PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi
tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam
bidang penggunaan alat transportasi/kendaraan bermotor, khususnya bagi
masyarakat yang tinggal diperkotaan sehingga menambah arus lalu lintas. Arus
lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya
kecelakaan kendaraan bermotor. Angka kejadian kecelakaan di Jawa Tengah pada
tahun 2014 yang dicatat oleh Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa
Tengah, 603 orang pengguna jalan raya meninggal, akibat berbagai kecelakaan
yang terjadi selama semester pertama 2014. Angka kejadian tersebut meningkat
dua kali lipat pada saat arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri. Tingginya
angka kejadian tersebut meningkatkan resiko terjadinya kematian dan kecatatan.
Salah satu penyebab dari kematian dan kecatatan tersebut adalah patah tulang atau
fraktur. Di Indonesia angka kejadian patah tulangatau insiden fraktur cukup
tinggi,berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2013 didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis frakturyang
berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim Depkes RI didapatkan
25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik,
15% mengalami stress spikilogis seperti cemas atau bahkan
Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan
ulnayang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung
maupun trauma tidak langsung (Noor, 2012) Kebanyakan fraktur pergelangan
tangandapat terjadi baik akibat jatuh dengan posisi lengan terbuka maupun
pukulan langsung saat kecelakaan kendaraan bermotor maupun perkelahian.
Frakturkedua tulang lengan bawah merupakan cedera yang tidak stabil, fraktur
non dislokasijarang terjadi. Stabilitasfraktur bergantung pada jumlah energi yang
diserap selama cedera dan gaya otot besar yang cenderung menggeser fragmen
(Thomas dkk, 2011).
1
depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI 2013).
Sedangkan menurut World Hearth Oraganization (WHO) tahun 2013
menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintasmencapai 120.2226 kali atau 72%
dalam setahun. Fraktur adalah terputusnya konstinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2007). Fraktur dibagi atas fraktur
terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana
terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit (Solomon, 2010).
Secaraumum fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang
menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Fraktur terbuka resikonya
meningkat terhadap kontaminasi dan infeksi. Fraktur tertutup adalah fraktur
dimana kulit tidak tertembus oleh frakmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan diluar kulit. Fraktur tertutup bisa dikatahui dengan
melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan
bentuk berupa sudut yang mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain itu
ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan pemendekan tulang (Rasjad, 2008).
2
14. Bagaimana patofisiologi dislokasi?
15. Bagaimana manifestasi klinis dislokasi?
16. Bagaimana komplikasi dislokasi sendi?
17. Bagaimana pemeriksaan penunjang dislokasi?
18. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi?
19. Bagaimana asuhan keperawatan fraktur?
20. Bagaimana aplikasi teori pada fraktur?
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Fraktur
Fraktur merupakan cedera traumatik dengan presentase kejadian yang
tinggi. Cedera tersebut dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada
kualitas hidup seseorang sebagai akibat dari pembatasan aktivitas,
kecacatan, dan kehilangan pekerjaan. Fraktur adalah gangguan dari
kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka
jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-
X) dapat menunjukan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu
menunjukan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh
darah yang pecah yang dapat menjadi komplikasi pemulihan klien. Untuk
menetukan keperawatan yang sesuai, seorang perawat akan memulai
dengan deskripsi cedera yang ringkas dan tepat (M.Black & Hawks, 2014).
Bedasarkan bacasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasaya disebabkan oleh trauma/rudalpaksa atau enaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman, 2009).
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma.
Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh
kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar
tulang (Helmi, 2011).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot
dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi. Jadi berdasarkan
pengertian diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan.
4
2.2 Etiologi Fraktur
1. Kekerasan/trauma langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
5
pada tabrakan mobil atau luka tembak, tulang dapat hancur berkeping-
keping. Jika tulang patah sehingga ada fragmen fraktur yang menembus
keluar kulit atau ada luka luar yang memenetrasi hingga tulang yang patah,
fraktur ini disebut fraktur terbuka. Tipe fraktur ini umumnya serius, karena
begitu kulit telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi diluka dan tulang.
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan lebih dari 150
tipe fratur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi.
Misalnya klien dapat mengalami fraktur compound, transversal dari femur
distal. Memahami gaya yant diperlukan untuk menciptakan berbagai tipe
fraktur akan sangat membantu. Misalnya, tulang femur orang dewasa tidak
mudah patah. Sehingga jika ada klien dewasa datang dengan femur yang
patah, makan akan dilakukan pengkajian cidera lain dengan mengkaji
penyebab fraktur.
6
Beban lainya Dahan hijau kominutif Depresi
Kompresi Kompresi
Impaksi Patologik
Impresi Avulse
Patologis Epifiseal
Impaksi
7
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari
luar).
