Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi
tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam
bidang penggunaan alat transportasi/kendaraan bermotor, khususnya bagi
masyarakat yang tinggal diperkotaan sehingga menambah arus lalu lintas. Arus
lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya
kecelakaan kendaraan bermotor. Angka kejadian kecelakaan di Jawa Tengah pada
tahun 2014 yang dicatat oleh Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa
Tengah, 603 orang pengguna jalan raya meninggal, akibat berbagai kecelakaan
yang terjadi selama semester pertama 2014. Angka kejadian tersebut meningkat
dua kali lipat pada saat arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri. Tingginya
angka kejadian tersebut meningkatkan resiko terjadinya kematian dan kecatatan.
Salah satu penyebab dari kematian dan kecatatan tersebut adalah patah tulang atau
fraktur. Di Indonesia angka kejadian patah tulangatau insiden fraktur cukup
tinggi,berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2013 didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis frakturyang
berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim Depkes RI didapatkan
25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik,
15% mengalami stress spikilogis seperti cemas atau bahkan
Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan
ulnayang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung
maupun trauma tidak langsung (Noor, 2012) Kebanyakan fraktur pergelangan
tangandapat terjadi baik akibat jatuh dengan posisi lengan terbuka maupun
pukulan langsung saat kecelakaan kendaraan bermotor maupun perkelahian.
Frakturkedua tulang lengan bawah merupakan cedera yang tidak stabil, fraktur
non dislokasijarang terjadi. Stabilitasfraktur bergantung pada jumlah energi yang
diserap selama cedera dan gaya otot besar yang cenderung menggeser fragmen
(Thomas dkk, 2011).

1
depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI 2013).
Sedangkan menurut World Hearth Oraganization (WHO) tahun 2013
menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintasmencapai 120.2226 kali atau 72%
dalam setahun. Fraktur adalah terputusnya konstinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2007). Fraktur dibagi atas fraktur
terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana
terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit (Solomon, 2010).
Secaraumum fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang
menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Fraktur terbuka resikonya
meningkat terhadap kontaminasi dan infeksi. Fraktur tertutup adalah fraktur
dimana kulit tidak tertembus oleh frakmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan diluar kulit. Fraktur tertutup bisa dikatahui dengan
melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan
bentuk berupa sudut yang mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain itu
ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan pemendekan tulang (Rasjad, 2008).

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi fraktur ?


2. Apa etiologi fraktur ?
3. Apa klasifikasi fraktur?
4. Bagaimana patofisiologis fraktur?
5. Bagaimana manifestasi klinis fraktur?
6. Bagaimana penatalaksanaan fraktur?
7. Bagaimana prinsip penanganan fraktur?
8. Bagaimana emapat R pada fraktur?
9. Bagaimana penatalaksanaan fraktur trbuka?
10. Bagaimana pemeriksaan diagnostik?
11. Apa definisi dislokasi pada sendi?
12. Apa etiologi dislokasi sendi?
13. Apa klasifikasi dislokasi?

2
14. Bagaimana patofisiologi dislokasi?
15. Bagaimana manifestasi klinis dislokasi?
16. Bagaimana komplikasi dislokasi sendi?
17. Bagaimana pemeriksaan penunjang dislokasi?
18. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi?
19. Bagaimana asuhan keperawatan fraktur?
20. Bagaimana aplikasi teori pada fraktur?

1.3 Tujuan umum

1. Untuk mengetahui definisi fraktur


2. Untuk mengetahui etiologi fraktur
3. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur
4. Untuk mengetahui patofisiologis fraktur
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur
7. Untuk mengetahui prinsip penanganan fraktur
8. Untuk mengetahui emapat R pada fraktur
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur terbuka
10. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik
11. Untuk mengetahui definisi dislokasi pada sendi
12. Untuk mengetahui etiologi dislokasi sendi
13. Untuk mengetahui klasifikasi dislokasi
14. Untuk mengetahui patofisiologi dislokasi
15. Untuk mengetahui manifestasi klinis dislokasi
16. Untuk mengetahui komplikasi dislokasi sendi
17. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dislokasi
18. Untuk mengetahui penatalaksanaan dislokasi
19. Untuk mengetahui asuhan keperawatan fraktur
20. Untuk mengetahui aplikasi teori pada fraktur

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Fraktur
Fraktur merupakan cedera traumatik dengan presentase kejadian yang
tinggi. Cedera tersebut dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada
kualitas hidup seseorang sebagai akibat dari pembatasan aktivitas,
kecacatan, dan kehilangan pekerjaan. Fraktur adalah gangguan dari
kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka
jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-
X) dapat menunjukan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu
menunjukan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh
darah yang pecah yang dapat menjadi komplikasi pemulihan klien. Untuk
menetukan keperawatan yang sesuai, seorang perawat akan memulai
dengan deskripsi cedera yang ringkas dan tepat (M.Black & Hawks, 2014).
Bedasarkan bacasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasaya disebabkan oleh trauma/rudalpaksa atau enaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman, 2009).
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma.
Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh
kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar
tulang (Helmi, 2011).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot
dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi. Jadi berdasarkan
pengertian diatas  fraktur  adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan.

4
2.2 Etiologi Fraktur

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung. Gaya meremuk, gerakan


puter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Lukman, 2009).

Umumnya fraktur disebbabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan


yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,
biasanya fraktur terjadi pada umur 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangakn pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormaon pada menopause (Lukman, 2009).

1. Kekerasan/trauma langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.

2. Kekerasan/trauma tidak langsung


Kekerasan tidak langsung merupakan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.

3. Kekerasan/trauma akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya
dan penarikan.

2.3 Klasifikasi Fraktur


Keparahan dari fraktur biasanya bergantung pada gaya yang
menyebabkan fraktur tersebut. Jika ambang fraktur tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang hanya retak bukan patah. Jika gaya ekstrem, seperti

5
pada tabrakan mobil atau luka tembak, tulang dapat hancur berkeping-
keping. Jika tulang patah sehingga ada fragmen fraktur yang menembus
keluar kulit atau ada luka luar yang memenetrasi hingga tulang yang patah,
fraktur ini disebut fraktur terbuka. Tipe fraktur ini umumnya serius, karena
begitu kulit telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi diluka dan tulang.
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan lebih dari 150
tipe fratur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi.
Misalnya klien dapat mengalami fraktur compound, transversal dari femur
distal. Memahami gaya yant diperlukan untuk menciptakan berbagai tipe
fraktur akan sangat membantu. Misalnya, tulang femur orang dewasa tidak
mudah patah. Sehingga jika ada klien dewasa datang dengan femur yang
patah, makan akan dilakukan pengkajian cidera lain dengan mengkaji
penyebab fraktur.

Price Sjamsuhidayat Doenges Reeves Smelzer

(1995) (1996) (2000) (2001) (2002)

Transversal Tertutup Incomplete Terttutup Komplit

Oblik Terbuka Complete Terbuka Tidak komplit

Spiral Fisura Tertutup Komplit Tertutup

Segmental Serong Terbuka Retak retak Terbuka

Impaksi Sederhana Patologis Komplit Greenstick

Patologik Lintang Oblik Transversal

Greenstick Sederhana Spiral Oblik

Avulusi Komunitif Teransversal Spiral

Sendi Segmental Segmental Kominutif

6
Beban lainya Dahan hijau kominutif Depresi

Kompresi Kompresi

Impaksi Patologik

Impresi Avulse

Patologis Epifiseal

Impaksi

Metode klasifikasi paling sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur


tertutup atau terbuka. fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi
cidera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit siatas cedera tulang.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka yang dibagi berdasarkan
keparahannya :

a. Derajat 1. Luka kurang dari 1 cm; kontaminasi minimal


b. Derajat 2. Luka lebih dari 1 cm; kontaminasi sedang
c. Derajat 3. Luka melibihi 6 hingga 8 cm; ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, syaraf,dan tendon; dan kontaminasi banyak. Oleh karena luka
berhubungan dengan dunia luar, resiko infeksi harus segera dikenali dan
ditangani.
1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar

7
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari
luar).
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-
union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang

Tipe-Tipe Fraktur yang umum

8
Transverse : Garis fraktur terjadi pada sudut 90-derajat pada sumbu
longitudinal tulang
Oblique : Garis fraktur terjadi pada kurang lebih suduh 45-derajat
pada sumbu longitudinal tulang
Spiral : Garis fraktur terjadi akibat gaya puntiran; membentuk suatu
spiral yang mengelilingi tulang
Comminuted : Terdapat lebih dari satu garis fraktur; lebih dari fragment
tulang; fragment dapat terpuntir atau hancur
Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
Avulsed : fragmen-fragmen tulang terlempar dari badan tulang pada
lokasi perlekatan ligament atau tendon
Torus (buckle) : Tulang mengalami deformasi tetapi tidak retak. Lebih
sering terjadi pada anak-anak. Fraktur tulang ini menyakitkan
tetapi stabil.
Greensick : Sebagian tulang patah di satu sisi, tetapi tidak pecah
sepenuhnya karena sisa tulang dapat membengkok. Kondisi
ini biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak, yang
tulangnya lebih lembut dan lebih elastis.

9
2.4 Patofisiologi Fraktur

Daya

Resiko fraktkur:
Tulang emboli paru
emboli lemak

Fraktur

terbuka tertutup Gas gangren

infeksi reduksi

pemulihan imobilisasi

Debridemen Delayed union

Debridemen

union mobilisasi
malunion
union

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan frakur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil,
maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat
pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik
fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme

10
yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun
bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat
bergeser karena gaya penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen
fraktur dapat bergeser kesamping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau
menimpa segmen yang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.

Selain itu, poriosteum dan pembuluh darah di korteks srta sumsum dari tulang
yang patah juga terganggu. Sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi
karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran
sumsum (medula), hematoma terjadi di antara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi, edema,nyeri, kehilangan
fungsi, eksudasi plasma, dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respon
patofisiologis ini juga merupakan tahap awal dari penyembuhan tulang.Tabel derajat
patah tulang

Tabel derajat patah tulang :

Derajat Luka Fraktur

1 Laserasi < 2cm Sederhana

Laserasi < 1 cm, dengan Dislokasi


luka bersih
Fragmen minimal

2 Laserasi > 2cm, kontusi Dislokasi


otot di sekitarnya
Fragmen jelas

3 Luka lebar Komunitif

Rusak hebat atau Segmental


hilangnya jaringan di
sekitarnya, terkontaminasi. Fragmen tulang ada yang
hilang

11
Fraktur komunitif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa bagian
serpihan-serpihan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang. Sementara fraktur
segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Untuk fraktur yang tidak sempurna,
dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkok dan sering terjadi
pada anak-anak, dinamakan fraktur greenstick (Lukman, 2009).

Fraktur yang ditandai dengan tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau
tendon pada perlekatannya disebut fraktur avulse. Fraktur patologis adalah fraktur
yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit karena terjadinya penurunan
densitas tulang seperti kista tulang, penyakit piaget, metastasis tulang, tumor.
(Lukman, 2009).

2.5 Manifestasi Fraktur

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,


pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna
(Smeltzer, 2002). Gejala umum fraktur menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit,
pembengkakan, dan kelainan bentuk.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimbilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yag dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukanya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias
diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intergritas
tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan baawah tempat fraktur.

12
Fragmen sering saling melingkupi satu samma lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi)
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antaara fragmen satu dengan
lainya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokalpada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Lukman, 2009).
Manifestasi klinis meliputi nyeri terus-menerus, hilangnya fungsi
(fungsiokaensa) deformitas pemendekan ekstremitas, krepitus pembengkakan
local dan perubahan warna. Ada empat konsep dasar yang harus di
pertimbangkan untuk menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis frkatur pada tempat
kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan
pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jeis
kekuatan yang berperan pada peristiwa yang terjadi, serta menentukan
kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari
klien.
2. Reduksi fraktur ( mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis)
a. Reduksi terbuka, dengan pembedahan, memasang alak fiksasi
interna (mis,pen,kawat,sekrup,plat, paku dan batangan logam)
b. Reduksi tertutup, ekstremitas dipertahankan dengan gips,traksi,
brece,bidai, dan fiksator eksterna.
3. Imobilisasi, setelah reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi
penyatun. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi ekstrna dan
interna.

13
4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi :
a. mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
c. memantau status neuromuscular
d. mengontrol kecemasan dan nyeri
e. latihan isometric dan setting otot
f. kembali ke aktivitas semula secara bertahap

2.6 Komplikasi Fraktur


Komplikasi awal
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya pemeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunya okseginaas. Hal ini biasanya
terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurologi sering
terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang sangat hebat pada pasien
2. Kerusakan arteri
Pencahnya arteri karena trauma bisa di tandai oleh : tidak adanya nadi, CRT
(Cappilary Refilll Time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang
lebar, serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindkan emergensi
pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
3. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot,
tulang, saraf dan pembekuan darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau pendarahan yang menekan otot,saraf dan
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komlikasi fraktur
hanya terjadi pada fraktur yang terdekat dengan persendihan dan jaringan
terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sidrom kompaertemen
adalah 5p yaitu :

14
a. Pain : nyeri local
b. Paralysis : kelumpuhan tungkai
c. Pallor : pucat bagian distal
d. Parestesia : tidak ada sensansi
e. Pulsesessness : tidak ada denyut nadi perubahan nadi, perfusi yang tidak
baik dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat
5. Avaskular nekrosis
Avaskular nekosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusuk atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6. Sindrom embolik lemak
Sindrom embolik lemak (fat embolism syndrome-fes) adalah komlikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
sel lemak yang dihasilakan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, takikardi,hipertensi,takipnea, dan demam
Komplikasi lama
1. Delay union
Delay union merupakan kegagan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambungnya dengan bik. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah
frkatur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah )

15
2. Non – union
Disebut non- union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8
bulan tidak terjadi konsolidasi sehinga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama
infeksi yang disebut sebagai infected pseudoarthrosis.
3. Mal- union
Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat defoitas yang terbentuk angulasi,varus/valgus, pemendekan, atau
menyilag, misalnya pada fraktur radius-ulna.

2.7 WOC Fraktur

16
2.8 Penatalaksanaan Fraktur

Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk melakukan imobilisasi bagian


tubuh segera sebelum klien dipindahkan. Bila klien mengalami cedera, sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstermitas haru disangga ddi atas sampai di bwah
tempat patahan untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Pembidaian
sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.

Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri,


kerusakan jaringan lunak, dan penarahan lebih lanjut. Nyeri yang terjadi karena
fraktur yang sangat berat dapat dikurangi dengan menghindari fragmen tulang.
Daerah yang cedera di imobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, dan kemudian dibebat dengan kencang namu tetap harus
memperhatikan nadi perifer. Imobilisasi tulang panjang ekstermitas bawah dapat
juga dilakukan dengan membebat ke dua tungkai bersama, dengan ekstremitas
yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera.

