Anda di halaman 1dari 90

Jumat, 16 Januari 2015

LAPORAN PENDAHULUAN (FRAKTUR CRURIS)

LAPORAN PENDAHULUAN
 (FRAKTUR CRURIS)

A.  Pengertian
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia
dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenal stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner&Suddart).
B.  Jenis Fraktur
1.   Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran.
2.   Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis
tengah tulang
3.   Fraktur tertutup : fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya
kulit
4.   Fraktur terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane
mukosa sampai kepatahan tulang.
5.   Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,
sedang sisi lainnya membengkak.
6.   Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang
7.   Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
frakmen
8.   Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam
9.   Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang)
10. Patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh
ligament atau tendo pada daerah perlekatannnya.
C.  Etiologi
Adapun penyebab dari fraktur menurut Brunner and Suddart
(2003) adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung merupakan utama yang sering
menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut terjadi pada saat
benturan dengan benda keras.
2. Putaran dengan kekuatan yang berlebihan
(hiperfleksi) pada tulang akan dapat mengakibatkan
dislokasi atau fraktur.
3. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat
jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya.
4. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau
kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau
melemahnya tulang.
5. Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan “Body
Mekanik” yang salah seperti mengangkat benda berat.
D.  Patofisiologi Nursing Patyways
Trauma langsung, trauma tidak langsung, kondisi patologis

Fraktur cruris
Diskontinuitas tulang
pergeseran fragmen tulang

mendesak sel saraf         deformitas  Perub. Jaringan sekitar


pelepsn histamine    keruskan frakmen tlg   laserasi kulit
melepaskan katekolamin     krepitasi
tulang           perdarahan

spasme otot          putusnya vena/arteri


Nyeri
     tek.Ssm         tlg>tinggi kapiler prot.    Plasma hilang
Kerusakan integritas kulit
Devisit Volume Cairan
edema bergabung dg trombosit
      emboli
     menekan pemb. darah
Penurunan perfusi jaringan
menyumbat pemb.darah

E.  Manifestasi Klinis
a.   Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
b.   Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c.   Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d.   Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e.   Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit
F.  Pemeriksaan Penunjang
a.   Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi,
luasnya
b.   Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c.   Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d.   Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal
G.  Penatalaksanaan Medis & Keperawatan
a.   Recognisi: melihat kondisi fraktur, luasnya, dan jenis
frakturnya
b.   Reduksi :reduksi fraktur terbuka atau tertutup; tindakan
manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin
untuk kembali seperti letak semula.
c.   Imobilisasi : dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna/interna,
mempertahankan dan mengembalikan fungsi (pemberiaan analgesik,
status neurovaskuler, latihan isometric & setting otot untuk
meminimalkan atrofi otot), melaksanakan manajemen nyeri
d.   Rehabilitasi
H.   Komplikasi
a.   Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
b.   Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c.   Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
I.  Konsep Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian Data Dasar
a.  Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
keterbatasan mobilitas
b.  Sirkulasi
Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas.
Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah). Tachikardi,
Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, Capilary refill
melambat, Pucat pada bagian yang terkena. Masa hematoma pada
sisi cedera
c.  Neurosensori
Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan
kelemahan
d.  Kenyamanan
nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme/ kramotot
e.  Keamanan
laserasi kulit,  perdarahan, perubahan warna,  pembengkakan
lokal
2.   Prioritas Keperawatan
a. Mencegah cedera tulang/ jaringan lanjut
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi dan kebutuhan
   pengobatan
3.   Diagnosa Keperawatan
a.  Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neuromuskuler
b.  Nyeri b.d spasme otot, pergeseran fragmen tulang
c.  Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka, bedah
perbaikan
4.   Intervensi
a.  Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan :kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah
dilakukan tindakan keperaawatan.
Kriteria hasil:
1)  Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2)  Mempertahankan posisi fungsi tulang
3)  Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
4)  Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
1)  Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
2)  Tinggikan ekstrimitas yang sakit
3)  Instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada
ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
4)  Beri penyangga pada ekstrimitas yang sakit diatas dan dibawah
fraktur ketika bergerak
5)  Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
6)  Berikan dorongan adapasi untuk melakukan AKS dalam lingkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan ’Awasi tekanan
darah, nadi dengan melakukan aktivitas
7)  Ubah posisi secara periodic
8)  Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi
b.  Nyeri b.d spasme otot, pergeseran fragmen tulang
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan
         perawatan
Kriteria hasil:
1)  Klien menyatakan nyeri berkurang
2)  Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3)  Tekanan darah normal
4)  Tidak ada peningkatan nadi dan RR
Intervensi:
1.  Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
2.  Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
3.  Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas hiburan
4.  Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
5.  Jelaskan prosedur sebelum memulai
6.  Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
7.  Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh :
relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi,
sentuhan
8.  Observasi tanda-tanda vital
9.  Kolaborasi : pemberian analgetik
c.  Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka, bedah
perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah
tindakan perawatan
Kriteria hasil:
1)  Penyembuhan luka sesuai waktu
2)  Tidak ada laserasi,
3)  Integritas kulit baik
Intervensi:
1.  Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi
atau drainase
2.  Monitor suhu tubuh
3.  Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang
menonjol
4.  Lakukan alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran
tubuh
5.  Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
6.  Masage kulit sekitar akhir gips dengan alcohol
7.  Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
8.  Kolaborasi pemberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Donges Marilynn, E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi


3. Jakarta: EGC
Price Sylvia, A. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jilid2 .Edisi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner &
Suddart. Edisi 8.Vol 3. Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin. 1993. Standar Perawatan Pasien, Edisi  V,
Volume 3. Jakarta: EGC
A.    KONSEP DASAR 
I.             PENGERTIAN
         Fraktur adalah suatu keadaan dikontinuitas jaringan struktural pada tulang tibia dan fibula
( Silvia Anderson Price, 1995 )
         Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang fibia dan fibula ( Purnawan junaidi 1982 ).
         Fraktur terbuka adalah terputusnya kontiunitas tulang yang diakibatkan oleh trauma beberapa
fraktur sekunder dan proses penyakit seperti osteoforosis yang menyebabkan fraktur yang
patologis ( Barbara Engram, 1999 ; 136 ).

II.          KLASIFIKASI
Ada 2 tipe dari fraktur cruris yaitu
1.      Fraktur intra capsuler : yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan captula
o   Melalui kapital fraktur
o   Hanya dibawah kepala femur
o   Melalui leher dari femur
2.      Fraktur ekstra kapsuler
o   Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar atau yang lebih kecil pada
daerah intertrokanter
o   Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokanter terkecil
Selain 2 tipe di atas ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur diantaranya 5 yang utama adalah :
  Incomplete   :  Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang satu sisi patah yang lain
biasanya hanya bengkok (green stick)
  Complete    :  Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan frgmen tulang biasanya
berupa tempat
utup (simple) :  Fraktur tidak meluas melewati kulit
uka ( complete )   : Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit dimana potensial untuk terjadi infeksi
ogis                     : Fraktur terjadi pada penyakit tulang ( seperti kanker, osteoforosis ) dengan tak ada trauma
hanya minimal. 
III.       ETIOLOGI
        Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma itu, misalnya tulang kaki
terbentur bumper mobil maka tulang akan patah, tepat ditempat benturan.
        Trauma tidak langsung menyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari tempat terjadinya trauma.
        Truma akibat tarikan otot, jarang terjadi.
        Adanya metastase kanker tulang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan fraktur
        Adanya penyakit primer seperti osteoporosis.
( E. Oerswari, 1989 : 147 )
IV.       PATOFISIOLOGI
1.      Fase hematum
         Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
         Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2.      Fase granulasi jaringan
         Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
         Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
         Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan
osteoblast.
3.      Fase formasi callus
         Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
         Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4.      Fase ossificasi
         Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
         Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang
menyatukan tulang yang patah
5.      Fase consolidasi dan remadelling
         Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast
dan osteuctas

V.          TANDA DAN GEJALA


1.      Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a.       Rotasi pemendekan tulang
b.      Penekanan tulang
2.      Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
3.      Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4.      Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5.      Tenderness/keempukan
6.      Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan
struktur di daerah yang berdekatan.
7.      Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8.      Pergerakan abnormal
9.      Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10.  Krepitasi.
(  Joyce. M. Black, 1993 : 199 )

VI.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Foto Rontgen
        Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
        Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan
secara periodik
2.      Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3.      Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4.      Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5.      Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera
hati.
(  Marlyn E. Doenges, 1999 : 762 )

VII.    PENATALAKSANAAN
1.      Faktor Reduction
        Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual
dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
        Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan,
seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates
batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o   Traksi kulit         biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o   Traksi otot atau pembedahan         biasanya untuk periode jangka panjang.
2.      Fraktur Immobilisasi
        Pembalutan (gips)
        Eksternal Fiksasi
        Internal Fiksasi
        Pemilihan Fraksi
3.      Fraksi terbuka
        Pembedahan debridement dan irigrasi
        Imunisasi tetanus
        Terapi antibiotic prophylactic
        Immobilisasi

VIII.       Kemungkinan diagnosa yang terjadi Post Op Fraktur Cruris


1.      Nyeri berhubungan dengan spasma otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan gips
3.      Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit barhubungan dengan perubahan sirkulasi
sekunder terhadap fraktur dengan post op sindrom emboli atau infeksi
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya pertahanan primer
kerusakan kulit, trauma jaringan
2.3        Intervensi Keperawatan
2.3.1.      Dx. I
Tujuan : Bebas nyeri, ekspresi wajah rileks, tidak merintih.
Intervensi
a.       Pertahankan tirah baring sampai fraktur berkurang
R/ Nyeri dan spasma otot dikontrol oleh imobilisasi
b.      Pertahankan fraksi yang diprogramkan
R/ Mengobilisasikan fraktur dan mengurangi nyeri
c.        Pantau TD, nadi, respirasi, intensitas nyeri, tingkat kesadaran tiap 4 jam
R/ Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
d.      Berikan obat analgesik dan evaluasi keefektifannya
R/ Anal gesik mengurangi imbang nyeri
e.       Bantu klien untuk mengambil posisi yang nyaman
R/ Posisi yang nyaman berfungsi untuk relaksasi
2.3.2.      Dx II
Tujuan : mendemontrasikan tidak adanya komplikasi otot dengan kakauan
sendi, BAB konsistensi lunak
Intervensi
e.       Pantau keadaan umum tiap 8 jam
R/ mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
f.       Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan perhatian persepsi
klien terhadap imobilisasi instruksikan
R/ klien dibatasi oleh persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual memerlukan informasi atau
intervensi untuk meningkatkan kesehatan
g.      Klien dalam rentan gerak, klien aktif dalam ekstermitas yang tidak sakit
R/ meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi mencegah kontraktur dan resorobsi kalsium yang tidak digunakan
h.      Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk atau nafas dalam
R/ mencegah onsiden komplikasi kulit atau pernafasan
i.        Bantu perawatan diri
R/ meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan diri langsung
j.        Awasi TD saat melakukan aktivitas perhatikan keluhan pusing.
R/ hipotensi postural merupakan masalah yang umum mengenai tirah baring yang lama.
2.3.3 DX III
Intervensi :
3) Kaji kulit untuk luka terbuka benda asing, perdarahan, perubahan warna
R/ memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang disebabkan oleh fraksi
4) Masase kulit penonjolan tulang
R/ menurunkan tekanan pada area yang sama dan menurunkan resiko kerusakan kulit
5) Ubah posisi tipa 2 jam
R/ meminimalkan kerusakan kulit
6) Observasi area yang terkena
R/ tekanan dapat mengakibatkan ulserasi nekrosis dan kelumpuhan syaraf
DX IV
Tujuan : mencapai penyembuhan sesuai dengan waktu bebas drainase, porulen, uritema dan
demam
Intervensi :
a.       Infeksi kulit adanya iritasi robekan kontinuitas
R/ deteksi tanda mulianya peradangan
b.      Berikan perawatan kulit
R/ mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
c.       Kaji tonus otot reflek tendon dan kemampuan untuk bicara
R/ kekuatan otot sepasme tonik otot rahang, difagia menunjukkan osteomelitis
d.      Selidiki nyeri tiba – tiba keterbatasan gerak odema lokal dan eritema extrimitas yang cedera.
R/ Mengindikasikan terjadinya osteomilitas
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POST OP OPEN
FRAKTUR CRURIS DEXTRA1/3 PROXIMAL GRADE II HARI
KE-0 DENGANGANGUAN RASA AMAN NYAMANNYERI DI
RUANG SERUNI RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Posted on August 9, 2018by samoke2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         LatarBelakang
Fraktur adalah istilah hilangnya kontinuitas tulang yang
dapat terjadi pada tulang rawan dan bisa bersifat total
ataupun sebagian. Fraktur disebabkan oleh trauma
tenaga fisik, kekuatan sudut tenaga fisik dan keadaan
dari fisik itu sendiri (Sidrap, 2017, p. 135). Fraktur cruris
dapat terjadi karena tekanan putar atau puntir yang
berakibat fraktur spinal pada tulang kaki dalam tingkat
yang berbeda (Noor, 2016, p. 542). Open reduction
merupakan tindakan pemebedahan yang bertujuan
untuk meperbaiki tulang. Dari tindakan Open reduction
dilakukan untuk pemasangan kawat, screws, pins, plate,
intermedulani rods atau nail (Arizal, 2014, p. 98). Dari
tindakan pembedahan biasanya mengakibatkan
kerusakan pada jaringan dan akan melepaskan zat
histamine, serotin, plasmakini, bradikinin, prostagladin
yang biasanya disebut mediator nyeri. Nyeri yang
dirasakan merupakan rangsangan dari reseotor nyeri
yang terletak diujung saraf, selaput lendir dan jaringan
lain (Margono, 2014, p. 24)
Menurut data dari Badan Kesehatan Dunia Oragization (WHO)pada tahun 2016
terdapat 18 juta jiwa meninggal karena fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)dari  badan pengembangan Depkes
RI tahun 2013 peristiwa yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 jiwa, dari kasus
kecelakaan mengalami fraktur sebanyak 1.770 jiwa. Jawa timur selama 10 bulan dari
Januari sampai Oktober 2016 kasus fraktur karena kecelakaan 1.422 jiwa. 
Sedangkan di Kabupaten Jember terdapat priode 2016 pada bula Januari sampai
Maret sebanyak 110 orang yang mngalami fraktur (Eriawan, 2016, hal. 3)
Dalam kondisi anatomis dibandingkan tulang panjang lainnya apabila mengalami
trauma,tulangtibia yangletaknya berada dibawahsubkutan akan lebih sering
mengalami resiko fraktur terbuka. Frakturterjadi karena adanya daya putar atau
puntir yang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur spiral pada kedua tulang kaki
dalam keadaan tingkat yang berbeda (Noor, 2016, hal. 541). Pemebedahan
merupakan tindakan invansive dengan membuka atau melukai bagian tubuh yang
ditangani. Setelah bagian yang akan ditangani telah diap dilakukan pembedahan
maka segera dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan
penjaitan (Ismonah Dkk, 2015, p. 20). Pasien post ORIF biasanya merasakan nyeri
terutama saat bergerak Menurut Kneale dalam(Ismonah Dkk, 2015, p. 20). Menurut
Schhrock pada pasien post operasi sering  magalami nyeri meskipun tersedia obat-
oabat analgetik yang efektif, namun nyeri pasca bedah tidak dapat diatasi dengan
baik, 50% pasien mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu kenyamanan pasien
(Priliyana & Karyudiani, 2014, p. 14)

Secara garis besar ada dua manageman untuk mengatasi neyri yaitu manageman
farmakologi dan dan mangemen non farmakologi. Adapun cara menegemen nyeri
non farmakologi yang mencangkup latian pernapasan  dengan teknik relaksasi
progresif, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat
efektif untuk menurunkan nyeri yang dirasakan pasien pasca operasi (Priliyana &
Karyudiani, 2014, p. 13)

Berdasarkan    uraian diatas maka penulis tertarik untuk   melakukan  penelitian  


post op fraktur cruris hari ke-0 dengan gangguan rasa aman nyaman nyeri di ruang
seruni RSUD dr soebandi Jember.

1.2        BatasanMasalah
Masalah studi kasus ini di batasi dengan klien yang tidak mengalami syok pada open
frktur cruris ini dibatasi dengan kerusakan vaskuler yang diikuti sindrom
kompartemen berhubungan dengan gangguan rasa aman nyaman nyeri di Ruang
seruni RSUD dr. Soebandi Jember.
 
1.3        RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan pertanyaan yang perlu dijawab
dengan studi kasus yang akan dilaksanakan. Adapun rumusan masalahnya adalah
bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami fraktur kruris post
op hari ke-0 dengan gangguan rasa aman nyaman nyeri di ruang seruni RSUD dr
soebansi Jember.

 
1.4        Tujuan
1.4.1   Tujuanumum
Mahasiswamampu menerapakan asuhankeperawatan pada pasien yang mengalami
fraktur kruris post op hari ke-0 dengan gangguan rasa aman nyaman nyeri.
 

1.4.2   Tujuan khusus


Mahasiswa mampu

1. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan fraktur kruris post op hari ke-0 dengan
gangguan rasa aman nyaman nyeri
2. Merumuskan diagnose keperawatan asuhan keperawatan fraktur kruris post op hari
ke-0 dengan gangguan rasa aman nyaman nyeri
3. Merencanakan asuhan keperawatan fraktur kruris post op hari ke-0 dengan
gangguan rasa aman nyaman nyeri
4. Melaksankan asuhan keperawatan fraktur kruris post op hari ke-0 dengan gangguan
rasa aman nyaman nyeri
5. Mengevaluasi asuhan keperawatan fraktur kruris post op hari ke-0 dengan gangguan
rasa aman nyaman nyeri
 

1.5        Manfaat
1.5.1      Manfaat teoritis
Hasil  penelitian diharapkan dapat menambah ilmu dan informasi tentang asuhan
keperawatan fraktur kruris post op hari ke-0 dengan gangguan rasa aman nyaman
nyeri.

1.5.2      Manfaat praktis


1. Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi
pasien dalam penanganan fraktur kruris post op hari ke-0 dengan gangguan rasa
aman nyaman nyeri.

 
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi
pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu di masa yang akan dating
melalui pengaplikasian teori dalam praktik lapangan serta pengambilan ilmu baru
yang di dapat dilahan praktek

3. Bagi Lahan atau RumahSakit


Hasil penelitian  ini diharapkan sebagai bahan masukan dalam pengembangan
standart fraktur kruris post op hari ke-0 dengan gangguan rasa aman nyaman nyeri

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1     Konsep Penyakit
2.1.1   Definisi
Fraktur adalah patahntulang yang terjadi karena tulang sudah tidak dapat lagi
menahan beban yang berlebih. Penyabab fraktur bisa bisa terjadi karena pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak serta kontraksi otot yang
mendadak secara ekstrem. (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 267)

Fraktur kruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula.
Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak
(otot,kulit,jaringan saraf dan pembuluh darah) sehingga meemungkinkan terjadinya
antara fragmen tulaang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Zairin,
2016, p. 541). Fraktur pada tulang bisa mengakibatkan jaringan yang ada pada
sekitar tulang mengalami kerusakan dan bisa menyebabkan perdarahan pada otot,
sendi, dislokasi sendi dan rupture tendon. (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 267)

Berdasarkan definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa fraktur adalah


terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh pukulan lansung, gaya
meremuk, gerakan untir mendadak dan bahkan kontraksi otot

medadak dan bahkan kotraksi otot ekstrem, yang mengakibatkan perdarahan pada
jaringan pada otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan
kerusakan pembuluhdarah.

2.1.2   Etiologi
Menurut: ( Rosyidi & Hidayat, 2013, pp. 35-36).

1. Kekerasan langsung
Kekerasan lansung menyebabakan terjadinya frakktur pada bagian yang mengalami
kekerasan atau trauma

2. Kekerasan tidak lansung


Terjadi patah tulang dimana lokasi patah tulang jauh dari tempat kekerasan hal ini
dikarenakan bagian tersebut adalah bagian paling lemah dalam dalam jalur vector
kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jaringan terjadi. Patah tulang tersebut
biasanya disebabkan oleh penekanan, pemuntiran, penekanan dan penekukan
bahkan bisa ketiganya secara bersamaan dengan kuat.

Sedangkan menurut(Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 87)

1. Adanya tumor yang mengurangi desintas tulang


2. Karena beban yang berlebih seperti berlatih ekstra.
 
 

2.1.3   Manifestasi klinis
Menurut 😦 Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 40)

1. Deformitas
2. Bengkak/edem
3. Echimosis (memar)
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Krepitasi
7. Peningkatan temperature local
8. Pergerakan abnormal
2.1.4   Klasifikasi
Menurut:(Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 86)klasifikasi fraktur antara lain;

1. Berdasarkan klasifikasi secara umum fraktur dibedakan menjadi frakturlengkapdan


fraktur tidak lengkap.
2. Fraktur lengkap adalah terjadinya fraktur pada tulang secara lengkap
3. Fraktur tidak lengkap merupakan fraktur yang tidak melibatkan keseluruhan
keteblan tulang.
4. Berdasarkan jenisnya fraktur dibedakan menjadi dua yaitu:
A. Fraktur terbuka adalah fraktur yang tulangnya menembus jaringan otot dan
kulit sehingga menyebabkann tulang menjadi terkontaminasi dengan dunia luar.
B. Fraktur tertutup adalah terjadinya patah tulang akan tetapu tulang tudak
sampai menembus jaringan kulit dan tidak terkontaminasi dengan daerah luar.
5. Berdasarkan tipe ditinjau dari sudut patah fraktur dibedakan menjadi transversal,
oblik, dan spiral.
6. Fraktur transversal, yaitu suatu fraktur yang garis patahnya tegak lurus.
7. Fraktur oblik, yaitu fraktur yang garis patahnya berbentuk sudut atau miring
8. Fraktur spiral, yaitu fraktur yang berbentuk seperti spiral
2.1.5   Patofisiologi
Fraktur  adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Kusuma, 2015, p. 8). Kecelakaan dan osteoporosis menjadi salah satu factor
terjadinya fraktur. (Rianto, 2017, p. 2). Penanganan dari pasien fraktur dapat
dilkukan dari berbagai prosedur salah satunya adalah pembedahan (Warjiman &
Munawaroh, 2016, p. 38). Pembedahan atau operasi adalah tindakan yang
menggunkan cara invansive dengan membuat sayatan dan diakhiri dengan
penutupan dan jahitan. Akibat dari pembedahan pada pasien fraktur ini akan
menimbulkan masalah pada gangguan rasa aman nyaman nyeriyang ditimbulkan
pasca operasi (Rianto, 2017, p. 2)

 
 
2.1.6  
Kondisi patologis

Patwhay
Trauma langsung
Trauma tidak lansung
tidak langsung

v
Fraktur

Operasi/pembedahan

Post operasi

Adanya luka pembedahan

MK Gangguan rasa aman nyaman nyeri

MK Kerusakan integritas kulit

MK Gangguan mobilitas fisik

Kerusakan sel

Pelepasan mediator nyeri (histamine, bradikinin, prostaglandin, serotonin.


