan

b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan

c) Transisi peran situasi

d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang

e) Transisi peran sehat-sakit

f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian tubuh,

perubahan bentuk, penampilana dan fungsi tubuh, prosedur medis dan

keperawatan (Direja & Herman, 2011).

3) Perilaku

a) Citra tubuh

Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu, menolak

bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh,


menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri yang tidak tepat

dan menyangkal cacat tubuh.

b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain,

produkstivitas menurun, gangguan berhubungan ketengangan peran,

pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan kemampuan diri,

pandangan hidup bertentangan, distruktif kepada diri, menarik diri secara

sosial, khawatir, merasa diri paling penting, distruksi pada orang lain,

merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung/marah,

perasaan negatif terhadap tubuh.

c) Keracunan identitas diantaranya tidak ada kode moral, kepribadian yang

bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif, perasaan hampa,

perasaan mengambang tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas

tinggi, tidak mampu empati pada orang lain, masalah estimasi

d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan terpisah

dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat, kurang rasa

berkesinambungan, tidak mampu mencari kesenangan. Perseptual

halusinasi dengar dan lihat, bingung tentang seksualitas diri, sulit

membedakan diri dari orang lain, gangguan citra tubuh, dunia seperti

dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir,

gangguan daya ingat, gangguan penilaian, kepribadian ganda (Direja &

Herman, 2011).

6. Tanda dan gejala

Menurut Keliet (2006) perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara

lain :

a. Mengkritik diri sendiri


b. Menarik diri dari hubungan sosial

c. Pandangan hidup yang pesimis

d. Perasaan lemah dan takut

e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri

f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri

g. Hidup yang berpolarisasi

h. Ketidakmampuan menentukan tujuan

i. Merasionalisasi penolakan

j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah

k. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

Sedangkan menurut Stuart & Sundeen (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri

rendah yaitu :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan

terhadap penyakit

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri

c. Merendahkan martabat

d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri

e. Percaya diri kurang

f. Menciderai diri

Menurut Iskandar (2012) dan Keliat prilaku yang berhubungan dengan HDR adalah

sebagai berikut :

a. Data subjektif

1) Mengkritik diri sendiri

2) Perasaan tidak mampu

3) Sikap negatif terdap diri sendiri


4) Sikap pesimis pada kehidupan

5) Penolakan terhadap kemampuan diri

6) Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif

7) Merasa diri lebih penting

8) Mengungkapkan kegagalan pribadi

9) Rasa bersalah

10) Keluhan-keluhan fisik

11) Pandangan hidup terpolarisasi

12) Mengingkari kemampuan diri sendiri

13) Mengejek diri sendiri

14) Mencederai diri sendiri

15) Khawatir

16) Ketegangan peran

17) Ketidak mampuan menentukan tujuan

b. Data Objektif

1) Produktivitas menurun

2) Prilaku destruktif pada diri sendiri dan orang lain

3) Penyalahgunaan zat

4) Menarik diri dari hubungan sosial

5) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah

6) Menunjukkan tanda depresi

7) Tampak mudah tersinggung/mudah marah

7. Akibat

Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini

mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang


rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal ini menyebutkan

penampilan seseorang yang tidak optimal. Harga diri rendah muncul saat lingkungan

cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuanya. Ketika seseorang

mengalami harga diri rendah maka akan berdampak pada orang tersebut mengisolasi

diri dari kelompoknya dan cenderung menyendiri dan menarik diri (Direja &

Herman, 2011).

Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri. Isolasi

sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah

laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

8. Mekanisme koping

Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek atau

jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk melindungi diri

sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertaahanan tersebut

mencakup berikut ini :

a. Jangka pendek :

1) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri (

misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif)

2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara ( misalnya, ikut

serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng)

3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang

tidak menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes

untuk mendapatkan popularitas)

b. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :

1) Penutupan identitas: adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang

terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu


2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan

yang diterima masyarakat.

Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi,

proyeksi, pengalihan (displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan

amuk) (Stuart & Sundeen, 2006).

9. Penatalaksanaan

Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan sehingga

penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari

pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi:

a. Psikofarmaka

Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya

diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan

generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk

golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik untuk

menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat

yang termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas),

Aripiprazole (untuk antipsikotik)

b. Psikoterapi

Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang

lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak

mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan

yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan

bersama.
c. Terapi modalitas

Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrenia

yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku

menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan

sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi

interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasnya memusatkan pada

rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata

10. Pohon Masalah

Keputusasaan

Effect

Ketidakberdayaan

Core problem Harga diri rendah


situasional

Causa • Koping individu tidak


efektif
• Gangguan citra tubuh
• Gangguan identitas diri

11. Masalah keperawatan

a. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

b. Gangguan interaksi sosial: isolasi sosial

c. Ketidakefektifan koping individu

12. Rencana Tindakan Keperawatan

Tindakan Keperawatan pada Pasien

a. Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

2) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

3) Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.

4) Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.

5) Pasien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.

b. Tindakan keperawatan

1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.

a) Mendiskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan

aspek positif seperti kegiatan pasien di rumah, serta adanya keluarga dan

lingkungan terdekat pasien.

b) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan

pasien penilaian yang negatif.

2) Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

a) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan

saat ini setelah mengalami bencana.

b) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap

kemampuan diri yang diungkapkan pasien.

c) Perlihatkan respons yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.

3) Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan

kemampuan.

a) Mendiskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan

dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.

b) Bantu pasien menetapkan aktivitas yang dapat pasien lakukan secara

mandiri, aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga, dan

aktivitas yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat
pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat dilakukan

pasien. Susun bersama pasien dan buat daftar aktivitas atau kegiatan

sehari-hari pasien.

4) Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih sesuai kemampuan.

a) Mendiskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan (yang

sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan.

b) Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang akan

dilakukan pasien.

c) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang

diperlihatkan pasien.

5) Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya.

a) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah

dilatihkan.

b) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap

hari.

c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap

aktivitas.

d) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga.

e) Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan

kegiatan.

f) akinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan

pasien
DAFTAR PUSTAKA

Direja, & Herman, A. (2011). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Eko, P. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawayan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Herman, T. H, & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018

-2020 Edisi 11. Jakarta: EGC.

Iskandar, M. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Keliet, B. (2006). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Stuart , & Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Townsend, M. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care in Evidence

Based Practice 6 th ed. Philadelphia: F. A Davis.

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Revika Aditama.

LAPORAN PENDAHULUAN
“ISOLASI SOSIAL”
OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

1. KASUS (MASALAH UTAMA)

Isolasi sosial

2. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau

bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien

mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan

yang berarti dengan orang lain (Iyus, 2009).

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena

merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi

rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara

spontan dengan orang lain yang di manifestasikan dengan megisolasi diri dan tidak

sanggup membagi pengalaman.

Dalam membina hubungan sosial individu berada dalam rentang respon yang

adaptif sampai maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima

norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif

merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang

dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya. Respon sosial dan emosional yang

maladaptif sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya sering dialami

pada pasien isolasi sosial sehingga mulai pendekatan proses keperawatannya yang

komprehensif penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal

mungkin pada pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial :

Isolasi sosial. Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan hal

yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan isolasi

sosial : Isolasi sosial akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomena kehidupan,

yaitu tergantungnya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam

mengadakan hubungan dengan orang lain atau dilingkungan sekitarnya.

B. Etiologi

1. Faktor predisposisi
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi

terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan

individu tidak percaya diri, tidak percaya diri pada orang lain, ragu, takut salah,

pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain dan merasa tertekan.

Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang

lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri.

a. Pra sekolah

Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosial di luar kelurga

khususnya ibu (pengasuh). Anak menggunakan kemampuan berhubungan dengan

lingkungan di luar kelurga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan

bantuan dari kelurga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap

perilaku anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan

interdependen.

Kegagalan anak dalam berhubungan denga lingkungan disertai respon

kelurga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol

diri, tidak mandiri, (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan, kurang

percaya diri, pesimis, takut perilakunya salah.

b. Anak sekolah

Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan

sekolah. Pada usia ini anak mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi.

Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan yang

tidak konsisten. Teman dengan orang dewasa diluar keluarga (guru, orang tua,

teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.


Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman sekolah, kurangnya

dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang konsisten dari orang tua

mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak

mampu dan menarik diri dari lingkungan.

c. Remaja

Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya

dan sejenisnya, umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman

sangat tergantung sedangkan hubungan dengan orang tua mulai ndependent.

Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua

akan mengakibatkan keraguan akan identitas, kemampuan mengidentifikasi karier

dan rasa percaya diri yang kurang.

d. Dewasa muda

Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interdependen dengan

orang tua dan sebaya. Individu belajar mengambil keputusan dengan

mempertahankan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan,

memilih karier, melangsungkan perkawinan.

Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan

mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus

asa akan karier.

e. Dewasa tengah

Individu pada usia dewasa tenganh umumnya telah pisah tempat tinggal

dengan orang tua khususnya individu yang telah menikah. Jika telah menikah

maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa

merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan independen.


Individu yang perkembangan baik akan dapat mengembangkan hubungan

dan dukungan yang baru. Kegagalan pisah tempat tinggal dengan orang tua,

membina hubungan yang baru dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain

akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktifitas dan

kreatifitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.

f. Dewasa Lanjut

Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik itu kehilangan

fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan),

anggota keluarga (kematian orang lain). Individu tetap memerlukan hubungan

yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang mempunyai perkembangan

yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan

mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi

kehilangannya.

Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada

kehidupanya serta menolak bantuan yang telah disediakan untuk membantu akan

mengakibatkan perilaku menarik diri. Kegagalan-kegagalan yang terjadi

sepanjang daur kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri.

2. Faktor Presipitasi

a. Stressor sosial kultur

Stressor dapat di stimulasi oleh :

1) Menurunnya stimulus unit kelurga

2) Berpisah dari orang lain yang berarti dalam kehidupan

b. Stresssor Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan

kemampuan untuk mengatasinya, tuntutan untuk berpisah dengan oran terdekat atau

kegagalan orang lain untuk memenuhi ansietas tinggi.

C. Tanda dan Gejala

a. Gejala Subjektif

1) Klien menceritakan perasaan kesepian dan ditolak orang lain

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Respon verbal kurang dan sangat singkat

4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

7) Klien merasa tidak berguna

8) Klien tidak yakin dapat melanjutkan hidup

9) Klien merasa ditolak

b. Gejala Objektif

1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara

2) Tidak mengikuti kegiatan

3) Banyak berdiam diri dikamar

4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang terdekat

5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal

6) Kontak mata kurang

7) Kurang spontan dan apatis

8) Ekspresi wajah kurang bersedih

9) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri


10) Mengisolasi diri

11) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

12) Masukan makanan dan minuman terganggu

13) Retensi urin dan feses

14) Aktivitas menurun

15) Kurang energi

16) Rendah diri

17) Postur tubuh berubah

D. Rentang Respon Menarik Diri / Isolasi Sosial

Menurut Stuart and Sundeen, rentang respon klien ditinjau dari interaksinya

dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinu yang terbentang antara respon

adaptif dan maladaptif yaitu sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri

Otonomi Dependensi Ketergantungn

Bekerjasama Curiga Manipulasi

Interdependent Curiga

a. Respon Adaptif

Respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan

secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah :
1) Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang

telah terjai di lingkungan sosialnya.

2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,

pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

3) Bekerjasama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.

4) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam

membina hubungan interpersonal

b. Respon Maladaptif

Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial yang

termasuk respon maladaptif adalah :

1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan

secara terbuka dengan orang lain.

2) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga

tergantung dengan orang lain.

3) Manipulasi, seseorang yang menggangu orang lain sebagai objek individu

sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam

4) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

E. Jenis-Jenis Menarik Diri

a. Menarik Diri Autistic

Suatu keadaan pasien mengalami ketidakmampuan untuk mengatakan hubungan

dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya secara wajar dan hidup.

b. Menarik Diri Regresif

Suatu keadaan pasien yang sedikit mengalami kemunduran ke masa perkembangan

yang lebuh dini dapat bermanifestasi dalam bentuk prilaku, sikap yang tidak

berdaya.
c. Menarik Diri Katatonik

Suatu keadaan pasien yang sedikit atau sama sekali tidak menghiraukan

sekelilingnya, pasien menyadari segala sesuatu yang terjadi disekitarnya, tetapi dia

tidak memberi reaksi pada saat itu.

F. Proses Terjadinya Masalah

Proses terjadinya isolasi sosial sebagai berikut :

a. Pattern of Parenting (pola asuh keluarga)

Misalnya pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki, contohnya akibat

kegagalan KB, hamil diluar nikah, jenis kelamin yang tidak diinginkan, bentuk fisik

kurang meyakinkan menyebabkan kelurga mengelurkan komentar-komentar negative,

merendahkan dan menyalahkan anak.

b. Inefective Coping (koping individu yang efektif)

Misalnya saat individu mengalami kegagalan menyalahkan orang lain, ketidak

berdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan dan menarik diri dari

lingkunan, terlalu tingginya self ideal dan tidak mampu menerima realita dengan rasa

syukur.

c. Lock Develipment Task (gangguan tugas perkembangan)

Misalnya kegagalan menjalani hubungan intim dengan sesama jenis atau lawan

jenis, tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas, bekerja, bergaul, sekolah,

menyebabkan ketergantungan pada orang tua, rendahnya ketahanan terhadap berbagai

kegagalan.

d. Stressor Internal

Misalnya, stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan

dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas terjadi akibat

berpisah dengan orang terdekat, hilangnya pekerjaan atau orang yang dicintai.
G. POHON MASALAH

Risiko Gangguan sensori


Efek persepsi :
Halusinasi

CP Isolasi Sosial : menarik diri Defisit perawatan diri :


mandi dan berhias

Etiologi Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah
Harga diri rendah kronis

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan terkait dengan menarik diri meliputi :

a. Gangguan interaksi sosial : Isolasi sosial

b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

c. Defisit perawatan diri : Mandi dan berhias

d. Risiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

a. Pasien

• Sp1 P

1) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial

2) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang

lain.

3) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang

lain.

4) Mengajarkan pasien berkenalan dengan satu orang


5) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang

dengan orang lain dalam kegiatan hariannya.

• Sp2 P

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Memberi kesempatan pada pasien cara berkenalan dengan satu orang

3) Membantu pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan

orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

• Sp3 P

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2) Memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan

dua orang atau lebih

3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

b. Keluarga

• Sp1 K

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasoien

beserta proses terjadinya.

3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial.

• Sp2 K

1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.

2) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepada pasien

isolasi sosial.

• Sp 3 K

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum

obat (discharge planning).


2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A. (2006). Modul model praktek keperawatan professional jiwa. Jakarta : FIK-UI
& WHO Indonesia.

Mahnum. (2004). Gangguan alam perasaan : menarik diri. Diakses pada tanggal 16 Oktober
2011, dari http://docs.google.com/gview?a=v&q=cache:d3CPE2Ro-
7gJ:library.usu.ac.id/download/fk/keperawatanmahnum2.pdf+halusinasi&hl=id&gl=id
&sig=AFQjCNEMgDC1xRpxdNlWqks85NbVnWkIrA.

Winddyasis. (2008). ‘Asuhan keperawatan isolasi sosial ; menarik diri. Winddyasis’s Weblog.
Diakses pada tanggal 16 Oktober 2011, dari
http://winddyasih.wordpress.com/2008/10/10/isolasi-sosial-menarik-diri/.

Yosep, I. (2009). Keperawatan jiwa. PT Refika Aditama : Jakarta.


LAPORAN PENDAHULUAN
“RISIKO BUNUH DIRI”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

G. Kasus (Masalah Utama)

Resiko Bunuh Diri

H. Proses Terjadinya Masalah

1. Definisi

Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja

untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati

sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut

(Herman & Kamitsuru, 2018).

Risiko bunuh diri terdiri dari 3 kategori,yakni:

a. Isyarat bunuh diri

b. Ancaman bunuh diri

c. Percobaan bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan perilaku tidak langsung (gelagat)

ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena

saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada

kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,

namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien

umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah /

putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang

diri sendiri yang menggambarkan risiko bunuh diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan

untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan

rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,

pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan

pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri

untuk mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri

dengan berbagai cara. Beberapa cara bunuh diri antara lain gantung diri, minum

racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri, meliputi:

1) Faktor Biologis

Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya faktor herediter,

riwayat bunuh diri, riwayat penggunaan Napza, riwayat penyakit fisik,

nyeri kronik, dan penyakit terminal.

2) Faktor Psikologis

Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masa kanak-kanak,

riwayat keluarga bunuh diri, homosekual saat remaja, perasaan bersalah,

kegagalan dalam mencapai harapan, gangguan jiwa.

3) Faktor Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri antara lain

perceraian, perpisahan, hidup sendiri dan tidak bekerja.

b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan terisolasi karena

kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti,

kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan

marah/bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan cara pasien menghukum diri

sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart & Sundeen, 2006).

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien yang

menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan

data hasil wawancara dan observasi.

a. Data subjektif:

Pasien mengungkapkan tentang:

1) Merasa hidupnya tak berguna lagi

2) Ingin mati

3) Pernah mencoba bunuh diri

4) Mengancam bunuh diri

5) Merasa bersalah,sedih,marah,putus asa dan tidak berdaya.

b. Data Objektif:

1) Ekspresi murung

2) Tak bergairah

3) Banyak diam

4) Ada bekas percobaan bunuh diri

4. Klasifikasi
a. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang

tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri

mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar

kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.

b. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan

oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.

c. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau

diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan

terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya (Stuart, 2006).

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,

meliputi:

a. Bunuh diri anomik

Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor

lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang

untuk bunuh diri.

b. Bunuh diri altruistic

Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan

kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.

c. Bunuh diri egoistic

Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam

diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

5. Rentang Respon
Respon
Respon Adaptif Mal-adaptif
Perilaku bunuh diri menurut Stuart & Sundeen (2006) dibagi menjadi 3 kategori, yaitu

sebagai beriku:

a. Upaya Bunuh Diri (suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan bunuh

diri,dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian.

b. Isyarat Bunuh Diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yangdirencanakan

untukusaha mempengaruhi perilaku orang lain).

c. Ancaman Bunuh Diri (suicide threat) yaitu suatu perinagtan secara langsung

maupun tidak langsung, verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang,

mengupayakan bunuh diri.

6. Pohon Masalah
Efek Resiko mencederai diri sendiri, orang lain

dan lingkungan

Core Problem Perilaku kekerasan

Etiologi Gangguan interaksi sosial: isolasi sosial

7. Masalah keperawatan

a. Perilaku kekerasan

b. Gangguan interaksi sosial: isolasi sosial

c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

8. Rencana Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan risiko bunuh diri dilakukan terhadap pasien dan

keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan

rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum menemui

pasien. Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang

dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien

untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi risiko bunuh diri

yang dialami pasien. Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal

pertama yang dilatih perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.

Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui

keluarga (pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien,

serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas

yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan

mengatasi risiko bunuh diri yang telah diajarkan oleh perawat.


Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap

pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan

keluarga mampu mengatasi risiko bunuh diri.

a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Bunuh Diri

Tujuan:

1) Pasien ancaman/percobaan bunuh diri: Pasien mampu:

a) Membina hubungan saling percaya

b) Aman dan selamat

2) Pasien isyarat bunuh diri: Pasien mampu:

a) Membina hubungan saling percaya

b) Mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran positif diri

c) Mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran positif keluarga dan

lingkungan

d) Menyusun rencana masa depan

e) Melakukan kegiatan rencana masa depan

9. Tindakan keperawatan:

1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:

a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien

b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang

Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien

c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini

d) Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama pasien, berapa lama

akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.

e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk

kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien

g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan

2) Pada pasien ancaman/percobaan bunuh diri

a) Lindungi pasien dari perilaku bunuh diri:

1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke

tempat yang aman

2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas,

tali pinggang)

3) Mendapatkan orang yang dapat segera membawa pasien ke rumah sakit

untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat

4) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika

pasien mendapatkan obat

5) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa perawat akan

melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

3) Pada pasien isyarat bunuh diri:

a) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan

meminta bantuan dari keluarga atau teman, berpikir positif terhadap diri,

keluarga dan lingkungan.

b) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:

1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.

2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang

3) positif.

4) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting

5) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien

6) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan


c) Meningkatkan kemampuan menyusun rencana masa depan, dengan cara:

1) Mendiskusikan dengan pasien tentang harapan pasien

2) Mendiskusikan cara-cara mencapai masa depan

3) Melatih pasien langkah-langkah kegiatan mencapai masa depan

4) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing kegiatan

mencapai masa depan.


DAFTAR PUSTAKA

Herman, T. H, & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018

-2020 Edisi 11. Jakarta: EGC.

Stuart , & Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.

Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN

“RISIKO PERILAKU KEKERASAN”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
1. Kasus (Masalah Utama)

Perilaku kekerasan (PK)

2. Proses Terjadinya Masalah

3. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku

kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan

lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang

berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan)

(Townsend, 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain

dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Sari, 2015).

4. Etiologi

a. Faktor predisposisi

1) Teori biologis

a) Neurologic faktor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,

dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau

menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat

agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya

perilaku bermusuhan dan respon agresif. Lobus frontalis memegang

peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang berarti dan

pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi


antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat

menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Mukhripah, 2012).

b) Genetic faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi

perilaku agresif). Dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif

yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.

Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki

oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut

hukum akibat perilaku agresif.

c) Cycardian rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam

sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja

ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah

bersikap agresif.

d) Faktor biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya

epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam

penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila

ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau

membahayakan akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak

dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen

dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma

Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor

predisposisi terjadinya perilaku agresif.

e) Brain area disorder


Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor

otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat

berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2) Teori psikogis

a) Teori psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh

kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan

fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang

dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung

mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai

komponen adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak

berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang rendah. Perilaku

agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka

terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak

kekerasan.

b) Imitation, modelling and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan

yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru

dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru

perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan

untuk menontn tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (

semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan

tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka

tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah
anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak

berperilaku sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya

c) Learning theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan

terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima

kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah.

b. Faktor Presipitasi

1) Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap

individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain. Stresor

tersebut dapat merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun

internal dari individu.

2) Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan

dan kegagalan akan kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang

yang dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.

3) Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti

serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan

yang terlalu ribut, atau putusnya hubungan sosial/kerja/sekolah.

5. Manifestasi klinis

1. Muka merah dan tegang

2. Mata melotot atau pandangan tajam

3. Tangan mengepal

4. Rahang mengatup

5. Wajah memerah dan tegang

6. Postur tubuh kaku

7. Pandangan tajam
8. Jalan mondar mandir (Mukhripah, 2012)

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya gejala sebaga berikut :

1. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam

2. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna

3. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

4. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa

tercekik dan bingung

5. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan

6. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan

didukung dengan hasil observasi (Sari, 2015):

Data Subjektif:

a) Ungkapan berupa ancaman

b) Ungkapan kata-kata kasar

c) Ungkapan ingin memukul/ melukai

Data Objektif:

a) Wajah memerah dan tegang

b) Pandangan tajam

c) Mengatupkan rahang dengan kuat

d) Mengepalkan tangan

e) Bicara kasar

f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak

g) Mondar mandir

h) Melempar atau memukul benda/orang lain


6. Rentang respon

Adaptif Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif amuk/PK

Keterangan :

a. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain

dan memberikan ketenangan.

b. Frustasi: Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat

menemukan alternative.

c. Pasif: Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut

tetapi masih terkontrol.

e. Kekerasan: Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control.

7. Akibat

Menurut Townsend (2009) perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan

yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat

mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan

perilaku:

Data Subyektif

a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam

b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data Obyektif

a. Wajah tegang merah

b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup

d. Tangan mengepal

e. Keluar banyak keringat

f. Mata merah

g. Tatapan mata tajam

h. Muka merah

8. Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri

antara lain :

a. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk

suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya

seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain

seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya

adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah.

b. Proyeksi

Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,

misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan

seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut

mencoba merayu, mencumbunya.

c. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.

Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak

disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil

bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat

melupakanya.

d. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih lebihkan

sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya

sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang

tersebut dengan kuat.

e. Deplacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak

begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu

,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan

hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai

perang-perangan dengan temanya (Mukhripah, 2012):

9. Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi

Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis

efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan

psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya

trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer

bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya

mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi.

b. Terapi okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian

pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan

mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak


harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,

main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan

kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan

uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh

petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program

kegiatannya.

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan

langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga

agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,

membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota

keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber

yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi

masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer),

menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan

perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat

kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.

d. Terapi somatik

Terapi somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan

tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan

melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah

perilaku pasien Eko, (2014).


10. Pohon Masalah

Efek Risiko mencederai orang lain/lingkungan

Core Problem Perilaku kekerasan

Etiologi Gangguan konsep diri: harga diri rendah

11. Masalah keperawata

a. Perilaku kekerasan

b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

12. Rencana tindakan keperawatan

a. Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan, dilakukan

terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di

Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat)

terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga (pelaku rawat),

perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku

rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan

melatih satu cara untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.

b. Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih

perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat. Setelah perawat

selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat)

dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan

hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga

lakukan yaitu untuk mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalah

yang telah diajarkan oleh perawat.


c. Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap

pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan

keluarga mampu mengatasi resiko perilaku kekerasan.

13. Tindakan keperawatan untuk pasien risiko perilaku kekerasan

a. Tujuan agar pasien mampu:

• Membina hubungan saling percaya

• Menjelaskan penyebab marah

• Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan

• Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah

• Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan

• Melatih kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan

• Memakan obat secara teratur

• Melatih bicara yang baik saat marah

• Melatih kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah

b. Tindakan Keperawatan

1) Membina hubungan saling percaya, tindakan yang harus dilakukan dalam rangka

membina hubungan saling percaya adalah:

• Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien

• Perkenalkan diri: nama, nama panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan nama

dan nama panggilan pasien yang disukai

• Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini

• Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama

akan dikerjakan dan tempatnya dimana

• Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk

kepentingan terapi
• Tunjukkan sikap empati

• Penuhi kebutuhan dasar pasien

2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan perilaku

kekerasan saat ini dan yang lalu.

3) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan

4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis

6) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial

7) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual

8) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual

9) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah

secara:

• Verbal

• Terhadap orang lain

• Terhadap diri sendiri

• Terhadap lingkungan

10) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

11) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

• Fisik: tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.

• Patuh minum obat

• Sosial/verbal: bicara yang baik: meminta, menolak dan mengungkapkan perasaan

• Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien


DAFTAR PUSTAKA

Eko, P. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawayan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mukhripah, D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka Aditama.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik KeperawatanJiwa. Jakarta: Trans Info

Media.

Townsend, M. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care in Evidence

Based Practice 6 th ed. Philadelphia: F. A Davis.

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Revika Aditama.

Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &


LAPORAN PENDAHULUAN
“GANGGAN PROSES PIKIR : WAHAM”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
I. Kasus (Masalah Utama)

Waham

J. Proses Terjadinya Masalah

6. Definisi

Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus

menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah suatu keyakinan

seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak

konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan

merespons stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi/informasi secara

akurat (Keliet, 2006).

Waham terdiri dari beberapa jenis menurut, yaitu :

a. Waham kebesaran yaitu meyakini ia memiliki kebesaran atau kekuasaan

khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

b. Waham curiga yaitu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang

berusaha merugikan/mencederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi

tidak sesuai kenyataan

c. Waham agama yaitu memiliki kayakinan terhadap suatu agama secara

berlebihan , diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan

d. Waham somatik yaitu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya

terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai

kenyataan.

e. Waham nihilistik yaitu meyakini dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,

diucakan berulangkali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Stuart, 2009).


7. Etiologi

Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri

rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap

diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai

keinginan.

Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang

ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi,

pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang

lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan

lingkungan. . Adapun faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya waham

yaitu:

a. Faktor genetik

Dianggap mempengaruhi tansisi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau

keturunan.

b. Faktor Perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang.

Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan

persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual

dan emosi tidak efektif

c. Faktor Psikologis

Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan , dapat menimbulkan

ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan

d. Faktor Biologis

Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak,

dan perubahan pada sel kortikal dan limbik


8. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala waham dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta

ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien waham adalah sebagai

berikut:

a. Perbedaan kognitif

b. Defisit memori

c. Interpretasi lingkungan tidak akurat

d. Kelainan rentang perhatian

e. Terdapat waham

f. Tidak mampu berkonsentrasi

g. Disorientasi

h. Tidak mampu membut keputusan

i. Menurunnya kemampun mendapatkan ide

j. Bingung

k. Amat waspada

4. Rentang Respon Waham

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan isi


Persepsi akurat Ilusi piker halusinasi
Emosi konsisten dg Reaksi emosi Perubahan proses
pengalaman berlebihan /kurang emosi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tdk Perilaku tidak
biasa terorganisasi
Menarik diri Isolasi sosial
a. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

b. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang

didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu

yang ada di dalam maupun di luar dirinya.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten

atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung

tidak lama.

d. Perilaku sesuai hubungan sosial: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan

budaya umum yang berlaku.

e. Hubungan sosial harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut

hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk

kerjasama.

f. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls

eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada

area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah

dialami sebelumnya.

g. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar

berlebihan atau kurang.

h. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata

dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma sosial atau

budaya umum yang berlaku.

i. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya

umum yang berlaku.


j. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,

menghindari hubungan dengan orang lain.

k. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam

berinteraksi

5. Fase waham

Berdasarkan fase-fasenya maka proses terjadinya waham dibagi menjadi 6 fase

yaitu sebagai berikut:

a. Fase Lack of Human need

Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara

fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-

orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat

miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang

secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft

ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang

sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan

dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa

ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat

tumbuh kembang ( life span history ).

b. Fase lack of self esteem

Tidak adanta pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara

self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan

kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui

kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya,

menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta


memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang

melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek

pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat

rendah.

c. Fase control internal external

Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa

yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai

dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang

sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap

penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena

kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan

sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien

itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya

toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar

pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan

klien tidak merugikan orang lain.

d. Fase environment support

Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya

menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu

yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.

Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma

(Super Ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

e. Comforting

Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta

menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan


mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri

dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar

interaksi sosial (Isolasi sosial).

f. Fase improving

Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu

keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul

sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak

terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk

dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting

sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta

memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan

dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

K. Pohon Masalah

Efek Risiko perilaku kekerasan

Core Problem Gangguan proses pikir: waham

Etiologi Gangguan konsep diri : harga diri rendah


1. Masalah keperawatan

a. Gangguan proses pikir: waham

b. Gangguan konsep diri:harga diri rendah

c. Risiko perilaku kekerasan

2. Data yang perlu dikaji

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan

keluarga (pelaku rawat).

Tanda dan gejala gangguan proses pikir : waham dapat ditemukan dengan

Observasi sebagai berikut :

a. Apakah pasien berbicara dengan menggunakan volume suara besar ?

b. Apakah pasien berbicara dengan menggunakan nada suara tinggi ?

c. Apakah pasien memiliki keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan ?

d. Apakah pasien mempertahankan keyakinan tersebut dan menghindar atau

marah bila ada yang membantah ?

Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

Gangguan proses pikir:Waham Subjektif:

• Klien mengatakan bahwa dirinya adalah

orang yang paling hebat

• Klien mengatakan bahwa ia memiliki

kebesaran atau kekuasaan khusus

Objektif:

• Klien terus berbicara tentang

kemampuan yang dimilikinya

• Pembicaraan klien cenderung berulang-

ulang
• Isi pembicaraan tidak sesuai dengan

kenyataan

L. Rencana Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan gangguan proses pikir : waham dilakukan terhadap pasien

dan keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan

rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum menemui

pasien.Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang dialami

pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien untuk

melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi gangguan proses pikir : waham

yang dialami pasien.

Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih

perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat. Setelah perawat selesai

melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih

keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang

telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk

mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh

perawat.

Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga

(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta

menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu

keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi

gangguan sensori persepsi: halusinasi yang telah diajarkan oleh perawat.

a. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Gangguan proses pikir : waham

1. Tujuan :
a) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap

b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar

c) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan

d) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar

2. Tindakan :

a) Membina hubungan saling percaya :

1) Mengucapkan salam terapeutik dan berjabat tangan

2) Menjelaskan tujuan interaksi

3) Membuat kontrak topik,waktu dan tempat setiap kali bertemu

pasien

b) Bantu orientasi realita :

1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien

2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman

3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari

4) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan

tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien

berhenti membicarakannya

5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien dengan

realitas

c) Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi

sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah

1) Tingkatkan aktifitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan

emosional pasien

2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki

3) Bantu melakukakn kemampuan yang dimiliki


4) Berdiskusi tentang obat yang diminum

5) Melatih minum obat yang benar

b. Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga :

1. Tujuan :

a) Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien

b) Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan

yang dipenuhi oleh wahamnya

c) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien

secara optimal

2. Tindakan

a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien

di rumah.

b) Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien

c) Diskusikan dengan keluarga tentang :

1) Cara merawat pasien waham di rumah

2) Follow up dan keteraturan pengobatan

3) Lingkungan yang tepat untuk pasien

4) Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat,

dosis,frekuensi,efek samping, akibat penghentian obat)

5) Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan

konsultasi segera

6) Latih cara merawat

7) Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Keliet, B. (2006). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Stuart, G. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8 th edittion. Missouri:

Mosby.

CMHN (2005).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta :WHO-FIK UI.

Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &

Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwel


KASUS MINGGU 1 :

a. Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran pada Ny. H di Ruang Kenanga

b. Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4 Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran pada Ny, H di Ruang Kenanga

c. Analisis Proses Interaksi (API) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran pada Ny, H di Ruang Kenanga


PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

“HALUSINASI PENDENGARAN”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Asuhan Keperawatan pada Ny. H dengan Halusinasi Pendengaran di Ruang Perawatan
Kenanga
RSKD Provinsi Sulawesi Selatan

I. IDENTITAS KLIEN

Inisial : Ny. H Tanggal Pengkajian : 21 April 2021


Jenis Kelamin : Perempuan No. RM : 010071
Umur : 48 tahun Tanggal Dirawat : 25 Februari 2021
II. ALASAN MASUK

Pasien masuk rumah sakit diantar oleh keluarga karena mengamuk dialami sejak 5 hari sebelum masuk RS,

klien melempar orang yang lewat depan rumah, klien merusak barang di rumah, klien mengeluarkan kata-

kata kotor ke keluarga, klien selalu mondar mandir di luar rumah, bicara sendiri, tidur terganggu, mandi

jarang. Awal perubahan perilaku sekiatr 8 tahun lalu saat klien dipaksa menikah, klien jadi suka bicara

sendiri dan mengamuk.

III. KELUHAN SAAT INI

Klien mengatakan mendengar suara Zainuddin dg rama yang dianggap sebagai orang tua,

menyuruhnya mandi, suara sering didengar pada malam hari setiap jam 12 malam,

terkadang di siang hari, sehari 1-2 kali dan saat mendengar suara klien merespon dengan

mengikuti apa yang dikatakan suara itu, klien bisa mengontrol suara itu karena menurut

klien apa yang dikatakan suara itu baik, seperti menyuruh mandi, menyuruh minum obat,

menyuruh sholat, klien tidak pernah mendengar suara yang membuat klien marah.

IV. FAKTOR PREDISPOSISI

klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan sebelumnya tidak berasil

karena klien masih kambuh, klien pernah mengalami kekerasan dalam keluarga berupa
aniaya fisik (dipukul) dan hal ini menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi

klien, anggota keluarga yang lain juga ada yang gangguan jiwa yaitu adik klien.

V. PEMERIKSAAN FISIK

TTV :

TD : 100/70mmHg

N : X/mnt

S : °C

P : X/mnt

Ukur : BB : 44 kg, TB : cm

Keluhan fisik : Klien mengeluh gatal-gatal, dan sering menggaruk

VI. PSIKOSOSIAL

1. Genogram :
Keterangan :
Laki-laki

Perempuan

Pasien

Saudara pasien yang menderita


gangguan jiwa

Meninggal dunia

2. Konsep diri

a. Citra tubuh : Klien mengatakan puas dengan dirinya dan bagian mata paling disukai

b. Identitas : Klien mengatakan pernah menikah dan mempunyai satu orang anak

namun sekarang sudah bercerai

c. Peran : Klien mengatakan anak kelima dari enam bersaudara dan berperan

membantu pekerjaan di rumah

d. Ideal diri :Klien mengatakan ingin bekerja dan diberi uang, klie mengatakan ingin

sembuh dan pulang ke rumah

e. Harga diri : Klien menyalakan dirinya terhadap apa yang terjadi padanya, klien

mengatakan pernah mendengar kakaknya bicara, “biar saja klien samapai mati di

RSJ”, tapi klien mengatakan kakaknya itu khilaf, dialah yang tidak sempurna.
3. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti : Kakak

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : tidak ada

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien mengatakan tidak ada

masalah

4. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan : Islam

b. Kegiatan ibadah : Klien mengatakan malas beribadah (sholat)

VII. STATUS MENTAL

1. Penampilan

Pasien berpenampilan rapi, menggunakan pakaian sesuai

2. Pembicaraan

Klien kooperatif dan lancar dalam menjawab pertanyaan

3. Aktivitas motorik

Tidak ada masalah

4. Alam perasaan

Klien mengatakan ingin pulang tapi kwatir tidak sampai ke rumah

5. Afek

Tidak ada masalah

6. Interaksi selama wawancara

Klien kooperatif, kontak mata ada


7. Persepsi

Halusinasi pendengaran, klien mendengar suara yang selalu menyuruhnya mandi,

suara sering didengar pada malam hari, terkadang di siang hari, sehari 1-2 kali dan

saat mendengar suara klien merespon dengan mengikuti suara itu, klien tidak

pernah mendengar suara yang membuat klien marah.

8. Isi pikir

klien terkadang merasa kehadiran zainuddin yang dianggap sebagai orang tua

9. Arus pikir

Klien berbicara terkadang lompat ketopik lain

10. Tingkat kesadaran

Tidak ada masalah

11. Memori

Daya ingat klien tidak ada masalah

12. Tingkat kosentrasi

Baik tidak ada masalah

13. Kemampuan penilaian

Klien mampu mengambil keputusan apa yang ingin dilakukan dalam aktivitasnya

14. Daya tilik diri

Klien mengatakan menerima penyakit yang dideritanya dan menyalahkan

saudaranya atas apa yang terjadi pada dirinya.

VIII. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG

1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan

Ya Tidak
Makanan ✓

Keamanan ✓

Perawatan

kesehatan

Pakaian

Transportasi

Tempat tinggal

Uang

2. Kegiatan sehari-hari

a. Perawatan diri :

Mandi, kebersihan, makan, BAB/BAK dan ganti pakaian dilakukan secara

mandiri

b. Nutrisi :

Klien puas dengan pola makannya, makan selalu bersama. Makan 3x sehari,

kudapan 1-2 x sehari, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat (44 kg)

c. Tidur

Klien mengatakan tidak ada masalah dalam tidur, setelah bangun tidur klien

merasa segar, kebiasaan tidur siang setiap hari sekitar 1 jam, tidur malam jam 8,

bangun jam 6 pagi dan klien tidak ada gangguan tidur.

3. Kemampuan klien : Klien mampu dalam mengatasi kebutuhan sendiri, klien dapat

membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri, selama di RS pengaturan obat

masih dilakukan oleh perawat, klien mengatakan memiliki sistem pendukung yaitu
keluarga, klien juga menikmati saat melakukan pekerjaan atau hobi.

IX. MEKANISME KOPING

Klien mengatakan jika ada masalah suka berbicara dengan orang lain

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

Klien mengatakan tidak ada masalah dengan kelompok, pendidikan, pekerjaan dan

pelayanan kesehatan, klien mengatakan masalah di rumah dan ekonomi dimana klien sudah

membantu mengerjakan pekerjaan di rumah tetapi tidak diberi uang sehingga membuat

klien marah.

XI. KURANG PENGETAHUAN TENTANG

Klien mengatakan sistem pendukung adalah keluarga namun terkadang klien merasa tidak

inginkan keluarga.