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-
union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang
8
Transverse : Garis fraktur terjadi pada sudut 90-derajat pada sumbu
longitudinal tulang
Oblique : Garis fraktur terjadi pada kurang lebih suduh 45-derajat
pada sumbu longitudinal tulang
Spiral : Garis fraktur terjadi akibat gaya puntiran; membentuk suatu
spiral yang mengelilingi tulang
Comminuted : Terdapat lebih dari satu garis fraktur; lebih dari fragment
tulang; fragment dapat terpuntir atau hancur
Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
Avulsed : fragmen-fragmen tulang terlempar dari badan tulang pada
lokasi perlekatan ligament atau tendon
Torus (buckle) : Tulang mengalami deformasi tetapi tidak retak. Lebih
sering terjadi pada anak-anak. Fraktur tulang ini menyakitkan
tetapi stabil.
Greensick : Sebagian tulang patah di satu sisi, tetapi tidak pecah
sepenuhnya karena sisa tulang dapat membengkok. Kondisi
ini biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak, yang
tulangnya lebih lembut dan lebih elastis.
9
2.4 Patofisiologi Fraktur
Daya
Resiko fraktkur:
Tulang emboli paru
emboli lemak
Fraktur
infeksi reduksi
pemulihan imobilisasi
Debridemen
union mobilisasi
malunion
union
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan frakur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil,
maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat
pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik
fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme
10
yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun
bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat
bergeser karena gaya penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen
fraktur dapat bergeser kesamping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau
menimpa segmen yang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, poriosteum dan pembuluh darah di korteks srta sumsum dari tulang
yang patah juga terganggu. Sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi
karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran
sumsum (medula), hematoma terjadi di antara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi, edema,nyeri, kehilangan
fungsi, eksudasi plasma, dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respon
patofisiologis ini juga merupakan tahap awal dari penyembuhan tulang.Tabel derajat
patah tulang
11
Fraktur komunitif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa bagian
serpihan-serpihan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang. Sementara fraktur
segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Untuk fraktur yang tidak sempurna,
dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkok dan sering terjadi
pada anak-anak, dinamakan fraktur greenstick (Lukman, 2009).
Fraktur yang ditandai dengan tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau
tendon pada perlekatannya disebut fraktur avulse. Fraktur patologis adalah fraktur
yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit karena terjadinya penurunan
densitas tulang seperti kista tulang, penyakit piaget, metastasis tulang, tumor.
(Lukman, 2009).
12
Fragmen sering saling melingkupi satu samma lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi)
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antaara fragmen satu dengan
lainya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokalpada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Lukman, 2009).
Manifestasi klinis meliputi nyeri terus-menerus, hilangnya fungsi
(fungsiokaensa) deformitas pemendekan ekstremitas, krepitus pembengkakan
local dan perubahan warna. Ada empat konsep dasar yang harus di
pertimbangkan untuk menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis frkatur pada tempat
kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan
pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jeis
kekuatan yang berperan pada peristiwa yang terjadi, serta menentukan
kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari
klien.
2. Reduksi fraktur ( mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis)
a. Reduksi terbuka, dengan pembedahan, memasang alak fiksasi
interna (mis,pen,kawat,sekrup,plat, paku dan batangan logam)
b. Reduksi tertutup, ekstremitas dipertahankan dengan gips,traksi,
brece,bidai, dan fiksator eksterna.
3. Imobilisasi, setelah reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi
penyatun. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi ekstrna dan
interna.
13
4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi :
a. mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
c. memantau status neuromuscular
d. mengontrol kecemasan dan nyeri
e. latihan isometric dan setting otot
f. kembali ke aktivitas semula secara bertahap
14
a. Pain : nyeri local
b. Paralysis : kelumpuhan tungkai
c. Pallor : pucat bagian distal
d. Parestesia : tidak ada sensansi
e. Pulsesessness : tidak ada denyut nadi perubahan nadi, perfusi yang tidak
baik dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat
5. Avaskular nekrosis
Avaskular nekosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusuk atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6. Sindrom embolik lemak
Sindrom embolik lemak (fat embolism syndrome-fes) adalah komlikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
sel lemak yang dihasilakan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, takikardi,hipertensi,takipnea, dan demam
Komplikasi lama
1. Delay union
Delay union merupakan kegagan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambungnya dengan bik. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah
frkatur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah )
15
2. Non – union
Disebut non- union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8
bulan tidak terjadi konsolidasi sehinga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama
infeksi yang disebut sebagai infected pseudoarthrosis.
3. Mal- union
Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat defoitas yang terbentuk angulasi,varus/valgus, pemendekan, atau
menyilag, misalnya pada fraktur radius-ulna.
