Anda di halaman 1dari 18

KONSEP FRAKTUR CRURIS

A. Pengertian
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya. (Brunner &
Suddart, 2000).

B. Jenis-Jenis Fraktur (Doenges, 1993)


1. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah
tulang
3. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
5. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi
lainnya membengkak.
6. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
7. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
8. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
9. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
10. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau
tendo pada daerah perlekatannnya.

C. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
1. Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah
pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai

1
tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin
tidak ada. Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya
proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker
yang bermetastase atau osteoporosis.
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar
tulang tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
4. Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh
dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
6. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran
pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan
kesejajaran.
(Apley, G.A. 1995 : 840)

D. Patofisiologi
Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian
korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera
pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan
pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik.
Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan
sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul
rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik (Mansjoer Arief,
2002).

2
Sedangkan kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan
kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada
fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah
cidera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur.
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan
sisa – sisa sel mati di mulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematoma
fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk membentukan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yg
disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tuulang baru mengalmi
remodelling untuk membentuk tulang sejati (Mansjoer Arief, 2002).

3
PATHWAY

4
E. Manisfestasi Klinis
Menurut Black,1993 manifestasi klinis dari fraktur cruris adalah:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

F. Pemeriksaan Penunjang (Doengoes, 1993)


1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens  
ginjal

G. Penatalaksanaan (Doengoes, 1993)
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak semula.
2. Imobilisasi fraktur. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan
gerakan) dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

H. Komplikasi (Doengoes, 1993)
1. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak 
seharusnya.

5
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

6
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Capilary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan

7
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.

Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.

8
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
5. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
6. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.

C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
Tujuan:  
Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang, ekspresi wajah santai,
dapat menikmati waktu istirahat dengan tepat, dan mampu melakukan
teknik relaksasi dan aktivitas sesuai dengan kondisinya.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri klien
R/  Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
b. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang sakit.
R/  Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
c. Pertahankan bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/  Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
d. Mempertahankan tirah baring sampai tindakan operasi.
R/  Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
e. Dengarkan keluhan klien.
R/  Mengetahui tingkat nyeri klien.
f. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri (latihan nafas dalam).
R/  Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
g. Kolaborasikan dengan dokter mengenai masalah nyeri.
R/  Intervensi tepat mengatasi nyeri.
 

9
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
Tujuan:
Perfusi jaringan perifer memadai ditandai dengan terabanya nadi, kulit
hangat/kering, sensasi dan sensori normal, TTV dalam batas normal
dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/  Ketidakefektifan volume sirkulasi mempengaruhi tanda-tanda vital.
b. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan bagian distal fraktur.
R/  Warna kulit pucat merupakan tanda gangguan sirkulasi.
c. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi
motorik/sensorik.
R/  Rasa baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila
sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
d. Identifikasi tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba.
R/  Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan.
e. Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter (mppp,
Hb, Ht).
R/  Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
f. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/  Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk menyiapkan klien intervensi
pembedahan.
R/  Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih
parah.
 
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.

10
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan tanda-tanda
vital dalam batas normal dan pemeriksaan laboratorium normal.
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital tiap 3-4 jam.
R/  Infeksi yang terjadi dapat meningkatkan suhu tubuh.
b. Monitor hasil laboratorium (leukosit).
R/  Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi.
c. Rawat luka secara steril.
R/  Mengurangi risiko terjadinya infeksi.
d. Beri diet tinggi kalori dan tinggi protein.
R/  Makanan yang bergizi akan membantu meningkatkan pertahanan
tubuh.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
R/  Mengidentifikasi supaya infeksi tidak terjadi.

4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan


mobilisasi.
Tujuan:
Kecemasan tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan klien tidak
mengeluh nyeri, mampu melakukan aktivitas sebagaimana mestinya,
dan mengungkapkan perasaan lebih santai, ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/  Menentukan intervensi yang tepat.
b. Beri dan luangkan waktu bagi klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
R/  Mengetahui tingkat kecemasan klien dan memenuhi kebutuhan
untuk didengarkan.
c. Ajarkan dan bantu klien untuk melakukan teknik-teknik mengatasi
kecemasan.
R/  Mengurangi kecemasan klien.

11
d. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang
telah berhasil digunakan untuk mengatasi kecemasan yang lain.
R/  Klien tampak lebih rileks dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang
menimbulkan kecemasan.
e. Berikan dukungan kepada klien untuk berinteraksi dengan keluarga,
orang tua terdekat.
R/  Orang terdekat merupakan pemberi support sistem yang paling
tepat.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi untuk mengurangi
kecemasan klien.
R/  dapat memulihkan klien ke tingkat awal.
 
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
Tujuan:
Klien dapat mengetahui tentang penyakit, penyebab, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan serta tindakan operasi dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakitnya, penyebab,
tanda gejala, pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/  Meningkatkan pengetahuan klien mengenai penyakit yang sedang
dialaminya.
b. Jalin hubungan saling percaya.
R/  Mempercepat proses penerimaan diri.
c. Jelaskan tentang rencana operasi dan post operasi.
R/  Meningkatkan pengetahuan klien.
d. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
R/  Meningkatkan pengetahuan dan kerjasama klien.
e. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan
di bawah fraktur.

12
R/  Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelemahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari.
f. Anjurkan penggunaan back pack.
R/  Untuk memanipulasi kruk atau dapat mencegah kelelahan otot
yang tidak perlu bila satu tangan digips.
g. Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat.
R/  Menurunkan risiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat
berlanjut melalui osteomielitis.

Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
Tujuan:
Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan: ekspresi wajah tenang, klien mengungkapkan nyeri berkurang.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/  Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
b. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/  Menentukan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pasien.
c. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
R/  Napas dalam dapat mengendorkan ketegangan, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
d. Berikan posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai
anatominya.
R/  Posisi anatomi memberikan rasa nyaman dan melancarkan
sirkulasi darah.
e. Berikan terapi analgetik sesuai dengan program medik.
R/  Analgesik akan menghambat dan menekan rangsang nyeri ke
otak.

13
 
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan kulit bersih,
pasien tidak mengalami infeksi tulang.
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R/  Peningkatan TTV dapat menunjukkan adanya infeksi.
b. Rawat luka operasi dengan baik dengan tehnik antiseptik.
R/  Mencegah dan menghambat berkembangnya bakteri.
c. Tutup luka operasi dengan kasa steril.
R/  Kasa steril dapat menghambat masuknya kuman ke dalam luka.
d. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/  Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.
e. Berikan terapi antibiotik sesuai dengan program medik.
R/  Antibiotik akan menghambat hidup dan berkembangnya bakteri.
 
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
Tujuan:
Klien dapat mobilisasi seperti biasanya dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan klien dapat mobilisasi sendiri, dapat melakukan aktivitas sendiri
tanpa bantuan orang lain.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/  Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.
b. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas, mobilisasi secara
mandiri.
R/  Menentukan tingkat keperawatan sesuai kondisi pasien.
c. Bantu pasien dalam pemenuhan higiene, nutrisi, eliminasi yang tidak
dapat dilakukan sendiri.

14
R/  Kerjasama antara perawat dengan pasien yang baik
mengefektifkan pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang
dilakukan.
d. Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/  Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan.
e. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
R/  Kerjasama antara perawat dan keluarga akan membantu dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.
f. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai
kemampuan pasien dan sesuai program medik.
R/  Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses
penyembuhan.
 
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
Tujuan:
Perubahan nutrisi tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
penyembuhan tulang dan jaringan dapat kembali secara bertahap
sempurna seperti normalnya.
Intervensi:
a. Kaji abdomen, catat adanya bising usus, distensi abdomen dan
keluhan mual.
R/  Distensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan
penurunan tak adanya bising usus untuk mencerna makanan.
b. Berikan perawatan oral.
R/  Menurunkan rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi, mukosa
membran kering.
c. Bantu pasien dalam pemilihan makanan/cairan yang memenuhi
kebutuhan nutrisi tinggi kalsium.
R/  Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada
pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan
penyembuhan.

15
d. Kaji adanya peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental
dan ketajaman visual.
R/  Mewaspadai terjadinya hiperglikemia karena peningkatan
pengeluaran glukagon dan penurunan pengeluaran insulin.
e. Menganjurkan klien untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayur-
sayuran.
R/  Konsumsi buah dan sayur-sayuran dapat meningkatkan proses
penyembuhan tulang.
f. Kolaborasi dengan ahli diet.
R/  Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
 
5. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
Tujuan:  
Tidak terjadi komplikasi post operasi dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan tidak ada perasaan nyeri, sesak, mati rasa dll.
Intervensi:
a. Kaji keluhan pasien.
R/  Mengetahui masalah pasien.
b. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/  Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal dari komplikasi.
c. Anjurkan dan ajarkan latihan aktif dan pasif.
R/  Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran
darah.
d. Kolaborasi dengan dokter.
R/  Mengetahui dan mendapatkan penanganan yang tepat.
 
6. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya
dan prosedur pembedahan.

16
Tujuan:
Regimen terapeutik menjadi efektif dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
klien dapat mengetahui penyakit, tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan prosedur operasi.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/  Untuk mengukur sejauh mana pengetahuan pasien tentang
penyakit.
b. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif
secara teratur.
R/  Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan dapat mencegah
terjadinya kontraktur pada tulang.
c. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
R/  Hal kurang jelas dapat diklarifikasi kembali.
d. Anjurkan pasien untuk menaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/  Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
e. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan
yang fraktur.
R/  Mencegah stres pada tulang.
D. Discharge Planning
1. Anjurkan pasien untuk meneruskan latihan aktif dan pasif yang telah
diperoleh selama pasien dirawat di RS.
2. Anjurkan pasien menaati terapi pengobatan dan kontrol tepat waktu.
3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi JKTP, tinggi kalsium, tinggi
vitamin untuk penyembuhan tulang.
4. Minum 2-3 liter per hari bila tidak ada kontraindikasi.
5. Lakukan latihan aktivitas secara bertahap.
6. Kenali tanda-tanda komplikasi seperti nyeri pada keadaan istirahat,
denyut nadi hilang, lemah, pucat, parastesia, jika tanda-tanda ini muncul
cepat hubungi tenaga kesehatan.
7. Cegah adanya komplikasi dengan mobilisasi secara bertahap dll.

17
DAFTAR PUSTAKA
Andy Santosa Augustinus, (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia.
Jakarta : Akademi Perawatan Sint Carolus.
Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Donna. D. Ignatavicius, Marylinn V.B. (1991). Medical Surgical Nursing. A
Nursing Proses Approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
http://vieprihana.blogspot.com/2012/03/askep-bedah.html
http://healthyenthusiast.com/fraktur-tibia-fibula.html
John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997). Medical
Surgical Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia,
N.B.: Saunders Company.
Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse (1994). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Price, Sylvia A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai