Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN TN.

J DENGAN FRAKTUR
FEMUR DI IGD DI RUMAH SAKIT AL HUDA

APLIKASI KEPERAWATAN KLINIS

Disusun Oleh :

LIFA SETIAWATI, S.Kep


NIM : 2021030311

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
TA. 2023 / 2024
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Aplikasi Keperawatan Klinis dengan judul :
“Laporan Pendahuluan Pada Pasien Tn. J Dengan Fraktur Femur Di Igd Di
Rumah Sakit Al Huda “

Yang disusun oleh :

Nama : Lifa Setiawati, S.Kep


NIM : 2021030311

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada :


Hari / tanggal : ………………………………….

Mahasiswa

(Lifa Setiawati, S.Kep)


Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Rumah Sakit

Eka Suryaning Tyas, S.Kep.,M.Kes _______________________


NIDN : 0731018602
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2003).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian).
Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak serta
mengakibatkan penderita mengalami syok (Sjamsuhidajat, 2004).

B. Etiologi
Penyebab fraktur femur menurut Rendy, M Clevo.2012 yaitu :
1) Trauma atau tenaga fisik
2) Fraktur fatologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit
yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan
bawaan) dan dapat terjadi secara sepontan atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress terjadi adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali
ditemukan pada anggota gerak atas
4) Osteoforosis

C. Klasifikasi Fraktur
Menurut Smelzer.2001 dalam buku Jitowiyono Sugeng.2010:
a. Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar
b. Fraktur tebuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit
dimana potensial untuk terjadinya infeksi. Fraktur terbuka dibagi
menjadi 3 derajat:
1. Derajat I
a) Luka kurang dari 1cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
d) Kontaminasi ringan
2. Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian terjadi pada sebagian garis tengah
tulang
D. Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta
pembuluh darah didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan
mengalami disrupsi. Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan
tulang serta dibawah periosterum, dan akhirnya jaringan granulasi
menggantikan hematoma tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang
menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi
daerah fraktur dan aliran darah keseluruh tulang akan mengalami
peningkatan. Sel-sel osteoblast didalam periosteum, dan endosteum akan
memproduksi osteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang belum
mengalami klasifikasi, yang juga disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras
disepanjang permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan
tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorpsi material dari tulang yang terbentuk
sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun kembali tulang tersebut.

Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi osteosit (sel-sel tulang


yang matur). (Kowalak,P Jennifer,2010)
E. Pathway Kelemahan tula
abnormal (osteop
Trauma pada Tekanan yang
tulang(kecelakaan) berulang (kompresi)
F. Manisfestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Jutowiyono.Sugeng.2010:
a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
b. Nyeri pembengkakan
c. Terdapat trauma seperti (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
penganiayaan, tertinpa benda berat, kecelakaan kerja)
d. Gangguan pada anggota gerak
e. Deformitas
f. Kelainan gerak
g. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
h. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan y\ng berdekatan dengan fraktur.
i. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau
perdarahan)

G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Rendy,M Clevo.2012:
1. Radiologi foto polos dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan
pada tulang femur
2. Skor tulang tomography dapat digunakan untuk menidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arterogtram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat atau menurun.

H. Penatalaksanaan Medis
a. Reduksi dan imobillisasi fraktur
1. Reduksi fraktur dilakukan untuk menurunkan nyeri dan membantu
emncegah formasi hematum reduksi dapat dilakukan dengan
menggunakan traksi.
2. Bidai pneumatik dipasang untuk menurunkan kehilangahan darah
dengan memberikan tekanan dan tamponadeu pada formasi hematum.
Traksi diperlukan untuk menahan tulang paha agar tidak memberikan
tekanan pada jaringan lunak akibat kontraksi massa otot paha yang
besar dan kuat pada saat mengalami spasme.
b. Pemberian analgesik yang tepat managemen nyeri harus segera diberikan.
Apabila status hemodinamik baik, maka pemberian narkotika intravena
biasanya dapat menurunkan respon nyeri.
c. Profilaksis antibiotik
d. Transfusi darah, terutama pada fraktur femur terbuka dengan adanya
penurunan kadar hemoglobin.
e. Lakukan pemasangan foley kateter
f. Radigrafi harus segera dilakukan untuk mendeteksi patologi.
g. Konsultasi ortopedi untuk intervensi reduksi terbuka

I. Komplikasi
a. Trauma syaraf
b. Trauma pembuluh darah\Indikasi ischemia post trauma: pain, pulseless,
parasthesia, pale, paralise menjadi kompartemen syndrome : kumpulan
gejala yang terjadi karena kerusakan akibat trauma dalam jangka waktu 6
jam pertama, jika tidak dibersihkan maka sampai terjadi nekrose yang
menyebabkan terjadinya amputasi.
c. Komplikasi tulang :
1) Delayed union : penyatuan tulang lambat
2) Non union (tidak bisa nyambung)
3) Mal union (salah sambung)
4) Kekakuan sendi
5) Nekrosis avaskuler
6) Osteoarthritis
7) Reflek simpatik distrofi
8) Stres pasca traumatik
9) Dapat timbul emboli lemak setelah patah tulang, terutama tulang
panjang
(Stase gadar) STIKES HUSADA JOMBANG
Konsep Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien
dengan
Fraktur Femur