16
2.8 Penatalaksanaan Fraktur
Pertolongan pertama pada penderita patah tulang di luar rumah sakit adalah
sebagai berikut:
a. Jalan napas
bila penderita tak sadar, jalan napas dapat tersumbat karena lidahnya sendiri
yang jatuh ke dalam faring, sehingga menutup jalan napas atau adanya
17
sumbatan oleh lendir, darah, muntahan atau benda asing. Untuk mengatasi
kaadan ini, penderitaan dimiringkan sampai tengkurap. Rahang san lidah
ditarik ke depan dan bersihkan faring dengan jari-jari.
b. Perdarahan pada luka
cara yang paling efektif dan paling aman adalah dengan meletakkan kain yang
bersih (kalau bias steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan
tangan atau dibalut dengan verban yang cukup menekan. Torniket sendiri
mempunyai kelemahan dan bahaya. Kalau dipasang terlalu kendur
menyebabkan perdarahan vena berlebihan. Kalau dipasang terlalu kuat dan
terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Dalam
melaukuakan penekanan atau pembebatan pada daerah yang mengalami
pendarahan, harus diperhatikan denyut nadi perifer, serta pengisisan kapiler
untuk mencegah terjadinya kematian jaringan.
c. Syok.
Pada suatu kecelakaan kebnyakan syo yangterjadi adalah syok hemoragik.
Syok bias terjadi bila orang kehilangan darahnya lebih kurang 30% dari
volume darahnya. Pada fraktur femur tertutup orang dapat kehilngan darah
1000-1500cc.
Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah sebagai berikut.
Paling baik untuk mengatasi syok karena pendarahan adalah diberikan darah
(transfuse darah), sedangkan cairan lainya seperti plasma, dextran, dan lain-lain
18
kurang tepat karena tidak dapat menunjang perbaikan karena tidak ada sel darah
yang sangat diperlukan untuk transportasi oksigen.
19
Derajat 111: luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat 11.
Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot sarf tepi.
Pada luka derajat 1 biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga
penutupan kulit dapat ditutup secara primer. Namun pada derjat 11 luka lebih
besar dan bila dipaksakan menutup luka secara primer akan terjadi teganggan
kulit.hal ini akan menganggu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan
terbuka dan luka di tutup setelah 5-6 hari (delayed primary suture) untuk
fiksasi tulang pada derajat 11 dan 111 paling baikmenggunakan fiksasi
eksterna. Fiksasi eksterna yang sering dipai adalah judet,roger Anderson, dan
methacrylate. Pemakaian gips masih dapat diterima, bila peralatan tidak ada,
namun kelemahan pemakaian gips adalah perawatan yang lebih sulit.
Pada fraktur trebuka tidak boleh dipasang torniket. Hal ini penting untuk
menentukan batas jaringan yang vital dan nekrotik. Daerah luka dicukur
rambutnya, dicuci dengan detergen yang lunak (missal phsohex),sabun
biasadengan sikat lamanya kira-kira 10 mneit, dan dicuci dengan air mengalir.
Dengan siraman air mengalir diharpkan kotoran-kotoran dapat terangkat
mengikuti aliran air.
20
memengaruhi stabilitas tulang dibuang. Fragmen yang cukup besar tetap
dipertahankan (Lukman, 2009).
21
latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpastisipasi dalam
memperbaiki kemandirian dungsi dan harga diri. (Lukman, 2009)
22
Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI : memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
23
trauma.Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple atau cedera hati. (Lukman,2009)
Dislokasi adalah suatu keadaan ketika permukaan sendi tulang tidak dalam
hubungan anatomis atau keluarnya kepala sendi dari mangkuk sendi.
Sublukasi merupakan definisi hubungan normal antara tulang rawan satu
dengan yang lainnya atau dislokasi parsial permukaan sendi. (Suratun, dkk,
2008)
Dislokasi sendi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.
Dislokasi terjadi bila sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung tulang tidak
lagi menyatu. Bahu, siku, jari, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan
sendi yang paling sering mengalami dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011)
24
2.14 Etiologi Dislokasi Sendi
25
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligament, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
1. Dislokasi akut, umumnya terjadi pada bahu, siku, dan panggul. Disertai
nyeri akut dan pembengkakan disekitar sendi.
2. Dislokasi berulang, jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh
frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu dan sendi
patello femoral. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/
fraktur yangdisebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh
karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
1. Dislokasi sendi rahang, dapat terjadi karena menguap terlalu lebar, terkena
pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi sendi bahu, pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral,
berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior
(dislokasi posterior), dan dibawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi sendi siku, merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh
pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku kea rah
posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan
tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi sendi jari, sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak
ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari
dapat mengalami dislokasi kearah telapak tangan atau pungung tangan.
26
5. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal, merupakan
dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
6. Dislokasi panggul, bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di
posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum
(dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi
sentra).
7. Dislokasi patella, paling sering terjadi kea rah lateral, reduksi dicapai
dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi dilakukan
berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligament sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatik akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari tiga hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi karena kekakuan pada sendi
1. Nyeri akut.
2. Perubahan kontur sendi.
3. Perubahan panjang ekstremitas.
4. Kehilangan mobilitas normal.
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi.
6. Deformitas pada persendian, kalau sebuah tulang diraba secara sering akan
terdapat suatu celah.