 

Ditangkap reseptor nyeri perifer

Implus ke otak

Persepesi nyeri

Deformitas

Gangguan fungsi  musculoskeletal

Pergerakan terbatas

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 2.1   Patwhay  fraktur cruris berdasarkan (Haswita & Sulistyowati, 2017, hal.
87)& ( Rosyidi & Hidayat, 2013, hal. 57)

2.1.7   Komplikasi
Menurut ( Rosyidi & Hidayat, 2013, pp. 45-46)

1. Kerusakan arteri
Tanda-tanda pecahnya arteri yang disebabkan karena trauma seperti nadi tidak ada,
CRT menurun, terdapat sianosis bagian distal, adanya hematoma yang lebar dan pad
ekstremitas teraba dingin biasanya disebakan karena tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada daerah yang sakit dilakukannya tindakan reduksi dan
dilakukannya tindakan pembedahan.

1. Kompartement sindrom
Penyebab dari Kompartemen sindrom ditandai dengan adanya odem atau
perdarahan yang menekan saraf dan otot, pembulu darah yang bisanaya muncul
pada gangguan sistem pernapasan, takikardi dan pasien demam.Karena terjebaknya
otot, tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan paruthal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang serius.
1. Fat Embolism Syndrom
Terjadinya Fat embolism syndrome (FES) karena lemak-lemak yang bone
marrow kuning masuk ke dalam kealiran darah dan menyebabkan oksigen dalam
darah menjadi menurun sehingga mengakibatkan komplikasi yang serius yang
ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi , takipnea, hipertensi dan suhu
badan meningkat, keadaan ini sering terjadi pada fraktur tulang panjang.
1. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortophedik infeksi ini dimuali pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Hal ini
lebih sring pada fraktur yang terbuka dan juga bisa terjadi karena dalam
pembedahan biasanya menggunakan denda asing bagi tubuh seperti plat dan pin

1. Avaskuler Nekrosis
Nekrosis tulang karena adanya volkman’s ischemia yang yang disebabkan karena
alirah darah pada tulang terganggu biasanya disebut dengan Avaskluler
nekrosis (AVN).
1. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyaknya darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi fraktur

2. Komplikasi dalam waktu lama


A. Deleyen Union
Deleyed union dapat disebabkan karena kurangnya suplai O2 didalam darah yang
menuju pada tulang, hal ini mengakibatakan gagalnya tulang untuk bergabung
(berkonsolidasi) dengan waktu yang yang telah dibutuhkan proses penyambungan
tulang.

1. Nonunion
Kegagalan fraktur yang berusaha untuk menyambung kan tulang dengan lengkap,
kuat serta stabil setelah jangka waktu 8 sampai 9 bualan proses ini dinamakan
Nonunion.  Hal ini karena aliran darah pada tulang yang berkurang, tanda–tanda
jika tulang telah mengalami nonunion adalah terajadinya pseudoarthoris atau
terbentuknya sendi palsu, dan pergerakan sendi secara berlebih.

1. Malunion
Penyembuhan tulang yang dilakukan dengan cara pembedahan dan remobilisasi dan
ditandai dengan terjadinya peningkatan kekuatan  dan kekutan sehingga terjadi
perubahan bentuk atau derfomitas proses ini disebut dengan Malunion.
 

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


1. Definisi
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan
spegal linu, keju, ngilu dan kemeng bisa dianggap sebagai sensorik dari nyeri
(Muttaqin, 2008, p. 502)

2. Teori nyeri
3. Teori pemisahan (Specifiticty theory)
Pada awalnya rangsangan nyeri masuk kemedula spinalis melewati kornu dorsalis
yang betemu didaerah posterior, kemudian naik ketractus lissur yang menyilang
digaris median sisi lainya. Dan rangsangan nyeri berakhir dikorteks sensori yang
akhirnya dapat diteruskan(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 182)

1. Teori pola (Pattern Theory)


               Adanya rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal kemedula
spinalis akan menimbulkan rangsang aktivitas sel T. Aktivitas sek T hal ini
mengakibatkan suatu respon yang merangsang kebagian lain dan lebih tinggiseperti
korteks serebri dan kontrepsi. Pengaruh nyeri ini akibat dari modalitas respon sel T
tersebut. Serta kontrepsi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga
menimbulkan nyeri. Persepsi deperngaruhi oleh modalitas respon dari pengaruh sel
T(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 182)
 

1. Teory pengendalian ( Gate Control)


Rangsangan pada serat saraf besar menimbilakan aktivitas subtansi gelatinosa
sehingga mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisne dan terhambatnya sel T
menjadikan rasangan ikut terhambat. Aktivitas sel T yang akan menghantarkan
rangsangan nyeri karena ransangan dari serat saraf kecil menghambat subtansia
gelatinosa dan membuka mekanisme. Hasil persepsi dapat kembali ke medulla
spinalis melalui saraf efren dan serat saraf besar bisa langsung merangsang koeteks
serebri(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 182)

1. Teory transmisi dan inhibisi


Transismisi impuls nyeri terjadi apabila adanaya rangsangan pada nociceptor.
Kemudian impuls nyeri menjadi lebih efektif sehingga dapat memblok impuls-
impuls pada serabut lamban dan endogen opiate.(Haswita & Sulistyowati, 2017, pp.
182-183)

3. Fisiologi nyeri
Terjadinya stimulus yang menimbulkan rusaknya pada jaringan yang terdapat pada
rangkaian dari terjadinya proses elekrik dan kimiawi secara kompleks seperti
tranduksi, tramnmisi, modulsai serta persepsi pada pengalaman emosional dan
psikologis yang menjadi penyebab nyeri. (Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal.
183)

1. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius akan dirubah menjadi aktivitas
elektrik yang berada pada ujung saraf sensorikterkait pada reseptor(Haswita;
Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 183)
2. Dalam proses penyaluran melibatkan saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls
kemedula spinalis, kemudian jaringan saraf akan menuju keatasdari medulla spinalis
kebatang otak dan t Yang terakhir adalah hubungan timbal balik antara thalamus dan
kortex.(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 183)
3. Nyeri merupakan gambaran subjektif yang dialami seseorang sehingga sangat sulit
untuk dipahami. Sefdangkan pada proses terakhir implus nyeri yang disalurkan sampai
timbulnya nyeri belum jelas, bahkan dari otak yang menimbulkan nyeri itu sendiri tidak
mapu untuk dijelaskan(Haswita & Sulistyowati, 2017, hal. 183)
4. Klasifikasi nyeri
A. Jenis nyeri
Berdsarkan jenis nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer, nyeri senbtral dan
nyeri psikogenik.

 Nyeri perifer nyeri ini dapat dibedan menjadi :


1. Nyeti superficial: rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan nyeri dan mukosa
2. Nyeri visceral: rasa nyeri yang timbul akibat rangsangn pada reseptor nyeri dirongga
obdomen, cranium dan troraks.
3. Nyeri alih: nyeri yang dirasakan tidak pada daerah yang menjadi penyebab nyeri itu
sendiri.
4. Nyeri sentral, nyeri yang diakibatkan dari ransangan medulla spinalis, batang otak
serta thalamus.
5. Nyeri psikogenik, nyeri yang penyebab fisik tidak diketahui. Umunya nyeri ini karena
factor psikolagi.
(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 182)

5. Bentuk nyeri
Bentuk nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik.(Haswita;
Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 182)

6. Pengukuran intensitas nyeri


A. Skala nyeri menurut Hayward
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala menurut Hayward
dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan dari 1-10
yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan.

Gambar 2.2Skala nyeri Haward

(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 186)

1. Skala nyeri menurut Mc Gill


Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala menurut Mc Gill dilakukan
dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan 0-5 yang menurutnya
paling menggambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan.

Skala nyeri menurut Mc Gill dapat dituliskan sebagai berikut:

0: Tidak nyeri

1:Nyeri ringan

2:Nyeri sedang
3:Nyeri berat atau parah

4:Nyeri sanagat berat

5:Nyeri hebat

(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 187)

1. Skala wajah atau wong-baker FACES rating scale


Pengukuran intensitas nyeri diwajah dilakukan dengan cara memperlihatkan mimic
wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien
yang tidak dapat menyebutkan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnys
anak-anak dan lansia.

Gambar 2. 3skala nyeri wajah

(Haswita; Sulistyowati, Reni, 2017, hal. 187)

7. Penganan nyeri
Teori farmakologi :Secara farmakologi dengan cara memeberikanterapi analgetik
analgetik pada umunya meredakan nyeri denganmengubah kadar natrium dan
kalium, tubuh sehingga memperlambatatau memutus transisi nyeri (Rosdani &
Kowalsaki, 2017, p. 888).Adapun tiga jenis analgesik umumnya digunakan:

1. Obat anti-inflamasi nonsteroid (nonsteroid anti-imflammatory drugs. NSAID)


nonopiod: contoh NSAID antara lain aspirin, ibuprofen (motrin), dan naproksen
(naproksen, Aleve).obat-obatan ini biasanya diberikan kepada klien yang mengalami
nyeri ringan sampai sedang (Rosdani & Kowalsaki, 2017, p. 888)
2. Analgesic apliodnarkoti: contoh yang paling sering digunakan adalah morfin (dan
turunannya). Biasa digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien yang mengalami nyeri
sedang sampai berat (Rosdani & Kowalsaki, 2017, p. 888)
3. Obat pelengkap (adjuvant): obat adjuvant adalah salah
satuyangbiasanyadigunakanuntuk tujuan lain tetapi dapat juga
membantumeredakannyeri. Contohnyamencangkupanti konvulsan anti depresan.
Obatinidapatmembantumeningkatkanperasaanklienuntukmebanturelaksasi otot,
agarproduksiendrofinmeningkat(Rosdani & Kowalsaki, 2017, p. 888)
 

2.3    KonsepOpen Reduction Internal


Fixation (ORIF)
Dalam penelitian penggunaan ORIF lebih banyak
dilakukan pada perawatan fraktur karena fraktur yang
terjadi tidak dapat direduksi kecuali dengan jalan
operasi serta fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan
cenderung mengalami pergeseran kembali setelah
direduksi.
Penggunaan ORIF dipilih karena perawatan ORIF ini
mempunyai keuntungan yakni reduksi lebih akurat,
stabilitas reduksi yang tinggi,berkurangnya kebutuhan
alat imobilisasi eksternal yang membuat pasien kurang
nyaman, rawat inap lebih singkat serta penyembuhan
yang cepat (Habibi dkk, 2016, p. 195)
1. Proses Penyembuhan Tulang
Regenerasi tulang sama seperti organ tubuh lainnya. Proses penyembuhan pada
fraktur dengan cara tulang yang patah memebentuk tulang yang baru dianatara
ujung-ujung tulang itu sendiri. Pembentukan ytulang yang baru dibantu oleh
aktivitas sel T. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1. Stadium satu – pemebentukan Hematoma


Terbentuknya fibrin yang berguna untuk melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat untuk terbentuknya kapiler baru dan fibriblast. Proses darah yang robek dan
terbentuknya hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar
daerah akan berlangsung 24-48 jam serta sudah berhentinya perdahan.

( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 43)

1. Stadium dua – Proliferasi Selluler


Fase ini merupakan fase terjadinya poliferasi dan differensiasi sel  sehingga
menghasilkan fibro kartilago yang yang berasal dari periosteum, endosteum dan
bone marrow yang sudah trauma, Proses osteogenesis terjadi karena poliferasi sel
yang masuk kedalam lapisan osteoblast yang lebih dalam. Proses ini membtuhkan
waktu beberapa hari sehingga terbentuklah tulang baru yang akan dihubung kedua
fragmen pada tulang yang patah ( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 43)

1. Satudium tiga – Pembentukan Kalus


Populasi sel terpengaruh dari osteoblast dan osteiklast yang berfusngsi
mengabsorbsi sel-sel tulang yang sudah mati.Sel-sel yang berpotensi kondrogenik
dan ostogenik jika mendapatkan situasi yang sesuai akan membentuk tulang dan
kartilago. Sementara tulang yang imatur dan kartilaoga akan membentuk kalkus
atau membebat pada permukaan endosteal dan periteal sedang tulang yang imatur
itu sendiri jika terasa nyaman akan menjadi lebih padat dan gerakakan pada daerah
yang fraktur akan berkurang selama emapt minggu dan fraktur akan
menyatu( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 43)
1. Stadium empat – Konsolidasi
Pada Fase ini meruapakan fase sangat kaku dan memungkinkan osteoklas
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur,  tepatnya berada  dibelakangnya
osteoklas mengisi celah-celah yang tersisa diantara frakmen dengan tulang yang
baru, seehingga bila aktivitas osteoklas dan osteoblas berlanjut dan tulang pada
lamellar. Pada Fase ini sangat kaku dan memungkinkan osteoklas menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, tepatnya berada  dibelakangnya osteoklas
mengisi celah-celah yang tersisa diantara frakmen dengan tulang yang baru. Ini
adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal ( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 43)

1. Stadium lima – Remodeling


Fraktur kemabali dengan normal membutuhkan waktu bebrapa bulam hingga tahun
dengan proses resorbsi  dan pembentukan tulang yang telah dijembatani oleh
manset pada tulang. Lamellae diletakkan pada daerah yang mempunyai tekanan
lebih tinggi, dan rongga sunsum dobentuk dengan stuktur sam dengan normalnya
( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 43)

2.4  Konsep Asuhan Keperawatan


2.4.1  Pengkajian
1. Identitas
Pada fraktur biasanya lebih sering terjadi pada lak-laki dibandingkan perempuan
dan fraktur yang terjadi pada laki-laki cenderung pada usia dibawah 45 tahun,
fraktur yang terjadi sering berhubungan dengan pekerjaan, olahraga atau trauma
yang disebabkan karena kecelakaan bermotor (Lukman & Ningsih, 2013, p. 26)

2. Status Kesehatan Saat Ini


3. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien fraktur cruris post op hari ke-0 adalah nyeri, nyeri yang
dirasakan lebih hebat dan berlansgsung lebih lama pada lansia dibandingkan pasien
yang masih muda.(Lukman & Ningsih, 2013, p. 302)

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pengkajian dilakukan dengan cara

1. Proviking incident: Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung, Penanganan pada pasien fraktur bisa dilakukan
dengan beberapa prosedur salah satunya adalah pembedahan(Warjiman & Munawaroh,
2015, p. 38)
2. Quality of pain: Pada saat pasien sadar dari general anesthesia maka menimbulkan
berbagai keluhan dengan gejala dimana salah satu keluhan yang sering dikemukakan
adalah nyeri(Warjiman & Munawaroh, 2015, p. 38)
3. Region: nyeri dapat menyerbar pada keadaan yang menyebabkan tekanan serabut
saraf(Lukman & Ningsih, 2013, p. 302)
4. Severity:dampak yang ditimnulkan dari kerusakan jaringan yaitu perubahansensori
ketidak nyaman. Untuk pengukuran nyeri dalam proses pengkajian lebih mudah
menggunakan skala 0-10 (skala nyeri ringan, sedang dan berat) yaitu analog visual skala
dengan menyatakan sejauh mana nyeri yang dirasakan klien (Lukman & Ningsih, 2013,
p. 302)
5. Time:pascatidakanpembedahanklienmerasakannyeri, nyeri yang diraskanlebihhebat
dan berlandung lama(Lukman & Ningsih, 2013, p. 302)
6. Riwayat Penyakit Dahulu
7. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Fraktur biasanya sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan,atau luka yang
disebakan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (Lukman & Ningsih, 2013, hal. 26)
sehingga dilakukan pemebedahan

1. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit riawayat keluarga penyakit tulang peneybab terjadinya fraktur karena
menjadi factor prediposisi unrtuk penykut keturunan seperti diabetes, osteoporosi,
dan kanker tulang yang cenderungsecara genetic ( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 48)

1. Alergi (obat, makanan, plaster dll)


Jika alergi terhadap onat maka akan berpengaruh pada pengobatan(Muttaqin & Sari,
2013, p. 302)

4. Pemeriksaan Fisik
5. Keadaan Umum
Saat pasien sadar dari anastesi umum, rasa nyeri menjadi sangat tersa sebelum
kesadaran pasien kembali penuh.Nyeri akut akibat insisi menyebabkan pasien
gelisah dan menyebabkan tanda-tanda vital berubah(Muttaqin & Sari, 2013, p. 140)
 Sistem Pernafasan
Pasien pasca operasi akan mengalami efek dari anastesi umum terlihat pada sitem
respirasi, dimana akan terjadi respon depresi pernafasan sekunder sisa anastesi
inhalasi, control kepatenan jalan nafas menurun(Muttaqin & Sari, 2013, p. 137)

 Sistem Kardiovaskuler
Pada pasien pasca operasi akan mengalami efek anastesi yang akan mempengaruhi
mekanisme regulasi sirkulasi normal sehingga mempunyai resiko terjadinya
penurunan kemampuan jantung dalam melakukan stroke volume efektif yang
berimplikasi pada penurunan curah jantung (Muttaqin & Sari, 2013, p. 137)

 Sistem persyarafan
Pasien pasca operasi akan mengalami efek anastesi pada system syaraf pusat akan
mempengaruhi penurunan control kesadaran dan kemampuan orientasi pada
lingkungan(Muttaqin & Sari, 2013, p. 137).

 Sistem Pengindraan
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal tidak ada lesi tidak ada nyeri
tekanan ( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 52)

 Sistem Pencernaan
Efek anastesi juga mempengaruhi kemampuan pengosongan lambung(Muttaqin &
Sari, 2013, p. 137)

 Sistem Perkemihan
Efek anastesi juga mempengaruhi terhambatnya jaras efren dan efren terhadap
control miksi, sehingga berimplikasi pada masalah gangguan pemenuhan eliminasi
urine (Muttaqin & Sari, 2013, p. 137)

 Sistem Musculoskeletal
Pembedahan menimbulkan kerusakan pada jaringan dan akan melepaskan zat
histamine, serotonin, plasmakini, bradikinin, prostaglandin yang disebut mediator
nyeri. Mediator ini merangsang reseptor nyeri yang terletak di ujung saraf bebas dari
kulit, selaput lendir dan jaringan lain sehingga rangsangan dirasakan sebagai nyeri
(Margono, 2014, p. 24)

 Sistem Integument
Efek dari anastesi juga mempengaruhi pusat pengatur suhu

sehingga kondisi pasca bedah pasien akan mengalami

hipotermi(Muttaqin & Sari, 2013, p. 137)

 Sistem Endokrin
Pada pasien post operasi akan mangalami hipoglikemi karena efek anastesi
menyebabkan asupan karbohidrat tidak adekuat(Muttaqin & Sari, 2013, p. 85)

 Sistem Imunologi
Bila terjadi gangguan imunologi pasien mengalami mual fan muntah (Setiati dkk,
2014, p. 1560)

 Sitem Reproduksi
Sistem Reproduksi

Pada pasien fraktur tidak bisa mekukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri ( Rosyidi & Hidayat, 2013, p. 50)

5. Pemeriksaan Penunjang
A. PemeriksaanRontgen :
Untuk mengetahui lokasi, luasnya fraktur, luasnya trauma dapat dulakukan
pemeriksaan rontgen, rontgen sendiri dibagi menjadi beberapa bagian yaitu

 CTscan
 scan CI :
scan CI: dilakukan untuk memperlihatkaan fraktur dan juga
dapatdigunakanuntukmengidentifikasikerusakanjaringanlunak.
1. Hitungdarah lengkap
HB mungkin meningkat atau  menurun

(Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 88)

2.4.2   Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Definisi: perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial
3. Penyebab
 Gejala penyakit
 Kurang pengendalian situasional/lingkungan
 Efek samping terapi
 Gangguan adaptasi kehamilan
1. Gejala dan tanda mayor
 Subjektif
1. Mengeluh tidak nyaman
 Objektif
1. Gelisah
1. Gejala dan tanda minor
 Subjektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan
4. Mengeluh mual
5. Mengeluh lelah
 Objektif
1. Menunjukkan gejala distress
2. Tampak merintih atau menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
(SDKI, 2017, p. 166)

2. Gangguan mobilitas fisik


3. Definisi: keterbatasan dalam gerak fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
4. Penyebab
 Ketidakbugaran fisik
 Efek agen farmakologis
 Nyeri
 Keengganan melakukan pergerakan
1. Gejala dan tanda mayor
 Subjektif
Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

 Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
3. Gejala dan tanda minor
 Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
 Objektif
1. Gerakan tidak terkoordinasi
2. Gerakan terbatas
3. Fisik lemah
4. Kondisi klinis terkait
Trauma (SDKI, 2017, p. 124)

3. Kerusakan intregitas kulit


Definisi : kerusakan kulit ( dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia,otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligamen).

Penyebab :

1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi ( kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan atau kelebihan volume cairan
4. Efek terapi radiasi
5. Neuropati perifer
6. Perubahan hormonal
Gejala dan Tanda Mayor :

Objektif

Kerusakan jaringn dan/atau lapisan kulit

Gejala dan Tanda Minor

Objektif

 Nyeri
 Perdarahan
 Kemerahan
 Hematoma
Kondisi Klinis Terkait :

 Imobilisasi
 Gagal jantung kongestif
 Gagal ginjal
 Diabetes mellitus
 Imunodefisiensi(PPNI, 2016, p. 282)
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan bekas luka operasi
5. Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserah organisme patogenik.
6. Faktor resiko :
 Penyakit kronis diabetes
 Efek prosedur infasif
 Malnutrisi
 Peningkatan paparan organisme lingkungan
 Ketidak adekuatan pertehanan tubuh primer
 Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder
1. Kondisi klinis terkait :
 AIDS
 Luka bakar
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Diabetes
 Tindakan infasif
 Kondisi penggunaan terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah
 Kangker
 Gagal ginal
 Imunosupresi
 Limpedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
2.4.3        Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan
2. Tujuan/kriteria hasil
 Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
 Melaporkan nyeri pada penyedia tenaga kesehatan
 Mempertahankan pola tidur yang baik
 Mempertahankan selera makan yang baik
1. Aktivitas keperawatan
 Kaji skala nyeri dengan meminta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan
dengan angka 0 sampai 10
 Manajemen nyeri (NIC)
 Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik dan
durasi nyeri
1. Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
 Ajarkan keluarga dan pasien teknik nonfarmakologi
 Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berlangsung
1. Aktivitas kolaboratif
2. Berikan tindakan untuk nyeri berkurang dengan melakukan tindakan kolaborasi
pemberian
Aktivitas lain

 Lakukan perubahan posisi (memiringkan, menaikkan bagian tubuh), masse


punggung dan relaksasi (Wilkinson, 2016, p. 296)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
A. Tujuan/kriteria hasil
 Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
 Melakukan aktivitas sehari-hari seara mandiri dengan alat bantu
 Meminta bantuan untuk mobilitas
 Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar sejauh
1. Aktivitas Keperawatan
 Aktivitas keperawatan tingkat 1
2. Kaji fungsi motorik dan sesorik pasien
3. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
4. Ajarkan pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas
5. Pengaturan posisi (NIC)
A. Ajarkan pasien bagaimana cara merubah tubuh saat melakukan aktivitas
 Aktivitas keperawatan tingkat 2
B. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan kekuatan otot
i. Aktivitas Kolaboratif
 Kolaborasi dengan fisioterapi dalam penggunaan traksi
yang boleh digerakkan dan yang belum boleh digerakkan
(Wilkinson, 2016, p. 268)