1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membrane mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut
2) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
3) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
rochi/aspirasi.
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
a) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b) Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
a) Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas)
b) Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
c) Tachikardia
d) Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera
e) Capillary refill melambat
f) Pucat pada bagian yang terkena
g) Masa hematoma pada sisi cedera
3) Neurosensori
a) Kesemutan
b) Deformitas, krepitasi, pemendekan
c) Kelemahan
4) Kenyamanan
a) Nyeri tiba-tiba saat cedera
b) Spasme/kram otot
5) Keamanan
a) Laserasi kulit
b) Perdarahan
c) Perubahan warna
d) Pembengkakan lokal (Musliha, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan agen pencedera fisik
yang dibuktikan dengan mengeluh nyeri
2) Hipertermia berhubungan dengan respon trauma dibuktikan
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
3) Gangguan integritas jaringan/kulit yang berhubungan
dengan faktor mekanis
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang yang dibuktikan dengan mengeluh
sulit menggerakkan ekstremitas
3. Rencana keperawatan
No Diagnosa (SDKI) SLKI SIKI
.
1. Nyeri (akut) Tujuan : setelah Manajemen nyeri I.08238
berhubungan
dilakukan tindakan
dengan agen Observasi
pencedera fisik keperawatan selama
yang dibuktikan 1. Identifikasi lokasi,
3x 24 jam
dengan mengeluh karakteristik,
nyeri diharapkan nyeri
berkurang. durasi,freuensi, kualitas,

Kriteria hasil : intensitas nyeri.

keluhan nyeri (5), 2. Identifikasi skala nyeri


meringis (5), sikap 3. Identifikasi faktor yang
protektif (5)
memperberat dan
meringankan nyeri

Terapeutik

1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Fasilitasi istirahat tidur

Edukasi

1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3. Anjurkan menggunakan
analgetisk yang tepat

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Hipertermi Tujuan : setelah Manajemen hipertermi I.15566


berhubungan
dilakukan tindakan
dengan respon Observasi
trauma dibuktikan keperawatan selama
dengan 1. Identifikasi penyebab
3x 24 jam
suhu
hipertermi (mis, dehidrasi,
tubuh diatas nilai diharapkan panas
normal berkurang. terpapar lingkungan panas,

Kriteria hasil : penggunaan inkubator)

menggigil (5), kulit 2. Monitor suhu tubuh

merah (5), takikardi 3. Monitor kadar elektrolit

(5), suhu panas (5). 4. Monitor haluaran urine


5. Monitor komplikasi akibat
hipertermi
Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang


dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi atau kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

3. Gangguan Tujuan : setelah Perawatan Integritas Kulit


integritas jaringan dilakukan tindakan I.11353
yang
keperawatan selama
berhubungan Observasi
dengan faktor 3x 24 jam
mekanis 1. Identintifikasi penyebab
diharapkan integritas
gangguan integritas kulit
jaringan meningkat.
(misal perubahan
Kriteria hasil :
kerusakan jaringan sirkulasi, perubahan status
(5), nyeri (5), nutrisi, penurunan
perdarahan (5), suhu
kelembaban, suhu
kulit(5).
lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
Terapeutik

1. Ubah posisi tiap 2 jam jika


tirah baring
2. Bersihkan perienal dengan
air hangat terutama selama
periode diare
3. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi

1. Anjurkan minum yang


cukup
2. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
4. Gangguan Tujuan : setelah Dukungan ambulasi I.06171
mobilitas dilakukan tindakan
fisik Observasi
berhubungan keperawatan selama
dengan kerus 1. Identifikasi adanya nyeri
3x 24 jam
akan integritas atau keluhan fisik
struktur tulang diharapkan mobilitas
yang dibuktikan fisik meningkat. lainnya
dengan mengeluh 2. Identifikasi toleransi
Kriteria hasil :
sulit
fisik melakukan
menggerakkan Kekuatan otot (5),
ekstremitas ambulasi
nyeri (5), kaku sendi
(5), kelemahan fisik Terpeutik
(5). 3. Fasilitasi aktifitas
ambulasi dengan alat
bantu
4. Fasilitas melakukan
mobilitas fisik
5. Libatkan keluarga untuk
membantu pasiean
dalam meningkatkan
ambulasi

Edukasi

6. Jelaskan tujuan dan


prosedur ambulasi
7. Anjurkan mealkukan
ambulasi dini
8. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan.
4. Tindakan keperawatan
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses
keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
1) Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan
keperawatan mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya
menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres hangat
saat klien demam.
2) Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata
bekerja dengan anggota perawatan kesehatan yang lain
dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk
mengatasi masalah klien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien.(Potter
& Perry. 2009).
S (subyek) : informasi berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diberikan
O (obyek) : informasi yang didapat dari hasil pengamatan,
penilaian, dan pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah diberikan tindakan
A (analisis) : membandingkan antara informasi subyek dan
obyek dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi.
P (planning) : rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.

Anda mungkin juga menyukai