Luka ditutup dengan pembalut steril (bersih) untuk mencegah kontaminasi


jaringan yang lebih dalam pada luka terbuka. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui
luka/menembus kulit. Evaluasi klien dengan lengkap. Pakaian dilepas dengan
lembut, diawali dari bagian tubuh yang sehat dan dilanjutkan pada sisi yang
cedera. Pakaian mungkin harus dipotong pada sisi yang cedera. Ekstremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerrakan untuk mencegah kerusakan jaringan
lunak lebih lanjut.

Pertolongan pertama pada penderita patah tulang di luar rumah sakit adalah
sebagai berikut:

a. Jalan napas
bila penderita tak sadar, jalan napas dapat tersumbat karena lidahnya sendiri
yang jatuh ke dalam faring, sehingga menutup jalan napas atau adanya

17
sumbatan oleh lendir, darah, muntahan atau benda asing. Untuk mengatasi
kaadan ini, penderitaan dimiringkan sampai tengkurap. Rahang san lidah
ditarik ke depan dan bersihkan faring dengan jari-jari.
b. Perdarahan pada luka
cara yang paling efektif dan paling aman adalah dengan meletakkan kain yang
bersih (kalau bias steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan
tangan atau dibalut dengan verban yang cukup menekan. Torniket sendiri
mempunyai kelemahan dan bahaya. Kalau dipasang terlalu kendur
menyebabkan perdarahan vena berlebihan. Kalau dipasang terlalu kuat dan
terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Dalam
melaukuakan penekanan atau pembebatan pada daerah yang mengalami
pendarahan, harus diperhatikan denyut nadi perifer, serta pengisisan kapiler
untuk mencegah terjadinya kematian jaringan.
c. Syok.
Pada suatu kecelakaan kebnyakan syo yangterjadi adalah syok hemoragik.
Syok bias terjadi bila orang kehilangan darahnya lebih kurang 30% dari
volume darahnya. Pada fraktur femur tertutup orang dapat kehilngan darah
1000-1500cc.
Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah sebagai berikut.

1. denyut nadi lebih dari 100x/menit.


2. Tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg
3. Wajah dan kuku menjadi pucat atau sianotik
4. Kulit tangan dan kaki dingin.
Gejala — gejala lain dapat berupa sakit (bukan gejala yang domain), otot-otot
menjadi lunak, timbul rasa haus, pernapasan menjadi cepat dan dalam, serta
kesadaran normal, apatis atau koma.

Paling baik untuk mengatasi syok karena pendarahan adalah diberikan darah
(transfuse darah), sedangkan cairan lainya seperti plasma, dextran, dan lain-lain

18
kurang tepat karena tidak dapat menunjang perbaikan karena tidak ada sel darah
yang sangat diperlukan untuk transportasi oksigen.

d. Fraktur dan dislokasi


Faktur dan dislokasi dari anggota gerak harus dilakukan imbilisasi sebelum
penderita dibawa ke rumah sakit. Guna biadai selain untuk imobilisasi atau
mengurangi sakit, juga untuk mencegah kerusakan jaringan lunak yang lebih
parah. Pada fraktur/dislokasi servikal dapat dipergunakan gulungan kain tebal
atau bantalan pasir yang diletakkan di alas kertas. Fraktur/dislokasi di daerah
bahu atau lengann atas cukup diberikan sling (mitella). Untuk lengan bahwa
dapat dipakai papan dan bantalan kapas. Fraktur femur atau dislokasi sendi
panggul dapat dipakai Thomas splint atau papan panjang dipasang yang dari
aksila sampai pedis dan difisasi dengan tungkai sebelah yang normal. Fraktur
tungkai bahwadan lutut dapat dipakai papan ditambah bantalan kapas dari
pangkal paha sampai pedis. Untuk trauma di daerah pedis dapat dipakai
bantalan pedis (Lukman, 2009).
2.9 Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan segera. Penundaan waktu


dalam memberikan pertolongan akan mengakibatkan komplikasi infeksi
karena adanya pemamparan dari lingungan luar. Waktu yang optimal untuk
melaksankan tindakan sebelum 6-7 jam sejak kecelakaan, disebut golden
period.

Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat


(pusponegoro A.D, 2007) yaitu :
Derajat 1 : terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari
tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam.
Derajat 11 : luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis.
Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda asing di sekitar luka.

19
Derajat 111: luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat 11.
Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot sarf tepi.
Pada luka derajat 1 biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga
penutupan kulit dapat ditutup secara primer. Namun pada derjat 11 luka lebih
besar dan bila dipaksakan menutup luka secara primer akan terjadi teganggan
kulit.hal ini akan menganggu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan
terbuka dan luka di tutup setelah 5-6 hari (delayed primary suture) untuk
fiksasi tulang pada derajat 11 dan 111 paling baikmenggunakan fiksasi
eksterna. Fiksasi eksterna yang sering dipai adalah judet,roger Anderson, dan
methacrylate. Pemakaian gips masih dapat diterima, bila peralatan tidak ada,
namun kelemahan pemakaian gips adalah perawatan yang lebih sulit.

Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridement.


Debridement bertujuan untuk membuat keadaan luka yang kotor menjadi
bersih, sehingga secara teoritis faktur tersebut dapat dianggap fraktur tertutup.
Namun secara praktis, hal tersebut tidak pernah tercapai. Tindakan
debridement dilakukan dalam anestesi umum dan selalu harus di sertai dengan
pencucian luka dengan air yang streil/nacl yang mengalir. Pencucian ini
memegang peranan pennting untuk membersihkan kotoran kotoran yang
menempel pada tulang.

Pada fraktur trebuka tidak boleh dipasang torniket. Hal ini penting untuk
menentukan batas jaringan yang vital dan nekrotik. Daerah luka dicukur
rambutnya, dicuci dengan detergen yang lunak (missal phsohex),sabun
biasadengan sikat lamanya kira-kira 10 mneit, dan dicuci dengan air mengalir.
Dengan siraman air mengalir diharpkan kotoran-kotoran dapat terangkat
mengikuti aliran air.

Tindakan pembedahan berupa eksisi luka,kulit subkutis,fasia dan pada


otot-otot nekrosis yang kotor. Fragmen tilang yangkeccil dan tidak

20
memengaruhi stabilitas tulang dibuang. Fragmen yang cukup besar tetap
dipertahankan (Lukman, 2009).

2.10 Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi,imobilisasi, dan pengembalian


fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Smeltzer, 2001). Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaranya dan rotsi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup,traksi dan reduksi terbuka. Metode yang disiplin untuk mereduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan


fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan
spasme otot yang terjadi.

Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan


bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin,kawat,sekrup,plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang solid terjadi.

Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan


mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna
atau eksterna. Metode fiksasi eksternameliputi pembalutan,gips,biadai,traksi
kontinu,pin dan tekhnik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk
fiksasi interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan


dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovascular,

21
latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpastisipasi dalam
memperbaiki kemandirian dungsi dan harga diri. (Lukman, 2009)

2.11 4 R Pada Fraktur

Istilah empat R pada fraktur disampaikan oleh Price (1995), yaitu


rekognisi,reduksi,retensi, dan rehabilitasi. Reognisi menyangkut diagnosis
fraktur pada tempat kejadian dan kemudian di rumah sakit.

Riwayat kecelakaan derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan dan


deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan
apakah ada kemungkinan fraktur dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan
spesifik untuk mencari adanya fraktur.

Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen —fragmen


tulang yang parah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya
fraktur tertutup pada tulang panjang sering ditangani dengan reduksi tertutup.
Untuk evaluasi awal dapat dilaksankan pemasangan bidai-gips dan untuk
mengurangi nyeri selama tindakan, klien dapat diberi narkotikaintravena,
sedative atau blok sarf local. Retensi, sebagai aturan umum, maka gips yang
dipasang untuk memepertankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur
dan di bawah fraktur. Bila kedua sendi posisinya membentuk sudut dengan
sumbu longitudinal tulang patah, maka koreksi angulasi dan oposisi dapat
dipertahankan, sekaligus mencegah perubahan letak rotasional.
(Lukman,2009)

2.12 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksan rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma, dan jenis


fraktur.

22
Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI : memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.Hitung


darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple
trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stress normal setelah

23
trauma.Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple atau cedera hati. (Lukman,2009)

2.13 Definisi Dislokasi Sendi

Dislokasi sendi adalah suatu keadaan di mana permukaan sendi tulang


yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. Secara kasar
tulang “lepas dari sendi”. Subluksasi adalah dislokasi parsial permukaan
persendian. Dislokasi traumatik adalah kedaruratan ortopedi, karena struktur
sendi yang terlihat, pasokan darah, dan saraf rusak susunannya dan
mengalami stress berat.

Dislokasi adalah suatu keadaan ketika permukaan sendi tulang tidak dalam
hubungan anatomis atau keluarnya kepala sendi dari mangkuk sendi.
Sublukasi merupakan definisi hubungan normal antara tulang rawan satu
dengan yang lainnya atau dislokasi parsial permukaan sendi. (Suratun, dkk,
2008)

Dislokasi sendi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.
Dislokasi terjadi bila sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung tulang tidak
lagi menyatu. Bahu, siku, jari, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan
sendi yang paling sering mengalami dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011)

Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang


membentuk persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidayat, 2011)

Dislokasi sendi adalah fragmen fraktur saling terpisah dan menimbulkan


deformitas. (kowalak, 2011). Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi
jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen
tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya.

24
2.14 Etiologi Dislokasi Sendi

Etiologi dislokasi sendi meliputi kongenital (akibat kesalahan


pertumbuhan, dan sering terjadi pada panggul), spontan atau patologi (akibat
penyakit struktur sendi dan jaringan sekitarnya), atau traumatik .

1. Cedera olahraga. Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah


sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok
akibat bermain ski, volley, pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
2. Truma yang tidak berhubungan dengan olah raga seperti benturan keras pada
sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
4. Terjatuh.
5. Terjadinya “tear” ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen
vital penghubung tulang.

2.15 Klasifikasi Dislokasi Sendi

Klasifikasi menurut penyebabnya adalah :

1. Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling


sering terlihat pada pinggul.
2. Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak
dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema

25
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligament, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.

Klasifikasi menurut tipe kliniknya dibagi menjadi :

1. Dislokasi akut, umumnya terjadi pada bahu, siku, dan panggul. Disertai
nyeri akut dan pembengkakan disekitar sendi.
2. Dislokasi berulang, jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh
frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu dan sendi
patello femoral. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/
fraktur yangdisebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh
karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Klasifikasi berdasarkan tempat terjadinya :

1. Dislokasi sendi rahang, dapat terjadi karena menguap terlalu lebar, terkena
pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi sendi bahu, pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral,
berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior
(dislokasi posterior), dan dibawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi sendi siku, merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh
pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku kea rah
posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan
tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi sendi jari, sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak
ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari
dapat mengalami dislokasi kearah telapak tangan atau pungung tangan.

26
5. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal, merupakan
dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
6. Dislokasi panggul, bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di
posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum
(dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi
sentra).
7. Dislokasi patella, paling sering terjadi kea rah lateral, reduksi dicapai
dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi dilakukan
berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

2.16 Patofisiologi Dislokasi Sendi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligament sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatik akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari tiga hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi karena kekakuan pada sendi

2.17 Manifestasi Klinis Dislokasi Sendi

1. Nyeri akut.
2. Perubahan kontur sendi.
3. Perubahan panjang ekstremitas.
4. Kehilangan mobilitas normal.
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi.
6. Deformitas pada persendian, kalau sebuah tulang diraba secara sering akan
terdapat suatu celah.

27
7. Gangguan gerakan otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang
tersebut.
8. Pembengkakan, pembengkakan dapat parah pada kasus trauma dan dapat
menutupi deformitas.
9. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi, sendi bahu, sendi siku, metakarpal
phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
10. Kekakuan

2.18 Komplikasi Dislokasi Sendi


Komplikasi dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tersebut.
2. Cedera pembuluh darah : arteri aksila dapat merusak.
3. Fraktur dislokasi.
Komplikasi lanjut
1. Kekakuan sendi bahu : immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral secara otomatis membatasi abduksi.
2. Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labgrum glenoid robek.
3. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid.
4. Kelemahan otot.

28
2.19 WOC Dislokasi Sendi

2.20 Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik non-invasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan
sendi berwarna putih.
2. CT-Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3
dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.

29
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan tubuh) dengan lebih
detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya
pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

2.21 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis


1) Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologis : pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
1) Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis : sesudah makan, dewasa : sehari 3x1 kapsul,
anak : sehari 3x1/2 kapsul.
2) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian,nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping obat ini adalah mual,
muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis : dewasa; dosis awal
500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
2. Pembedahan.
Operasi ortopedi, merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-
kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut
dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi.
Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi reduksi terbuka
dengan fiksasi interna atau disingkat ORIF (open reduction and
fixation).

30
2) Non medis
1. Dislokasi reduksi : dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
RICE
R : Rest (Istirahat)
I : Ice (Kompres dengan es)
C : Compression (Kompresi/ pemasangan pembalut tekan)
E : elevasi (Meninggikan bagian dislokasi)
2. Pencegahan
1. Cedera akibat olahraga
a. Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari.
b. Latihan atau exercise.
c. Conditioning.
2. Trauma kecelakaan
a. Kurangi kecepatan.
b. Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman.
c. Patuhi peraturan lalu lintas.
2.22 Asuhan Keperawatan Teori

1. Pengkajian

Langkah awal dari proses keperawatan adalah pengkajian.tahap ini merupakan


tahap yang akan mendasari tahap-tahap selanjutnya. Kemampuan komunikasi
seorang perawat sangat menentukan keberhasilan proses ini. Dengan komunikasi
terapeutik yang baik, seorang perawat dapat mengumpulkan data secara lengkap
sehingga masalah klien dapat dilakukan secara tepat. Data yang perlu dikaji
adalah :
1. Biodata : perlu dikaji secara lengkap untuk meliputi nama pasien, umur,
alamat, pekerjaan, status perkawinan, dan lain-lain.
2. Keluhan utama : merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan
pelayanan kesehatan. Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit.

31
3. Riwayat penyakit sekarang : Merupakan penjelasan dari permulaan klien
merasakan keluhan sampai dengan dibawa kerumah sakit. Biasanya nyeri
pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak
aktivitas.
4. Riwayat penyakit dahulu : Merupakan penyakit yang diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini.
5. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat
kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai
secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki. Seperti :
a. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
b. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita
adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit
biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur
2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan kondisi pembedahan
b. Gangguan intergritas kulit/jaringan berhubungan dengan pembedahan
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intregritas
struktur tulang

No Kode Diagnosa
1 D.0077 Nyeri Akut
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)

32
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen cidera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
Gejala mayor :
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis, waspada posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Kondisi klinis terkait:
1. kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom Koroner akut
5. Glaucoma
2. D.0129 Gangguan Integritas kulit
Kategori : Lingkungan
Subkategori : keamanan dan proteksi
Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis)atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia,otot, tendon,kartilago,kapul
sendi dan/atau ligament)
Penyebab :
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kima iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Factor mekanis (mis, penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan )atau factor elektris (elektrodiatermi,energy listrik
bertegangan tinggi)

33
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi intergritas jaringan
Gejala dan Tanda mayor:
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan Tanda minor:
1. Nyeri
2. Pendarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Kondisi klinis terkait
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongesitif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes mellitus
5. Imunodefisiensi (mis, AIDS)
3. D.0054 Gangguan mobilitas fisik
Kategori : fisiologis
Subkategori : aktivitas/ istrirahat
Definisi :
Keterbatasan dalam gerakan fisik dan satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri
Penyebab :
1. Kerusakan intergritas jaringan
2. Perubahan metabolisme

34
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan masa otot
5. Gangguan muskuloskletal
6. Nyeri
7. Kecemasan
8. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeuh sulit menggerakan ekstremitas
Objektif :
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentan gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan penggerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

3. Intervensi

35
NO SIKI SLKI
KODE HASIL KODE HASIL
1. 1.08238 Manajemen Nyeri Tujuan :
Definisi : Setelah dilakukan perawatan
mengidentifikasi dan selama 1 x 24 jam, diharapkan
mengelola pengalaman nyeri akut dapat teratasi dengan
sensorik atau emosional criteria hasil sebagai berikut :
ang berkaitan dengan 1. Melaporkan nyeri terkontrol
kerusakan jaringan atau dari skala 1 (menurun)
fungsional dengan onset L.0806 menjadi skala 3 (sedang).
mendadak atau lambat 3 2. Kemampuan mengenali
dan berintensitas ringan penebab nyeri dari skala 1
hingga berat dan (menurun) menjadi skala 3
konstan. (sedang)
Intervensi 3. Dukungan orang terdekat dari
Observasi skala 1 (menurun) menjadi
1. Mengidentifikasi skala 3 (sedang)
lokasi, karakteristik, 4. Keluhan nyeri dari skala 1
durasi,frekuensi, ( meningkat) menjadi skala 3
kualitas, intensitas (sedang)
nyeri.
2. Mengidentifikasi
skala nyeri
3. Mmengidentifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
4. Memonitor efek
samping
penggunaan
analgesic
5. Memfasilitasi
istrirahat tidur
6. Memberikan
kompres hangat
menggunakan
kantong diisi
dengan air hangat
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri.
7. Memberikan
kompres dingin

36
menggunakan
kantong diisi
dengan air dingin
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri
8. Pemberian terapi
latihan dan message
Terapi latihan
yang digunakan
berupa latihan Hold
Relax,Passive
Movement dan
Active Movement
9.
2. 1.14539 Pencegahan infeksi Tujuan :
Definisi : Setelah dilakukan perawatan
Mengidentifikasi dan selama 1 x 24 jam, diharapkan
menurunkan resiko gangguan intergritas jaringan
terserang organisme dapat teratasi dengan criteria
patogenetik hasil sebagai berikut :
Intervensi
Observasi 1. Nyeri dari skala
1. Memonitor tanda 1(meningkat) menjadi skala
dan gejala infeksi 3 (sedang)
local dan sistemik 2. Bengkak dari skala
terapeutik 1(meningkat) menjadi skala
2. Memberikan 3 (sedang)
perawatan luka pada 3. Kadar sel darah putih dari
area edema skala 1 ( memburuk)
3. Memcuci tangan menjadi skala 3 (sedang)
sebelum dan 4. Kultur area luka dari skala
sesudah kontak 1 ( memburuk) menjadi
dengan pasien dan skala 3 (sedang)
lingkungan pasien
Edukasi
1. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Menganjurkan

37
meningkatkan
asupan nutrisi
4.

3. 1.05173 Dukungan mobilisasi Tujuan :


Definisi: Memfasilitasi Setelah dilakukan perawatan
pasien untuk selama 1 x 24 jam, diharapkan
meningkatkan aktivitas gangguan mobilitass fisik dapat
pergerakan fisik teratasi dengan criteria hasil
Intervensi sebagai berikut :
Observasi 1. Pergerakan ekstremitas dari
1. Mengidentifikasi skala 1 (menurun) menjadi
adanya nyeri atau skala 3 (sedang)
keluhan fisik 2. Kekuatan otot dari skala 1
lainnya (menurun) menjadi skala 3
2. Mengidentifikasi (sedang)
toleransi fisik 3. Rentan gerak (ROM) dari
melakukan skala 1 (menurun) menjadi
pergerakan skala 3 (sedang)
3. Memonitor kondisi 4. Nyeri dari skala 1
umum selama ( meningkat) menjadi skala 3
melakukan (sedang)
mobiliksasi 5. Gerakan terbatas dari skala 1
Terapeutik ( meningkat) menjadi skala 3
1. Memfasilitasi kan (sedang)
pergerakanaktifitas
mobilisasi dengan
alat bantu
(mis,pagar tempat
tidur)
2. Melibatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkat
1. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Setelah rencana
tindakan keperawatan disusun secara sistemik, selanjutnya rencana tindakan
tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu, guna untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan.

38
2. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan
terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu
perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan yang
ditetapkan belum berhasil atau teratasi.

39
BAB III
ASKEP KASUS
3.1 KASUS
Pasien laki-laki usia 25 tahun dirujuk oleh dokter umum dari Rumah Sakit
Balimed dengan OF Tibia 1/3 distal dextra. Pasien datang sadar mengeluhkan nyeri
pada kaki kanannya setelah terkena mesin 4 jam sebelum MRS. Riwayat tidak sadar
(-), muntah (-) sesak (-). Pasien sedang memperbaiki masin yang rusak, tiba-tiba kaki
kanan pasien terpleset dan tergilas mesin. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien
dengan keadaan umum baik dan hemodinamik stabil, dari status general tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan status lokalis regio cruris 1/3 distal ditemukan
luka terbuka (+), pada regio anteromedial, bone exposed (+), Tendon exposed (+),
Deformity (+) Angulation, External Rotation. Nyeri tekan (+) pada area distal, arteri
dorsalis pedis dan arteri tibial posterior teraba, CRT<2”, SpO2 98%, Sensoric (+)
normal dan active ROM Ankle terbatas karena nyeri.

3.2 PENGKAJIAN

A. IDENTITAS
Nama : Hasan Istanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 25 tahun
CM : 18023106
Alamat : Padang sambian, Denpasar
MRS : 05/06/2018

B. ANAMNESIS
Pasien datang sadar mengeluhkan nyeri pada kaki kanannya setelah terkena mesin 4
jam sebelum MRS. Riwayat tidak sadar (-), muntah (-) sesak (-).
MOI : Pasien sedang memperbaiki masin yang rusak, tiba-tiba kaki kanan pasien
terpleset dan tergilas mesin.

40
Pasien dirujuk oleh Dokter Umum dari Rumah Sakit Balimed dengan OF Tibia 1/3
distal dextra.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
A : Clear
B : Spontaneous, RR 18 x/min
C : Stable Hemodynamic, BP120/70 mmHg, HR 98 x/min
D : Alert

Secondary Survey
GCS : E4V5M6
Head : Cephalhematome (-)
Neck : Tenderness (-), Bruise (-), Step Off (-)
Eye : RP -/- Isochor, Periorbital Echimosis (-/-)
ENT : Otorrhea -/-, Rhinorrhea -/-
Maxillofacial : Bruise (-), Swelling (-), Floating Maxilla (-), Malocclusion (-)
Thorax :
Insp : Symmetric
Palp : Tenderness (-), Crepitation (-)
Perc : Sonor / Sonor
Aus : Cor : S1-S2 single reguler murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen :
Insp : Bruise (-), Distension (-)
Aus : BS (+) Normal
Palp : Defans (-)
Per : Tymphani
Pelvic : Bruise (-), Stable Pelvis
Extremities : Hangat

41
~ Status Lokalis
Right Leg Region
L : Open wound (+) at anteromedial side of distal third area, Bone exposed (+),
Tendon exposed (+), Deformity (+) Angulation, External Rotation
F : Tenderness (+) over distal third area, dorsalis pedis and posterior tibial arteries
palpable, CRT<2”, SpO2 98%, Sensoric (+) normal
M : Active ROM Ankle Limited due to pain Active 2nd-4th MCP-IP 0/90 Active
great toe extension (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Right Leg X-Ray AP/ Lateral View Balimed Hospital (04/06/2018)

Right Leg X-Ray AP/ Lateral View Sanglah Hospital (04/06/2018)

42
Right Ankle AP/Lateral View Sanglah Hospital (04/06/2018)

43
Right Leg X-ray AP/Lateral View Post Op (04/06/2018)

Right Ankle AP/Lateral View Post Op (04/06/2018)

Clinical Pictures Post Op (04/06/2018)

44
E. TERAPI

Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan
rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Pemendekan
kurang 2 cm tidak akan jadi masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien
sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian pemendekan sebaiknya dihindari.

Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang stabil, cukup
diimobilisasi dengan gips dan jan kaki sampai puncak paha dengan lutut posisi

45
fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mngatasi rotasi pada daerah fragmen. Setelah
dipasang, harus ditunggu samapi gips menjadi kering betul yang biasanya
membutuhkan waktu dua hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani. Penyambungan
fraktur diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam gips biasanya dapat
dikoreksi dengan membentuk insis baji pada gips. Pada fraktur yang tidak dislokasi
diinstruksikan untuk menopang berat badan dan berjaian. Makin cepat fraktur
dibebani maka makin cepat penyembuhan. Gips tidak boleh dibuka sebelum penderita
dapat jalan tanpa nyeri.

Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang tidak stabil
karena cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh karena itu
diperlukan tindakan reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna atau eksterna.
Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil membutuhkan traksi kalkaneus
terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang gips sepanjang tungkai dan
jan hingga paha.

Metode terapi alternatif lain pada fraktuf shaft tibia tertutup adalah dengan
intramedullary nailing dan bagian teratas tibia

Indikasi Operasi

 Fraktur terbuka

 Gagal terapi konservatif

 Fraktur tidak stabil

 Adanya nonunion

Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia :

 Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau hilangnya fragmen tulang

 Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoartrosis)

46
F. KOMPLIKASI OPERASI

Komplikasi pada fraktur tibia dan fibuia adalah cedera pada pembuluh darah, cedera
saraf terutama n. peroneus, pembengkakan yang menetap, pertautan lambat,
pseudoartrosis dan kekakuan sendi pergelangan kaki.

Sindrom kompartmen sering ditemukan pada fraktur tungkai bawah tahap dini. Tanda
dan gejala 5 P harus diperhatikan siang dan malam pada hari pertarna pasea cedera
atau pasca bedah, yaitu nyeri (pain) dikeadaan istirahat, parestesia karena rangsangan
saraf perasa, pucat karena iskemia, paresis atau paralisis karena gangguan saraf
motorik, dan denyut nadi (pulse) tidak dapat diraba lagi. Selain itu didapatkan
peninggian tekanan intrakornpartmen yang dapat diukur (pressure), gangguan
perasaan yang nyata pada pemeriksaan yang membandingkan dua titik (points) dan
kontraktur jari dalam posisi fleksi karena kontraktur otot fleksor jari. Operasi
fasiotomi ketiga kompartmen tungkai bawah merupakan operasi darurat yang harus
dikerjakan segera setelah diagnosis ditegakkan sebab setelah kematian otot tidak ada
kemungkinan fungsinya pulih kembali.

G. PERAWATAN PASCA BEDAH

Post op sebaiknya tungkai dielevasi untuk mengurangi edema. Weight bearing harus
ditunggu sampai fraktur benar-benar telah union. Follow-Up dilakukan setelah 16
minggu dilakukan foto X Ray kontrol dengan posisi AP Lateral dan 2 oblik untuk
menilai fraktur sudah union. Jika fraktur telah union weight bearing bertahap dapat
dimulai dengan bantuan kruk. Pasien harus tetap dimonitor untuk meyakinkan tidak
terjadinya displacement.

47
3.3 ANALISA DATA :

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS: Pasien mengeluh Traumatidak langsung Kode : D.0077 Nyeri Akut
nyeri pada kaki
kananya setelah Definisi : Pengalaman
terkena mesin 4 jam sensorik atau emosional yang
sebelum MRS Fraktur berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau
DO : fungsional, dengan onset
1. . Nyeri tekan (+) Pergeseran fragmen mendadak atau lambat dan
pada area distal, arteri tulang berintensitas ringan hingga
dorsalis pedis dan berat yang berlangsung
arteri tibial posterior kurang dari 3 bulan.
teraba
Nyeri akut

DS: pasien Fraktur Kode : D.1029 Gangguan


mengatakan kaki intregritas kulit/jaringan
kanan terluka karena
terkena mesin 4 jam Definisi : Kerusakan kulit
Diskontinuitas tulang (Dermis dan/atau epidermis)
sebelum MRS
atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot,
Perubahan jaringan tendon, tulang, kartilago,
DO: Pada kapsul dan sendi dan/atau
sekitar
pemeriksaan status ligament)
lokalis regio cruris 1/3
distal ditemukan luka
terbuka (+), pada regio Gangguan intregritas
anteromedial, bone kulit/jaringan
exposed (+), Tendon
exposed (+),
Deformity (+)
Angulation,
Right Leg Region
L : Open wound (+) at
anteromedial side of
distal third area, Bone
exposed (+), Tendon
exposed (+),
Deformity (+)
Angulation, External
Rotation

48
F : Tenderness (+)
over distal third area,
dorsalis pedis and
posterior tibial arteries
palpable, CRT<2”,
SpO2 98%, Sensoric
(+) normal
M : Active ROM
Ankle Limited due to
pain Active 2nd-4th
MCP-IP 0/90 Active
great toe extension (-)
DS : Pasien mengeluh Fraktur Kode : D.0054 Gangguan
nyeri pada kaki mobilitas fisik
kananya setelah
terkena mesin 4 jam
sebelum MRS Diskontinuistas tulang
Definisi : Keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau
DO: ROM angkle lebih ekstremitas secara
Perubahan jaringan
terbatas karena nyeri mandiri.
sekitar

Pergeseran fragmen
tulang

Deformitas

Gangguan fungsi

Gangguan mobilitas
fisik

3.4 DIAGNOSA
A. Nyeri akut berhubungan dengan kondisi pembedahan
B. Gangguan intergritas kulit/jaringan berhubungan dengan pembedahan