XII. ASPEK MEDIK

Diagnosa medik : Skizifrenia

Terapi medik : Rispiridon 2 mg/12 jam

Clozapam 0,25 mg/24 jam


ANALISA DATA

Nama klien : Ny H
Ruangan : Kenanga
No Tanggal Data Masalah

keperawatan

1. 22/4/2021 DS: Gangguan sensori

• Klien mengatakan mendengar suara persepsi : Halusinasi

Zainuddin Dg Rama yang selalu pendengaran

menyuruhnya mandi

• Klien mengatakan suara sering didengar pada

malam hari setiap jam 12 malam, terkadang

disiang hari

• Suara terdengar 1-2 kali dalam sehari

• Klien mengatakan merespon dengan

mengikuti apa yang dikatakan suara itu

• Klien mengatakan bisa mengontrol suara itu,

karena menurut klien apa yang dikatakan

suara itu baik, seperti menyuruh mandi,

menyuruh minum obat, menyusruh sholat

• Klien mengatakan tidak mendengar suara

yang dapat membuatnya marah

• Klien mengatakan pernah menikah dan

memiliki anak namun sekarang sudah


bercerai

• Klien mengatakan merasa tidak diinginkan,

tetapi menurut klien itu wajar karena dialah

yang tidak sempurna

• Klien mengatakan malas sholat

DO :

• Klien suka menggaruk kulitnya

2. DS: Defisit perawatan diri


• Klien mengatakan tidak mau ganti baju
• Klien mengeluh gatal di seluruh badan
DO:
• Klien nampak menggaruk-garuk badannya
• Baju klien kusut dan kotor

POHON MASALAH

Risiko perilaku Kekerasan


Efek

Gangguan sensori persepsi :


Core problem Halusiasi

Etiologi Isolasi Sosial Defisit Perawatan Diri

Gangguan konsep diri : Harga


diri rendah kronik
Harga diri rendah kronis
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

Tanggal/Bulan/Tahun
No. Diagnosa Keperawatan
Ditemukan Teratasi

1. Gangguan persepsi sensori 22 April 2021 -

: Halusinasi pendengaran

2. Defisit perawatan diri 21 April 2021 23 April 2021


PERENCANAAN KEPERAWATAN
(NURSING CARE PLAN)

Nama klien : Ny H
Ruangan : Kenanga
No Tanggal Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan

1. 22 April Gangguan TUM:


Klien dapat
2021 Persepsi
mengenal dan
sensori: mengontrol
halusinasi, Klien
Halusinasi
dapat mengikuti
Pendengaran program
pengobatan
secara optimal
Bina hubungan saling percaya dengan
TUK 1 Ekspresi wajah bersahabat, mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
Klien dapat menunjukan rasa senang, ada a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
membina kontak mata, mau berjabat verbal
hubungan saling tangan, mau menyebutkan b. Perkenalkan diri dengan sopan
percaya nama, mau menjawab salam, c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
klien mau duduk yang disukai klien
berdampingan dengan perawat, d. Jelaskan tujuan pertemuan
mau mengutarakan masalah e. Jujur dan menepati janji
yang dihadapi f. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatian
kebutuhan dasar klien
TUK 2 pasien dapat menyebutkan isi, 1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
pasien dapat 2. Observasi tingkah laku pasien terkait dengan
mengenal waktu, frekuensi, situasi halusinasinya, bicara dan tertawa tanpa stimulus,
halusinasinya memandang ke kiri/ ke kanan/ ke depan seolah-olah
pencetus, dan perasaan saat
ada teman bicara
terjadi halusinasi 3. Bantu pasien mengenal halusinasinya
a. Jika menemukan pasien yang sedang halusinasi,
tanyakan apakah ada suara yang didengar atau
sosok yang dilihat
b. Jika pasien menjawab ada, lanjutkan apa yang
dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya pasien
mendengar suara itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya (dengan ada bersahabat
tanpa menuduh atau menghakimi)
d. Katakan bahwa pasien lain juga ada seperti
pasien
e. Katakan bahwa perawat akan membantu pasien
4. Diskusikan dengan pasien:
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi
b. Waktu, frekuensi (pagi, siang, sore dan malam),
atau jika sendiri, jengkel sedih dan bagaimana
perasaan saat halusinasi muncul
TUK 3: • Pasien dapat menyebutkan 1. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi:
pasien dapat tindakan yang biasanya a. Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan
mengontrol dilakukan untuk menghardik, 6 (enam) benar minum obat,
halusinasinya mengendalikan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
halusinasinya seperti merapikan tempat tidur dan mencuci
• Pasien dapat menyebutkan baju
cara mengatasi halusinasi b. Berikan contoh menghardik, 6 (enam) benar
• pasien dapat melaksanakan minum obat, bercakap-cakap dan melakukan
cara untuk mengendalikan kegiatan seperti merapikan tempat tidur dan
halusinasinya mencuci baju
• pasien dapat mengikuti c. Berikan kesempatan klien mempraktekkan
terapi aktivitas kelompok cara menghardik, 6 (enam) benar minum obat,
bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
seperti merapikan tempat tidur dan mencuci
baju
2. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang
telah dilakukan klien
3. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien
setelah melakukan tindakan untuk mengontrol
halusinasi
4. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap
semangat melakukan latihannya
5. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
TUK 4: • Keluarga mampu mengenal 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
Klien dapat masalah halusinasi dan dalam merawat pasien
dukungan dari masalah yang dirasakan 2. Menjelaskan pengertian, tand adan gejala serta
keluarga dalam dalam merawat pasien proses terjadinya halusinasi
mengontrol • Kleuarga dapat 3. Melatih keluarga cara merawat pasien halusinasi
halusinasinya menjelaskan pengertian, 4. Membimbing keluarga merawat pasien halusinasi
tanda dan gejala serta 5. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga
proses terjadinya halusinasi dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi
• Keluarga dapat merawat 6. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala
pasien halusinasi kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
• Keluarga dapat fasilias kesehatan
menciptakan suasana 7. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan
lingkungan utuk kesehatan secara teratur
mengontrol halusinasi
• Keluarga dapat mengenal
tanda dan gejala
kekambuhan
• Keluarga dapat
memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan untuk
follow up pasien secara
teratur
2. 22 April Defisit TUM : Klien Setelah dilakukan interaksi, Bina hubungan saling percaya dengan prinsip
Perawatan dapat klien menunjukkan tanda komunikasi teraupetik :
2021
Diri : meningkatkan percaya kepada perawat : 1. Sapa klien dengan ramah , baik verbal maupun
Merawat minat dan • Wajah cerah, tersenyum non verbal
Kebersihan motivasinya • Mau berkenalan 2. Perkenalkan nama lengkap, nama panggilan dan
Diri untuk • Ada kontak mata tujuan berkenalan
memperhatikan • Menerima kehadiran 3. Tanyakan nama yang disukai klien
kebersihan diri perawat 4. Buat kontrak yang jelas
• Bersedia menceritakan 5. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
perasaannya 6. Beri perhatian kepada klien dan perhatian
TUK :1 kebutuhan dasar klien
Klien dapat 7. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang
membina dihadapi klien
hubungan saling
percaya

TUK 2 : Setelah dilakukan interaksi, Diskusikan dengan klien :


Klien klien menyebutkan: a. Penyebab klien tidak merawat diri
mengetahui a. Penyebab tidak merawat b. Manfaat menjaga perawatan diri untuk keadaan
pentingnya diri fisik, mental dan sosial
perawatan diri b. Manfaat menjaga c. Tanda-tanda perawatan diri yang baik
perawatan diri Frekuensi d. Penyakit atau gangguan kesehatan yang bisa
c. Tanda-tanda bersih dan dialami oleh klien bila perawatan diri tidak
rapi adekuat
d. Gangguan yang dialami
jika perawatan diri tidak
diperhatikan
TUK : 3 1) Setelah dilakukan 1) Diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri
Klien interaksi klien selama ini
mengetahui cara- menyebutkan frekuensi a. Mandi
cara melakukan menjaga perawatan diri : b. Gosok gigi
perawatan diri • Frekuensi mandi c. Keramas
• Frekuensi gosok gigi d. Berpakaian
• Frekuensi keramas e. Berhias
• Frekuensi berpakaian f. Gunting kuku
• Frekuensi berhias 2) Diskusikan cara praktek perawatan diri yang baik
• Frekuensi gunting kuku dan benar
2) Setelah dilakukan a. Mandi
interaksi, klien b. Gosok gigi
menjelaskan cara menjaga c. Keramas
perawatan diri : d. Berpakaian
e. Berhias
• Cara mandi
f. Gunting kuku
• Cara gosok gigi
g. Berikan pujian untuk setiap respon kliken yang
• Cara keramas
positif
• Cara berpakaian
• Cara berhias
• Cara gunting kuku
TUK : 4 Setelah dilakukan interaksi, Diskusikan cara praktek perawatan diri yang baik dan
Klien dapat klien mempraktekkan benar
melaksanakan perawatan diri dengan dibantu Mandi
perawatan diri oleh perawat :: 1. Gosok gigi
dengan bantuan • Mandi 2. Keramas
perawat • Gosok gigi 3. Berpakaian
• Keramas 4. Berhias
• Berpakaian 5. Gunting kuku
• Berhias 6. Berikan pujian setelah klien selesai
• Gunting kuku melaksanakan perawatan diri
TUK 5 : Setelah dilakukan interaksi Pantau klien dalam melaksanakan perawatan diri :
Klien dapat klien melaksanakan praktek 1. Mandi
melaksanakan perawatan diri secara mandiri 2. Gosok gigi
perawatan secara : 3. Keramas
mandiri • Mandi 2x sehari 4. Berpakain
• Gosok gigi sehabis makan 5. Berhias
• Keramas 2x seminggu 6. Gunting kuku
• Ganti pakaian 1x sehari 7. Beri pujian saat klien melaksanakan perawatan
• Berhias sehabis mandi diri secara mandiri
• Gunting kuku setelah
mulai panjang
TUK 6 : • Setelah dilakukan 1) Diskusikan dengan keluarga :
Klien interaksi, keluarga a. Penyebab klien tidak melaksanakan perawatan
mendapatkan menjelaskan cara-cara diri
dukungan membantu klien dalam b. Tindakan yang telah dilakukan klien selama di
keluarga untuk memenuhi kebutuhan Rumah Sakit dalam menjaga perawatan diri dan
meningkatkan perawatan dirinya kemajuan yang telah dialami oleh klien
perawatan diri • Setelah dilakukan interaksi, c. Dukungan yang bisa diberika oleh keluarga
keluarga menyiapkan untuk meningkatkan kemempuan klien dalam
sarana perawatan diri klien perawatan diri
: sabun mandi, pasta gigi, 2) Diskusikan dengan keluarga tentang :
sikat gigi, sampo, handuk, a. Sarana yang diperlukan untuk menjaga
pakaian bersih, sandal dan perawatan diri klien
alat berhias b. Anjurkan kepada keluarga menyiapkan sarana
• Keluarga mempraktekkan tersebut
perawatan diri kepada klien 3) Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang perlu
dilakukan keluarga dalam perawatan diri :
a. Anjurkan keluarga untuk mempraktekan
perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas,
ganti baju, berhias dan gunting kuku)
b. Ingatkan klien waktu mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju, berhias dan gunting kuku
c. Bantu jika klien mengalami hambatan dalam
perawatan diri
d. Berikan pujian atas keberhasilan klien
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama klien : Ny H
Ruangan : Kenanga
Dx Kep Tgl/Jam Implementasi Evaluasi

1. Gangguan 21-22 April 1. Mengidentifikasi isi, frekuensi, S:


sensori 2021/ 10.15 waktu terjadi, situasi pencetus, • Pasien merasa senang diajak berbincang-
persepsi: perasaan, dan respon saat bincang dan dapat mengungkapkan keluha-
Halusinasi halusinasi keluhan yang dialami terkait halusinasinya
pendengaran 2. Menjelaskan cara mengontrol • Klien mengatakan mendengar suara Zainuddin
halusinasi dg rama yang dianggap sebagai orang tua,
3. Mengevaluasi cara pasien menyuruhnya mandi, suara sering didengar
mengontrol halusinasi dan pada malam hari setiap jam 12 malam,
meminta mempraktekkannya terkadang di siang hari, sehari 1-2 kali dan saat
4. Mendiskusikan jadwal kegiatan mendengar suara klien merespon dengan
harian mengikuti apa yang dikatakan suara itu

O:
• Pasien memahami dan dapat mempraktikkan
cara mengontrol halusinasi (menghardik, rutin
minum obat, bercakap-cakap dengan teman,
melakukan kegiatan merapikan tempat tidur).

A: Halusinasi Pendengaran

P:
• Latihan menghardik 2 x sehari
• Bersama pasien membuat jadwal kegiatan
harian
23 April 2021/ 1. Mengevaluasi kegiatan S:
08.00 menghardik. Beri pujian • Pasien merasa senang diajak bercakap-cakap
2. Mengevaluasi cara mengontrol • Pasien mengatakan ketika mendengar suara-
halusinasi dengan obat ( 6 suara dia mengikuti apa yang dikatakan suara
tersebut (menyuruh mandi tengah malam)
benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara kontinuitas O:
minum obat) • Pasien dapat mempraktikkan cara menghardik
3. Mengevaluasi cara mengontrol saat mendengar suara-suara.
halusinasi dg bercakap-cakap • Pasien dapat menyebutkan ulang jenis, guna,
saat terjadi halusinasi frekuensi, obat yang sering diminum
4. Mengevaluasi cara mengontrol • Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol
halusinasi dg melakukan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
teman di bangsal
kegiatan harian (merapikan
tempat tidur,melakukan
kegiatan ibadah/sholat) A: Halusinasi Pendengaran
5. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan menghardik, P:
minum obat, bercakap-cakap • Latihan menghardik 2 x sehari
serta kegiatan merapikan tempat • Minum obat sesuai aturan Rispiridon 2 mg 2 x
tidur dan sholat sehari dan clozapam 0,25 mg 1 x sehari
• Berbincang-bincang dengan teman di bangsal
• Lakukan kegiatan harian yaitu merapikan
tempat tidur dan beribadah/sholat

S: Pasien merasa senang diajak berbincang-bincang


24 April 2021/ 1. Mengevaluasi kegiatan
08.00 latihan menghardik,
O:
minum obat, bercakap-
cakap dan kegiatan harian. • Pasien dapat mempraktikkan cara menghardik
saat mendengar suara-suara.
Beri pujian • Pasien dapat menyebutkan ulang jenis, guna,
2. Memasukkan pada jadwal frekuensi, obat yang sering diminum
kegiatan hrian • Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
teman di bangsal
• Pasien melakukan kegiatan merapikan tempat
tidur
• Pasien melakukan kegiatan sholat isha saja

A: Halusiansi Pendengaran

P:
• Latihan menghardik 2 x sehari
• Minum obat sesuai aturan Rispiridon 2 mg 2 x
sehari dan clozapam 0,25 mg 1 x sehari
• Berbincang-bincang dengan teman di bangsal
• Lakukan kegiatan harian yaitu merapikan
tempat tidur dan beribadah/sholat
2. Defisit 21 April 2021 SP 1 S:
Perawatan Diri
1. Membina hubungan saling • Klien mengatakan seluruh badannya gatal
percaya dengan klien • Klien mengatakan udah mandi tapi tidak mau ganti
2. Mengidentifikasi masalah baju
kebersihan diri, berdandan, • Klien mengatakan jarang menyisir rambut
makan, BAB/BAK O:
3. Menjelaskan pentingnya • Klien tampak menggaruk badannya
perawatan diri • Penampilan tidak rapi, baju kusut
4. Menjelaskan alat dan cara • Rambut nampak kotor dan acak-acakan
merawat kebersihan diri
• Klien mengatakan tidak mempunyai shampo
5. Masukkan dalam jadwal A: Defisit perawatan diri
kegiatan pasien P: Lanjutkan intervensi
22 April 2021 SP 2 S:
1. Evaluasi kegiatan yang lalu • Klien mengatakan sudah mandi
(SP1) • Klien mengatakan sudah mengganti baju bersih
2. Menjelaskan pentingnya
berdandan O:
3. Menjelaskan cara dan alat • Klien tampak bersih
untuk berdandan • Baju sudah diganti
4. Melatih cara berdandan • Klien bisa menyisir rambut dan mengikat rambut
5. Masukkan dalam jadwal • Klien bisa memakai bedak dan lipstick
kegiatan pasien A: Defisit perawatan diri minimal
P: Lanjutkan intervensi
23 April 2021 SP 3 S:
1. Melakukan evaluasi kegiatan • Klien mengatakan merasa segar
yang lalu (Sp1 & SP 2) • Klien mengatakan mencuci tangan dengan air
2. Menjelaskan cara dan alat sebelum makan
makan yang benar O:
3. Melatih kegiatan makan • Klien tampak bersih
4. Masukkan dalam jadwal • Baju rapi
kegiatan pasien • Klien memakai bedak dan lipstic
• Rambut terikat
• Klien makan dengan perlahan
A: Defisit perawatan diri teratasi
P: Pertahankan intervensi.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP1-4P)

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027
Mengetahui
Perseptor CI Lahan

Andriani, S. Kep. Ns. M. Kep. St. Hernah, S.Kep, Ns

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP1P)

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

E. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Data subyektif (DS):

• Klien mengatakan kadang mendengar suara bisikan-bisikan.

Data Obyektif (DO):

• Klien sering menggaruk lengannya

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran.

3. Tujuan khusus

a. Klien dapat mengenal halusinasinya.

b. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.

4. Tindakan keperawatan

a. Mengidentifikasi jenis halusinasi yang dialami klien.

1) Mengidentifikasi isi halusinasi pasien

2) Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien

3) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien

4) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi pasien

5) Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi


b. Membantu mengontrol halusinasi dengan cara mengajarkan pasien menghardik

halusinasi

c. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam kegiatan

harian

F. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi:

1. Salam terapeutik

“Assaalamu alaikum ibu” “perkenalkan saya, Nuraeni mahasiswa PSIK UNHAS yang

sedang praktik di ruangan Kenanga. “hari ini saya bertugas dari jam 10.00 – 12.00, saya

yang akan membantu perawatan ibu hari ini. Pada hari ini kita akan belajar menghardik

ya bu.”

2. Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa ada keluhan bu?”

3. Kontrak:

Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang suara-suara yang

biasa ibu dengar?

Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?

Tempat : Mau di mana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang depan?

Kerja:

“Apakah ibu biasa atau sering mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya?”

“Berapa kali dalam sehari ibu mendengar suara-suara itu?”

“Kapan ibu mendengar suara-suara itu? Apakah pagi/siang/malam?”

“Pada keadaan yang bagaimana ibu biasa mendengar suara-suara itu/”


“Bagaimana perasaan ibu saat mendengar/setelah mendengar suara-suara tersebut?”

“Ibu, ada 4 cara yang adek bisa lakukan. Pertama, dengan cara menghardik suara tersebut.

Kedua, dengan cara meminum obat secara teratur. Ketiga, bercakap-cakap dengan orang

lain. Keempat, melakukan kegiatan harian”

“Bagaimana kalau sekarang kita belajar mengontrol halusinasi dengan cara menghardik?

Caranya, saat ibu mulai mendengar suara-suara itu, ibu bisa langsung menghardik dengan

mengatakan “Pergi!! Saya tidak mau dengar!! Kamu tidak nyata!!.” Telinga dapat ditutup

dengan kedua tangan. Kegiatan tersebut diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi.

Coba ibu peragakan cara menghardik seperti yang sudah saya dijelaskan tadi.”

“Nah bagus sekali bu. ibu sudah dapat mempraktekkannya!”

“Ibu sudah dapat mempraktekkan cara menghardik dengan baik, bagaimana kalau kita

masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu?”

Terminasi:

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi subyektif : “Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbincang-bincang tadi?”

Evaluasi obyektif : “Apa ibu bisa mempraktekkan kembali apa yang telah kita bicarakan

tadi?” “Coba ibu praktekkan kembali cara menghardik halusinasi!”

“Bagus!!! Ibu sudah bisa mempraktekkannya dengan baik”

2. Rencana tindak lanjut klien

“Kalau nanti ibu mendengar suara-suara itu, ibu bisa segera mempraktekkan cara

menghardik halusinasi.”

3. Kontrak yang akan datang:


Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap lagi tentang cara mengontrol halusinasi

ibu dengan cara yang kedua yaitu minum obat?”

Waktu : Besok jam 10.00 ya bu?

Tempat : Dimana? Di tempat ini?

“Baiklah.. Ibu bisa kembali beristirahat di kamar, terimaksih ya bu”


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWTAN (SP2P)

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Data subyektif (DS):

• Klien mengatakan kadang mendengar suara bisikan-bisikan dimalam hari

Data Obyektif (DO):

• Klien mempraktekkan cara menghardik

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran

3. Tujuan khusus

Klien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan pengobatan secara teratur.

4. Tindakan keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

1. Menjelaskan kegunaan obat

2. Menjelaskan akibat putus obat

3. Menjelaskan cara mendapatkan obat

4. Menjelaskan cara minum obat dengan prinsip 6 benar

5. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian


B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi:

1. Salam terapeutik

“Assaalamu alaikum Ibu H” “saya, Nuraeni, masih ingat dengan saya kan bu?’’ Pada

hari ini kita akan belajar cara minum obat yang benar ya bu .”

2. Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan ibu hari ini?”, “Kegiatan apa yang sudah dilakukan tadi?”

“Apakah ibu masih mendengar suara-suara itu?” “Masih ingat apa yang kita

bicarakan kemarin? Coba sebutkan!”

3. Kontrak:

Topik : “Sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang

cara mengontrol halusinasinya ibu dengan cara yang kedua yaitu dengan

pengobatan”

Waktu : “Selama 15 menit. Bagaimana bu? Bisa?”

Tempat : “Mau di mana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini saja?”

Kerja:

“Kemarin kita sudah belajar 1 cara mengontrol halusinasi. Ibu masih ingat? Coba

sebutkan! Apakah ibu sudah memasukannya dalam jadwal kegiatan harian ibu?”

“Hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara mengontrol halusinasi, dengan

minum obat. Hari ini, ibu sudah minum obat? Dalam sehari berapa kali ibu minum

obat? Obatnya berapa macam? Bagaimana warna obatnya? Bagaimana cara ibu minum

obatnya? Apa yang ibu rasakan setelah minum obat?”


“Ibu dalam meminum obat itu tidak boleh sembarangan, ada aturannya. Saya ajarkan

prinsip lima benar yaitu :

“Benar orang. Liat tempat obat ibu apa namanya sesuai atau tidak? Kalau tidak sesuai,

namanya laporkan kepada perawat.”

“Benar Obat: Obat ibu ada dua macam, namanya Rispiridon 2 mg warnanya putih dan.

Clozapam 0,25 mg juga warnanya putih.”

“Benar dosis. Kalau obat Rispiridon diminum dua kali dalam sehari, sekali minum 1

tablet dan Clozapam diminum pada malam hari dan satu tablet setiap kali minum"

“Benar waktu : Waktu minum obatnya harus tepat, Rispiridon diminum pagi dan sore.

Clozapam diminum pada malam hari saja.. Sesuai jadwal minum obat di ruangan.”

“Benar rute : Obatnya diminum satu persatu dengan air putih.

Obat yang ibu minum ini ada manfaatnya supaya ibu tidak mendengar halusinasi, tidak

mudah marah dan tetap merasa tenang. Kalau ibu tidak tepat minum obat, nanti bisa

sakit lagi.

“Nah sekarang kita praktekkan cara minum obat yang benar, cek dulu sesuai prinsip

yang 5 benar, kalau sudah cocok selanjutnya diminum”.

“Nah, kegiatan ini akan kita masukkan dalam jadwal harian ibu, Ibu setuju?”

Terminasi:

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi subyektif: “Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbincang-bincang

tentang obat tadi?”

Evaluasi obyektif: “Apa ibu bisa menyebutkan kembali apa yang telah kita

bicarakan tadi?”
2. Rencana tindak lanjut klien

“Ibu bisa menyebutkan ketiga cara mengontrol halusinasi yang ibu telah pelajari?”

“Wah.. ingatan ibu baik sekali” “Ibu nanti obatnya diminum secara teratur ya…,

sesuai dengan apa yang tadi saya ajarkan.”

3. Kontrak yang akan datang:

Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap lagi besok untuk mengurangi

halusinasi ibu?”

Waktu : Besok jam 10.00 setelah ibu mandi.

Tempat : Dimana? Di tempat ini? “Baiklah.. Ibu bisa kembali beristirahat di

kamar..”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWTAN (SP3P)

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Data subyektif (DS):

• Klien mengatakan bahwa klien mendengar suara bisikan-bisikan lagi

Data Obyektif (DO):

• Selama berinteraksi dengan perawat, kontak mata baik.

