A. Pengertian
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai
stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).
B. Jenis-Jenis Fraktur (Doenges, 1993)
1.
Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
2.
Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
3.
4.
Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai
ke patahan tulang.
5.
Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya
membengkak.
6.
7.
8.
9.
10. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada
daerah perlekatannnya.
C. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
1.
Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat
terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan
jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma
dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
b.
2.
Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase
atau osteoporosis.
3.
4.
Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5.
Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan
kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
6.
Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki
yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran.
PATHWAY
E. Manisfestasi Klinis
Menurut Black,1993 manifestasi klinis dari fraktur cruris adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
2.
3.
b.
c.
d.
Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2.
3.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
a.
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b.
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c.
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Capilary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local
3. Masalah Keperawatan kritis
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan kerusakan
jaringan lunak.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya luka
operasi.
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
5. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
6. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/ Ketidakefektifan volume sirkulasi mempengaruhi tanda-tanda vital.
b. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan bagian distal fraktur.
R/ Warna kulit pucat merupakan tanda gangguan sirkulasi.
c. Lakukan
pengkajian
neuromuskuler,
perhatikan
perubahan
fungsi
motorik/sensorik.
R/ Rasa baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila sirkulasi
pada saraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
d. Identifikasi tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba.
R/ Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan.
e. Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter (mppp, Hb,
Ht).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
f. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk menyiapkan klien intervensi pembedahan.
R/ Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih parah.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada jaringan
lunak.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan tanda-tanda vital
dalam batas normal dan pemeriksaan laboratorium normal.
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital tiap 3-4 jam.
R/ Infeksi yang terjadi dapat meningkatkan suhu tubuh.
b. Monitor hasil laboratorium (leukosit).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi.
c. Rawat luka secara steril.
R/ Mengurangi risiko terjadinya infeksi.
Mencegah
kekakuan
sendi,
kontraktur
dan
kelemahan
otot,
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.
b. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas, mobilisasi secara
mandiri.
R/ Menentukan tingkat keperawatan sesuai kondisi pasien.
c. Bantu pasien dalam pemenuhan higiene, nutrisi, eliminasi yang tidak dapat
dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dengan pasien yang baik mengefektifkan
pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
d. Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/ Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan.
e. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
R/ Kerjasama antara perawat dan keluarga akan membantu dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.
f. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai
kemampuan pasien dan sesuai program medik.
R/ Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses penyembuhan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
Tujuan:
Perubahan nutrisi tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
penyembuhan tulang dan jaringan dapat kembali secara bertahap sempurna
seperti normalnya.
Intervensi:
a. Kaji abdomen, catat adanya bising usus, distensi abdomen dan keluhan
mual.
R/ Distensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan
penurunan tak adanya bising usus untuk mencerna makanan.
b. Berikan perawatan oral.
R/ Menurunkan rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi, mukosa
membran kering.
kebutuhan
saat
ini
untuk
regenerasi
jaringan
dan
penyembuhan.
d. Kaji adanya peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan
ketajaman visual.
R/ Mewaspadai terjadinya hiperglikemia karena peningkatan pengeluaran
glukagon dan penurunan pengeluaran insulin.
e. Menganjurkan klien untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran.
R/ Konsumsi buah dan sayur-sayuran dapat meningkatkan proses
penyembuhan tulang.
f. Kolaborasi dengan ahli diet.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
5. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
Tujuan:
Tidak terjadi komplikasi post operasi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
tidak ada perasaan nyeri, sesak, mati rasa dll.
Intervensi:
a. Kaji keluhan pasien.
R/ Mengetahui masalah pasien.
b. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal dari komplikasi.
c. Anjurkan dan ajarkan latihan aktif dan pasif.
R/ Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran darah.
d. Kolaborasi dengan dokter.
R/ Mengetahui dan mendapatkan penanganan yang tepat.
6. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya dan
prosedur pembedahan.
Tujuan:
Regimen terapeutik menjadi efektif dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
klien dapat mengetahui penyakit, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan
dan prosedur operasi.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Untuk mengukur sejauh mana pengetahuan pasien tentang penyakit.
b. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif
secara teratur.
R/ Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan dapat mencegah terjadinya
kontraktur pada tulang.
c. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
R/ Hal kurang jelas dapat diklarifikasi kembali.
d. Anjurkan pasien untuk menaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/ Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
e. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang
fraktur.
R/ Mencegah stres pada tulang.
DAFTAR PUSTAKA
Andy Santosa Augustinus, (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Jakarta :
Akademi Perawatan Sint Carolus.
Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Donna. D. Ignatavicius, Marylinn V.B. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing
Proses Approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
http://vieprihana.blogspot.com/2012/03/askep-bedah.html
http://healthyenthusiast.com/fraktur-tibia-fibula.html
John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997). Medical Surgical
Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia, N.B.: Saunders
Company.
Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse (1994). Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Price, Sylvia A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
DISUSUN OLEH:
MAULANA AHMAD
(010213a004)