27
7. Gangguan gerakan otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang
tersebut.
8. Pembengkakan, pembengkakan dapat parah pada kasus trauma dan dapat
menutupi deformitas.
9. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi, sendi bahu, sendi siku, metakarpal
phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
10. Kekakuan
28
2.19 WOC Dislokasi Sendi
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik non-invasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan
sendi berwarna putih.
2. CT-Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3
dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
29
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan tubuh) dengan lebih
detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya
pergeseran sendi dari mangkuk sendi.
30
2) Non medis
1. Dislokasi reduksi : dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
RICE
R : Rest (Istirahat)
I : Ice (Kompres dengan es)
C : Compression (Kompresi/ pemasangan pembalut tekan)
E : elevasi (Meninggikan bagian dislokasi)
2. Pencegahan
1. Cedera akibat olahraga
a. Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari.
b. Latihan atau exercise.
c. Conditioning.
2. Trauma kecelakaan
a. Kurangi kecepatan.
b. Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman.
c. Patuhi peraturan lalu lintas.
2.22 Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
31
3. Riwayat penyakit sekarang : Merupakan penjelasan dari permulaan klien
merasakan keluhan sampai dengan dibawa kerumah sakit. Biasanya nyeri
pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak
aktivitas.
4. Riwayat penyakit dahulu : Merupakan penyakit yang diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini.
5. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat
kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai
secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki. Seperti :
a. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
b. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita
adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit
biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur
2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan kondisi pembedahan
b. Gangguan intergritas kulit/jaringan berhubungan dengan pembedahan
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intregritas
struktur tulang
No Kode Diagnosa
1 D.0077 Nyeri Akut
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
32
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen cidera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
Gejala mayor :
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis, waspada posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Kondisi klinis terkait:
1. kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom Koroner akut
5. Glaucoma
2. D.0129 Gangguan Integritas kulit
Kategori : Lingkungan
Subkategori : keamanan dan proteksi
Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis)atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia,otot, tendon,kartilago,kapul
sendi dan/atau ligament)
Penyebab :
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kima iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Factor mekanis (mis, penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan )atau factor elektris (elektrodiatermi,energy listrik
bertegangan tinggi)
33
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi intergritas jaringan
Gejala dan Tanda mayor:
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan Tanda minor:
1. Nyeri
2. Pendarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Kondisi klinis terkait
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongesitif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes mellitus
5. Imunodefisiensi (mis, AIDS)
3. D.0054 Gangguan mobilitas fisik
Kategori : fisiologis
Subkategori : aktivitas/ istrirahat
Definisi :
Keterbatasan dalam gerakan fisik dan satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri
Penyebab :
1. Kerusakan intergritas jaringan
2. Perubahan metabolisme
34
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan masa otot
5. Gangguan muskuloskletal
6. Nyeri
7. Kecemasan
8. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeuh sulit menggerakan ekstremitas
Objektif :
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentan gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan penggerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
3. Intervensi
35
NO SIKI SLKI
KODE HASIL KODE HASIL
1. 1.08238 Manajemen Nyeri Tujuan :
Definisi : Setelah dilakukan perawatan
mengidentifikasi dan selama 1 x 24 jam, diharapkan
mengelola pengalaman nyeri akut dapat teratasi dengan
sensorik atau emosional criteria hasil sebagai berikut :
ang berkaitan dengan 1. Melaporkan nyeri terkontrol
kerusakan jaringan atau dari skala 1 (menurun)
fungsional dengan onset L.0806 menjadi skala 3 (sedang).
mendadak atau lambat 3 2. Kemampuan mengenali
dan berintensitas ringan penebab nyeri dari skala 1
hingga berat dan (menurun) menjadi skala 3
konstan. (sedang)
Intervensi 3. Dukungan orang terdekat dari
Observasi skala 1 (menurun) menjadi
1. Mengidentifikasi skala 3 (sedang)
lokasi, karakteristik, 4. Keluhan nyeri dari skala 1
durasi,frekuensi, ( meningkat) menjadi skala 3
kualitas, intensitas (sedang)
nyeri.
2. Mengidentifikasi
skala nyeri
3. Mmengidentifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
4. Memonitor efek
samping
penggunaan
analgesic
5. Memfasilitasi
istrirahat tidur
6. Memberikan
kompres hangat
menggunakan
kantong diisi
dengan air hangat
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri.
7. Memberikan
kompres dingin
36
menggunakan
kantong diisi
dengan air dingin
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri
8. Pemberian terapi
latihan dan message
Terapi latihan
yang digunakan
berupa latihan Hold
Relax,Passive
Movement dan
Active Movement
9.
2. 1.14539 Pencegahan infeksi Tujuan :
Definisi : Setelah dilakukan perawatan
Mengidentifikasi dan selama 1 x 24 jam, diharapkan
menurunkan resiko gangguan intergritas jaringan
terserang organisme dapat teratasi dengan criteria
patogenetik hasil sebagai berikut :
Intervensi
Observasi 1. Nyeri dari skala
1. Memonitor tanda 1(meningkat) menjadi skala
dan gejala infeksi 3 (sedang)
local dan sistemik 2. Bengkak dari skala
terapeutik 1(meningkat) menjadi skala
2. Memberikan 3 (sedang)
perawatan luka pada 3. Kadar sel darah putih dari
area edema skala 1 ( memburuk)
3. Memcuci tangan menjadi skala 3 (sedang)
sebelum dan 4. Kultur area luka dari skala
sesudah kontak 1 ( memburuk) menjadi
dengan pasien dan skala 3 (sedang)
lingkungan pasien
Edukasi
1. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Menganjurkan
37
meningkatkan
asupan nutrisi
4.
38
2. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan
terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu
perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan yang
ditetapkan belum berhasil atau teratasi.
39
BAB III
ASKEP KASUS
3.1 KASUS
Pasien laki-laki usia 25 tahun dirujuk oleh dokter umum dari Rumah Sakit
Balimed dengan OF Tibia 1/3 distal dextra. Pasien datang sadar mengeluhkan nyeri
pada kaki kanannya setelah terkena mesin 4 jam sebelum MRS. Riwayat tidak sadar
(-), muntah (-) sesak (-). Pasien sedang memperbaiki masin yang rusak, tiba-tiba kaki
kanan pasien terpleset dan tergilas mesin. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien
dengan keadaan umum baik dan hemodinamik stabil, dari status general tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan status lokalis regio cruris 1/3 distal ditemukan
luka terbuka (+), pada regio anteromedial, bone exposed (+), Tendon exposed (+),
Deformity (+) Angulation, External Rotation. Nyeri tekan (+) pada area distal, arteri
dorsalis pedis dan arteri tibial posterior teraba, CRT<2”, SpO2 98%, Sensoric (+)
normal dan active ROM Ankle terbatas karena nyeri.
3.2 PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
Nama : Hasan Istanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 25 tahun
CM : 18023106
Alamat : Padang sambian, Denpasar
MRS : 05/06/2018
B. ANAMNESIS
Pasien datang sadar mengeluhkan nyeri pada kaki kanannya setelah terkena mesin 4
jam sebelum MRS. Riwayat tidak sadar (-), muntah (-) sesak (-).
MOI : Pasien sedang memperbaiki masin yang rusak, tiba-tiba kaki kanan pasien
terpleset dan tergilas mesin.
40
Pasien dirujuk oleh Dokter Umum dari Rumah Sakit Balimed dengan OF Tibia 1/3
distal dextra.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
A : Clear
B : Spontaneous, RR 18 x/min
C : Stable Hemodynamic, BP120/70 mmHg, HR 98 x/min
D : Alert
Secondary Survey
GCS : E4V5M6
Head : Cephalhematome (-)
Neck : Tenderness (-), Bruise (-), Step Off (-)
Eye : RP -/- Isochor, Periorbital Echimosis (-/-)
ENT : Otorrhea -/-, Rhinorrhea -/-
Maxillofacial : Bruise (-), Swelling (-), Floating Maxilla (-), Malocclusion (-)
Thorax :
Insp : Symmetric
Palp : Tenderness (-), Crepitation (-)
Perc : Sonor / Sonor
Aus : Cor : S1-S2 single reguler murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen :
Insp : Bruise (-), Distension (-)
Aus : BS (+) Normal
Palp : Defans (-)
Per : Tymphani
Pelvic : Bruise (-), Stable Pelvis
Extremities : Hangat
41
~ Status Lokalis
Right Leg Region
L : Open wound (+) at anteromedial side of distal third area, Bone exposed (+),
Tendon exposed (+), Deformity (+) Angulation, External Rotation
F : Tenderness (+) over distal third area, dorsalis pedis and posterior tibial arteries
palpable, CRT<2”, SpO2 98%, Sensoric (+) normal
M : Active ROM Ankle Limited due to pain Active 2nd-4th MCP-IP 0/90 Active
great toe extension (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Right Leg X-Ray AP/ Lateral View Balimed Hospital (04/06/2018)
42
Right Ankle AP/Lateral View Sanglah Hospital (04/06/2018)
43
Right Leg X-ray AP/Lateral View Post Op (04/06/2018)
44
E. TERAPI
Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan
rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Pemendekan
kurang 2 cm tidak akan jadi masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien
sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian pemendekan sebaiknya dihindari.
Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang stabil, cukup
diimobilisasi dengan gips dan jan kaki sampai puncak paha dengan lutut posisi
45
fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mngatasi rotasi pada daerah fragmen. Setelah
dipasang, harus ditunggu samapi gips menjadi kering betul yang biasanya
membutuhkan waktu dua hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani. Penyambungan
fraktur diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam gips biasanya dapat
dikoreksi dengan membentuk insis baji pada gips. Pada fraktur yang tidak dislokasi
diinstruksikan untuk menopang berat badan dan berjaian. Makin cepat fraktur
dibebani maka makin cepat penyembuhan. Gips tidak boleh dibuka sebelum penderita
dapat jalan tanpa nyeri.
Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang tidak stabil
karena cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh karena itu
diperlukan tindakan reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna atau eksterna.
Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil membutuhkan traksi kalkaneus
terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang gips sepanjang tungkai dan
jan hingga paha.
Metode terapi alternatif lain pada fraktuf shaft tibia tertutup adalah dengan
intramedullary nailing dan bagian teratas tibia
Indikasi Operasi
Fraktur terbuka
Adanya nonunion
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
46
F. KOMPLIKASI OPERASI
Komplikasi pada fraktur tibia dan fibuia adalah cedera pada pembuluh darah, cedera
saraf terutama n. peroneus, pembengkakan yang menetap, pertautan lambat,
pseudoartrosis dan kekakuan sendi pergelangan kaki.
Sindrom kompartmen sering ditemukan pada fraktur tungkai bawah tahap dini. Tanda
dan gejala 5 P harus diperhatikan siang dan malam pada hari pertarna pasea cedera
atau pasca bedah, yaitu nyeri (pain) dikeadaan istirahat, parestesia karena rangsangan
saraf perasa, pucat karena iskemia, paresis atau paralisis karena gangguan saraf
motorik, dan denyut nadi (pulse) tidak dapat diraba lagi. Selain itu didapatkan
peninggian tekanan intrakornpartmen yang dapat diukur (pressure), gangguan
perasaan yang nyata pada pemeriksaan yang membandingkan dua titik (points) dan
kontraktur jari dalam posisi fleksi karena kontraktur otot fleksor jari. Operasi
fasiotomi ketiga kompartmen tungkai bawah merupakan operasi darurat yang harus
dikerjakan segera setelah diagnosis ditegakkan sebab setelah kematian otot tidak ada
kemungkinan fungsinya pulih kembali.
Post op sebaiknya tungkai dielevasi untuk mengurangi edema. Weight bearing harus
ditunggu sampai fraktur benar-benar telah union. Follow-Up dilakukan setelah 16
minggu dilakukan foto X Ray kontrol dengan posisi AP Lateral dan 2 oblik untuk
menilai fraktur sudah union. Jika fraktur telah union weight bearing bertahap dapat
dimulai dengan bantuan kruk. Pasien harus tetap dimonitor untuk meyakinkan tidak
terjadinya displacement.
47
3.3 ANALISA DATA :
48
F : Tenderness (+)
over distal third area,
dorsalis pedis and
posterior tibial arteries
palpable, CRT<2”,
SpO2 98%, Sensoric
(+) normal
M : Active ROM
Ankle Limited due to
pain Active 2nd-4th
MCP-IP 0/90 Active
great toe extension (-)
DS : Pasien mengeluh Fraktur Kode : D.0054 Gangguan
nyeri pada kaki mobilitas fisik
kananya setelah
terkena mesin 4 jam
sebelum MRS Diskontinuistas tulang
Definisi : Keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau
DO: ROM angkle lebih ekstremitas secara
Perubahan jaringan
terbatas karena nyeri mandiri.
sekitar
Pergeseran fragmen
tulang
Deformitas
Gangguan fungsi
Gangguan mobilitas
fisik
3.4 DIAGNOSA
A. Nyeri akut berhubungan dengan kondisi pembedahan
B. Gangguan intergritas kulit/jaringan berhubungan dengan pembedahan
49
C. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intregritas struktur
tulang
3.5 INTERVENSI
NO SIKI SLKI
KODE HASIL KODE HASIL
1. 1.08238 Manajemen Nyeri Tujuan :
Definisi : mengidentifikasi Setelah dilakukan perawatan
dan mengelola pengalaman selama 1 x 24 jam,
sensorik atau emosional ang diharapkan nyeri akut dapat
berkaitan dengan kerusakan teratasi dengan criteria hasil
jaringan atau fungsional sebagai berikut :
dengan onset mendadak 1. Melaporkan nyeri
atau lambat dan L.08063 terkontrol dari skala 1
berintensitas ringan hingga (menurun) menjadi
berat dan konstan. skala 3 (sedang).
Intervensi 2. Kemampuan
Observasi mengenali penebab
1. Mengidentifikasi nyeri dari skala 1
lokasi, karakteristik, (menurun) menjadi
durasi,frekuensi, skala 3 (sedang)
kualitas, intensitas 3. Dukungan orang
nyeri. terdekat dari skala 1
2. Mengidentifikasi (menurun) menjadi
skala nyeri skala 3 (sedang)
3. Mengidentifikasi 4. Keluhan nyeri dari
faktor yang skala 1 ( meningkat)
memperberat dan menjadi skala 3
memperingan nyeri (sedang)
4. Memonitor efek
samping
penggunaan
analgesic
5. Memfasilitasi
istrirahat tidur
6. Memberikan
kompres hangat
menggunakan
kantong diisi dengan
50
air hangat dengan
suhu tertentu
kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri.
7. Memberikan
kompres dingin
menggunakan
kantong diisi dengan
air dingin dengan
suhu tertentu
kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri
8. Pemberian terapi
latihan dan message
Terapi latihan yang
digunakan berupa
latihan Hold
Relax,Passive
Movement dan
Active Movement
51
dan gejala infeksi
2. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Menganjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
3. 1.05173 Dukungan mobilisasi Tujuan :
Definisi: Memfasilitasi Setelah dilakukan perawatan
pasien untuk meningkatkan selama 1 x 24 jam,
aktivitas pergerakan fisik diharapkan gangguan
Intervensi mobilitass fisik dapat teratasi
Observasi dengan criteria hasil sebagai
1. Mengidentifikasi berikut :
adanya nyeri atau 1. Pergerakan
keluhan fisik ekstremitas dari skala
lainnya 1 (menurun) menjadi
2. Mengidentifikasi skala 3 (sedang)
toleransi fisik 2. Kekuatan otot dari
melakukan skala 1 (menurun)
pergerakan menjadi skala 3
3. Memonitor kondisi (sedang)
umum selama 3. Rentan gerak (ROM)
melakukan dari skala 1
mobilisasi (menurun) menjadi
Terapeutik skala 3 (sedang)
1. Memfasilitasi kan 4. Nyeri dari skala 1
pergerakanaktifitas (meningkat) menjadi
mobilisasi dengan skala 3 (sedang)
alat bantu 5. Gerakan terbatas dari
(mis,pagar tempat skala 1 (meningkat)
tidur) menjadi skala 3
2. Melibatkan (sedang)
keluarga untuk
membantu pasien
dalam meningkat
52
3.6 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/
Dx TTD
1. 27-09-19 08.00 1. Mengidentifikasi S : px mengatakan
lokasi, masih terasa nyeri
karakteristik, O : pasien tampak
durasi,frekuensi, meringis dan gelisah
kualitas, intensitas A : Intervensi
nyeri. teratasi sebagian
12.00 2. Mengidentifikasi P : Intervensi
skala nyeri 1,2,3,4,5,6,7,8
13.30 3. Mengidentifikasi dilanjutkan
faktor yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
15.00 4. Memonitor efek
samping
penggunaan
analgesic
18.00 5. Memfasilitasi
istrirahat tidur
6. Memberikan
kompres hangat
menggunakan
kantong diisi
dengan air hangat
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri.
7. Memberikan
kompres dingin
menggunakan
53
kantong diisi
dengan air dingin
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri
8. Pemberian terapi
latihan dan
message Terapi
latihan yang
digunakan berupa
latihan Hold
Relax,Passive
Movement dan
Active Movement
54
12.00 2. Mengidentifikasi sedikit
toleransi fisik O : Terlihat bengkak
melakukan pada kaki sudah
pergerakan menurun pasien
13.30 3. Memonitor kondisi sudah terlihat sedikit
umum selama mampu
melakukan menggerakkan
mobilisasi kakinya
15.00 4. Memfasilitasi kan A : Intervensi
pergerakanaktifitas teratasi sebagian
mobilisasi dengan P : Lanjutkan
alat bantu intervensi 1,2,3,4,5,6
(mis,pagar tempat
tidur)
18.00 5. Melibatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam meningkat.
55
BAB 4
JURNAL DAN PEMBAHASAN
4.1 PICO
Pasien Fraktur Kompres dingin dapat dilakukan di Pemberian kompres Rata-rata nyeri sebelum dilakukan
Ekstremitas dekat lokasi nyeri atau di sisi tubuh dingin untuk mengurangi kompres dingin adalah 6,40 (95% CI:
Tertutup di IGD yang berlawanan tetapi berhubungan nyeri pada Pasien Fraktur 5,85-6,95), median 6,00 dengan standar
RSMH dengan lokasi nyeri, hal ini memakan Ekstremitas Tertutup di seviasi 0,986. Nyeri terendah adalah 5 dan
Palembang waktu 5 sampai 10 menit selama 24 IGD RSMH Palembang nyeri tertinggi adalah 8. Dan hasil
sampai 48 jam pertama setelah cedera.9 Tahun 2012 estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
Pengompresan di dekat lokasi aktual 95% diyakini bahwa rata-rata nyeri
nyeri cenderung memberi hasil yang sebelum dilakukan kompres dingin adalah
terbaik diantara 5,85 sampai dengan 6,95.
56
Rata-rata skala nyeri setelah dilakukan
kompres dingin adalah 3,53 (95% CI:
2,81-4,25), median 3,00 dengan standar
deviasi 1,302. Nyeri terendah adalah 2 dan
nyeri tertinggi adalah 6. Dan hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa rata-rata nyeri
sebelum dilakukan kompres dingin adalah
diantara 2,81 sampai dengan 4,25.