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran

3. Tujuan khusus

Klien dapat mengontrol halusinasi

4. Tindakan keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan

orang lain

c. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi:

1. Salam terapeutik : “Assaalamu alaikum Ibu H?”masih ingat dengan saya kan bu?”

2. Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan ibu hari ini?”, “Kegiatan apa yang sudah

dilakukan tadi?” “Apakah ibu masih mendengar suara-suara itu?” “Masih ingat apa
yang kita bicarakan kemarin? Coba sebutkan!”

3. Kontrak:

Topik : “Sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang

cara mengontrol halusinasinya ibu dengan cara yang ketiga yaitu dengan

bercakap-cakap”

Waktu : “Selama 15 menit. Bagaimana bu? Bisa?”

Tempat : “Mau di mana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini

saja?”

Kerja:

“Kemarin kita sudah sepakat kalau ibu akan melakukan cara menghardik halusinasi untuk

dimasukkan ke dalam jadwal harian ibu. Apakah sudah dilakukan atau tidak? Wah..

bagus sekali”

“Sekarang saya akan mengajarkan cara mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-

cakap dengan orang lain. Jadi, saat ibu mulai mendengar suara itu muncul ibu dapat

segera ke perawat atau teman katakan bahwa ibu mendengar suara itu lagi, kemudian

minta untuk bercakap-cakap mengenai topik yang ibu inginkan.”

“Nanti kegiatan mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap ini dimasukkan

dalam jadwal kegiatan ibu. Ibu setuju? Jam berapa kira-kira ibu mau melakukannya?”

Terminasi:

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi subyektif: “Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbincang-bincang tadi?”


Evaluasi obyektif: “Apa ibu bisa menyebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan

tadi?” “Coba ibu praktekkan kembali cara bercakap-cakap dengan orang lain jika

suara-suara itu muncul kembali!”

2. Rencana tindak lanjut klien

“Kalau nanti ibu mendengar suara-suara itu, ibu bisa segera mempraktekkan cara

mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.” “Bagus!!! Ibu sudah bisa

mempraktekkannya dengan baik”

3. Kontrak yang akan datang:

Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap lagi tentang cara mengontrol

halusinasi ibu dengan cara yang keempat yaitu melakukan aktifitas yang terjadwal?”

Waktu : Besok yaa bu, jam 9 lagi ya

Tempat : Dimana? Di tempat ini?

“Baiklah.. Ibu bisa kembali beristirahat di kamar.


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWTAN (SP4P)

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Data subyektif (DS): Klien mengatakan bahwa klien tidak mendengar suara itu lagi

Data Obyektif (DO): Selama berinteraksi dengan perawat, kontak mata baik.

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran

3. Tujuan khusus

Klien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal.

4. Tindakan keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan

(kegiatan yang biasa dilakukan di rumah)

c. Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

G. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi:

1. Salam terapeutik: “Assaalamu alaikum Ibu M” masih ingat dengan saya kan bu?”

2. Evaluasi/validasi “Bagaimana perasaan ibu hari ini?” “Kegiatan apa yang sudah

dilakukan tadi?” “Apakah ibu masih mendengar suara-suara itu?” “Masih ingat apa

yang kita bicarakan kemarin? Coba sebutkan!”

3. Kontrak:
Topik : “Sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara

mengontrol halusinasinya ibu dengan cara yang keempat yaitu dengan

melakukan aktifitas terjadwal”

Waktu : “Selama 15 menit. Bagaimana bu? Bisa?”

Tempat : “Mau di mana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini saja?”

Kerja:

“Kemarin kita sudah sepakat kalau mengontrol halusinasi yaitu dengan cara menghardik,

minum obat dan bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul. Apakah ibu sudah

melakukannya?”

“Hari ini saya akan mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melatih kegiatan yang

biasa ibu lakukan di rumah. Jadi, supaya halusinasinya tidak muncul atau untuk mengontrol

halusinasi pendengaran dan penglihatan, ibu dapat melakukan kegian yang sering ibu

lakukan. Ibu mengerti? Apa yang biasa ibu lakukan di rumah?”

“Wah banyak sekali kegiatan ibu! Dan itu bagus buat ibu.. apalagi jika ibu melaksanakannya

di sini”

“Nanti, kegiatan-kegiatan harian ibu akan kita masukkan ke dalam jadwal harian ibu?”

Terminasi:

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi subyektif: “Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbincang-bincang tadi?”

Evaluasi obyektif: “Apa ibu bisa menyebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan

tadi?”

2. Rencana tindak lanjut klien


“Kalau nanti ibu mendengar suara-suara itu, ibu bisa segera mempraktekkan cara

mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.”

“Ibu bisa menyebutkan keempat cara mengontrol halusinasi yang ibu telah pelajari?”

“Wah.. ingatan ibu baik sekali”

3. Kontrak yang akan datang:

Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap lagi tentang cara mengontrol halusinasi

dengan 4 cara yang sudah diajarkan yaitu menghardik, minum obat-obatan, bercakap-

cakap dan melakukan aktivitas?”

Waktu : Besok jam 11.00 setelah minum obat

Tempat : Dimana? Di tempat ini?

“Baiklah.. Ibu bisa kembali beristirahat di kamar.”


ANALISA PROSES INTERAKSI

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027
Mengetahui
Perseptor CI Lahan

Andriani, S. Kep. Ns. M. Kep. St. Hernah, S.Kep, Ns

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
ANALISA PROSES INTERAKSI

Nama : Ny.H
Usia : 48 tahun
Hari/Tanggal : Rabu 21 April 2021
Waktu : 10.00-10:15
Interaksi : Ke I Fase Orientasi
Nama Mahasiswa: Nuraeni M Laillu
Lingkungan : Tenang bangsal kenanga
Tujuan : Setelah intervensi keperawatan K dan P dapat mengenal masalahnya
Deskripsi : Penampilan klien terlihat cukup rapi, rambut dan wajah bersih, sudah mandi

A. FASE PERKENALAN
KOMUNIKASI KOMUNIKASI ANALISA ANALISA RASIONAL
VERBAL NONVERBAL BERPUSAT PADA BERPUSAT PADA
PERAWAT (P) KLIEN (K)
P : Assalamualaikum Bu P : Memandang dan P : berharap Pasien K : Tetap tenang ketika Salam terapeutik
tersenyum membalas senyum dan disapa oleh P Memberi salam adalah
K: Iye salam... menjawab salam hal yang baik untuk
K :Memandang dan K : Menunjukan sikap berkenalan
P : Ibu namanya siapa? terenyum P : menunjukan sikap terbuka kepada perawat
empati
K: Herlina P: melakukan kontak
mata P : menunjukan sikap K: Mengerti apa yang
P: Ibu biasanya akrab dikatakan oleh perawat. Perkenalan diharapkan
dipanggil siapa? K : melakukan kontak Klien juga mau bekerja dapat membina
mata P : Berharap Pasien mau sama dengan perawat hubungan saling percaya
K : Lina saja diajak bercakap-cakap juga untuk
P : menghadap kearah dan bekerja sama meningkatkan
P : oke, kalau nama saya klien kepercayaan bagi Pasien
Nuraeni, ibu bisa P : Merasa lega karena K
panggil saya ners Nuko K : menghadap perawat mau merespon stimulus
yang disampaikan oleh P
K : iya K: Memperhatikan apa dan K mau menyebut
yang disampaikan namanya
perawat dengan baik dan
nyambung
P : Ibu H, saya di sini P:Sikap terbuka tetap Berpikir apakah K mau Tampak tidak keberatan Informing : memberikan
mulai dari jam 10.00 tersenyum. melanjutkan interaksi, dengan kontrak waktu infomasi tentang waktu
sampai 12.00 wita. Kita berfikir untuk interaksi yang ditawarkan. dan tujuan perawat
selanjutnya.
sama-sama akan K:klien menatap perawat mengadakan interaksi
membahas masalah yang sambi tersenyum dengan klien
ibu rasakan, mudah- Tidak keberatan
mudahan saya dapat P:Menatap ke arah klien terhadap permintaan
membantu memecahkan perawat
masalahnya. Untuk itu P: Tetap tersenyum, dan
saya berharap ibu mau tetap
Berharap K mulai mau
menceritakan apa yang mempertahankan
berinteraksi dengan
ada dalam pikiran dan kontak mata.
Perawat.
perasaan ibu agar saya
K: Ekspresi wajah serius
lebih tahu.

. Kontrak diperlukan
K : Iya untuk interaksi yang
lebih terarah.
P : sekarang kita akan
berbincang” ya bu, di Mau mendengar dengan
sini saja selama 15 menit Berharap K mau serius dan
saja, boleh? menjawab pertanyaan P. memperhatikan.

K :iya

P : Maunya Bu kita Mengerti apa yang


ceritanya di mana ?
dimaksud oleh perawat

K: Di sini saja
ANALISA PROSES INTERAKSI

Nama : Ny.H
Usia : 48 tahun
Hari/Tanggal : Rabu 21 April 2021
Waktu : 11.00-11:30
Interaksi : Ke II Fase Kerja
Nama Mahasiswa: Nuraeni M Laillu
Lingkungan : Tenang bangsal kenanga
Tujuan : Setelah intervensi keperawatan klien dapat mengenal dan mengontrol halusinasi
Deskripsi : Penampilan klien terlihat cukup rapi, rampakt dan wajah bersih, sudah mandi

A. FASE KERJA

KOMUNIKASI KOMUNIKASI ANALISA ANALISA RASIONAL


VERBAL NONVERBAL BERPUSAT PADA BERPUSAT PADA
PERAWAT (P) KLIEN (K)
P: Bu, apa kabar ta’ hari P: Menggunakan nada Berharap K mau terbuka Mempertahankan BHSP
ini? suara sedang tapi dan menceritakan dan menujukkan sikap
tidur nyenyak ki jelas. masalahnya terbuka
semalam ?
Antusias dalam bercerita
K: Baik suster. Iya P: Tetap tersenyum, dan Menjawab dengan lancar
nyenyak tetap
mempertahankan
P: Bagaimana perasaan kontak mata.
ta’ Bu? Apakah ibu
mendengar suara? Berharap K jujur
P : bertanya sambil menjawab pertanyaan P
K: Iya suster tadi malam menatap mata pada K
ada kudengar suara-
suara suster
K : menjawab sambil Berharap K jujur
P: “Kapan ibu sekali-kali mengalihkan
mendengar suara-suara pandangan
itu?
Kalimat terbuka
K: Sekitar am 12 malam, K : menjawab dengan Berharap K Antusias dalam bercerita memberi kesempatan
sunyi bede’ ekspresi sedih menceritakan alasannya pada K untuk
mengungkapkan
P: Apa dibilang suara itu perasaannya
Bu?

Melihat kemampuan
K: Na suruh mandi
Berharap K tetap
suster, jadi mandi ma’ kooperatif menjawab
klien
pertanyaan
P: Bagaimana perasaan
ta’ saat mendengar
suara itu? Memperagakan ulang Menunjukkan sikap
kepedulian terhadap K
K: Tidak ji suster, ku cara yang benar
ikut iii.. karena baik
ji yang na bilang,
suruh ka’ mandi, Memberikan pujian atas
Evaluasi apakah klien
suruh minum obat, apa yang diberikan
suruh makan. benar-benar mengerti
atau tidak
P: Bu, saya percaya ibu
mendengar suara itu,
tapi orang di sekitar Memberi informasi
ibu tidak ada yang
dengar, jadi kita sampai klien benar-
belajar untuk benar mengerti
menghilangkan suara Senang dan memberikan
itu di?, ibu tau
caranya? pujian
Melihat kemampuan
K: Iye tau suster,
klien setelah diberikan
menghardik, rutin serta menekankan
minum obat, pengetahuan tentang kepada klien untuk
bercakap-cakap selalu mengulangi apa
latihan tarik nafas dalam
dengan teman dan yang diajarkan
merapikan tempat
Memberikan pujian
tidur atau beribadah
untuk meningkatkan
harga diri klien
P: Waahhh pintar ibu Memperagakan ulang
ya... coba kita
cara yang benar
praktekkan
menghardik.
Memberikan pujian atas
P: Bagus bu, ibu benar K: Tersenyum sambil
sekali. Jadi kalau ada apa yang diberikan
memcontohkan cara
kita dengar suara-
suara itu lagi, ibu pertama
lakukan tindakan
menghardik ini ya...
P: Berbicara dengan
K: iya suster
sopan, lambat dan
jelas,
Senang dan memberikan
mempertahankan
pujian serta menekankan
kontak mata
kepada klien untuk
K: Memperagakan
selalu mengulangi apa
latihan menghardik
yang diajarkan
P: Menatap klien dan
memegang bahu
klien

K: Memperagakan sekali
lagi

P : menganggukkan
kepala sambil
tersenyum kearah
klien dan menepuk-
nepuk bahunya.

K : senyum dan
mengangguk
ANALISA PROSES INTERAKSI
Nama : Ny.H
Usia : 48 tahun
Hari/Tanggal : Rabu 21 April 2021
Waktu : 11.45-12:00
Interaksi : Ke II FaseTerminasi
Nama Mahasiswa: Nuraeni M Laillu
Lingkungan : Tenang bangsal kenanga
Tujuan : Setelah intervensi keperawatan klien melakukan kontrol Halusinasi
Deskripsi : Penampilan klien terlihat cukup rapi, rampakt dan wajah bersih, sudah mandi

A. FASE TERMINASI
KOMUNIKASI KOMUNIKASI NON ANALISA BERFOKUS ANALISA BERFOKUS
RASIONAL
VERBAL VERBAL PADA KLIEN PADA PERAWAT
P: oh iya pak, sekarang P:Memperhatikan ekspresi Mengingatkan bahwa
Mengungkapkan
sudah 20 menit sesuai wajah klien kontrak waktu telah selesai
terminasi dapat
kontrak waktu tadi. dan menanyakan perasaan
memberikan kesadaran
klien setelah berbincang-
bagi klien bahwa setiap
Setelah cerita-cerita
bincang ada pertemuan pasti ada
begini sama saya, K: Menatap kearah perawat Menjawab dengan singkat perpisahan.
bagaimana ekspresi datar dan Terminasi yang
perasaanta? memperhatikan apa yang disepakati dapat
ditanyakan oleh perawat. mempertahankan
Mengakhiri perbincangan hubungan.
K:Baik-baik ji P:Memperhatikan ekspresi dan membuat kontrak waktu
wajah klien untuk kegiatan selanjutnya Kontrak diperlukan untuk
P: Kalau begitu Menyetujui topik dalam interaksi selanjutnya
pembicaraan kita cukup upaya mengatasi masalah. yang lebih terarah.
sekian dulu ya…., saya K:menjawab cepat dengan jelas. Klien setuju dengan kontrak
tadi sudah mengetahui Melihat ke arah perawat yang ditawarkan perawat.
kalau ibu benar dalam tanpa mengubah ekspresi
mempraktekkan cara datarnya.
menghardik. Besok jam P: Memperhatikan ekspresi Klien sependapat dengan
9 kita cerita-cerita lagi wajah klien perawat
pak? Saya akan Berharap klien mau
K: menjawab cepat dan singkat. menerima perpisahan secara
mengevaluasi atau
Melihat ke arah perawat realistis. Berharap klien
menanyakan kembali tanpa mengubah ekspresi mau diajak bercakap-cakap Perhatian akan kondisi
kepada ibu, aktivitas datarnya. Klien sependapat dengan lagi. Senang karena klien klien dapat mempererat
ibu P: Tetap tersenyum sambil perawat mau diajak bercakap-cakap hubungan saling-percaya.
memperhatikan klien dan walaupun klien terkadang
mempertahankan kontak menjawab dengan singkat.
K : Bisa mata

K:Ekspresi datar sambil Berharap klien mau


P : Mungkin kita mau berjalan secara perlahan menerima perpisahan secara Salam terakhir
beristirahat dulu, realistis menunjukkan rasa
Selamat beristirahat percaya perawat-klien
telah terbina
ya Bu

K : Iye

P: Ayo Bu saya antar


kembali ke kamar ta

K: iye
KASUS MINGGU 2 :

a. Asuhan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan pada Ny. S di Ruang Kenanga

b. Analisis Proses Interaksi (API) Risiko Perilaku Kekerasan pada Ny. S di Ruang

Kenanga

c. Analisis Proses Interaksi (API) Risiko Perilaku Kekerasan pada Ny. S di Ruang

Kenanga
ASUHAN KEPERAWATAN

“RISIKO PERILAKU KEKERASAN”

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

Mengetahui CI Lahan
Perseptor

St. Hernah, S.Kep, Ns


Andriani, S. Kep. Ns. M. Kep.

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Risiko Perilaku Kekerasandi Ruang Perawatan
Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi Selatan

XIII. IDENTITAS KLIEN

Inisial : Ny. S Tanggal Pengkajian : 27 April 2021

Jenis Kelamin : Perempuan No. RM : 056370

Umur : 57 tahun Tanggal Dirawat : 10 April 2021

XIV. ALASAN MASUK

Pasien masuk rumah sakit untuk kesekian kalinya diantar oleh anaknya karena mengamuk dialami sejak 4

hari sebelum masuk RS, pasien mengambil pisau dan mengancam saudara dan ibuya, pasien terkadang jalan

keluar rumah tanpa tujuan, suka berbicara sendiri dan tidur pasien juga terganggu.

KELUHAN UTAMA

Klien mengatakan marah-marah dan mengamuk di rumah, kadang mendengar suara-suara

yang selalu memanggil dirinya, kadang juga melihat aji subur berbicara dengannya. saat di

kaji kadang klien menunjukkan ekspresi berubah dengan cepat, pandangan tajam dan

terdiam, saat klien di paksa untuk mengganti bajunya, tiba-tiba klien bernapas dengan cepat

seperti menahan emosi dan ingin marah, klien tampak lesu dan pembicaraa cepat kontak

mata kurang klien nampak sering mengalihkan pandangan ke tempat lain saat diajak

berbicara, klien kadang berbicara sendiri, klien juga mengatakan bahwa dirinya tidak sakit.

XV. FAKTOR PREDISPOSISI

Klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan sebelumnya tidak berasil

karena Klien masih kambuh, Klien klien pernah mengalami kekerasan dalam keluarga

berupa aniaya fisik (dipukul) dan hal ini menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan

bagi klien, anggota keluarga yang lain juga ada yang gangguan jiwa yaitu adik klien.
XVI. PEMERIKSAAN FISIK

TTV :

TD : 110/70mmHg

N : X/mnt

S : °C

P : X/mnt

Ukur : BB : kg, TB : cm

Keluhan fisik : Klien sering menggaruk, terasa gataltapi klien mengatakan tidak

XVII. PSIKOSOSIAL

5. Genogram :

Keterangan : Laki-laki

Perempuan

Pasien

Meninggal dunia
6. Konsep diri

a. Citra tubuh : Klien mengatakan menyukai tubuhnya

b. Identitas : Klien sudah menikah sebanyak 3 kali, suami pertama tidak diketahui dan

memiliki aak 2 orang sudah meninggal, suami kedua meninggal memiliki 1 irang

anak, suami ketiga bercerai memiliki 2 orang anak

c. Peran : Klien mengatakan anak pertama dari tujuh bersaudara

d. Ideal diri :Klien mengatakan ingin pulang

e. Harga diri : Klien mengatakan tidak memiliki masalah dengan orang

7. Hubungan sosial

d. Orang yang berarti : Ponakan

e. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : tidak ada

f. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien mengatakan tidak ada

masalah

8. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan : Islam

b. Kegiatan ibadah : Klien mengatakan tidak sholat

I. STATUS MENTAL

1. Penampilan

• Tidak rapi

• Penggunaan pakaian tidak sesuai

• Cara berpakaian tidak seperti biasanya

Jelaskan :Penampilan klien tidak rapi, rambut acak-acakan serta baju tidak diganti selama

2 hari
1. Pembicaraan

• Cepat

• Keras

• Gagap

• Inkoherensi

• Lambat

• Membisu

• Tidak mampu memulai pembicaraan

Jelaskan : Klien kadang tampak lesu saat berbicara, nada bicara cepat, kontak mata

kurang, klien banyak menunduk

2. Aktivitas Motorik

• Lesu

• Tegang

• Gelisah

• Agitasi

• Tik

• Grimasem

• Tremor

• Kompulsif

Jelaskan : Klien nampak tidak bersemangat dan tidak sanggup lama-lama berbicara

3. Alam perasaan

• Sedih
• Ketakutan

• Putus asa

• Khawatir

• Gembira berlebihan

Jelaskan : Klien kwatir kalau suara itu datang lagi

2. Afek

• Datar

• Tumpul

• Labil

• Tidak sesuai

Jelaskan : Kadang klien menunjukkan ekspresi berubah dengan cepat, saat klien di paksa

untuk mengganti bajunya, tiba-tiba klien bernapas dengan cepat seperti menahan emosi dan ingin

marah

3. Interaksi selama wawancara

• Bermusuhan

• Tidak kooperatif

• Mudah tersinggung

• Kontak mata kurang

• Defensive

• Curiga

Jelaskan : Klien nampak sering mengalihkan pandangan ke tempat lain saat diajak

berbicara, dan kadang terdiam secara tiba-tiba.


4. Persepsi

Halusinasi :

• Pendengaran

• Penglihatan

• Perabaan

• Pengecapan

• Penghidu/Penciuman

Jelaskan : Klien kadang mendengar suara yang meanggil-manggil dirinya dan terkadang

melihat Aji subur berbicara dengannya.