3. Kerusakan integritas kulit.


4. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan luka tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi

1. Kriteria Hasil
 Pasien/ keluarga menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau perawatan luka yang
optimal
 Drainasi purulen (atau lainnya) atau bau luka minimal
 Tidak adalepuh atau maserasi pada kulit
 Nekrosis, selumur, lubang, perluasan luka ke jaringan di bawah kulit, atau
pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada
 Eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal
 

1. Aktivitas Keperwatan
Pengkajian :

 Perawatan Area Insisi (NIC) : inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, atau


tanda-tanda dehisensi atau eviserasi pada area insisi
 Perawatan Luka (NIC):
1. Kaji luka terhadap karakteristik berikut: lokasi, luas, dan kedalaman, adanya dan
karakter eksudat, ada atau tidaknya granulasi atau epitalialisasi, ada atau tidaknya
jaringan nekrotik, ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka setempat
2. Penyuluhan untuk Pasien/ Keluarga
 Jelaskan dan ajarkan cara merawat luka insisi pembedahan, serta mngenali tanda-
tanda infeksi, dan cara mempertahankan luka insisi tetap kering saat mandi, dan
mengurangi penekanan pada insisi tersebut
1. Aktivitas Kolaboratif
 Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori, dan
vitamin
 Komunikasikan oad dokter tentang pemberian pemeberian nutrisi leawat enternal
atau parentral untuk mempercepat penyembuhan luka serta pemberian obat
(pemeberian antibiotik)
 

1. Aktivitas Lain
 Lakukan perawatan luka atau perawatan kulit secara rutin menngunakan prinnsip
stiril
Perawatan Luka (NIC) :

1. Lepas balutan dan plester


2. Bersihkan dengan salin normal atau pembersih nonstoksik, jika perlu
3. Tempatkan area luka pada bak khusus, jika diperlukan
4. Lakukan perawatan ulkus kulit, jika perlu
5. Atur posisi untuk mencegah penekanan pada luka, jika perlu(Wilkinson, 2016, p.
278)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan bekas operasi
A. Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tanda – tanda infeksi berkurang

Kriteria hasil NOC

 Pengendalian resiko : proses infeksius : tindakan personal untuk mencegah,


menghilangkan atau mengurangi ancaman infeksi
 Pengendalian resiko ; penyakit menular seksual : tindakan personal untuk mencegah,
menghilangkan atau mengurangi perilaku yang beresiko menimbulkan penyakit menular
seksual
 

Intervensi NIC

 Pantau tanda dan gejala infeksi


 Observasi kerbersihan diri dan lingkungan dalam mecegah terjadinya infeksi.
 Pertahankan urobag di dibawah
 Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
 Mencegah terjadinya shock
 Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik
 

2.4.4        Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, di samping itu juga dibutuhkan
keterampilan interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis.

Pendokumentasian sangat perlu dilakukan setelah selesai melakukan implementasi


yang meluputi perencanaan dan bagaimana respon pasien.

( Bararah & Jauhar,2013:51)

2.4.5        Evaluasi
       Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evalusi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan
Perawat mempunyai tigaalternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:

1. Berhasil : keadaan posien kembali pulih sesui dengan waktu yang telah ditenyukan
pada tujuan
2. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dlam pernyataan tujuan
3. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.( Bararah & Jauhar,2013:51)
 

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1  Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian
studi kasus ini menggunkan pendekatan kualitatif. Untuk menemukan data berupa
angka sebagai sebagai proses menganalisis dengan apa yang telah diketahui proses
ini menggunanakan metode penelitian kualitatif(Kuntjojo, 2009:11). Studi kasus
dilakukan terhadap suatu unit tunggal, yakni bisakepada individu, satu komunitas
atau kelompok tertentu yang terkena sauatu persooalan/masalah (Munif, 2010: 121).

Penelitian ini menggunakan desain studi kasus yang merupakan studi bertujuan
untuk membandingkan antara teori dan kasus asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami open fraaktur cruris post op hari ke-0 dengan gangguan rasa aman nyeri
di ruang seruni RSUD dr soebandi Jember

3.2  Batasan Istilah


Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami. Open fraktur cruris post op hari
ke-0 de

ngan gangguan rasa aman nyaman nyeri diruang seruni RSUD dr Jember.

Fraktur kruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula.
Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak
(otot,kulit,jaringan saraf dan pembuluh darah) sehinggg memungkinkan terjadinya
antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Zairin,
2016, p. 541).

Pemebedahanadalah semua tindakan invasive untuk membuka bagian tubuh yang


akan dlikakukan tindakan.Dari tindakan pembedahan yang dilakukan yang diakhiri
dengan pentutupan lukan yang tampak jahitan (Ismonah Dkk, 2015, p. 20). Pasien
post ORIF biasanya merasssakan nyeri terutama saat bergerak (Ismonah Dkk, 2015,
p. 20)
Beberapa managemen nyeri dan farmakologis diantaranya seperti mengatur posisi
fisiologis dan imobilisasi ekstremitas yang mengalami nyeri mengistirahatkan klien,
manengemen lingkungan, kompres, tehnik distraksi dan relaksasi nafas
dalam(Munttaaqin, Arif; Kumalasari, 2013, p. 138)

3.3  Partisipan
Partisipan dalam penelitian adalah orang yang benar-benar tahu dan menguasai
masalah, serta terlibat langsung dalam masalah penelitian. Metode penelitian
kualitatif, maka peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor konsektual, jadi
dalam hal ini ditentukan bagaimana cara memilih sampel selain itu juga harus
ditentukan berapa banyak jumlah sampel yang diperlukan untuk suatu penelitian

Partisipan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pasien
Karakteristik partisipan adalah satu klien yaitu yang mengalami open fraktur cruris 
hari ke-0 dengan gangguan rasa aman nyaman nyeri. Data dapat diperoleh dari klien
meliputi identitas, alasan masuk rumah sakit, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit sebelumnya, obat-obatan yang digunakan, kebiasaan,
alergi obat/makanan, pemeriksaan fisik yang meliputi sistem persyarafan, sistem
pernafan, sistem kardiovaskular, sistem endokrin, sistem perkemihan, sistem
pencernaan, sistem muskuloskletal, sistem imunologi, sistem integument, dan
sistem reproduksi.

2. Keluarga
Data yang dapat diperoleh data subjektif meliputi riwayat penyakit keluarga,
genogram, riwayat lingkungan dan kebiasan.

3. Petugas kesehatan
4. Dokter
Dari dokter dapat diperoleh data yaitu terapi pada pasien Post Op fraktur
1. Perawat
Dari perawat dapat diperoleh data tentang keadaan dan kondisi pasien selama
dirumh sakit atau kondisi saat pertama datang di rumah sakit.

 
1. Ahli gizi
Dari ahli gizi dapat diperoleh data tentang diet yang harus diberikan kepada
pasien post op fraktur dan makanan yang tidak boleh dimakan oleh pasien.
1. Radiologi dan laboratorium
Dapat diperoleh data tentang hasil dari foto thorax, hasil laboratorium pada
pasien post op fraktur hasil pemeriksaan EKG.
 

3.4  Lokasidan Waktu


Studi kasus ini akan dilaksanakan di RSUD dr Soebandi Jember. Pada tanggal 25
Juni sampai 7 Juli 2018 dalam jangka waktu dua minggu. Waktu penelitian dari
pertama kali klien masuk Rumah Sakit sampai klien pulang dan minimal klien
dirawat 3 hari, jika sebelum 3 hari klien sudah pulang, maka dilanjutkan dalam
bentuk home care
.

3.5  Pengumpulan Data


Merupakan cara penelitian untuk mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam
penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur
pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian. Alat ukur pengumpulan
data tersebut antara lain dapat berupa wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi,
studi dokumentasi atau gabungan ketiganya (Hidayat, 2014, p. 82)

1. Wawancara
Wawancara merupakansuatu proses tanya jawab dengan tujuan tertentu dimana
terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berhadapan dengan cara percakapan
secara langsung. Penelitian ini menggunakan metode wawancaralangsung
karenapeneliti akan mendapatkan data yang nantikan data tersebut akan diolah
kembali (Hidayat, 2014, p. 82)

2. Observasi dan pemeriksaan fisik


Peneliti melakukan pengumpulan data didapatkan dengan cara observasi, dan
pemeriksaan fisik body sistem (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)serta juga
dilakukan pendekatan. Sebelum dilakukan pengumpulan data peneliti juga
mengamati perilaku, kejadian atau kegiatan sesorang atau kelompok kemudian
mendokumetasikan hasil dari pengamatan tersebut. (Hidayat, 2014, p. 82)

3. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu setiap pernyataan tertulis disusun oleh seseorang atau
lembaga untuk keperluan penguji suatu peristiwa (Farida, 2010).Penelitian ini,
peneliti melakukan dokumentasi menggunakan hasil dari observasi keadaan klien
dan rekam medik.

 
3.6  Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan dalam penelitian studi kasus meliputi uji:

1. Memperpanjang waktu pengamatan


Dengan cara ini maka keefektifan data dan urutan peristiwa akan dapat direkam
secara tepat dan sistematis. Hal iniberarti peneliti akan melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut  maka kepastian
data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis (Sugiyono,
2015, p. 99)

2. Triagulasi
A. Triagulasisumber
Penelitiansumberberartimembandingkan dan
mengecekulangderajatkepercayaansuatuinformasi yang diperolehmelaluisumber
beda.Penelitianakanmembandingkanhasilpengamatandenganwawancara, hasil yang
dikatakanpasienataukeluargasecarapribadidengandokumen yang ada(Bachri,B.S,
2010, p. 56)

1. Triagulasiwaktudigunakanuntukvalidasi data yang berkaitandenganperubahansuatu


proses dan perilakumanusia,
kerenaperilakumanusiamengalamiperubahandariwaktukewaktu.
Penelitiakanmelakukanpengamatantidakhanyasatu kali pengamatanatau minimal
melakukanpengamatan (pengkajian) selama 2 hari(Bachri,B.S, 2010, p. 56)
2. Triagulasiteori
Triagulasiteoriadalahmemanfaatkanduateoriataulebihuntukdipadu.
Penelitiakanmengumpulkan data dan analisis data yang lebihlengkap agar
mendapatkanhasil yang komprehensif(Bachri,B.S, 2010, p. 56)

3.7  Analisa Data


Analisa data adalah proses untuk medapatkan data secra sistematis dari wawancara.
Agar dapat mudah untuk diinformasikan terhadap orang lain. Analisa data untuk
studi kasus bersifat induktif, in duktif berarti menganilis berdasarkan data yang
diperoleh yang kemudian dikembangkan menjadi hipotesis (Sugiyono, 2015, p. 99)

1. Mereduksi data
Mereduksi data berarti melimih hal-hal yang pokok, dengan memfokuskan data pada
hal-hal yang penting. Pada intinya hanya pada tema, dan polanya. Sehingga data
yang reduksi akan menggambarkan memeprjelas serta mempermudah peneliti
dalam melakukan pengumpulan

2. Penyajian data
Penyajian data yang dapat dilakukan dalam bentuk uraian yang singkat, bagan dan
hubungan antara berbagai kategori ataupun sejenisnya.

3. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian studi kasus merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah didapatkan oleh peneliti atau belum pernah ada. Temuan yang
didapatkan bisa berupa deskripsi atau gamnbaran yang sebelumnya masih belum
jelas setelah dilakukuan menjadi lebih jelas berupa kausal atau teori

(Sugiyono, 2015, p. 99)

3.8  Etika Penelitian


Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh
sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian,
peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan(Hidayat, 2014, p. 82).Penelitian ini menggunakan etika
penelitian yang didasarkan oleh 3 hal, antar lain
1. Informed consent
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi
yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian. Dilakukan dengan tanda tangan
oleh partisipan yang berisi tentang pemberian kebebasan kepada partisipan untuk
bergabung atau tidak dalam penelitian, tanpa adanya unsur paksaan dari peneliti
dan berhak sewaktu-waktu partisipan mengundurkan diri(Hidayat, 2014, p. 82)

2. Anonymity
Menentukan jaminan dalam penggunaan sabjek penelitian hanya mencantumkan
nama respoden pada lembar  (Hidayat, 2014, p. 82)

3. Confidentiality
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan
individu Penelitian ini, peneliti akan berusaha untuk menjamin kerahasiaan
partisipan dengan cara tidak mempublikasikan informasi apapun mengenai
partisipan  kepada pihak lain yang tidak terlibat dalam penelitian(Hidayat, 2014, p.
82)

 
 

 
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

 
Pada hasil bab ini peneliti akan membahas tentang hasil dan pembahasan dari studi
kasus tentang asuhan keperawatan klien yang mengalami post op open fraktur cruris
Dextra 1/3 Proximalgrade II di ruang Seruni RS dr. Soebandi.

Dari hasil yang didapat akan menjelaskan gambaran lokasi pengambilan data,
menjelaskan hasil pengkajian, merumuskan diagnose berdasarkan masalah yang
ditemukan pada pasien, menyusun perencanaan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan melakukan evaluasi.

Dari pembahasan yang didapat yaitu akan membahas kesenjangan antara fakta,
teori, dan opini. Faakta berupa data hasil studi kasus yang telah diperoleh yang akan
dibandingkan dengan teori atau tinjauan pustaka dan selanjutnya menyimpulkan
dalam bentuk opini sehingga bisa ditemukan kesenjanya masing-masing.

4.1  Hasil
4.1.1     Gambar Lokasi Pengambilan Data
Lokasi penelitian Asuhan keperawatan Klien yang Mengalami Post Op Open Fraktur
Cruris Dextra 1/3 Proximal Hari Ke-0 Dengan Gangguan Rasa Aman Nyaman Nyeri
Di Ruang Seruni RSD dr.Soebandi Jember. Penelitian dilakukan di Ruang Seruni
dengan jumlah tempat tidur sebanyak 20 Bed. Diruang Seruni terbagi atas 2 ruangan
bangsal yaitu 14 bed untuk pasien laki-laki dan 6 bed untuk pasien perempuan.
Untuk tenaga kesehatan diruang Seruni terdiri 12 orang perawat dengan jumlah
dokter 6.

 
 

3
7

11
 

10

 
 
 
 
 

Gambar 4. 1Denah Ruang Seruni  RSD dr. Soebandi Jember

Keterangan:

1.        Kamar mandi pasien 1 8.        Rungan loker dan tempat sholat
2.        Bad untuk pasien perempuan
9.        Kamar mandi petugas
3.        Ruangan KARU
10.    Kamar mandi pasien 2
4.        Nurse station
11.    Gudang
5.        Meja administrasi
6.        Ruangan untuk operan

7.        Bad pasien untuk laki-laki

4.1.2     Pengkajian
1. Identitas Klien
Tabel 4.1 Identitas Klien yang Mengalami Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade
II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Identitas Klien Penanggung Jawab

Nama Ny.D Ny.I

Umur 35 tahun 65 tahun

Jeniskelamin Perempuan Perempuan

Suku bangsa Madura Madura

Agama Islam Islam

Pekerjaan Karyawan IRT

Pendidikan SMP SD

Status Pernikahan Menikah Menikah

Alamat Situbondo Situbondo

Tanggal MRS 26-6-2018  

Open Fraktur Cruris Proximal1/3


Dextral Grade II
Diagnosa medis  
Post  Orif Hari ke 0 + G p3A
4 0

 
2. Status Kesehatan Saat Ini
Tabel 4.2 Status Kesehatan Klien yang Mengalami Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3
Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Status Kesehatan Klien

Keluhan Utama:  

Saat MRS Nyeri pada kaki

Saat Pengkajian Pasien megatakan nyeri pada kaki

Pada tanggal 24 juni 2018 pasien merasakan nyeri pasa kaki nya yang
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas,pada tanggal 25 juni pasien
dilakukan tindakan pembedahan, padasaat pengkajian tanggal 26
juni 2018 pukul 06.00 WIB  pasien merasakan nyeri dan nyeri terasa
cenut-cenut hingga menjalar dari paha sampai keujung kaki skala
nyeri 5 nyeri bertambah hebat pada saat bergerak dan berkurang
Riwayat Penyakit sekarang pada saat kaki dilentangkan

3. Riwayat Psikososial
Tabel 4.3 Riwayat Psikososial Klien yang Mengalami Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3
ProximalGrade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Riwayat Psikososial                                    Hasil

a.     Persepsi ibu dengan Ibu merasa cemas terhadap keadaan janinya, sehingga ibu susah tidur
keadaan janinnya pada malam hari, bahkan hanya tidur 2 jam

b.     Harapan yang ibu Ibu berharap janinnya sehat, dan sudah tidak ingin hamil lagi karena
inginkan terhadap janinya sudah memiliki 4 anak

c.     Ibu tinggal dengan


siapa ? Ibu mengatakan tinggal bersama suami, dan ketiga anaknya

d.     Sikap anggota keluarga


terhadap keadaan saat ini Keluarga selalu menemani dan menjaga pasien saat di rumah sakit

e.     Kesiapan mental Ibu merasa khawatir ketika nanti bayinya sudah lahir tetapi kakinya
menjadi ibu belum sembuh total, dan ibu tampak sering melamun.

 
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Sambungan …

Tabel 4.4 Riwayat Kesehatan Terdahulu Klien yang Mengalami Post Op fraktur Cruris
Dextra 1/3 ProximalGrade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Riwayat Kesehatan Klien

Riwayat Penyakit
sebelumnya:  

Kecelakaan Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya

Operasi Pasien tidak pernah melakukan operasi sebelumnya

Penyakit Pasien tidak memiliki penyakit jantung dan DM, Hipertensi dan sesak

Terakhir Masuk RS Pasien terakhir MRS 2 bulan yang lalu untuk memeriksakan kandungannya

Riwayat Penyakit Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit yang diderita
Keluarga pasien saat ini, keluarga tidak mempunyai penyakit kanker tulang

Alergi Pasien tidak alergi terhadap makanan, minuman, ataupun obat-obatan

Kebiasaan Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan minum kopi 1 kali sehari

Obat-obatan yang
Digunakan Selama hamil pasien sering mengkonsumsi sakatonik

Keadaan rumah pasien rawan untuk menyebabkan cedera karena lantai


Riwayat Lingkungan tidak rata atau naik turun dan ada beberapa tangga

Alat Bantu Pasien tidak memakai alat bantu pendengaran, kacamata, serta gigi palsu

Tabel 4.4 Lanjutan

5.
 

P
 Genogram
 

Gambar 4. 2Genogram Klien yang Mengalami Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3
Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Keterangan:

Laki-laki

  Perempuan

Menikah

Meninggal

P Pasien

6. Pemeriksaan Fisik
7. Keadaan umum
Tabel 4.5 Pemeriksaan Fisik Klien yang Mengalami Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3
ProximalGrade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Keadaan Umum Klien

Kesadaran Composmentis

Sambungan …

110/80 mmHg
TD
N 90x/ menit

S 36,1ºC

RR 20x/ menit

TB 158cm

BB 60 kg

Tabel 4.5 Lanjutan

1. Body System
Tabel 4.6 Pemeriksaan Body System Klien yang Mengalami Fisik Klien yang Mengalami
Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018Juni
2018

Pemeriksaan
Fisik Klien  

I: Pernafasan spontan, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak


ada secret dan tidak ada polip, tidak ada retraksi dinding dada, pola
nafas regular, tidak menggunakan otot bantu nafas,

P: tidak ada nyeri tekan tidak ada masa

Frekuensi nafas 18x/menit, vocal fremitus sama antara kiri dan


kanan, terdapat sedikit keluarcairan  kolostrum

P: sonor pada area paru

A:suaranafas normal vesikuler, tidak ada suara napas tambahan


ronchi dan wheezing

 
Pernapasan:  

I: Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus cordis teraba pada ICS IV dan IV mid clavicula sinistra


dan tarktil fremitus sama antra kanan dan kiri.

Nadi 90 x/menit
Kardiovaskuler  
P: suara jantung redup, kanan atas: SIC II linea para sternalis dextra,
kanan bawah: SIC IV linea sternalis sinistra, kiei bawah SIC IV linio
medio clavicularis sinistra

batas jantung ICS II, bawah ICS V, kiri ICS V

mid clavicula sinistra, kanan ICS IV mid sternalis dextra

A: S1, S2 tunggal

 
   

Kesadaran composmentis

GCS 4-5-6

Reaksi pupil terhadap cahaya normal

Reflek: plantar positif


Persarafan  

Pengindraan Pasien masih mampu mencium aroma kopi, merasakan rangsangan lewat
sentuhan dibagian ekstremitas atas ataupun bawah pasien bisa menyebutkan
  angka pada jarak 1 meter

   

I:Mukosa bibir kering, tidak ada lesi tidak ada stomatitis, terdapat karies gigi pada
gigi grahang, terdapat gigi yang tanggal, bentuk abdomen cembung karena pasien
sedang hamil  usia 16-17 minggu

A:Frekuensi peristaltic 4x/ menit

P:Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak terdapat distensi


abdomen,

Setelah dilakukan tindakan operasi sampai pengkajian pasien belum pernah


Pencernaan
BAB

   

I:Pasien menggunakan kateter, produksi urine 600cc warna kuning agak


Perkemihan kecoklatan bening, bau amoniak
Sambungan …

I:Tangan sebelah kiri terpasang infus, tidak ada phlebitis, tampak luka incici akibat
dari pembedahan operasi region cruris fibula 1/3 proximal dextra, panjang luka
vertical dan horizontal ± 10 cm dan lebar ± 2cm, kondisi luka bersih tidak adapes 
terpasang elastic blanded diregio knee sampai angkle terpasang juga drain
dengan jumlah 30cc/7jam setelah operasi dengan warna merah agak kehitaman,

1.      Pergerakan terbatas, mobilisasi hanya ditempat tidur

2.      Terdapat odem pada jari-jari kaki kanan pasien merasakan nyeri pada
area knee joint sampai angkle joint

3.      Pasien tampak menyeringai kesakitan

4.      Pasien tampak lemah

Kekuatan otot menurun:

5555 5555

Muskuluskeetal 222 555

I: kulit kering, tidak ikterik, tidak sianosis tapi agak sedikit pucat

P: akral hangat, turgor <2 detik, CRT <2 detik

Terdapat luka bekas incicipemebedahan diregio cruris 1/3 proximal dextra


pajang luka vertical dan horizontal  ± 10cm dan lebar ± 2 cm luka tampak
bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi, suhu 36,2 C 0

 
Integument

Hasil pemeriksaan glukosa sewaktu pasien yaitu 86mg/ Dl, Leher: tidak ada
pembesaran pada vena jugularis

 
Endokrin

Imunologi Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening pada leher, ketiak dan lipat paha,
pasien mengalami mual
 

Organ vital pasien tampak kotor dan berlendir

Terpasang kateter,

Pasien memiliki 3 orang anak, 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan,


pasien sedang hamil usia kehamilan 16-17 minggu, pasien tidak pernah
mengalami keguguran, sebelum hamil pasien menggunakan KB pil,

Janin tunggal, letak bujur kepala janin dibawah, belum  masuk PAP dan
DJJ 145x/menit

 
Reproduksi

Tabel 4.6 Lanjutan

7. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Tabel 4.7 Pemeriksaan PenunjangKlien yang Mengalami Fisik Klien yang Mengalami Post
Op fraktur Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018Juni
2018

Pemeriksaan Klien Nilai noramal

Laboratorium Tanggal 26 juni 2018  

   

a.        Hemoglobin 8,4


 
b.       Leukosit 10.5 12.0-16.0 gr/Dl

c.        Hematokrit 23.3 4,5-11 10 /L


0

41-53%
d.       Trombosit 160
150-450 10 L 0

  Tanggal 27 juni 2018  

a.        Hemoglobin 10,4 12.0-16.0 gr/Dl

4,5-11 10 /L
0
b.       Leukosit 8,3

c.        Hematokrit 29,9


41-53%
d.       Trombosit 160
150-450 10 L0

 
Radiologi  

Gambar 4.3  Hasil pemeriksaan radiologi tampak hasil terpasangplat + secrub terfiksasi
dengan baik.

