Anda di halaman 1dari 4

1.

Definisi
Fraktur merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh rudapaksa, dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Smeltzer & Bare, 2002) dalam (Mesuri & Huriani, 2014)
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular. Hilangnya kontinuitas
pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari
fraktur mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah dento alveolar, kondilus, koronoideus,
ramus, sudut mandibula, korpus mandibula, simfisis, dan parasimfisis (Hakim, 2016).
Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula yang diakibatkan
oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan
terjadinya suatu fraktur pada mandibula (Reksodiputro, 2017).

2. Etiologi
Menurut Helmi (2014), Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses
patologik.
a. Fraktur traumatik disebabkan oleh:
1. Kecelakaan kendaraan bermotor (50,8%)
2. Terjatuh (22,3%)
3. Kekerasan atau perkelahian (18,8%)
4. Kecelakaan kerja (2,8%)
5. Kecelakaan berolahraga (3,7%)
6. Kecelakaan lainnya (1,6%)

b. Fraktur Patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta,
osteomielitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.

3. Manifestasi Klinis
Gejala umum fraktur menurut Lukman (2013), adalah sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yamg tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstemitas normal. Ekstremitas tak
daat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu degan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cidera.
Gejala pada fraktur mandibula biasanya timbul rasa nyeri terus menerus pendarahan oral,
fungsi berubah, terjadi pembengkakan, krepitasi, sepsis pada fraktur terbuka, dan deformitas.
Jika fraktur ini mengenai korpus mandibula, akan terlihat gerakan yang abnormal pada tempat
fraktur sehingga gerakan mandibula menjadi terbatas dan susunan gigi menjadi tidak teratur.
Sebagian besar fraktur mandibula terjadi tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan
keras atau lunak (Sukman, 2016).

4. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan proliferasi menjadi
oedem lokal dan terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan
lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup adalah dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada tempatnya
sampai sembuh (Sylvia, 2006).

5. Klasifikasi
Menurut Manalu (2018), klasifikasi fraktur mandibula diantaranya adalah:
1. Menunjukkan regio-regio pada mandibula yaitu: corpus, simfisis, sudut, ramus, prosesus
koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar. Fraktur yang terjadi dapat pada satu, dua atau
lebih pada region mandibula ini.
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena
akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat
dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan kawat.
Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi:
1. Fraktur kelas 1: gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat
melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)
2. Fraktur kelas 2: gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
3. Fraktur kelas 3: tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukn
melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara
intermaxillary fixation.dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat
digolongkan menjadi:
1. Fraktur Unilateral biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur
yang dapat di jumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi, sering didapatkan
pemindahan fragmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibula unilateral sering
terjadi.
2. Fraktur Bilateral adalah suatu kombinasi antara kecelakaan langsung dan tidak
langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut angulus dan bagian
leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan angulus yang berlawanan.
3. Multiple Fracture adalah gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsung dan tidak
langsung dapat menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini
terjadi karena trauma tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada
simpisis dan kedua kondilus.
4. Fraktur kominutif. Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung
yang cukup keras pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat
perang. Dalam sehari-hari, fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis.
Fraktur yang disebabkan oleh kontraksi muskulus yang berlebihan. Kadang fraktur pada
prosesus koronoid terjadi karena adanya kontraksi refleks yang datang sekonyong-
konyong mungkin juga menjadi penyebab terjadinya fraktur pada
leherkondilar.Oikarinen dan Malstrom(1969), dalam serangkaian 600 fraktur mandibula
menemukan 49,1% fraktur tunggal, 39,9 mempunyai dua fraktur, 9,4% mempunyai tiga
fraktur, 1,2% , mempunyai 4 fraktur, dan 0,4% mempunyai lebih dari empat fraktur.

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang terdiri dari, sebagai berikut:
1. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan :
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfus atau cedera hati.

7. Penatalaksanaan
Menurut Mediarti (2015), penatalaksanaan pada fraktur adalah sebagai berikut:
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya
pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur tanpa kedudukan baik
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi umum dan lokal.
c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti internal. Terapi ini dengan reposisi anatomi
diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat
mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk
bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama globidin.
Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan
pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka (Mediarti, 2015).

Anda mungkin juga menyukai