Pasien penderita Penelitian ini menggunakan terapi Pemberian Terapi Berdasarkan hasil analisis data dan
fraktur dengan terapi latihan dan massage pada Latihan dan Massage pembahasan, maka dapat disimpulkan
humeri 1/3 distal kasus fraktur humeri 1/3 distal dengan untuk mengurangi nyeri bahwa:
yang dirawat di pemasangan skin traction. Terapi latihan terhadap Kasus Close 1. Terapi Latihan dan Massage dapat
RS yang digunakan berupa latihan Hold Fraktur Humeri dextra mengurangi nyeri pada penderita fraktur
Othopedi Prof. Relax, Passive Movement dan Active 1/3 humeri 1/3 distal dextra.
Dr. R. Soeharso Movement. Distal dengan 2. Hasil uji t menunjukkan Sig. = 0,000
Surakarta Hold relax adalah suatu teknik dimana Pemasangan Skin (<0,05), maka Ho ditolak dan Ha
otot atau grup antagonis yang Traction diterima. Hal ini berarti nyeri sebelum
memendek dikontraksikan secara dan sesudah tindakan terapi tidak sama,
isometris dengan kuat (optimal) yang yang artinya terapi latihan (hold relax,
kemudian disusul dengan relaksasi otot passive movement, active movement)
atau grup otot tersebut. Efek dari dan massage dengan pemasangan skin
gerakan ini untuk rileksasi otot-otot traction memberikan pengaruh terhadap
yang mengalami spasme sehingga dapat nyeri tekan.
dilakukan penguluran yang maksimal
sehingga dapat menurunkan nyeri-
spasme nyeri.
Passive movement adalah suatu latihan
yang digunakan dengan gerakan.
Gerakan dihasilkan oleh
tenaga/kekuatan dari luar
57
tanpa adanya kontraksi otot atau
aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan
sampai batas nyeri atau toleransi pasien.
Efek pada latihan ini adalah
memperlancar sirkulasi darah, relaksasi
otot, memelihara dan meningkatkan
LGS, mencegah pemendekan otot,
mencegah perlengketan jaringan. Tiap
gerakan dilakukan sampai batas nyeri
pasien.
Active movement, merupakan gerak
yang dilakukan oleh otot-otot anggota
tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam
mekanisme pengurangan nyeri dapat
terjadi secara reflek dan disadari. Gerak
yang dilakukan secara sadar dengan
perlahan dan berusaha hingga mencapai
lingkup gerak penuh dan diikuti
relaksasi otot akan menghasilkan
penurunan nyeri. Di samping itu, gerak
dapat menimbulkan “pumping action”
pada kondisi oedema sering
menimbulkan keluhan nyeri, sehingga
akan mendorong cairan oedema
mengikuti aliran ke proximal.
58
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dislokasi sendi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.
Dislokasi terjadi bila sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung tulang tidak lagi
menyatu. Bahu, siku, jari, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi yang
paling sering mengalami dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011)
1.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Penulis berharap pembaca dapat memberikan masukan serta sarannya
untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
59
DAFTAR PUSTAKA
Amanati Suci, Kusswardani, dan Marita Rose Ash. 2017. Pengaruh Terapi Latihan
dan Massage terhadap Kasus Close Fraktur Humeri dextra 1/3 Distal
dengan Pemasangan Skin Traction. Semarang : Akademi Fisioterapi
Widya Husada Semarang. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR)
Vol. 1, No. 1, Tahun 2017 ISSN 2548-8716
Black,J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta :
Salemba Emban Patria.
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
1.Jakarta : EGC
Ikbal, Revi Neini dan Hidayat Rahmad. 2018. Pengaruh Pemberian Kompres
Hangat Terhadap Nyeri Pada Pasien Fraktur Post Operasi Di Rst.
Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017. Padang : STIKes Alifah, Jl.
Khatib Sulaiman No. 52 B, Padang, 25000, Indonesia. Jurnal Ilmu
Lukman Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan
system Muskulosketal. Penerjemah: Brahm U. Pendit. Jakarta : ECG
Mediarti, Devi dan Rosnaini. 2015. Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap
Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH
Palembang Tahun 2012. Palembang : Poltekkes Kemenkes Palembang
Jurusan Keperawatan, Palembang. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan,
Volume 2, No. 3, Oktober 2015:253-260
Purnomo, I Gusti Ngurah. 2018. Open Fracture Tibia Dan Fibula. Denpasar :
Program Pendidikan Dokter Spesialis Program Studi Spesialis Bedah
Orthopaedi Dan Traumatologi Universitas Udayana Denpasar
Rasjad, Chairuddin. 2008. Pengantar Ilmu Bedah Oerhopedi, cetakan ke-V.Jakarta :
Yarsif Wtampone. 332-334
60
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Strandart Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Strandart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Kesehatan (JIK) April 2018 Volume 2
Nomor 1 P-ISSN : 2597-8594 E-ISSN : 2580-930X
61