49
C. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intregritas struktur
tulang

3.5 INTERVENSI

NO SIKI SLKI
KODE HASIL KODE HASIL
1. 1.08238 Manajemen Nyeri Tujuan :
Definisi : mengidentifikasi Setelah dilakukan perawatan
dan mengelola pengalaman selama 1 x 24 jam,
sensorik atau emosional ang diharapkan nyeri akut dapat
berkaitan dengan kerusakan teratasi dengan criteria hasil
jaringan atau fungsional sebagai berikut :
dengan onset mendadak 1. Melaporkan nyeri
atau lambat dan L.08063 terkontrol dari skala 1
berintensitas ringan hingga (menurun) menjadi
berat dan konstan. skala 3 (sedang).
Intervensi 2. Kemampuan
Observasi mengenali penebab
1. Mengidentifikasi nyeri dari skala 1
lokasi, karakteristik, (menurun) menjadi
durasi,frekuensi, skala 3 (sedang)
kualitas, intensitas 3. Dukungan orang
nyeri. terdekat dari skala 1
2. Mengidentifikasi (menurun) menjadi
skala nyeri skala 3 (sedang)
3. Mengidentifikasi 4. Keluhan nyeri dari
faktor yang skala 1 ( meningkat)
memperberat dan menjadi skala 3
memperingan nyeri (sedang)
4. Memonitor efek
samping
penggunaan
analgesic
5. Memfasilitasi
istrirahat tidur
6. Memberikan
kompres hangat
menggunakan
kantong diisi dengan

50
air hangat dengan
suhu tertentu
kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri.
7. Memberikan
kompres dingin
menggunakan
kantong diisi dengan
air dingin dengan
suhu tertentu
kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri
8. Pemberian terapi
latihan dan message
Terapi latihan yang
digunakan berupa
latihan Hold
Relax,Passive
Movement dan
Active Movement

2. 1.14539 Pencegahan infeksi Tujuan :


Definisi : Mengidentifikasi Setelah dilakukan perawatan
dan menurunkan resiko selama 1 x 24 jam,
terserang organisme diharapkan gangguan
patogenetik intergritas jaringan dapat
Intervensi teratasi dengan criteria hasil
Observasi sebagai berikut :
1. Memonitor tanda 1. Nyeri dari skala
dan gejala infeksi 1(meningkat) menjadi
local dan sistemik skala 3 (sedang)
terapeutik 2. Bengkak dari skala
2. Memberikan 1(meningkat) menjadi
perawatan luka pada skala 3 (sedang)
area edema 3. Kadar sel darah putih
3. Memcuci tangan dari skala 1
sebelum dan ( memburuk) menjadi
sesudah kontak skala 3 (sedang)
dengan pasien dan 4. Kultur area luka dari
lingkungan pasien skala 1 ( memburuk)
Edukasi menjadi skala 3
1. Menjelaskan tanda (sedang)

51
dan gejala infeksi
2. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Menganjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
3. 1.05173 Dukungan mobilisasi Tujuan :
Definisi: Memfasilitasi Setelah dilakukan perawatan
pasien untuk meningkatkan selama 1 x 24 jam,
aktivitas pergerakan fisik diharapkan gangguan
Intervensi mobilitass fisik dapat teratasi
Observasi dengan criteria hasil sebagai
1. Mengidentifikasi berikut :
adanya nyeri atau 1. Pergerakan
keluhan fisik ekstremitas dari skala
lainnya 1 (menurun) menjadi
2. Mengidentifikasi skala 3 (sedang)
toleransi fisik 2. Kekuatan otot dari
melakukan skala 1 (menurun)
pergerakan menjadi skala 3
3. Memonitor kondisi (sedang)
umum selama 3. Rentan gerak (ROM)
melakukan dari skala 1
mobilisasi (menurun) menjadi
Terapeutik skala 3 (sedang)
1. Memfasilitasi kan 4. Nyeri dari skala 1
pergerakanaktifitas (meningkat) menjadi
mobilisasi dengan skala 3 (sedang)
alat bantu 5. Gerakan terbatas dari
(mis,pagar tempat skala 1 (meningkat)
tidur) menjadi skala 3
2. Melibatkan (sedang)
keluarga untuk
membantu pasien
dalam meningkat

52
3.6 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/
Dx TTD
1. 27-09-19 08.00 1. Mengidentifikasi S : px mengatakan
lokasi, masih terasa nyeri
karakteristik, O : pasien tampak
durasi,frekuensi, meringis dan gelisah
kualitas, intensitas A : Intervensi
nyeri. teratasi sebagian
12.00 2. Mengidentifikasi P : Intervensi
skala nyeri 1,2,3,4,5,6,7,8
13.30 3. Mengidentifikasi dilanjutkan
faktor yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
15.00 4. Memonitor efek
samping
penggunaan
analgesic
18.00 5. Memfasilitasi
istrirahat tidur
6. Memberikan
kompres hangat
menggunakan
kantong diisi
dengan air hangat
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri.
7. Memberikan
kompres dingin
menggunakan

53
kantong diisi
dengan air dingin
dengan suhu
tertentu kemudian
menempatkan pada
bagian yang nyeri
8. Pemberian terapi
latihan dan
message Terapi
latihan yang
digunakan berupa
latihan Hold
Relax,Passive
Movement dan
Active Movement

2 28-09-19 09.00 1. Memonitor tanda S : Px mengatakan


dan gejala infeksi lebih nyaman
local dan sistemik setelah dilakukan
terapeutik perawatan luka
09.30 2. Memberikan O : tidak terlihat
perawatan luka tanda-tanda infeksi
pada area edema. A : Intervensi
13.00 3. Mencuci tangan teratasi sebagian
sebelum dan P : Lanjutkan
sesudah kontak intervensi
dengan pasien dan 1,2,3,4,5,6
lingkungan pasien
14.30 4. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
17.00 5. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi.
20.30 6. Menganjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi

3. 29-09-19 08.00 1. Mengidentifikasi S : Px mengatakan


adanya nyeri atau sudah mampu
keluhan fisik menggerakkan
lainnya tubuhnya meskipun

54
12.00 2. Mengidentifikasi sedikit
toleransi fisik O : Terlihat bengkak
melakukan pada kaki sudah
pergerakan menurun pasien
13.30 3. Memonitor kondisi sudah terlihat sedikit
umum selama mampu
melakukan menggerakkan
mobilisasi kakinya
15.00 4. Memfasilitasi kan A : Intervensi
pergerakanaktifitas teratasi sebagian
mobilisasi dengan P : Lanjutkan
alat bantu intervensi 1,2,3,4,5,6
(mis,pagar tempat
tidur)
18.00 5. Melibatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam meningkat.