5. Isi pikir

• Obsesi

• Phobia

• Hipokondria

• Depersonalisasi

• Ide yang terkait

• Pikiran magis

Waham :

• Agama

• Somatik

• Kebesaran

• Curiga

• Nihilistic

• Sisip pikir
• Siar pikir

• Kontrol pikir

Jelaskan : Tidak bermasalah

6. Arus pikir

• Sirkumstansial

• Tangensial

• Kehilangan asosiasi

• Flight of idea

• Blocking

• Pengulangan pembicaraan/perseverasi

Jelaskan : tidak bermasalah

7. Tingkat Kesadaran

• Bingung

• Sedasi

• Stupor : tidak ada gangguan motorik

• Disorientasi waktu; klien mengingat waktu masuk RS, tgl lahir dan tgl lahir anak

• Disorientasi orang

• Disorientasi tempat

Jelaskan : Klien kadang tampak bingung, Klien kadang mengatakan saya sering melihat

aji subur apakah itu nyata atau hanya khayalanku?

8. Memori

• Gangguan daya ingat jangka panjang

• Gangguan daya ingat jangka pendek


• Gangguan daya ingat saat ini

• Konfabulasi

Jelaskan : tidak ada masalah

9. Tingkat konsentrasi dan berhitung

• Mudah beralih

• Tidak mampu berkonsentrasi

• Tidak mampu berhitung sederhana

Jelaskan : Klien mudah beralih dengan berbicara sendiri

10. Kemampuan penilaian

• Gangguan ringan : klien mampu mengambil keputusan sederhana

• Gangguan bermakna

Jelaskan : Tidak ada masalah

11. Daya tilik diri

• Mengingkari penyakit yang diderita

• Menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Jelaskan : Klien mengatakan dia tidak sakit

XVIII. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG

1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan

Ya Tidak

• Makanan √

• Keamanan ………. ………

• Perawatan kesehatan √

• Pakaian √
• Transportasi √

• Tempat tinggal √

• Uang √

2. Kegiatan hidup sehari-hari

a. Perawatan diri BT M

• Mandi √

• Kebersihan √ Rambut klien nampak kotor dan kusut

• Makan √

• BAB / BAK √

• Ganti pakaian √ Klien malas mengganti baju

Jelaskan : Klien melakukan semua kegiatan secara mandiri, akan tetapi, klien

malas mengganti baju dan tidak berhias setelah mandi

b. Nutrisi

Apakah anda puas dengan pola makan anda ?

• Ya

• Tidak

Apakah anda memisahkan diri ?

• Ya, jelaskan : ..........................................

• Tidak

Frekuensi makan sehari: 2 x sehari

Frekuensi kudapan sehari : 2 x sehari

Nafsu makan :

• Meningkat
• Menurun

• Berlebihan

• Sedikit – sedikit

Berat Badan :

• Meningkat

• Menurun

BB terendah : ..............kg BB tertinggi : ........kg

Jelaskan : Klien mengatakan malas makan

c. Tidur

✓ Klien tidak memiliki masalah tidur

✓ Klien merasa segar setelah bangun tidur

✓ Klien selalu tidur siang

✓ Lama tidur siang : 2 jam

✓ Klien mudah tertidur

✓ Apakah ada gangguan tidur ? Tidak ada Masalah

• Sulit untuk tidur

• Bangun terlalu pagi

• Somnabulisme

• Terbangun saat tidur

• Gelisah saat tidur

• Berbicara saat tidur

Jelaskan : Klien tidak memiliki masalah dengan tidur, tidak ada ritual

tertentu sebelum tidur seperti sikat gigi dan cuci muka


3. Kemampuan klien dalam :

Mengantisipasi kebutuhan sendiri

• Ya

• Tidak

Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri

• Ya

• Tidak

Mengatur penggunaan obat

• Ya

• Tidak

Melakukan pemeriksaan kesehatan

• Ya

• Tidak

Jelaskan : klien masih tergantung dengan keluarga untuk melakukan pemeriksaan

kesehatan

Klien memiliki sistem pendukung

Keluarga : Adik dan ponakan

Terapis : Tidak

Teman sejawat : Ya :

Kelompok sosial : Tidak

Jelaskan : .................................................................................................................

Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif atau hobi ?

• Ya
• Tidak

Jelaskan : Klien mengatakan tidak memiliki pekerjaan

II. MEKANISME KOPING

Adaptif :
Maladaptif :
• Bicara dengan orang lain • Minum alkohol
• Mampu menyelesaikan masalah • Reaksi lambat/ berlebih
• Teknik relokasi
• Bekerja berlebihan
• Aktivitas konstruktif
• Menghindar
• Olahgara
• Mencederai diri
• Lainnya ……………
• Lainnya…………………

III. MASALAH PSIKOSOSIAL & LINGKUNGAN

• Masalah dengan dukungan kelompok, uraikan

Klien mengatakan tidak memiliki masalah dengan orang-orang di sekitar klien

• Masalah dengan pendidikan, uraikan

Klien menyelesaikan pendidikan SMA

• Masalah dengan pekerjaan, uraikan

Klien merasa sedih tidak memiliki pekerjaan

• Masalah dengan perumahan, uraikan

Tidak ada masalah

• Masalah dengan ekonomi, uraikan

Klien tidak mempunyai penghasilan

• Masalah dengan pelayanan kesehatan, uraikan

Tidak ada masalah

• Masalah lainnya, uraikan

Klien selalu mengutarakan keinginannya untuk segera pulang


IV. KURANG PENGETAHUAN TENTANG

• Penyakit jiwa

• Factor presipitasi

• Koping

• System pendukung

• Penyakit fisik

• Obat-obatan

• Masalah Lainnya: Klien tidak mengetahui penyakit yang di deritanya, klien hanya

mengatakan di bawah ke RS oleh anaknya karena mengamuk dan mengancam orang

sekitar.

V. ASPEK MEDIK

Diagnosis medik : Skizofrenia

Terapi medik :

• Risperidone 2 mg 2x1

• CPZ 100 mg 0-0-1 (bila sulit tidur)


ANALISA DATA

Nama klien : Ny S
Ruangan : Kenanga
Masalah
No Identifikasi Data
Keperawatan
1. DS : Risiko
• Klien mengatakan marah-marah dan mengamuk di rumah, kadang Perilaku
mendengar suara-suara yang selalu memanggil dirinya, kadang juga Kekerasan
melihat aji subur berbicara dengannya
• Klien mengatakan dirinya tidak sakit, malas mium obatdan merasa tidak
senang dibawah ke RS
• Klien mengatakan kwatir suara-suara itu datang lagi
DO :
• Klien kadang menunjukkan ekspresi berubah dengan cepat, pandangan
tajam dan terdiam
• Saat klien di paksa untuk mengganti bajunya, tiba-tiba klien bernapas
dengan cepat seperti menahan emosi dan ingin marah
• Klien tampak lesu dan pembicaraa cepat
• Kontak mata kurang, nampak sering mengalihkan pandangan ke tempat
lain saat diajak berbicara
• Klien kadang berbicara sendiri
• Ekspresi wajah tegang

2. DS : Defisit
• Klien mengatakan malas mengganti baju Perawatan
• Klien mengatakan tidak berhias setelah mandi Diri

DO :
• Penampilan klien tidak rapi, rambut acak-acakan serta baju tidak
diganti selama 2 hari
• Klien sudah 2 hari tidak ganti baju
POHON MASALAH

Efek Perilaku Kekerasan

Core problem Risiko Perilku Kekerasan

Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi
Etiolog

Isolasi Sosial Defisit perawatan diri

DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

Tanggal/Bulan/Tahun
No. Diagnosa Keperawatan
Ditemukan Teratasi

1. Risiko Perilaku Kekerasan 27 April 2021 30 April 2021

2. Defisit Perawatan Diri 27 April 2021 29 April 2021


PERENCANAAN KEPERAWATAN
(NURSING CARE PLAN)

No Tanggal Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Keperawatan

1. 27 April Risiko Perilaku TUM:


Klien dapat
2021 Kekerasan
mengenal dan
mengontrol
perilaku kekerasan,
Klien dapat
mengikuti program
pengobatan secara
optimal
Bina hubungan saling percaya dengan
TUK 1 Ekspresi wajah bersahabat, mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
Klien dapat menunjukan rasa senang, ada h. Sapa klien dengan ramah baik verbal
membina hubungan kontak mata, mau berjabat maupun non verbal
saling percaya tangan, mau menyebutkan nama, i. Perkenalkan diri dengan sopan
mau menjawab salam, klien mau j. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
duduk berdampingan dengan panggilan yang disukai klien
perawat, mau mengutarakan k. Jelaskan tujuan pertemuan
masalah yang dihadapi l. Jujur dan menepati janji
m. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa
adanya
n. Beri perhatian kepada klien dan perhatian
kebutuhan dasar klien
TUK 2 Pasien mampu Sp1 :
Pasien dapat menyebutan dan
Latihan Melakukan cara mengontrol amarah :
mengendalikan menrekomendasikan cara
1. Anjurkan teknik relaksasi nafas
mengendalikan mengontrol perilaku kekerasan
dalam.
perilaku dengan cara relaksasi
2. Pukul bantal/kasur
kekerasan nafas dalam dan pukul bantal
dengan cara
relaksi nafas
dalam dan
pukul bantal/kasur.
TUK 3 Pasien mampu Sp2 :
Pasien dapat mengendalikan perilaku
1. Bantu pasien mengotrol
mengendalikan kekerasan dengan minum obat
perilaku kekerasan dengan minum obar
perilaku Risperidon (RSP) secara teratu 2x1 hari.
kekerasan dengan dengan teratur.
minum obat
secara teratur.
TUK 4 Pasien paham dan mampu Sp3 :
Pasien paham menyampaikan amarah dengan
Bantu pasien mengontrol risiko perilaku
dan mampu cara berbicara dengan baik.
kekerasan dengan menganjurkan pasien
mengendalikan
berbicara yang baik bila sedang marah,
risiko perilaku
dengan tiga cara :
kekerasan dengan
1. Meminta sesuatu dengan baik tanpa
cara berbicara
marah.
dengan baik.
2. Menolak sesuatu dengan baik.
3. Mengungkapkan perasaan kesal.
TUK 5 Pasien paham dan mamu Sp4 :
Pasien paham mengendalikan risiko perilaku Pasien risiko perilaku kekerasan : Diskusikan
dan mampu kekerasan dengna cara bersama pasien cara mengendalikan perilaku
mengendalikan beribadah sesuai agama yang di kekerasan dengan cara beribadah.
risiko perilaku anut pasien.
kekerasan dengan
cara
mempraktikan
cara spritual.
2. 27 April Defisit TUM : Klien dapat Setelah dilakukan interaksi, klien Bina hubungan saling percaya dengan prinsip
meningkatkan menunjukkan tanda percaya komunikasi teraupetik :
2021 perawatan Diri
minat dan kepada perawat : 1. Sapa klien dengan ramah , baik verbal
motivasinya untuk • Wajah cerah, tersenyum maupun non verbal
memperhatikan • Mau berkenalan 2. Perkenalkan nama lengkap, nama
kebersihan diri • Ada kontak mata panggilan dan tujuan berkenalan
• Menerima kehadiran 3. Tanyakan nama yang disukai klien
perawat 4. Buat kontrak yang jelas
TUK :1 • Bersedia menceritakan 5. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
Klien dapat perasaannya 6. Beri perhatian kepada klien dan perhatian
membina hubungan kebutuhan dasar klien
saling percaya Tanyakan perasaan klien dan masalah yang
dihadapi klien
TUK 2 : Setelah dilakukan interaksi, Diskusikan dengan klien :
Klien mengetahui klien menyebutkan: e. Penyebab klien tidak merawat diri
pentingnya e. Penyebab tidak merawat diri f. Manfaat menjaga perawatan diri untuk
perawatan diri f. Manfaat menjaga perawatan keadaan fisik, mental dan sosial
diri Frekuensi g. Tanda-tanda perawatan diri yang baik
g. Tanda-tanda bersih dan rapi h. Penyakit atau gangguan kesehatan yang
h. Gangguan yang dialami jika bisa dialami oleh klien bila perawatan diri
perawatan diri tidak tidak adekuat
diperhatikan
TUK : 3 3) Setelah dilakukan interaksi 3) Diskusikan frekuensi menjaga perawatan
Klien mengetahui klien menyebutkan frekuensi diri selama ini
cara-cara menjaga perawatan diri : g. Mandi
melakukan • Frekuensi mandi h. Gosok gigi
perawatan diri • Frekuensi gosok gigi i. Keramas
• Frekuensi keramas j. Berpakaian
• Frekuensi berpakaian k. Berhias
• Frekuensi berhias l. Gunting kuku
• Frekuensi gunting kuku 4) Diskusikan cara praktek perawatan diri yang
4) Setelah dilakukan interaksi, baik dan benar
klien menjelaskan cara h. Mandi
menjaga perawatan diri : i. Gosok gigi
j. Keramas
• Cara mandi
k. Berpakaian
• Cara gosok gigi
l. Berhias
• Cara keramas
m. Gunting kuku
• Cara berpakaian n. Berikan pujian untuk setiap respon
• Cara berhias kliken yang positif
• Cara gunting kuku
TUK : 4 Setelah dilakukan interaksi, Diskusikan cara praktek perawatan diri yang
Klien dapat klien mempraktekkan perawatan baik dan benar
melaksanakan diri dengan dibantu oleh perawat 1. Mandi
perawatan diri :: 2. Gosok gigi
dengan bantuan • Mandi 3. Keramas
perawat • Gosok gigi 4. Berpakaian
• Keramas 5. Berhias
• Berpakaian 6. Gunting kuku
• Berhias Berikan pujian setelah klien selesai
• Gunting kuku melaksanakan perawatan diri
TUK 5 : Setelah dilakukan interaksi Pantau klien dalam melaksanakan perawatan
Klien dapat klien melaksanakan praktek diri :
melaksanakan perawatan diri secara mandiri : 1. Mandi
perawatan secara • Mandi 2x sehari 2. Gosok gigi
mandiri • Gosok gigi sehabis makan 3. Keramas
• Keramas 2x seminggu 4. Berpakain
• Ganti pakaian 1x sehari 5. Berhias
• Berhias sehabis mandi 6. Gunting kuku
• Gunting kuku setelah mulai Beri pujian saat klien melaksanakan perawatan
panjang diri secara mandiri
TUK 6 : • Setelah dilakukan interaksi, 4) Diskusikan dengan keluarga :
Klien mendapatkan keluarga menjelaskan cara- d. Penyebab klien tidak melaksanakan
dukungan keluarga cara membantu klien dalam perawatan diri
untuk memenuhi kebutuhan e. Tindakan yang telah dilakukan klien
meningkatkan perawatan dirinya selama di Rumah Sakit dalam menjaga
perawatan diri • Setelah dilakukan interaksi, perawatan diri dan kemajuan yang telah
keluarga menyiapkan sarana dialami oleh klien
perawatan diri klien : sabun f. Dukungan yang bisa diberika oleh keluarga
mandi, pasta gigi, sikat gigi, untuk meningkatkan kemempuan klien
sampo, handuk, pakaian dalam perawatan diri
bersih, sandal dan alat 5) Diskusikan dengan keluarga tentang :
berhias c. Sarana yang diperlukan untuk menjaga
• Keluarga mempraktekkan perawatan diri klien
perawatan diri kepada klien d. Anjurkan kepada keluarga menyiapkan
sarana tersebut
6) Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang
perlu dilakukan keluarga dalam perawatan
diri :
e. Anjurkan keluarga untuk mempraktekan
perawatan diri (mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju, berhias dan gunting
kuku)
f. Ingatkan klien waktu mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju, berhias dan gunting
kuku
g. Bantu jika klien mengalami hambatan
dalam perawatan diri
h. Berikan pujian atas keberhasilan klien
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama klien : Ny S
Ruangan : Kenanga

Diagnosa Hari/ Implemen Eva


Tgl tasi luas
Keperawat
i
an
Risiko Selasa, S:
Sp1 : Risiko perilaku
Perilaku 27 April kekerasan. • Klien mengatakan tidak
1. Membina sakit dan tidak senang
Kekerasan 2021/10.
hubungan saling dibawah ke RS
30 percaya dengan O :
klien • Klien kadang menunjukkan
ekspresi berubah dengan
2. Mengidentifik
cepat, pandangan tajam dan
asi penyebab
terdiam
reisko perilaku
• Saat klien di paksa untuk
kekerasan mengganti bajunya, tiba-
3. Mengidentifik tiba klien bernapas dengan
asi tanda dan cepat seperti menahan
gejala risiko emosi dan ingin marah
perilaku • Klien tampak lesu dan
kekerasan yaitu pembicaraa cepat
ekspresi wajah • Kontak mata kurang
tegang, napas • Klien kadang berbicara
cepat, pandangan sendiri
tajam, klien • Ekspresi wajah tegang
berbicara sendiri
4. Menyebutkan A : Risiko perilaku kekerasan
cara mengontrol (+).
risiko perilaku
kekerasan dengan P : Latihan fisik :
latihan fisik : • Tarik nafas dalam 1x/hari.
Tarik nafas • Pukul kasur bantal 1x/hari.
dalam dan pukul
bantal kasur.
5. Membantu
pasien latihan
tarik nafas dalam
dan pukul bantal.
Rabu, S:
Sp2 : Risiko Perilaku
Kekerasan. • Pasien mengatakan
28 April
1. Mengevaluasi merasa senang
2021/09. telah
kemampuan pasien
tarik nafas dalam dan mampu
00
pukul kasur mengontrol emosinya
setelah perawat
menjelaskan cara
mengontrol emosi dan
Sp3 : Risiko Perilaku minum obat secara
Kekerasan. teratur

1. Minum obat O:
2. Komunikasi • Pasien mampu
secara melakukan tarik nafas
verbal : dalam dengan mandiri.
asertif/bicar • Pasien mampu pukul
a baik-baik. bantal secara mandiri.
• Pasien mampu
mengontrol amarah
dengan minum obat
secara teratur dengan
bantuan perawat
• Pasien mampu melakukan
komunikasi secara
verbal : asertif/bicara
baik-baik dengan
motivasi. Terkadang
masih labil
A : Risiko Perilaku Kekerasan
(+).

P :
• Latihan tarik nafas
dalam 1x/hari.
• Latihan pukul bantal
1x/hari.
• Berobat
• Pasien melakukan
komunikasi secara verbal
: asertif/bicara baik-baik.
Kamis, Sp4 : Risiko Perilaku S :
29 April Kekerasan.
2021/10. • Pasien mengatakan
00 1. Mengevaluasi merasa senang
kemampuan telah
pasien dalam mampu
tarik nafas mengontrol emosinya
dalam dan setelah perawat
pukul bantal menjelaskan cara
kasur, minum mengontrol emosi dan
obat secara minum obat secara
teratur dan teratur dan berbicara
berbicara baik- baik-baik
baik.
2. Melatih pasien O:
untuk
• Pasien belum mampu
melakukan
melakukan kegiatan
kegiatan
ibadah
spritual yang
sudah diatur.
A : Perilaku Kekerasan (+).
P:
• Latihan tarik nafas
dalam dan pukul kasur
bantal 2x/hari.
• Berobat.
• Latihan melakukan
komunikasi secara
verbal : asertif/bicara
baik-baik.
• Latihan pasien untuk
melaksakan kegiatan
beribada seperti berdoa.
Defisit 27 April SP 1 S:
perawatan 2021/ 6. Membina hubungan • Klien mengatakan seluruh
Diri 10.30 saling percaya badannya gatal
dengan klien • Klien mengatakan belum
7. Mengidentifikasi mandi dari kemarin
masalah kebersihan • Klien mengatakan jarang
diri, berdandan, menyisir rambut
makan, BAB/BAK O:
8. Menjelaskan • Klien tampak menggaruk
pentingnya badannya
perawatan diri • Penampilan tidak rapi, baju
9. Menjelaskan alat dan kusut
cara merawat • Rambut nampak kotor dan
kebersihan diri acak-acakan
10. Masukkan • Klien mengatakan tidak
dalam jadwal mempunyai shampo
kegiatan pasien A: Defisit perawatan diri
P: Lanjutkan intervensi

28 April SP 2 S:
2021/09.0
0
6. Evaluasi kegiatan • Klien mengatakan sudah
yang lalu (SP1) mandi
7. Menjelaskan • Klien mengatakan sudah
pentingnya mengganti baju bersih
berdandan
8. Menjelaskan cara O:
dan alat untuk • Klien tampak bersih
berdandan • Baju sudah diganti
9. Melatih cara • Klien bisa menyisir rambut
berdandan dan mengikat rambut
10. Masukkan dalam • Klien bisa memakai bedak
jadwal kegiatan dan lipstick
pasien A: Defisit perawatan diri
minimal
P: Lanjutkan intervensi
29 April SP 3 S:
2021/10.0 5. Melakukan evaluasi • Klien mengatakan merasa
0 kegiatan yang lalu segar
(Sp1 & SP 2) • Klien mengatakan mencuci
6. Menjelaskan cara tangan dengan air sebelum
dan alat makan yang makan
benar O:
7. Melatih kegiatan • Klien tampak bersih
makan • Baju rapi
8. Masukkan dalam • Klien memakai bedak dan
jadwal kegiatan lipstick
pasien • Rambut terikat
• Klien makan dengan
perlahan
A: Defisit perawatan diri teratasi
P: Pertahankan intervensi.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP1-4P)

KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN


OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

Mengetahui
Perseptor CI Lahan

Andriani, S. Kep. Ns. M. Kep. St. Hernah, S.Kep, Ns

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP1P)

KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

H. Proses Keperawatan

5. Kondisi klien

Data subyektif (DS):

a. Klien mengatakan marah-marah dan mengamuk di rumah


b. Klien mengatakan kadang mendengar suara-suara yang selalu

memanggil dirinya, kadang juga melihat aji subur berbicara

dengannya

Data Obyektif (DO):

a. Klien kadang menunjukkan ekspresi berubah dengan cepat, pandangan tajam

dan terdiam

b. Kontak mata kurang, nampak sering mengalihkan pandangan ke tempat lain

saat diajak berbicara

c. Klien kadang berbicara sendiri

d. Ekspresi wajah tegang

6. Diagnosa keperawatan

Risiko Perilaku Kekerasan

7. Tujuan khusus

a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku

kekerasan.

b. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah

dilakukannya.

c. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukannya.

d. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku

kekerasannya.