 
 
 
 
 
USG    
 
Gambar 4.4  Hasil pemeriksaan USG tampak janin tunggal hidup intrauterus, letak
bujur kepala dibawah, BPD: 4.65 cm, AL: 14,14 cm, FL 2,83 cm, AFL: 14,56 cm.
 

8. Terapi Pengobatan
Tabel 4.8Terapi Pengobatan Klien yang Mengalami Fisik Klien yang Mengalami Post Op
fraktur Cruris Dextra 1/3 ProximalGrade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018Juni 2018

Terapi Klien

26 Juni 2018 –  

Infus Ringer Laktat 500c/24jam

Injeksi :

Ceftriaxon 2x1gr

Ranitidine 2x50mg

Gentamysin 2x80mg

Keterolax 3x30mg

P/O:

Asam Folat

Terapi
Supositoria:

  Siges

4.1.3     Analisa Data
Tabel 4.9 Analisa Data Klien yang Mengalami Fisik Klien yang Mengalami Post Op fraktur
Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018Juni 2018

No. Data Etiologi Masalah

1. Ds: Fraktur Nyeri akut

  1.   Pasien mengatakan kaki kanan  


operasi (pembedahan)

 
post operasi

bagian bawah terasa nyeri/ pada  


paha atas sebelah menjalar sampai kerusakan sel
ujung kaki
 
2.   Nyeri terus menerus dan terasa
cenut-cenut
adanya luka pembedahan
 
 
pelepasan mediator nyeri,
Do: hstamin, bradikinin,
1.      Tampak luka post op pada prostaglandin, serotinin
kaki kanan bagian bawah
 
2.      Skala nyeri 5 ditangkap reseptor nyeri

3.      Pasien tampak menyeringai  


kesakitan implus ke otak

4.      TTV  
persepsi nyeri
N: 90 x/menit
 
    nyeri akut
 
 
     
 
2 Ds: Fraktur Gangguan mobilitas
fisik
1.   Pasien mengatakan belum  
berani menggerakkan kaki kanan Operasi (pembedahan)
bagian bawah
 
2.   Pasien mengatakan kakinya Post operasi
masih terasa nyeri untuk bergerak
 
Kerusakan sel

Sambungan …
Do :
1.    Pasien tampak lemah
derfomitas

2.    Gerakan tampak terbatas di


 
bad/ tempat tidur  karena luka
Gangguan musculoskeletal

Pembedahan
 
Pergerakan terbatas
3.    Kekuatan otot
 
5555 5555 Gangguan mobilitas fisik

222 555  

3 Ds: – Fraktur Kerusakan integritas


kulit
Do:  
1.      Pada kaki kanan bagian Operasi (pembedahan)  
bawah terdapat luka post operasi
   
2.      Panjang luka vertical dan
horizontal masing-masing  ± 10 cm Post operasi  

3.      Lebar luka ± 2 cm    


Kerusakan sel
4.      Tidak ada tanda-tanda infeksi  
seperti kemerahan dan muncul  
eksudat. Adanaya luka pemebedahan  

   
Kerusakan integritas kulit
 

 
 

Fraktur

Operasi(pembedahan)

 
Opst operasi

 
Kurangnya asupan gizi

Ds:  
Hb turun
Do:
1.    Hipotensi (110/80 mmHg)  
K/u lemah
2.    Pasien tampak pucat
 
3.    K/U lemah Resiko syok

4.    Hb: 8,3 gr/dl  

   
4 Resiko Syok

5 Ds: Fraktur Ansietas

–              Pasien mengatakan  


cemas terhadap keadaan janinya Operasi (pembehadan)

–              Pasien mengatakan susah  


untuk tidur
 
Do: Post operasi

1.          Pasien sering bertanya  


tentang keadaan janinya
 
2.          pasien menghabiskan 1/3 Keadaan janin
porsi makan yang telah disediakan
 

 
anseitas

3.          Pasien tampak melamun  

1.  

Sambungan …

Tabel 4.9 Lanjutan

4.1.4     Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.10Diagnosa KeperawatanKlien yang Mengalami Fisik Klien yang Mengalami Post
Op fraktur Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018Juni
2018

No. Tanggal Diagnosa Keperawatan

Resiko syok berhubungan dengan tidakan setelah opersi  yang


ditandai dengan

1.         Hipotensi (110/80 mmHg)

2.         Pasien tampak pucat

3.         K/U lemah

4.         Hb: 8,3 gr/dl


1. 26 juni 2018
 
2. 26 juni 2018 Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan ditandai
dengan:

S: pasien mengatakan kaki kanan bagian bawah , nyari yang


dirasakn terus menerus dan terasa cenut-cenut

O:

-pasien tampak mendemonstrasikan nafas dalam yng telah


diajarkan
-skala nyeri 5

-pasien tamapak menyeringai kesakitan

-TTV

-TD:110/80mmHg

-N:90x/menit

-porsi makan hanya dihabiskan 1/3

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kerusakan


pada system muskuloskeltal ditandai dengan:

S: pasien mengatakan belum berani menggerakkan kaki


kanan bagian bawah karena masih terasa nyeri
3.

  O:

  -tampak luka bebatan post op

  -pasien tampak lemah

  -gerakan tampak terbatas

  -kekuatan otot

  26 Juni 2018 5555 5555

.   222 555

4. 26 Juni 2018 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan


pembedahan ditandai dengan:

S: –

O:
– pada kaki kanan bagian bawah tampak luka yang dibebat

– panjang luka vertical dan horizontal  ±  10cm

– lebar luka jahitan 2 cm

– tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan muncul


eksudat

Anseitas berhubungan dengan tindakan setelah operasi yang


ditandai degan

asien mengatakan cemas terhadap keadaan janinya

Pasien mengatakan susah untuk tidur

Sambungan …

Do:

1.     Pasien sering bertanya tentang keadaan janinya

2.     pasien menghabiskan 1/3 porsi makan yang telah


disediakan

3.     Pasien tampak melamun


5 26 juni 2018

6   Gangguan pola tidur berhubungan dengan tindakan setelah


operasi

S:

-pasien mengatakan tidak bisa tidur setelah dokter memeriksa


keadaaan janinnya,  yang DJJnya sudah tidak terdeteksi

– pasien mengatakan hanya tidur 2 jam

-Mata tamapak sayu


-Wajah tampak pucat

-Keadaan fisik terlihat lemah

Tabel 4.10 Lanjutan

4.1.5     Intervensi Keperawatan
Tabel 4.11 Intervensi Keperawatan Klien yang Mengalami Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3
Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

Diagnosa Keperawatan
Intervensi (NIC) Rasional
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)    
1. Resiko syok setelah dilakukan 1.     Observasi tanda-tanda 1.    Mengetahui keadaan umu
tindakan keperawatan diharapkan vital pasien
resiko syok dapat teratasi dengan
criteria hasil:    

a.     Pasien tidak mengalami 2.     Kaji kondisi yang dapat 2.    mengidentifikasi adany
syok mengarah kehipovolemia perubahan-perubahan yang
(mis. Pembedahan, terapi terjadi pada keadaan umum
b.     Tanda-tanda vital dalam anti koagulan, diare dan terutama untuk mengetahui
rentan normal muntah yang lama, gagal adakah tanda tanda syok
jantung kongesif berat.
c.     Kulit hangat dan kering  
 
   
3.     Kaji asupan dan
haluaran, termasuk luka,  
drain, muntah, dan diare
 
 
 
4.     Kaji warna dan
kelembapan kulit
 
 
 
5.     Berikan cairan
elektrolit, koloid, atau 3.    Gejala GI dapat
darah/ produk darah untuk menunjukkan efek aniemia
masalah volume yang (hipoksia pada organ)
bersirkulasi
 

4.    Mengidentifikasi dini


adanya syok

5.    Mengembalikan
kekurangn darah gara dapat
kemabli dalam rentan norm

Sambungan …

 
6.    Membantu pemulihan
terhadap HB yang turun
6.     Berikan obat sesuai
indikasi. 7.

Tabel Nyeri akut 1.     Observasi tanda-tanda 1.     Mengidentifikasi tingkat


4.10 vital skala nyeri dengan tensi dan
Setelah dilakukan tindakan nadi meningkat
Lanjutan keperawatan diharapkan nyeri  
dapat berkurang, dengan kriteria  
2. hasil:  
2.     Mengidentifikasi tingk
  a.   Memperlihatkan teknik 2.     Kaji skala nyeri nyeri yang dirasakan nyeri
  relaksasi secara individu yang mulai tingkat skala 1-10
  efektif untuk mencapai
  kenyamanan  
   
   
b.    Mempertahankan skala
   
nyeri pada skala yang rendah
 
yaitu 2-3  
  3.     Menentukan kebutuhan
  tindakan managemen nyeri
  c.   Mempertahankan pola tidur
 

4.      Mengalihkan perhatia


nyeri

 
 
 
3.     Observasi nyeri secara
komprehensif meliputi
lokasi karakteristik dan 5.     Memebantu atau
durasi mengontrol, mengalihkan ra
nyeri
4.     Ajarkan keluarga dan
pasien teknik non  
yang baik farmakologi
 
d.   Tanda vital: 5.     Berikan informasi
tentang nyeri, seperti  
1.     TD: tidak lebih dari 120/90 penyebab nyeri, berapa lama
mmHg nyeri akan berlangsung  

  2.     N: 60-100x/ menit 6.     Lakukan perubahan 6.     Meninggikan kaki


  posisi (memiringkan) berguna untuk memberikan
  3.     RR: 16-24x/ menit sirkulasi pembuluh darah da
  bagian yang nyeri menurunkan tekanan local
 
  e.   Mempertahankan pola
  makan yang baik
 
 
7.     Menurunkan nyeri melalu
mekaniisme penghambat rang
7.     Kolaborasikan dengan nyeri baik sentra maupun peri
dokter untuk pemberian
 
    analgetik sesuai indikasi

Tabel Gangguan mobilitas fisik 1.     Kaji fungsi motorik dan 1.