55
BAB 4
JURNAL DAN PEMBAHASAN
4.1 PICO

POPULASI INTERVENSI COMPERASI OUTCOME


Pasien post Kompres hangat adalah suatu metode Pemberian kompres Menurut analisa peneliti bahwa terdapat
operasi fraktur di altenatif non farmakologis untuk hangat untuk mengurangi penurunan skala nyeri pada pasien fraktur
RST.DR.Reksodi mengurangi nyeri. Pelaksanaanya nyeri pada pasien fraktur setelah pemberian kompres hangat selama
wiryo Padang dilakukan denganmenggunakan kantong post operasi di 3 hari berturut-turut. Adanya penurunan
2017. diisi dengan air hangat dengan suhu RST.Dr.Reksodiwiryo skala nyeri dari hari 1 sampai hari ke 3
tertrntu kemudian menempatkan pada Padang namun pada hari kedua ada peningkatan
bagian yang nyeri. Pemberian koompres nyeri disebabakan karena karena faktor
hangat ini dilakukan selama 0 menit. lingkungan, faktor usia dan ansietas
Selanjutnya dilakukan pengukuran nyeri sehingga mempengaruhi tingkat emosi
setelah 30 menit pengompresan dengan klien dan akhirnya mempengaruhi skala
skala VAS (Visual Analog Scale). nyeri.
Penggunaan kompres hangat bertujuan
untuk mengetahui pengaruh kompres
hangat pada pasien fraktur ekstremitas
tertutup

Pasien Fraktur Kompres dingin dapat dilakukan di Pemberian kompres Rata-rata nyeri sebelum dilakukan
Ekstremitas dekat lokasi nyeri atau di sisi tubuh dingin untuk mengurangi kompres dingin adalah 6,40 (95% CI:
Tertutup di IGD yang berlawanan tetapi berhubungan nyeri pada Pasien Fraktur 5,85-6,95), median 6,00 dengan standar
RSMH dengan lokasi nyeri, hal ini memakan Ekstremitas Tertutup di seviasi 0,986. Nyeri terendah adalah 5 dan
Palembang waktu 5 sampai 10 menit selama 24 IGD RSMH Palembang nyeri tertinggi adalah 8. Dan hasil
sampai 48 jam pertama setelah cedera.9 Tahun 2012 estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
Pengompresan di dekat lokasi aktual 95% diyakini bahwa rata-rata nyeri
nyeri cenderung memberi hasil yang sebelum dilakukan kompres dingin adalah
terbaik diantara 5,85 sampai dengan 6,95.

56
Rata-rata skala nyeri setelah dilakukan
kompres dingin adalah 3,53 (95% CI:
2,81-4,25), median 3,00 dengan standar
deviasi 1,302. Nyeri terendah adalah 2 dan
nyeri tertinggi adalah 6. Dan hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa rata-rata nyeri
sebelum dilakukan kompres dingin adalah
diantara 2,81 sampai dengan 4,25.
Pasien penderita Penelitian ini menggunakan terapi Pemberian Terapi Berdasarkan hasil analisis data dan
fraktur dengan terapi latihan dan massage pada Latihan dan Massage pembahasan, maka dapat disimpulkan
humeri 1/3 distal kasus fraktur humeri 1/3 distal dengan untuk mengurangi nyeri bahwa:
yang dirawat di pemasangan skin traction. Terapi latihan terhadap Kasus Close 1. Terapi Latihan dan Massage dapat
RS yang digunakan berupa latihan Hold Fraktur Humeri dextra mengurangi nyeri pada penderita fraktur
Othopedi Prof. Relax, Passive Movement dan Active 1/3 humeri 1/3 distal dextra.
Dr. R. Soeharso Movement. Distal dengan 2. Hasil uji t menunjukkan Sig. = 0,000
Surakarta Hold relax adalah suatu teknik dimana Pemasangan Skin (<0,05), maka Ho ditolak dan Ha
otot atau grup antagonis yang Traction diterima. Hal ini berarti nyeri sebelum
memendek dikontraksikan secara dan sesudah tindakan terapi tidak sama,
isometris dengan kuat (optimal) yang yang artinya terapi latihan (hold relax,
kemudian disusul dengan relaksasi otot passive movement, active movement)
atau grup otot tersebut. Efek dari dan massage dengan pemasangan skin
gerakan ini untuk rileksasi otot-otot traction memberikan pengaruh terhadap
yang mengalami spasme sehingga dapat nyeri tekan.
dilakukan penguluran yang maksimal
sehingga dapat menurunkan nyeri-
spasme nyeri.
Passive movement adalah suatu latihan
yang digunakan dengan gerakan.
Gerakan dihasilkan oleh
tenaga/kekuatan dari luar

57
tanpa adanya kontraksi otot atau
aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan
sampai batas nyeri atau toleransi pasien.
Efek pada latihan ini adalah
memperlancar sirkulasi darah, relaksasi
otot, memelihara dan meningkatkan
LGS, mencegah pemendekan otot,
mencegah perlengketan jaringan. Tiap
gerakan dilakukan sampai batas nyeri
pasien.
Active movement, merupakan gerak
yang dilakukan oleh otot-otot anggota
tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam
mekanisme pengurangan nyeri dapat
terjadi secara reflek dan disadari. Gerak
yang dilakukan secara sadar dengan
perlahan dan berusaha hingga mencapai
lingkup gerak penuh dan diikuti
relaksasi otot akan menghasilkan
penurunan nyeri. Di samping itu, gerak
dapat menimbulkan “pumping action”
pada kondisi oedema sering
menimbulkan keluhan nyeri, sehingga
akan mendorong cairan oedema
mengikuti aliran ke proximal.

58
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Fraktur merupakan cedera traumatik dengan presentase kejadian yang tinggi.


Cedera tersebut dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas hidup
seseorang sebagai akibat dari pembatasan aktivitas, kecacatan, dan kehilangan
pekerjaan. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-X) dapat menunjukan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu
menunjukan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah
yang pecah yang dapat menjadi komplikasi pemulihan klien. Untuk menetukan
keperaatan yang sesuai, seorang perawat akan memulai dengan deskripsi cedera yang
ringkas dan tepat. (M.Black & Hawks. 2014)

Dislokasi sendi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.
Dislokasi terjadi bila sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung tulang tidak lagi
menyatu. Bahu, siku, jari, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi yang
paling sering mengalami dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011)

1.2 Saran

Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Penulis berharap pembaca dapat memberikan masukan serta sarannya
untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.

59
DAFTAR PUSTAKA

Amanati Suci, Kusswardani, dan Marita Rose Ash. 2017. Pengaruh Terapi Latihan
dan Massage terhadap Kasus Close Fraktur Humeri dextra 1/3 Distal
dengan Pemasangan Skin Traction. Semarang : Akademi Fisioterapi
Widya Husada Semarang. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR)
Vol. 1, No. 1, Tahun 2017 ISSN 2548-8716

Black,J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta :
Salemba Emban Patria.

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
1.Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan RI.2014. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 5. Jakarta: Depkes RI,p441-448

Helmi ZN. Buku Ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta: Salemba


Medika. 2011. p411-55

Ikbal, Revi Neini dan Hidayat Rahmad. 2018. Pengaruh Pemberian Kompres
Hangat Terhadap Nyeri Pada Pasien Fraktur Post Operasi Di Rst.
Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017. Padang : STIKes Alifah, Jl.
Khatib Sulaiman No. 52 B, Padang, 25000, Indonesia. Jurnal Ilmu

Lukman Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan
system Muskulosketal. Penerjemah: Brahm U. Pendit. Jakarta : ECG

Mediarti, Devi dan Rosnaini. 2015. Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap
Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH
Palembang Tahun 2012. Palembang : Poltekkes Kemenkes Palembang
Jurusan Keperawatan, Palembang. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan,
Volume 2, No. 3, Oktober 2015:253-260

Purnomo, I Gusti Ngurah. 2018. Open Fracture Tibia Dan Fibula. Denpasar :
Program Pendidikan Dokter Spesialis Program Studi Spesialis Bedah
Orthopaedi Dan Traumatologi Universitas Udayana Denpasar
Rasjad, Chairuddin. 2008. Pengantar Ilmu Bedah Oerhopedi, cetakan ke-V.Jakarta :
Yarsif Wtampone. 332-334

60
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Strandart Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Strandart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Kesehatan (JIK) April 2018 Volume 2
Nomor 1 P-ISSN : 2597-8594 E-ISSN : 2580-930X

61

Anda mungkin juga menyukai