8. Tindakan keperawatan

a. Mendiskusikan penyebab PK

b. Mendiskusikan tanda dan gejala PK


c. Mendiskusikan PK yang biasanya dilakukan

d. Mendiskusikan akibat PK

e. Melatih mencegah PK dengan cara fisik: tarik nafas dalam

f. Memasukkan ke jadwal kegiatan harian

I. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi:

1. Salam Terapeutik

“Selamat pagi Bu”,“Perkenalkan nama saya Nuraeni, biasa dipanggil

Nuko, saya mahasiswa profesi keperawatan dari Universitas Hasanuddin,

saya yang akan membantu merawat Ibu selama dirawat dirumah sakit ini.

Kalau boleh tahu siapa namanya Ibu? Ibu senang dipanggil siapa Bu ? ”

2. Evaluasi/Validasi

“Bagaimana perasaan Ibu saat ini?” apa tidurnya kita nyenyk Bu?”

Apakah kemarin ada hal yang membuat Ibu marah atau kesal?

3. Kontrak

Topik: “Baiklah, pagi ini kita akan berbincang-bincang mengenai perasaan

marah yang saat ini Ibu rasakan ”.

Waktu : “Berapa lama Ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana

kalau 15 menit?”.

Tempat : “ Kita bincang-bincangnya diruangan ini saja Bu?”.

Kerja :
“Baik Bu, bisa kita mulai sekarang? Apa yang meyebabkan Ibu biasanya

marah?”, “Bisa Ibu ceritakan apa yang dirasakan saat marah?”. “Saat Ibu

marah apa ada perasaan tegang, kesal, mengepalkan tangan, mondar mandir?,

atau mungkin ada hal lain yang dirasakan?”. “Apa saja yang Ibu lakukan saat

sedang marah?”, “terus apakah setelah melakukan tindakan tadi masalah yang

dialami selesai?”. “Apa akibat dari tindakan yang telah dilakukan?” Apakah

ada tindakan yang lebih baik yang bisa Ibu lakukan untuk mengontrol

kemarahan Ibu?

”Maukah Ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan

kerugian, ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini

kita belajar yaitu teknik tarik napas dalam dan pukul bantal yah Bu” “Oh iya

Bu, bisa kita ambil bantalnya Bu dikamar?” “Oh begini saja Bu?”,“Baik Bu,

kalau tanda marah itu sudah Ibu rasakan berdiri lalu tarik nafas dari hidung,

tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti

mengeluarkan kemarahan, coba lagi Bu dan lakukan sebanyak 3 kali. Bagus

sekali Ibu sudah dapat melakukan nya.” Kemudian jika amarahnya belum bisa

redah, Ibu bisa masuk ke kamar dan ambil bantal, kemudian Ibu pukul

bantalnya untuk melampiaskan perasaan marahnya, seperti yang Ibu bilang”.

“Bisa kita peragakan Bu cara pukul bantal yang kita tahu?” “nah sebaiknya

latihan ini Ibu lakukan secara rutin bisa 2x sehari, sehingga bila sewaktu-

waktu rasa marah itu muncul Ibu sudah terbiasa melakukannya”

Terminasi:

a. Evaluasi respon klien


Evaluasi subjective : “Bagaimana perasaannya Bu setelah berbincang-

bincang tadi dan telah belajar cara mengontrol kemarahan Ibu dengan

melakukan tekhnik relaksasi napas dalam?”

Evaluasi Objektive : “Bisakah Ibu sebutkan dan mempraktekan kembali

cara mengontrol perasaan marah bapak jika timbul kembali dengan

menggunakan teknik relaksasi napas dalam dan juga pukul bantal? “

“Bagus Bu”

b. Tindak lanjut klien

“Oh iya Bu kita kan sudah belajar mengontrol rasa marah Ibu dengan

teknik relaksasi napas dalam dan juga pukul bantal, kita masih akan

berbincang-bincang tentang cara lain yang dapat Ibu lakukan untuk

mengontrol kemarahan Ibu”

c. Kontrak yang akan datang :

Topik : “Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang

bagaimana cara mengontrol perasaan marah Ibu dengan cara meminum

obat dengan teratur?”

Waktu : “Berapa lama kita akan berbincang, bagaimana kalau 15

menit?”

Tempat : “Dimana kita bisa berbincang besok, bagaimana kalau disini

saja?”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWTAN (SP2P)

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Pasien

DS:
• Klien mengatakan ia mengetahui warna obatnya dan waktu

minum obatnya

• Klien mengatakan ia rajin minum obat

• Klien tidak mengetahui guna obatnya

DO:

• Ketika klien berbicara ia tampak mengingat-ingat

2. Diagnosa Keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus

a. Klien mampu mempraktekkan kembali tarik nafas dalam

b. Klien dapat menyebutkan warna, frekuensi dan guna dari obat

c. Klien dapat menyebutkan akibat jika tidak minum obat.

d. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program

pengobatan)

4. Tindakan Keperawatan

a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian

b. Melatih cara mengontrol PK dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis,

guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)

c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik dan minum

obat

B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi

1. Salam terapeutik
“Selamat pagi Bu, masih ingat dengan saya Bu?”

2. Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaannya Ibu hari ini? Apakah lebih rileks?”. “Ibu

masih kita ingat cara yang diajarkan kemarin Ibu untuk mengontrol rasa

marah?” Bisa dipraktekkan Bu? Kemarin rencana kita mau melakukan

apa hari ini Bu?

3. Kontrak

Topik: “Seperti kesepakatan, kita akan bercakap-cakap tentang

penggunaan obat dan manfaatnya bagi Ibu”.

Waktu: “Kita berbincang-bincang 15 menit, setuju Bu?”

Tempat: “Kita mau dimana Bu, disini saja ya Bu?”

Kerja

“Baik kita mulai ya Bu” “Kita minum obsat setiap hari Bu?” “Berapa jenis

obat yang bapak minum?” “Kita tahu jenis obatnya itu Bu?” “jadi begini

Bu, saya jelaskan satu persatu ya. Yang warna orange itu namanya CPZ

atau chlorpomazin yang kita minum kalau malam, dan yang warna putih itu

respiridon. Obat ini Ibu minum gunanya agar menenangkan Ibu sehingga

dapat mengontrol perasaan, pikiran menjadi lebih jernih, perilakunya saat

marah, sehingga lebih rileks, santai dan mengontrol emosi”. “Bagaimana

masih ada yang belum jelas. Jangan lupa kalau obat ini tidak boleh berhenti

diminum Bu supaya tidak kambuh lagi, nanti dosisnya diatur oleh dokter”.

“Jadi ingat yah Bu dengan obatnya setiap hari”.

Terminasi
a. Evaluasi

Evaluasi Subyektif : “Bagaimana perasaan setelah tahu tentang jenis

dan manfaat obat yang diminum Bu?

Evaluasi Obyektif : “Coba sebutkan kembali jenis obat dan warnanya

Bu dengan manfaatnya Bu”.

b. Kontrak

Topik : “Bagaimana kalau besok kita berbincang lagi tentang masalah

Ibu yang lain dan saya ajarkan lagi untuk mengontrol amarahnya Bu?”.

Tempat : “Kita bercakap cakap di tempat ini lagi ya?

Waktu : “mau berapa lama ?”.bagaimana kalau 20 menit?”

c. Rencana Tindak Lanjut

“Jangan lupa obatnya diminum dengan teratur ya Bu”.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWTAN (SP3P)

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :

HALUSINASI PENDENGARAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien

DS:

• Klien mengatakan tidurnya nyenyak

• Klien mengatakan kwatir suara-suara itu datang lagi

DO:

• Ekspresi wajah tegang

2. Diagnosa Keperawatan

Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus

a. Klien mampu melakukan kegiatan latihan fisik: tarik nafas dalam

b. Klien mengatakan rajin minum obat dan mengetahui warna dan

guna obatnya

c. Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya dengan

cara verbal (3 cara, yaitu: mengungkapkan, meminta, menolak

dengan benar)

4. Tindakan Keperawatan

a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik dan minum obat. Beri pujian

b. Melatih cara mengontrol PK secara verbal (3 cara, yaitu:

mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar)

c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum obat,

dan verbal

B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi:
1. Salam terapeutik

“Selamat pagi Bu, masih ingat nama saya?”

2. Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaaan Ibu saat ini? Tidurnya lelap Bu? “Apakah Ibu

sudah mempraktekkan cara mengontrol marah dengan menggunakan

teknik reaksasi napas dalam dan memukul bantal yang kita sudah

pelajari kemarin?” “Bagaimana dengan obatnya?” “Coba kita sebutkan

obatnya Bu?” “coba ulangi kembali Bu?“Apakah Ibu sudah

menambahkan pada jadwal kegiatan kalau bapak melakukannya?”

3. Kontrak

“Seperti kesepakatan kemarin, hari ini kita akan bercakap cakap tentang

cara lain yang dapat Ibu gunakan untuk mengontrol rasa marah Ibu

dengan cara sosial atau verbal.” “kita bercakap cakap disini saja yah

Bu?” “bapak mau berapa lama kita bercakap cakap? 15 menit, baiklah”

Kerja

“Kemarin Ibu sudah belajar mengontrol rasa marah Ibu secara fisik yaitu

relaksasi napas dalam dan memukul bantal dan rutin minum obat”

“Sekarang kita akan belajar mengontrol rasa marah Ibu dengan cara

sosial atau verbal.”

“Caranya itu, jika Ibu menginginkan sesuatu, Ibu bisa meminta dengan

cara yang sopan atau baik, seperti “Bisa tolong saya ambilkan buku

dimeja itu?”, kemudian Ibu bisa mengungkapkan dengan kata-kata jika

Ibu sedang kesal atau ada yang tidak Ibu suka dengan menyebutkan
alasannya, misalnya : saya tidak suka motor itu diparkir disitu, coba

pindahkan ke tempat lain, karena itu menghalangi jalan orang masuk”.

Kemudian ketika Ibu ingin menolak sesuatu, Ibu juga bisa mengatakan

dengan sopan seperti, hari ini saya tidak bisa, karena saya memiliki

agenda lain”.

“Bagaimana Bu apakah sudah paham Bu?”

“Coba Bu kita contohkan kepada saya” “bagaiamana caranya kalau mau

meminta sesuatu pak?”

Terminasi:

a. Evaluasi

Evaluasi subjective : “Bagaimana perasaan Ibu setelah belajar

mengontrol kemarahan Bu dengan cara sosial atau verbal” “apakah

Ibu sudah paham?” “ bagaimana caranya Ibu, bisa sebutkan lagi?”

Evaluasi Objektive : “Coba Ibu mempraktekan kembali cara

mengontrol perasaan marah Ibu seperti yang kita pelajari tadi”

Sekarang latihan tadi kita masukkan ke jadwal harian ya Bu

b. Tindak lanjut klien

“Oh iya Bu kita kan sudah belajar mengontrol rasa marah Ibu

dengan cara fisik yaitu teknik relaksasi napas dalam dan memukul

bantal atau kasur,dan sosial/verbal. kita masih akan berbincang-

bincang tentang cara lain yang dapat lakukan untuk mengontrol

kemarahan”

c. Kontrak
Topik: “Bagaimana kalau sebentar kita belajar cara lain untuk

mengungkapkan rasa marah yang sehat dengan cara spiritual/ agama

dan berbincang-bincang tentang kegiatannya Ibu k selama disini?

Tempat:” Dimana kita bisa berbincang-bincang?

Waktu : “mau berapa lama ?”.bagaimana kalau 20 menit?”

Orientasi

“Selamat pagi Pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang

saya datang lagi.” “Bagaimana Pak, latihan apa yang sudah dilakukan ?

Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur ? Bagus

sekali, bagai mana rasa marahnya ?“ “Bagaimana kalau sekarang kita

latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah sesuai

dengan agama Bapak ?” “Di mana kita berbincang-bincang ?

Bagaimana kalau di tempat tadi?” “Berapa lama Bapak mau kita

berbincang-bincang?” bagaimana kalau 20 menit?”

Kerja

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus.

“Baik, yang mana mau dicoba?”

“Nah, kalau Bapak sedang marah coba Bapak langsung duduk dan tarik

napas dalam .”

“jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. “Apa

kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan?“

“Kegiatan ibadah mana yang mau dicoba selama di rumah sakit? Coba

pilih dua kegiatan yang ingin Bapak lakukan.”


“Mari coba lakukan. Bagus sekali!”

“Bapak bisa melakukan ibadah secara teratur untuk

meredakan kemarahan.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap

tentang cara yang ketiga ini?”

“jadi, sudah berapa cara mengendalikan marah yang kita

pelajari? Bagus!” “Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada

jadwal kegiatan Bapak. Mau berapa kali Bapak beribadah.”

“Coba Bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat Bapak

lakukan saat Bapak merasa marah.” “Setelah ini, coba Bapak

lakukan jadwal ibadah sesuai jadwal yang telah kita buat tadi

dan perhatikan apakah rasa marah Bapak berkurang ?"

“Besok kita ketemu lagi ya Bu, nanti kita bicarakan cara

keempat mengendalikan rasa marah, yaitu dengan patuh

minum obat. jam berapa Ibu ada waktu ?“

“Di mana kita berbincang? Bagaimana kalau di tempat ini

lagi? ” “Sampai jumpa, Bu...


ANALISA PROSES INTERAKSI

Nama : Ny.S
Usia : 57 tahun
Tanggal : 27 April 2021
Waktu : 10.00-10:15
Interaksi : Ke I Fase Orientasi
Nama Mahasiswa: Nuraeni M Laillu
Lingkungan : Tenang bangsal kenanga
Tujuan : Setelah intervensi keperawatan K dan P dapat membina hupakngan saling percaya
Deskripsi : Klien tampak lesu dan pembicaraa cepat, kontak mata kurang, nampak sering mengalihkan pandangan ke tempat lain saat
diajak berbicara, klien kadang berbicara sendiri, ekspresi wajah tegang

A. FASE ORIENTASI
KOMUNIKASI KOMUNIKASI ANALISA ANALISA RASIONAL
VERBAL NONVERBAL BERPUSAT PADA BERPUSAT PADA
PERAWAT (P) KLIEN (K)
P : Assalamualaikum Bu P : memandang dan P : berharap klien K : terlihat segan Salam terapeutik
tersenyum membalas senyum dan dan sedikit malu Memberi salam adalah
K: Salam K : memandang menjawab salam hal yang baik untuk
berkenalan
P : kenalan dulu Bu, siapa P: melakukan kontak P : menunjukan sikap K : klien berbicara
nama ta’? mata empati dan mulai tanggap
K : ekspresi datar dan
K: Saya Syadiah menatap ke bawah P : menunjukan sikap K ; menunjukan
akrab sikap terbuka kepada Perkenalan diharapkan
P: Kita senang dipanggil P : menghadap kearah perawat dapat membina hubungan
siapa Bu? klien saling percaya
K : menghadap perawat
K : Panggil syadiah juga Berharap klien mau Mengerti apa yang
bekerja sama. dikatakan oleh
P : oke, kalau nama saya K:Menunduk sambil perawat. Klien juga
Nuraeni, ibu bisa panggil mengulurkan tangan mau bekerja sama
saya ners Nuko, untuk bersalaman. dengan perawat
Nada suara rendah
dan pelan, terkadang
K : iya Berharap klien mau
tidak jelas, klien selalu
diajak bercakap-cakap
menunduk dan
Tampak tidak
P : Ibu S, saya di sini sesekali melihat ke
arah perawat. Klien keberatan dengan
setiap hari ini dari jam
memperhatikan apa kontrak waktu yang
10.00 sampai 12. 00
yang disampaikan ditawarkan.
wita. Kita sama-sama
perawat dengan Tidak keberatan Informing : memberikan
akan membahas
ekspresi datar. terhadap permintaan infomasi tentang waktu
masalah yang ibu
perawat dan tujuan perawat
rasakan, mudah-
mengadakan interaksi
mudahan saya dapat P:Sikap terbuka tetap
dengan kilien
membantu tersenyum.
memecahkan
masalahnya. Untuk itu K:Tetap menunduk dan
saya berharap ibu mau sesekali menatap
menceritakan apa yang perawat dengan
ada dalam pikiran dan ekspresi yang datar.
perasaan ibu biar saya
lebih tahu. P:Menatap ke arah Kontrak diperlukan untuk
klien interaksi yang lebih
terarah.
K : Iya

P : sekarang kita akan


berbincang” ya bu, di sini
saja selama 15 menit saja,
boleh?

K :iya

ANALISA PROSES INTERAKSI


Nama : Ny.S
Usia : 57 tahun
Tanggal : 27 April 2021
Waktu : 11.00-11:15
Interaksi : Ke II Fase Kerja
Nama Mahasiswa: Nuraeni M Laillu
Lingkungan : Tenang bangsal kenanga
Tujuan : Setelah intervensi keperawatan Pasien dapat mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan
Deskripsi : Klien tampak lesu dan pembicaraa cepat, kontak kurang, klien kadang berbicara sendiri
B. FASE KERKJA

KOMUNIKASI VERBAL KOMUNIKASI NON ANALISA ANALISA RASIONAL


VERBAL BERFOKUS PADA BERFOKUS PADA
KLIEN PERAWAT
P : Hallo Bu S. bagaimana P: Bicara jelas, santai, Berusaha menggali Informating: memberikan
perasaannya hari ini? Semalam pelan dan menatap klien informasi sehingga informasi tentang adanya
tidurnya nyenyak? klien menceritakan adanya perasaan gelisah
masalahnya atau emosi marah yang
K : Alhamdulillah baik suster, yaah K: menatap perawat Memberi informasi meningkat sehingga
semalam tidurnya nyenyak suster dengan menjawab tentang apa yang perawat bisa mengadakan
santai dirasakan dan dialami intervensi dengan klien
P : Apa semalam ada suara-suara P : menatap klien
yang ibu dengar? Atau ada lagi aji
subur ibu lihat?
K: menatap perawat Terus menggali Menambah informasi
P:mempertahankan kontak informasi dan berharap tentang resiko perilaku
K : Tidak ada suster mata klien mau kekerasan
P : Alhamdulillah, bagaimana dengan K : wajah tampak serius menceritakan yang
perasaan ta’ Bu? Masih ada rasa-rasa Menatap ke depan dirasakan
marah atau jengkel, atau ada di sambil mengingat apa
ruangan ini yang ibu tidak suka? yang dirasakan
Temannya ibu misalnya. P: Nada suara sopan, Menggali tentang Mengidentifikasi tanda dan
bersahabat dan tetap resiko PK klien gejala resiko PK
K : Baik ji suster, tidak ada ji marah- tersenyum
marah, hanya tidak ku suka di sini
biasanya ribut. K : menatap perawat Mengingat apa yang
sambil sekali dirasakan saat gejala
P : oooo... jadi biasanya kalau ada mengalihkan pandangan emosi itu ada
yang ibu tidak suka ibu jadi marah dengan ekpresi serius
atau jengkel?
P : Menatap klien sambil Berusaha menggali
bicara pada klien dengan waktu tertentu resiko
K : Di rumah ji suster, di sini tidak,
nada suara yang lembut PK muncul
kan sudah minum obat.
K: Memperhatikan
perawat dengan serius
P : Baik, waktu Ibu marah atau emosi
P: Menatap kearah klien Berharap klien mau Mengidentifikasi PK yang
apa yang dirasakan? Apakah ada rasa
berdebar-debar? Mata melotot? sambil memperhatikan menceritakan dirasakan klien
respon yang diberikan masalanya
K : Menatap perawat
K : iya suster, dada saya itu berdebar- sambil tersenyum dan
debar kencang. Terus kepala saya berusaha menghindari
kayak panas. Biasanya kayak pertanyaan
begitu” P: Menatap ke arah klien
P : Saat kapan Ibu paling sering sambil memperhatikan
emosinya muncul? respon yang diberikan
P: Nada suara sopan, Menyetujui topik
K: kurang tahu juga suster, tidak tau bersahabat dan tetap dalam upaya mengatasi
kenapa marah-marah ka’ tersenyum masalah
P: mungkin di suruh sama suara-
suara yang ibu dengar? K: pasien menjawab
K: Tidak suster, suara itu panggil- dengan muka serius
panggil ji dan sedih
Berharap klien Membantu memilih cara
K: terus menatap perawat menyetujui topik yang tepat untuk membantu
sambil mengangguk dan diskusi yang akan klien menghadapi
fokus didiskusikan perasaannnya
P: Baik Bu terus, apakah dengan Ibu P : Tersenyum sambil Berharap klien Menentukan topik
marah atau emosi masalah Ibu memcontohkan cara mengerti dan mau pembicaraan hari ini sesuai
terselesaikan? pertama melaksanakannya kesepakatan sebelumnya.
K: Tidak suster

P: Nah bagaimana kalau sekarang


kita belajar cara mencegah atau
mengontrol emosi Ibu. Ibu mau?
K: iya, mau. Memberi informasi untuk
meningkatkan pengetahuan
P: Ada empat cara Bu untuk klien dalam upaya
mengontrol emosi yaitu: satu: mengatasi resiko PK
dengan cara fisik, dua: minum obat,
tiga: mengontrol kata-kata yang Ibu
ucapkan atau secara verbal, empat: K : menganggukkan Menunjukkan
mengontrol secara spiritual. Nah kepala dan tersenyum keseriusannya
untuk hari ini kita belajar cara yang mendengarkan apa
pertama yaitu dengan fisik tarik yang disampaikan oleh
nafas dalam dan memukul bantal perawat
atau kasur, Caranya adalah tutup P: berbicara dengan
kedua mata, bayangkan Ibu berada sopan, lambat dan jelas,
ditempat yang tenang, lalu tarik mempertahankan
nafas lewat hidung, kemudian kontak mata
tahan, setelah itu hembuskan lewat K: Memperagakan latihan Memperlihatkan Melihat kemampuan
mulut. Kemudian jika amarahnya tarik nafas dalam kemampuan tentang klien setelah diberikan
belum bisa redah, Ibu bisa masuk apa yang diajarkan pengetahuan tentang
ke kamar dan ambil bantal, P: Menatap klien dan latihan tarik nafas
kemudian Ibu pukul bantalnya memegang bahu klien dalam
untuk melampiaskan perasaan
marahnya, Bagaimana Ibu K: Memperagakan sekali Evaluasi apakah klien
mengerti? lagi Mengulang apa yang Memperagakan ulang benar-benar mengerti atau
dia mengerti cara yang benar tidak
K: Iya mengerti P : menganggukkan
kepala sambil Merasa senang karena Memberikan pujian Memberi informasi sampai
tersenyum kearah klien mengetahui bagaimana atas apa yang diberikan klien benar-benar mengerti
P: coba Ibu bisa peragakan ulang? dan menepuk-nepuk cara latihan fisik untuk
bahunya. mengontrol resiko PK
itu
K : senyum dan
K: Iye bisa mengangguk
P: menganggukkan kepala Merasa senang karena Senang dan Memberikan pujian untuk
dan tersenyum sudah bisa dan akan memberikan pujian meningkatkan harga diri
P: Ya begitu Bu, Ibu pintar ya, coba mencobanya nanti serta menekankan klien
sekali lagi bisa? kepada klien untuk
selalu mengulangi apa
K: Iye yang diajarkan

P: yaa.. bagus Pak, Ibu sudah bisa


melakukan satu cara yaitu latihan
tarik nafas dalam dan memukul
bantal. Jadi kalau gejala emosi Ibu
itu muncul lagi, lakukan hal seperti
tadi untuk mengurang emosi Ibu, ya
Bu...
K: iya...nanti saya coba suster.
P: Wah bagus Ibu, Ibu mau
mencobanya.

ANALISA PROSES INTERAKSI


Nama : Ny.S
Usia : 57 tahun
Tanggal : 27 April 2021
Waktu : 1100-11:30
Interaksi : Ke II Fase Terminasi
Nama Mahasiswa: Nuraeni M Laillu
Lingkungan : Tenang bangsal kenanga
Tujuan : Setelah intervensi keperawatan Pasien dapat mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan
Deskripsi : Klien tampak lesu dan pembicaraa cepat, kontak mata kurang, klien kadang berbicara sendiri

C. FASE TERMINASI

KOMUNIKASI VERBAL KOMUNIKASI NON ANALISA ANALISA RASIONAL


VERBAL BERFOKUS PADA BERFOKUS PADA
KLIEN PERAWAT
P: Bagaimana perasaan ta’ Bu Mengevaluasi perasaan
setelah cerita-cerita dengan saya? setelah cerita dengan P

K: Senang K: senyum dan menatap Senang dan berharap


perawat dapat berertemu lagi
dengan perawat
P: Alhamdulillah kalau Ibu senang. P: tersenyum, memegang Merasa senang karena Menepati waktu merupakan
Bu, sepertinya untuk hari ini bahu klien klien akan mencoba salah satu tujuan dari
cukup dulu cerita-ceritanya yah .
apa yang disampaikan meningkatkan hubungan
Besok hari rabu jam 09.00 pagi
kita lanjutkan lagi cerita- Menutup interaksi saling percaya diantara P – K
ceritanya ya. Besok kita akan sesuai perjanjian yang
membicarakan lagi tentang
disepakati sebelumnya.
mengontrol emosi dengan obat,
saya juga akan mengevaluasi atau
menanyakan kembali kepada ibu,
aktivitas atau kegiatan ibu, bisa
K: mengangguk dan Senang dengan
Bu?
tersenyum menatap interaksi yang
K: iya suster, bisa
perawat. dilakukan
P : Memegang tangan Merasa senang Salam terakhir menunjukkan
P Mungkin kita mau beristirahat
dulu, saya antar ke kamarnya klien dan jalan terhadap interaksi yang rasa saling percaya perawat
ya... bersama klien menuju dilakukan dan klien telah terbina
Terimakasih ya Bu kamar klien sambil
Selamat beristirahat.... tersenyum

K : Iye
Laporan Hasil TAK : Terapi Musik Laporan
LAPORAN KEGIATAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) STIMULASI SENSORI : TERAPI
MUSIK
RUANGAN KENANGA RSKD PROVINSI SUL-SEL

OLEH :
NURAENI M LAILLU
R014202027

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

(St. Herna, S. Kep, Ns) (Andriani, S.Kep., Ns., M.Kes)

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : TERAPI MUSIK

A. TOPIK

Terapi Aktivits Kelompok (TAK) Stimulasi Sensori : Terapi Musik

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Setelah ±45 menit mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok, diharapkan klien

bisa merubah perilakunya dari yaang maladaptif menjadi adaptif.

2. Tujuan Khusus

a. Klien mampu menyebutkan jati diri dihadapan klien lain

b. Klien mampu mengenali musik yang didengar

c. Klien mampu menikmati musik sampai selesai

d. Klien mampu menceritakan perasaan setelah mendengarkan musik

C. KRITERIA KLIEN

Kegiatan terapi kelompok ini akan diikuti oleh klien yang mengalami gangguan

fungsi mental (jiwa), meliputi isolasi sosial, halusinasi, risiko perilaku kekerasan,

dan lain-lain yang telah diseleksi dan sedang dalam proses rehabilitasi dengan

kriteria :

1. Klien menarik diri yang mulai melakukan sosialisasi interpersonal

2. Klien yang tenang dan kooperatif

3. Klien halusinasi pendengaran yang telah berespon sesuai dengan stimulus

4. Klien yang mempunyai riwayat marah yang konstruktif


D. PROGRAM SELEKSI

Klien yang dapat mengikuti TAK didapatkan dari :

1. Berdasarkan pasien kelolaan mahasiswa (kelompok)

2. Berdasarkan seleksi kelompok

3. Berdasarkan rekomendasi dari perawat ruangan Kenanga

E. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN

1. Tempat : Ruangan Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi Selatan

2. Hari/tanggal : Kamis/29 April 2021

3. Waktu : 10.00-10.45

F. PENGORGANISASIAN

1. Leader : Nurwahida

Tugas :

a. Membuka acara dan memperkenalkan diri serta anggota tim terapi

b. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

c. Menetapkan dan menjelaskan aturan permainan

d. Mengontrol jalannya TAK

2. Co leader : Andi Megawati Darwis

Tugas : Membantu leader mengarahkan dan mengontrol jalannya TAK

3. Fasilitator : Nurfadila, Anugrah Syarkia, Fitria Widia Nengsih, Rohani

Sakiman, Andi Saadah dan Nuraeni M. Lailu


Tugas:

a. Mempersiapkan alat, tempat, dan klien

b. Membantu leader memfasilitasi peserta untuk berperan aktif, mendampingi

peserta, dan memberi motivasi.

c. Mempertahankan kehadiran peserta

4. Observer : Kartini Laundu, Adriati Alimuddin, Arfiani Juhran

Tugas:

a. Memantau dan mengevaluasi hasil selama TAK berlangsung, dari awal

kegiatan sampai proses TAK selesai.

b. Mengobservasi respon klien

5. Dokumentasi : Sion Rati dan Adri Dewi

Tugas : Mendokumentasikan proses kegiatan TAK hingga selesai

6. Pengadaan Masker : Handayani

G. SETTING TEMPAT

Terapis dan klien duduk bersama membentuk huruf U di ruangan Kenanga.


Keterangan :
Leader :

Co Leader :

Fasilitator :

Observer :

Klien :

Dokumentator :

H. METODE DAN MEDIA

1. Metode

a. Dinamika Kelompok

Meyatukan klien dengan berbagai masalah keperawatan yang klien alami

ditempat yang telah disediakan bertujuan untuk menimbulkan dinamika

kelompok.

b. Diskusi dan Tanya Jawab

Menciptakan interaksi antar individu sehingga muncul sosialisasi

c. Stimulus

Membantu peserta memahami masalah untuk mencapai penyelesaian

masalah.

2. Media

a. Name Tag sejumlah klien yang mengikuti TAK

b. Speaker

c. Laptop/Hp
d. Mic (jika ada)

e. Lembar evaluasi

f. Alat dokumentasi

g. konsumsi

I. Proses Pelaksanaan

1. Persiapan

Menyiapkan tempat, alat, dan media yang akan digunakan dalam kegiatan ini.

Setelah itu, menentukan pasien yang akan diikutkan TAK dan membawanya ke

tempat TAK. Setelah itu mempersilahkan peserta duduk ditempat yang telah

disediakan sambil dibagikan nametag

2. Orientasi

a. Salam teraupetik

Leader memulai acara dengan salam kemudian memperkenalkan nama-

nama para panitia/terapis. Kemudian mengatur posisi peserta dan

menginstruksikan peserta untuk tenang.

b. Evaluasi/validasi

Leader menanyakan kabar para peserta, yang kemudian dijawab oleh peserta

kemudian mempersilahkan para peserta memperkenalkan nama satu per

satu. Bila satu peserta selesai memperkenalkan nama, leader menyuruh yang

lain untuk bertepuk tangan.

c. Kontrak

Leader menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan estimasi


waktu yaitu sekitar 45 menit kurang lebih. Serta menjelaskan tata tertib untuk

para peserta seperti dibawah ini

Tata tertib

1) Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara dimulai

2) Peserta berpakaian rapi, bersih, dan sudah mandi.

3) Tidak diperkenankan makan selama kegiatan berlangsung

4) Jika ingin mengajukan pertanyaan, peserta mengangkat tangan dan

berbicar saat dipersilahkan pemimpin.

5) Peserta yang mengacaukan jalannya kegiatan akan dikeluarkan.

6) Peserta dilarang keluar sebelum kegiatan selesai.

7) Apabila waktu TAK sudah habis, namun TAK belum selesai, maka

pemimpin akan meminta persetujuan peserta memperpanjang waktu.

d. Tahap kerja

Co-leader mulai memutar musik/lagu yaitu goyang 2 jari. Fasilitator

mendampingi peserta untuk ikut menikmati lagunya mulai dari bernyanyi,

bergoyang atupun bertepuk tangan. Para peserta menikmati lagu sambil

bergoyang dan tertawa. Setelah lagu selesai, leader menunjuk peserta untuk

menjelaskan arti dari lagu itu. Semua peserta mendapat kesempatan untuk

bicara. Selalu apresiasi dengan memuji atau bertepuk tangan Setiap 1 peserta

selesai berbicara. Setelah itu, meminta keberanian peserta yang ingin naik

berkaroke atau bernynyi sesuai lagu kesukaannya. Semua bergembira dan

tertawa
e. Tahap terminasi

1) Evaluasi

Setelah kegiatan, bertanya kembali perasaan peserta setelah mengikuti

kegiatan tersebut mempersilahkan peserta untuk mengungkapkannya

menggunakan mic. Bertepuk tangan jika ada peserta selesai berbicara.

Sebgai bentuk apresiasi.

2) Tindak Lanjut

Setelah kegiatan, diharapkan para peserta bisa lebih akrab, lebih tenang

dan senang. Kemudian membagikan konsumsi kepada para peserta an

pasien lain.
EVALUASI DAN DOKUMENTASI
Berikut asil evaluasi dan dokumentasi para peserta yang hadir.

Aspek Penilian
Klien
Nama Klien
Aspek yang Dinilai Rika Sundari Nurmiati Nurala Ida Nur Panaja Risma Fitria Fitri
m Fitria Cahaya
Mengikuti kegiatan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
dari awal sampai akhir
Memberi respon (ikut Respo Respon Respon Respon Respon Respon Respon Respon Respon Respon
bernyanyi/berjoget/me n baik baik kurang baik baik baik Lambat kurang baik baik
nari sesuai irama)
Memberi pendapat Ya, Ya, tapi Ya, tapi Ya, tapi Ya, Ya, Ya, Ya, Ya, Ya,
tentang musik yang tapi perkataa hanya kurang pendap pendap pendap pendap pendap pendap
didengar kuran n tidak berguma tepat at tepat at tepat at tepat at tepat at tepat at tepat
g jelas m
tepat
Menjelaskan perasaan √ √ Suara √ √ √ √ √ √ √
setelah mendengaar tidak
lagu jelas
DOKUMENTASI
KESIMPULAN

Secara keseluruhan semua peserta mengikuti TAK persepsi stimulasi persepsi dari
awal hingga akhir kegiatan .Tingkat keberhasilan dari TAK yaitu 90 %.
Kasus Kelolaan Kelompok 1 : Waham
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR: WAHAM AGAMA
DI RUANG PERAWATAN KENANGA RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kelompok 1
Handayani R014202045 Adriati Alimuddin R014202055
Nuraeni M Lailu R014202027 Fitria Widia Nengsih R014202029
Kartini Laundu R014202023 Anugrah Syarkia R014202046
Rohani Sakiman R014202017 Andi Megawati Darwis R01420202
Nurwahida R014202053 Nurfadila R014202045
Adri Dewi R014202005 Sion Rati R014202030
Andi Saadah R014202022 Arfiani Juhran R014202035

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

(St. Herna, S. Kep, Ns) (Andriani, S.Kep., Ns., M.Kes)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

KESEHATAN JIWA

Ruang rawat : Ruang Kenanga Tanggal mulai dirawat: 12-04-2021

VI. IDENTITAS KLIEN


Inisial : Ny. S ( L/P ) Umur : 37 tahun No. RM : 036543
VII. ALASAN MASUK/KELUHAN UTAMA
Pada tanggal 05 April tahun 2021, klien masuk rujukan dari RSUD Sinjai dibawa
oleh suaminya dan merupakan ketiga kalinya masuk ke RSUD Dadi. Klien dibawa ke
rumah sakit karena mengamuk, saat mengamuk klien menghancurkan barang-barang di
rumahnya, memukul dan menggigit suaminya, berbicara dan menyanyi sendiri, makan
kurang, mandi 2 kali/hari, tidur terganggu.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 21-22 April 2021 klien mengaku dirinya
adalah utusan Tuhan yang menerima wahyu. Klien mengataan bercita-cita mendirikan
negara Islam. Klien mengatakan bahwa pada umur 40 tahun nanti akan menjadi seorang
pemimpin Islam di Sinjai dan akan menggorok leher siapa saja yang tidak memakai
cadar karena tidak mematuhi perintah Tuhan. Klien juga mengatakan sebelumnya
mendengar suara bisikan-bisikan yang menurut klien suara tersebut adalah wahyu dan
merupakan rahasia yang tidak bisa diungkapkan namun selama pengkajian klien tidak
mendengar lagi hal-hal seperti itu. Klien juga mengatakan bahwa badannya sangat harum
karena sering berwudhu. Klien mengatakan sebelum masuk kembali ke RSKD klien
memang tidak rutin mengkonsumsi obat.
VIII. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu ?
• Ya
• Tidak
Jelaskan : Klien masuk ke RSKD untuk yang ke 3 kalinya
2. Pengobatan sebelumnya
• Berhasil
• Kurang berhasil
• Tidak berhasil
Jelaskan : Klien pernah dipulangkan namun klien
dibawa kembali ke RSKD karena
mengamuk, saat mengamuk klien
menghancurkan barang-barang di
rumahnya, memukul dan menggigit
suaminya, berbicara dan menyanyi sendiri.
Klien mengatakan sebelum masuk kembali
ke RSKD klien memang tidak rutin
mengkonsumsi obat.

3. Trauma
Trauma Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik - - - -
Aniaya seksual - - - -
Penolakan - - - -
Kekerasan dalam keluarga - - - -
Tindakan kriminal - - - -
Jelaskan : : Klien mengatakan tidak pernah ada trauma
yang dialami.
4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa ?
• Ada
• Tidak
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : Klien mengatakan tidak ada.
IX. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Suhu : 36,8˚C
Pernapasan : 20 kali/menit
2. Ukur
Berat badan : -
Tinggi badan : -
3. Keluhan fisik
Klien mengatakan sering sakit kepala dan kadang-kadang jari-jari tangan gemetar.
X. PSIKOSOSIAL
1. Genogram:

Keterangan :
:Klien : Perempuan

: Laki-laki : Meninggal

Jelaskan : Klien tinggal bersama dengan orang tua dan


suaminya. Klien merupakan anak pertama dari 5
bersaudara. Klien memiliki dua orang saudara
perempuan dan dua orang saudara laki-laki.
Hubungan klien dengan saudaranya baik

2. Konsep diri
a. Citra tubuh : Klien mengatakan senang terhadap tubuhnya terutama
wajahnya karena menurut pasien wajahnya sangat
bercahaya dengan wudhu. Tidak ada bagian tubuh
yang tidak di sukai klien
b. Identitas : Klien mengatakan sebelum dirawat di RS klien adalah
seorang IRT
c. Peran : Klien mengatakan dirinya adalah seorang ibu dari dua
orang anak dan seorang Isteri
d. Ideal diri : Klien berharap segera keluar dari rumah sakit dan
berkumpul kembali dengan keluarganya
e. Harga diri : Klien mengatakan hubungannya dengan keluarganya
baik saja
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : Klien mengatakan bahwa orang yang
berarti adalah anak dan suaminya
b. Peran serta dalam kegiatan : Klien mengatakan sebelum dirawat di
masyarakat rumah sakit klien tidak mengikuti
kegiatan kelompok. Karena klien lebih
senang di rumah.
c. Hambatan dalam berhubungan : Klien mengatakan tidak memiliki
dengan orang lain hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Klien mengatakan semua yang dialaminya
merupakan kehendak Tuhan. Klien juga
mengatakan bahwa ia selalu beribadah
dan berdoa agar diberikan diberikan
kesembuhan. Klien juga mengatakan
bahwa selalu beristigfar jika mulai merasa
emosi.
b. Kegiatan ibadah : Klien mengatakan rajin shalat dan berdoa
kepada Tuhan agar lekas sembuh
XI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
• Tidak rapi
• Penggunaan pakaian tidak sesuai
• Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : Penampilan klien tampak tidak rapi. Baju yang di pakai tidak di
ganti sudah 4 hari dengan alasan tidak ada baju yang tersedia
Masalah : Defisit perawatan diri
keperawatan
2. Pembicaraan
• Cepat
• Apatis
• Keras
• Gagap
• Inkoherensi
• Lambat
• Membisu
• Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan : Tidak terdapat masalah pada pembicaraan klien ketika interaksi.
3. Aktivitas Motorik
• Lesu
• Tik
• Tegang
• Grimasem
• Gelisah
• Tremor
• Agitasi
• Kompulsif
Jelaskan : Klien nampak gelisah dan tidak bersemangat, klien hanya
terbaring pada tempat tidur dan jari-jari tangan sering
gemetar.
4. Alam perasaan
• Sedih
• Ketakutan
• Putus asa
• Khawatir
• Gembira berlebihan
Jelaskan : Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan khawatir
karena suaminya belum datang untuk menjemputnya.

5. Afek
• Datar
• Tumpul
• Labil
• Tidak sesuai
Jelaskan : Afek klien sesuai, ekspresi wajah yang ditunjukkan klien sesuai
dengan stimulus yang diberikan.
6. Interaksi selama wawancara
• Bermusuhan
• Tidak kooperatif
• Mudah tersinggung
• Kontak mata kurang
• Defensive
• Curiga
Jelaskan : Saat dilakukan wawancara kontak mata klien kurang dan klien
selalu mempertahankan argumennya. Selama interaksi klien
kooperatif.
7. Persepsi
Halusinasi :
• Pendengaran
• Penglihatan
• Perabaan
• Pengecapan
• Penghidu/Penciuman
Jelaskan : Klien mengatakan kadang mendengar suara bisikan-bisikan
yang menurut klien suara itu adalah wahyu dari Tuhan yang
merupakan rahasia yang tidak bisa di beritahu. Tapi pada saat
pengkajian suara tersebut tidak terdengar lagi.
Masalah : -
keperawatan

8. Isi pikir
• Obsesi
• Phobia
• Hipokondria
• Depersonalisasi
• Ide yang terkait
• Pikiran magis
Jelaskan : Klien selalu mengatakan bahwa dirinya adalah utusan Tuhan
yang menerima wahyu dan sering mengulang-ulang kata
tersebut.
Waham:
• Agama
• Somatik
• Kebesaran
• Curiga
• Nihilistic
• Sisip pikir
• Siar pikir
• Kontrol pikir
Jelaskan : Klien mengaku dirinya adalah utusan Tuhan yang menerima
wahyu. Klien mengatakan bercita-cita mendirikan negara Islam.
Klien mengatakan bahwa pada umur 40 tahun nanti akan
menjadi seorang pemimpin Islam di Sinjai dan akan menggorok
leher siapa saja yang tidak memakai cadar karena tidak
mematuhi perintah Tuhan. Klien juga mengatakan bahwa
badannya sangat harum karena sering berwudhu.
9. Arus pikir
• Sirkumstansial
• Flight of ideas
• Tangensial
• Blocking
• Kehilangan asosiasi
• Pengulangan pembicaraan/ Perseverasi
Jelaskan : Pada saat wawancara klien tiba-tiba mudah beralih topik dan
cepat memutuskan pembicaraan.
10. Tingkat Kesadaran
• Bingung
• Sedasi
• Stupor
• Disorientasi waktu
• Disorientasi orang
• Disorientasi tempat
Jelaskan : Pada saat pengkajian dan observasi klien melihat sosok dokter
laki-laki yang mengajak klien wawancara adalah anaknya.
11. Memori
• Gangguan daya ingat jangka panjang
• Gangguan daya ingat jangka pendek
• Gangguan daya ingat saat ini
• Konfabulasi
Jelaskan : Klien tidak menunjukkan tanda dan gejala terkait masalah
memori, klien mampu mengingat peristiwa atau kejadian dalam
kehidupannya.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
• Mudah beralih
• Tidak mampu berkonsentrasi
• Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : Pada saat pengkajian klien tidak mampu berkonsentrasi dengan
pertanyaan yang diberikan, mudah beralih dan memutuskan
pembicaraan
13. Kemampuan penilaian
• Gangguan ringan
• Gangguan bermakna
Jelaskan : Klien tidak mengalami masalah terkait kemampuan penilaian,
klien mampu mengambil atau menentukan keputusan sendiri.
14. Daya tilik diri
• Mengingkari penyakit yang diderita
• Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan : Klien mengatakan bahwa dirinya tidak gila hanya gangguan
saraf.
XII. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Ya Tidak
• Manakan : ✓
• Keamanan : ✓
• Perawatan : ✓
kesehatan
• Pakaian : ✓
• Transportasi : ✓
• Tempat tinggal : ✓
• Uang : ✓
Jelaskan : Klien secara keseluruhan mampu memenuhi
kebutuhannya.
b. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri
BT BM
• Mandi : ✓
• Kebersihan : ✓
• Makan : ✓
• BAB/BAK : ✓
• Ganti pakaian : ✓
Jelaskan : Klien mampu melakukan kegiatan sehari-
hari dengan mandiri. Klien mandi, makan,
BAB/BAK, dan ganti pakaian tanpa bantuan
orang lain.
b. Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda ?
• Ya
• Tidak
Apakah anda memisahkan diri ?
• Ya
• Tidak
Frekuensi makan sehari ? 3 x sehari
Frekuensi kudapan sehari ? 1 x sehari
Nafsu makan :
• Meningkat
• Menurun
• Berlebihan
• Sedikit-sedikit
Berat badan :
• Meningkat
• Menurun
BB terendah : - , BB tertinggi: -
Jelaskan : BB klien untuk sekarang ini tidak diketahui karena tidak
ada timbangan pengukur berat badan.
c. Tidur
1) Apakah ada masalah tidur ? : Ya
2) Apakah merasa segar setelah bangun tidur? : Ya
3) Apakah ada kebiasaan tidur siang ? : Ya
4) Lama tidur siang : 4-5 jam
5) Apa yang menolong tidur : Tidak ada
6) Tidur mulai jam ? bangun jam ? : 21.00-07.00
7) Apakah ada gangguan tidur ? : Tidak
• Sulit untuk tidur
• Bangun terlalu pagi
• Somnabulisme
• Terbangun saat tidur
• Gelisah saat tidur
• Berbicara saat tidur
Jelaskan : Klien mengatakan merasa kurang nyaman
dengan kondisi lingkungan dan pasien lain
yang ribut sehingga terkadang mengganggu
tidurnya.

XIII. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
• Bicara dengan orang lain • Minum alkohol
• Mampu menyelesaikan masalah • Reaksi lambat/berlebihan
• Teknik relokasi • Mencederai diri
• Aktivitas konstruktif • Menghindar
• Olahgara • Depersonalisasi
Lainnya : menghancurkan barang • Kerancauan identitas

XIV. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


• Masalah dengan dukungan : Klien mengatakan tidak ada memiliki
kelompok masalah dengan kelompok, klien
mengatakan orang disekitarnya selalu
mendukungnya jika ada masalah
• Masalah dengan pendidikan : Klien pernah sekolah Madrasah
Ibtidayyah Negeri dan tidak
melanjutkan kuliah karena sudah
menikah.
• Masalah dengan pekerjaan : Tidak ada
• Masalah dengan perumahan : Tidak ada
• Masalah dengan ekonomi : Tidak ada
• Masalah dengan pelayanan : Tidak ada
kesehatan
XV. KURANG PENGETAHUAN TENTANG
• Penyakit jiwa
• Faktor presipitasi
• Koping
• Sistem pendukung
• Penyakit fisik
• Obat-obatan
• Koping

X. ASPEK MEDIK
• Diagnosa medis : Skozofrenia YTT
• Terapi medik : Risperidone 2 mg
Clozapine 25mg

IX. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


a. Gangguan proses pikir : waham
b. Risiko perilaku kekerasan
ANALISA DATA

Nama klien : Ny. S


Ruangan : Ruang Kenanga
No Tanggal Data Diagnosa Keperawatan
1 22-04-2021 DS: Gangguan proses pikir :
• Klien selalu mengatakan bahwa Waham agama
dirinya adalah utusan Tuhan yang
menerima wahyu dan tetap sering
mengulang-ulang kata tersebut.
• Klien mengataan bercita-cita
mendirikan negara Islam.
• Klien mengatakan bahwa pada
umur 40 tahun nanti akan menjadi
seorang pemimpin Islam di Sinjai
dan akan menggorok leher siapa
saja yang tidak memakai cadar
karena tidak mematuhi perintah
Tuhan
• Klien mengatakan bahwa
badannya sangat harum karena
sering berwudhu
• Klien mengatakan tidak rutin
mengkonsumsi obat selama di
rumah
DO:
• Saat dilakukan wawancara kontak
mata klien kurang dan klien selalu
mempertahankan argumennya
• Klien adang-kadang mengira
orang lain adalah anaknya.
• Klien nampak gelisah dan tidak
bersemangat, klien hanya
terbaring pada tempat tidur dan
jari-jari tangan sering gemetar
• Pada saat wawancara klien tiba-
tiba mudah beralih topik dan
cepat memutuskan pembicaraan.
• Isi pikir obsesi
2 22-04-2021 DS: Risiko perilaku kekerasan
• Klien mengatakan telah memukul
dan menghancurkan barang-
barang di rumahnya, memukul
dan menggigit suaminya
DO:
• Klien nampak berbicara cepat
dengan intonasi yang tinggi
• Klien tampak mengingkari
penyakitnya

POHON MASALAH
Efek Risiko perilaku kekerasan


Core Problem Gangguan proses pikir: waham


Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
Etiologi kronik

DIAGNOSA KEPERWATAN
1. Gangguan Proses Pikir : Waham

2. Risiko Perilaku Kekerasan


FORMAT PERENCANAAN KEPERAWATAN
(NURSING CARE PLAN)
Nama klien : Ny. S
Ruangan : Ruang Kenanga
Tgl. Dx. Keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
22/04/2021 Gangguan proses TUM: Klien mampu membina hubungan saling Bina hubungan saling percaya dengan ramah baik verbal
pikir : Waham Klien dapat percaya dengan perawat dengan kriteria: maupun non verbal
berkomunikasi ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan • Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun
dengan baik dan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat nonverbal
terarah tangan, mau menyebutkan nama, mau duduk • Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan
berdampingan dengan perawat, mau perawat berkenalan
TUK 1: mengutarakan masalah yang dihadapi. • Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
Klien dapat membina disukai klien
hubungan saling • Buat kontrak waktu yang jelas
percaya dengan • Tunjukkan sikap yang jujur dan menunjukkan sikap
perawat empati serta menerima apa adanya
• Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
• Dengarkan ungkapan klien dengan penuh perhatian
ada ekspresi perasaan klien
Jangan membantah dan mendukung waham klien.
• Katakan perawat menerima keyakinan klien.
• Katakan perawat tidak mendukung keyakinan klien
Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung
• “Anda berada ditempat aman dan terlindung”.
• Gunakan keterbukaan dan kejujuran, jangan
tinggalkan klien dalam keadaan sendiri
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas sehari-
hari dan perawatan diri klien.
TUK 2: Klien dapat mempertahankan aktivitas • Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien
Klien dapat sehari-hari dan klien dapat mengontrol yang realistis
mengidentifikasikan wahamnya. • Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki
kemampuan yang pada waktu lalu dan saat ini.
dimiliki • Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan
aktivitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian
anjurkan untuk melakukan saat ini
• Jika klien selalu bicara tentang wahamnya dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada. Perawat perlu
memperhatikan bahwa klien sangat penting.
TUK 3: • Kebutuhan klien terpenuhi, • Observasi kebutuhan klien sehari-hari
Klien dapat • Klien dapat melakukan aktivitas secara • Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
mengidentifikasi terarah selama dirumah maupun di RS.
kebutuhan yang tidak • Klien tidak menggunakan • Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan
dimiliki. /membicarakan wahamnya timbulnya waham
• Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
klien dan memerlukan waktu dan tenaga.
• Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
TUK 4: • Klien dapat berbicara dengan realitas • Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas
Klien dapat • Klien mengikuti Terapi Aktivitas diri, realitas orang lain, waktu dan tempat).
berhubungan dengan Kelompok • Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok:
realitas orientasi realitas.
• Berikan pujian tiap kegiatan positif yang dilakukan
oleh klien
TUK 5: • Keluarga dapat membina hubungan • Diskusikan dengan keluarga tentang :Gejala waham,
Klien dapat dukungan saling percaya dengan perawat. cara merawat, lingkungan keluarga, Follow up dan
dari keluarga. • Keluarga dapat menyebutkan obat.
pengertian, tanda dan tindakan untuk • Anjurkan keluarga melaksanakan dengan bantuan
merawat klien dengan waham. perawat.
TUK 6: • Klien dapat menyebutkan manfaat, efek • Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat,
Klien dapat samping dan dosis obat. dosis, dan efek samping obat dan akibat penghentian.
menggunakan obat • Klien dapat mendemonstrasikan • Diskusikan perasaan klien setelah minum obat.
dengan benar penggunaan obat dengan benar. • Berikan obat dengan prinsip lima benar dan observasi
• Klien dapat memahami akibat setelah minum obat.
berhentinya mengkonsumsi obat tanpa
konsultasi.
• Klien dapat menyebutkan prinsip lima
benar dalam penggunaan obat.
22/04/2021 Risiko perilaku TUM • Klien mau membalas salam. • Beri salam/ panggil nama.
kekerasan Klien tidak meciderai • Klien mau menjabat tangan. • Sebutkan nama perawat.
diri • Klien mau menyebutkan nama. • Jelaskan maksud hubungan interaksi.
TUK 1 : • Klien mau tersenyum. • Jelaskan akan kontrak yang akan dibuat.
Klien dapat membina • Klien mau kontak mata. • Beri rasa aman dan empati.
hubungan saling • Klien mau mengetahui nama perawat • Lakukan kontak singkat tapi sering
percaya.
TUK 2: • Klien dapat mengungkapkan • Berikan kesempatan untuk mengungkapkan
Klien dapat perasaannya. perasaannya.
mengidentifikasi • Klien dapat mengungapkan penyebab • Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab
penyebab perilaku perasaan jengkel/ kesal (dari diri perasaan jengkel/kesal
kekerasan. sendiri, lingkungan, atau orang lain).
TUK 3: • Klien dapat mengungkapkan perasaan • Anjurkan klen mengungkapkan apa ang dialami dan
Klien dapat saat marah/ jengkel. dirasakan saat marah/jengkel.
mengidentifikas-i • Klien dapat menyimpulkan tanda dan • Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasaan
tanda dan gejala gejala jengkel/kesal yang dialaminya. padaklien.
perilaku kekerasan. • Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
jengkel/kesal yang akan dialami.
Tuk 4 : • Klien dapat mengungkapkan perilaku • Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
Klien dapat kekerasan yang bisa dilakukan. kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal, pada
mengidentifikasi • Klien dapat bermain peran sesuai orang lain pada lingkungan, dan pada diri sendiri).
perilaku kekerasan perilaku kekerasan yang biasa • Bantu klien bermain peran sesuai dengan prilaku
yang bisa dilakukan. dilakukan. keerasan yang bisa dilakukan.
• Klien dapat mengetahui cara yang biasa • Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang
dilakukan untuk menyesuaikan masalah klien lakukan masalahnya selesai.
Tuk 5: • Klien dapat menjelaskan akibat dari • Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
Klien dapat cara yang digunakan klien: Akibat pada klien.
mengidentifikasi klien sendiri, akibat pada orang, akibat • Bersama klien menyimpulkan akibat dengan cara
akibat perilaku pada lingkungan yang dilakukan oleh klien.
kekerasan. • Tanyakan kepada klien “Apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat”.
TUK 6: • Klien dapat menyebutkan contoh • Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
Klien dapat pencegahan perilaku kekerasan secara • Beri pujian atas fisik klien yang bisa dilakukan.
mendemonstrasikan fisik: Tarik nafas dalam. Pukul kasur • Diskusika dua cara fisik yang paling mudah
cara fisik untuk dan bantal. Dll: kegiatan fisik. dilakukan untuk mencegah prilaku kekerasan, yaitu:
mencegah perilaku • Klien dapat mendemonstrasikan cara tarik nafas dalam dan pukul kasur serta bantal.
kekerasan. fisik untuk mencegah prilaku kekerasan.
• Klien mempunyai jadwal untuk melatih • Diskusikan cara melakukan nafas dalam dengan
cara pencegahan fisik yang telah klien.
dipelajari sebelumnya. • Beri contoh klien tentang cara menarik nafas dalam.
• Klien mengevaluasi kemampuan dalam • Minta klien mengikuti contoh yang diberikan
melakukan cara fisik sesuai jadwal yang sebanyak 5 kali.
telah disusun. • Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam.
• Tanyakan perasaan klien setelah selesai.
• Anjurkan klien menggunakan cara yang telah
dipelajari saat marah/jengkel.
• Diskusikan degan klien mengenai frekuensi latihan
yang akan dilakukan sendiri oleh klien.
• Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
• Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara
pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-
evolution).
• Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan.
• Berikan pujian atas keberhasilan klien.
• Tanyakan kepada klien “Apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi
perasaan marah”.
TUK 7: • Klien dapat menyebutkan cara bicara • Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien.
Klien dapat (verbal) yang baik dalam mencegah • Beri contoh cara bicara yang baik: meminta dengan
mendemonstrasikan perilaku kekerasan. Seperti meminta baik, menolak dengan baik, mengungkapkan
cara sosial untuk dengan baik, menolak dengan baik, perasaan dengan baik.
mencegah perilaku mengungkapkan perasaan dengan baik. • Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang
kekerasan. • Klien dapat mendemonstrasikan cara baik.
verbal yang baik. • Menolak dengan baik:
• “maaf, saya tidak bisa melakukan karena ada
kegiatan lain”.
• Mengungkapkan perasaan dengan baik: “saya kesal
karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai
nada suara rendah.
• Minta klien mengulang sendiri.
• Beri pujian atas keberhasilan klien
TUK 8: • Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, • Diskusikan tentang proses minum obat: Klien
Klien dapat dan waktu minum obat serta manfaat meminta obat kepada perawat (jika dirumah sakit),
mengikuti TAK: dari obat itu (prinsip 5 benar: benar kepada keluarga (jika dirumah). Klien memeriksa
stimulasi persepsi orang, obat, dosis, waktu, dan cara obat sesuai dosisnya. Klien meminum obat pada
pencegahan perilaku pemberian). waktu yang tepat.
kekerasan • Klien mendemonstrasikan kepatuhan • Susun jadwal minum obat bersama klien.
minum obat sesuai jadwal yang
ditetapkan
• Klien mengevaluasi kemampuannya
dalam mematuhi minum obat
TUK 9: • Klien mengikuti TAK: Stimulasi • Klien mengevaluasi pelaksanan minum obat dengan
Klien mendapatkan persepsi pencegahan prilaku mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluatin).
dukunga keluarga kekerasan. • Validasi pelaksanan minum obat klien.
dalam melakukan • Klien mempunyai jadwal klien • Beri pujian atas keberhasilan klien.
cara pencegahan melakukan evaluasi terhadap • Tanyakan kepada klien: “Bagaimana perasaan Budi
perilaku kekerasan pelaksanaan TAK. dengan minum obat secara teratur?, Apakah
• Keluarga dapat mendemonstrasikan keinginan untuk marah berkurang?”.
cara merawat klien. • Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi
pencegahan prilaku kekerasan.
• Klien mengikuti TAK: Stimulasi persepsi
pencegahan perikalu kekerasan (kegiatan mandiri).
• Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selamat
TAK.
• Fasilitsi klien untuk mempratikkan hasil kegiatan
TAK dan beri pujian atas keberhasilannya.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Nama klien : Ny S
Ruangan : Ruang Kenanga
Diagnosa Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Gangguan proses 21-04-2021 1. Membina hubungan saling percaya S:
pikir : waham 08.30 Wita 2. Menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non • Klien menerima dan mau meluangkan waktu untuk
verbal membahas masalah yang dihadapi
3. Memperkenalkan diri dengan sopan • Klien mau menyebutkan namanya, hari, tanggal dan
4. Menanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang dimana pasien berada.
disukai klien • Klien mau dan bersedia mengutarakan perasannya
5. Menjelaskan tujuan pertemuan • Klien mengatakan bahwa dirinya adalah utusan Tuhan
22-23/04/ 6. Menunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya yang menerima wahyu dan sering mengulang-ulang kata
2021 SP1P Waham tersebut.
10.00 Wita 1. Mengidentifikasi tanda dan gejala waham • Klien mengatakan bercita-cita mendirikan negara Islam.
2. Membantu orientasi realitas: panggil nama, orientasi waktu, • Klien mengatakan bahwa pada umur 40 tahun nanti akan
orang dan tempat/lingkungan menjadi seorang pemimpin Islam di Sinjai dan akan
3. Mendiskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi menggorok leher siapa saja yang tidak memakai cadar
4. Membantu klien memenuhi kebutuhannya yang realistis karena tidak mematuhi perintah Tuhan
5. Memasukkan pada jadwal kegiatan pemenuhan kebutuhan
• Klien mengatakan bahwa badannya sangat harum karena
sering berwudhu
• Klien mengatakan tidak rutin mengkonsumsi obat
selama di rumah
O:
• Klien mau bekerja sama mengikuti percakapan sampai
selesai dan bersedia merencanakan tindakan bersama
(kooperatif)
• Saat dilakukan wawancara kontak mata klien kurang dan
klien selalu mempertahankan argumennya
• Klien sering mengira orang lain adalah anaknya.
• Klien nampak gelisah dan lesu tidak bersemangat, klien
hanya terbaring pada tempat tidur dan jari-jari tangan
gemetar
• Pada saat wawancara klien tiba-tiba mudah beralih topik
dan cepat memutuskan pembicaraan.
• Klien selalu mempertahankan argumennya
• Isi pikir obsesi
• Isi pembicaraan klien tidak sesuai dengan kenyataan
A:
Gangguan proses pikir: Waham Agama
P:
• Mengarahkan klien untuk melakukan rutinitas harian
seperti membersihkan tempat tidur dan mandi
Gangguan proses 24/04/2021 SP2P Waham S:
pikir : waham 09.00 Wita 1. Mengevaluasi kegiatan pemenuhan kebutuhan klien dan • Klien mengatakan bahwa hari ini klien telah
berikan pujian membersihkan dan merapikan tempat tidur
2. Mendiskusikan kemampuan yang dimiliki • Klien juga mengatakan telah mandi dan shalat dhuha
3. Melatih kemampuan yang dipilih, berikan pujian • Klien masih mempertahankan argumennya bahwa klien
adalah utusan Tuhan yang menerima wahyu.
4. Memasukkan pada jadwal kegiatan pemenuhan kebutuhan
O:
kegiatan yang telah dilatih
• Area di sekitar tempat tidur klien bersih dan klien tampak
rapi
• Klien menyapa perawat dan berbicara dan mulai
mempertahankan kontak mata kepada perawat

A:
Gangguan proses pikir: Waham agama
P:
• Mengarahkan klien untuk pemenuhan kebutuhan
kebersihan diri
• Mengajurkan klien untuk olahraga teratur 2 kali seminggu
1 24/04/2021 SP3P S:
• Mengevaluasi kegiatan pemenuhan kebutuhan klien, • Klien mengatakan bahwa hari ini klien telah
kegiatan yang dilakukan klien dan berikan pujian membersihkan dan merapikan tempat tidur
• Menjelaskan tentang obat yang diminum dan tanyakan • Klien mengatakan mengetahui jadwal minum obat
manfaat yang dirasakan • Klien masih mempertahankan argumennya bahwa klien
• Memasukkan pada jadwal kegiatan pemenuhan kebutuhan adalah utusan Tuhan yang menerima wahyu
dan kegiatan yang telah dilatih dan minum obat O:
• Klien mampu melakukan kegiatan harian seperi mandi
dan membersihkan tempat tidur
A:
Gangguan proses pikir: Waham agama
P:
• Membantu klien mengingat jenis obat dan waktu
mengkonsumsinya
• Mengarahkan klien untuk melakukan kegiatan harian
seperti mandi, menyapu dan membersihkan tempat tidur

24/04/2021 SP4P S:
• Mengevaluasi kegiatan pemenuhan kebutuhan klien, • Klien mengatakan akan pulang h3ari ini dan di jemput
kegiatan yang telah dilatih dan minum obat. Berikan pujian oleh suaminya
• Mendiskusikan kebutuhan lain dan cara memenuhinya • Klien mengatakan akan rutin minum obat
• mendiskusikan kemampuan yang dimiliki dan memilih • Klien mengatakan jika putus obat maka klien akan
yang akan dilatih. Kemudian latih dibawa kembali ke RSKD
• Memasukkan pada jadwal pemenuhan kebutuhan kegiatan O:
yag telah dilatih dan minum obat • Klien mampu menyebutkan kembali nama obat, warna,
dosis, cara mengonsumsi obat, fungsi obat dan efek
SP5P samping putus obat
• Mengevaluasi kegiatan pemenuhan kebutuhan, kegiatan • Klien telah melakukan kegiatan harian seperti mandi dan
yang dilatih dan minum obat. Beri pujian membersihkan tempat tidur
• Menilai kemampuan yang telah mandiri • Klien minum obat sesuai jadwal dan dosis yang telah
• Menilai apakah frekuensi munculnya waham berkurang, ditentukan
apakah waham terkontrol • Klien mampu mempertahankan kontak mata
• Keyakinan klien masih susah dipatahkan

A:
Gangguan proses pikir: waham agama (+)
P:
• Berdiskusi tentang kemampuan klien yang lain yang
mungkin dapat dikembangkan

Anda mungkin juga menyukai