4.10 sensorik pasien
. Setelah dilakukan tindakan Sambungan …
keperawatan diharapkan pasien  
Lanjutan dapat mobilisasi secara mandiri,
dengan kriteria hasil:
2.     Berikan edukasi kepada
3. keluarga untuk memberikan Mengidentifikasi bagian eks
  a.   Mampu melakukan aktivitas motivasi saat pasien yng mengalami gangguan
  tanpa bantuan melakukan aktivitas secra
  mandiri  
  b.   Mampu menggerakkkan
  anggota badan 3.     Ajarkan dan bantu 2.     Dapat menambah kem
 
pasien dalam proses pasien untuk melakukan ren
 
c.   Melakukan aktivitas sehari- berpindah pasif dan aktif
 
hari secara mandiri dengan alat
 
bantu 4.     Ajarkan dan dukung  
 
  pasien dalam latihan ROM
  d.   Kekuatan otot meningkat aktif atau pasif untuk
  atau  kembali dalam batas memepertahankan kekuatan  
  normal otot
   
    5.     Atur posisi pasien
  dengan kesejajaran tubuh  
  yang benar
  5555 5555
3.     Memepertahankan kea
    pasien
  555 555
 
  6.     Ajarkan pasien tentang  
 
  pengunaan alat bantu
  mobilitas 4.     ROM aktif dapat mem
 
  dalam mepertahankan dan
    meningkatkan kekuatan oto
   
  7.     Kolaborasi dengan  
    fisioterapi dalam
  penggunaan traksi yang
   
  boleh digerakkan dan yang
  belum boleh digerakkan
  Sambungan …
   
   
 
   
1.     Observasi adanya
4   kemerahan, pembengkakan  
atau tanda-tanda dihesensi 5.     Menilai batas kemamp
atau eviserasi pada area kesejajaran yang optimal
    insisi
 
    2.     Kaji luka terhadap
karakteristik lokasi, luas,
 
  dan kedalaman adanya dan  
karakteristik eksudat ada
  tidaknya jaringan nekrotik 6.     Agar pasien terhindar d
 
kerusakan kembali pada eks
  3.     Ajarkan perawaatn lukabagian bawah
 
insisi pembedahan,
Kerusakakan integritas kulit termasuk tanda dan gejal  
  infeksi
Setelah dilakukan tindakan  
  keperawatan diharapkan luka  
tidak menunjukkan tnda-tanda
  infeksi, dengan kriteria hasil: 7.     Memepercepat proses
4.     Lakukan perawatan penyembuhan dengan meni
luka atau perawatn kulit
  a.   Pasien dan keluarga secara rutin menggunakan
menunjukkan perawatan kulit prisip  
  atau perawatn luka yang optimal
steril  
  b.   Drainasi purulen tau bau
luka minimal 5.     Konsultasikan pada  
  ahli gizi tentang makanan
c.   Tidak ada lepuh atau ,aserasi tinggi protein, mineral,  
pada kulit kalori, dan vitamin
 
 
d.   Nekrosis, selumur, lubang, 6.     Kolaborasi pemberian
  perluasan luka kejaringan bawah antibiotic 1.     Menigidentifikasi statu
kulit tidak ada kerusakan kulit sehingga da
    membentuk intervensi yang
e.   Eritema kulit dan eritema
  disekitar luka minimal    

    1.         Kaji tingkat anseitas  


pasien
     
 
    2.     Mengetahui tingkat ke
  kulit klien
   
   
   
2.          Kaji factor yang  
    menjadi penyebab ansietas
 
     
 
       

    3.         Memeberikan  
informasi secra actual
    menyakut diagnosis, terapai 3.     Meminimalkan terjadin
dan prognosis dan mengenali tanda-tanda
   
   
   
4.         Yakinkan pasien  
melalui sentuhan, dan sikap
  Anseitas secra empatiksecra verbal
dan non verbal secra  
  Setelah dilakukan tindakan bergatian
keperawatan diharapkan anseitas 4.     Membantu proses peny
  berkurang yang ditandai dengan   luka dan menjaga agar luka
bersih dan kering
  a.          Anseitas berkurang 5.         Berikan penguatan
positif ketika pasien mampu  
  b.         Meneruskan aktivitas meneruskan aktivitas sehari-
yng dibutuhkan meskipun hari dan aktivitas lainnya  
mengalami kecemasan meskipun mengalami
 
anseitas  
c.          Memiliki tanda-tanda
  vital dalam batas normal  
  d.         Menggunakan teknik 5.     Memenuhi kebutuhan
relaksasi untuk meredakan memepercepat proses penye
  anseitas
 
   
 
   
5.
 
 
 
6.     Untuk membunuh
  mikroorganisme pathogen p
 
daerah yang beresiko terjad

 
Sambungan …
 
 
1.         Mengobservasi verb
  nonverbal dari kecemasan k
mengetahui tingakat kecem
dialami

2.         Klien dapat menggu


penyabab kecemasan sehing
petugas dapat menetukan in
selanjutnya

3.         .Peningkatan penget


tentang penyakit yang diala
dapat membangun mekanism
klien terhadap kecemasan y
dialaminya

4.         Dukungan secara po


memperkuat mekanisme ko
sehingga tingkat ansietasny
berkurang

 
 
5.         Dengan tujuan agar
  merasa nyaman dan agar tid
bertentangan dengan progra
. perawatn

Tabel 4.10 Lanjutan

4.1.6     Implementasi Keperawatan
Tabel 4.12  Implementasi Klien yang Mengalami Fisik Klien yang Mengalami Post Op
fraktur Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018Juni 2018

Hari/Tanggal Jam No. Dx Implementasi TTD

Mengoservasi tanda-tanda vital

R/ TD:100/70mmHg

N:80x/menit
Rabu 07:00 1,2
S:36,2 C
0

26juni 2018     RR:20X/menit


 

Mengkaji kondisi yang dapat


mengarah kehipovolemia (mis.
Pembedahan, terapi anti koagulan,
diare dan muntah yang lama, gagal
jantung kongesif berat.

R/ pasien tidak mengalami diare


Rabu dan muntahtidak ada tanda-tnda
gagal jantung tetapi wajah tampak
26juni 2018 pucar dan lemah
07:10 1  

Mengkaji asupan dan haluaran,


termasuk luka, drain, muntah, dan
diare
Rabu
R/produksi drain 30cc/7 jam setelah
26juni 2018 tindakan post op
07:15 1  

Mengkaji warna dan kelembapan kulit


Rabu
R/warna kulit tampak pucat dan
26juni 2018 kering
07:15    

Memberikan cairan elektrolit, koloid,


atau darah/ produk darah untuk
masalah volume yang bersirkulasi
Rabu 10:10
R/ transfuse darah masuk 2 kolf dan
26juni 2018 18,15 tidak ada tanda-tanda alergi
   
Mengkaji skala nyeri

Rabu 07:00 2 R/ pasien mengatakan nyeri yang


dirasakan dari angkamencapai
26juni 2018     angka 5dari 1-10
 

Memberikan informasi tentang nyeri,


seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berlangsung

R/ pasien mengerti apa yang


disampaikan oleh petugas yaitu
Rabu 08:00 2 nyeri yang dirasakan karena proses
pembedahan dan akan berlansung
26juni 2018     samapai beberapa hari
 

Mengajarkan keluarga teknik non


farmakologi (nafas dalam)
Rabu 09:00 2
R/ pasien mengikuti teknik nafas
26juni 2018     dalam yang diajarkan oleh petugas
 

Melakukan tindakan kolaborasi


pemberian analgesic ranitidine
1x50mg, keterolax 1x30mg dan
gentamysin 1×80 mg secara iv
Rabu 2
R/ tidak ada respon alergi dari
26juni 2018   pasien
16:00  

Mengkaji fungsi motorik dan sensorik


pasien

Sambungan …
Rabu 08:00 2
R/ pasien hanya mampu
26juni 2018     menggerakkan jari pada kaki kanan,
 

Tabel 08:10 3 Memberikan edukasi kepada keluarga  


4.11 untuk memeberi motivasi saat
    melakukan aktivitas mandiri
Lanjutan
R/ keluarga mengerti apa yang
disampaikan petugas tetapi masih
Rabu belum berani untuk memotivasi
pasien untuk melakukan aktivitas
26juni 2018 secara mandiri

Mengajarkan dan medukung pasien


dalam latihan ROM aktif ataupun pasif
untuk memepertahankan kekuatan
otot

R/ pasien belum berani


Rabu 10:00 3 mengerakkan kaki atau jarinya
secara aktif karenamasih nyeri dan
26juni 2018     takut kalau kakinya bermasalah
 

Melakukan tindakan kolaborasi


pemberian antibiotic ceftriaxon 1x1g r
Rabu 22:15 3
R/ pasien tidakmenunjukkan adanya
26juni 2018     respon alergi
 

Rabu 09:20 4 Mengkaji anseitas pasien  

26juni 2018     R/pasien masih khawatir terhadap


keadaan pasiennya
   
 
   
Mengkaji factor yang menjadi
09:30 4 penyebab ansietas

    R/pasien cemas karena takut terjadi


apa-apa pada janinnya karena habis
kecelakaan dan setelah dilakukan
    tindakan operasi

     

    Memeberikan informasi secra


actual menyakut diagnosis, terapai
    dan prognosis

    R/pasien mengerti tentang keadaan


janinnya dan berharap keadaan nya
4

 
baik-baik saja
 
 
 
Meyakinkan pasien melalui
  sentuhan, dan sikap secra
empatiksecara verbal dan non
09:40   verbal secara bergatian

  4 R/pasien tampak lebih tenang dan


mulai bisa menerima keadaan untuk
    janinya

     

    Memberikan penguatan positif


ketika pasien mampu meneruskan
aktivitas sehari-hari dan aktivitas
    lainnya meskipun mengalami
anseitas
   
R/pasien menerima saran dari
09:50 4 petugas dan akan mempraktekkan

4.1.7     Evaluasi Keperawatan
Tabel 4.13  Evaluasi Keperawatan Klien yang Mengalami Fisik Klien yang Mengalami Post
Op fraktur Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018J

No. No. Dx Tanggal Jam Evaluasi (SOAP) TTD

1. 1 27 juni 2018   S:pasien mengatakan merasakan agak  


pusing tapi Cuma sedikit

O:

–          TTV:110/70mmHg

–          TD:110/70mmHg

–          N:84x/menit

–          S:36,2C

–          HB:10,4

–          Kulit teraba hangat

–          Pasien tidak menunjukkan


tnda-tanda vital

 
A: resiko syok teratasi sebgain

P: pertahankan keadaan pasien

 
2 2 27 Juni 2018 07:00 S: pasien mengatakan nyeri sudah  
berkurang dan sudah bisa tidur dengan
      lelap, tetapi jika kaki dibuat gerak akan
terasa nyeri kembali
   
O:
   
1.     Tanda vital:
   
a.     TD: 110/70 mmHg
  07:20
b.     N: 84x/ menit
   
c.     RR: 18x/ menit
   
2.     Pasien tampak
mendemonstrasikan  teknik nafas
dalam yang telah diajarkan oleh
petugas

3.     Porsi makan yang dihabiskan


hanya 1/3

4.     Pasien sering bertanya pada


petugas karena nyerinya tak
kunjung hilang

  A: nyeri akut  teratasi sebagian

   

  P:

  1.     Observasi tanda-tanda vital

    2.     Kaji skala nyeri

    3.     Lakukan perubahan posisi


(meninggikan) bagian yang nyeri
  08:00
4.     Kolaborasi pemberian
    analgetik

  08:30  

3. 3 27 Juni 2018 07:10 S: pasein mengatakan sudah bisa  


bergerak sedikit sedikit dari tempat
      tidur tetapi masih perlu bantuan dari
keluarga
     
Sambungan …
     
O:
  27 juni 2018 07:15
1.     Pasien belum bisa beraktivitas
      secara mandiri

  2.     Pasien belum bisa atau belum


Tabel 4.13
berani menggunakan alat bantu
Lanjutan untuk beraktivitas
   

   

   
3.     Pasien tamapak bergeser dikit
    demi sediki

    4.     Keluarga membantu pasien


untuk merubah posisi
   
5.     Kekuatan otot
   
5555 5555
   
222 555
  07:30
27 juni 2018  
 
A: gangguan mobilitas fisik  teratasi
08:45 sebagian

  P:

  1.     Kaji fungsi motorik dan


sensorik pasien
 
2.     Ajarkan dan bantu pasien
  untuk berpindah posisi

  3.     Ajarkan pasien dengan


penggunaan alat bantu
 
 
 
4.     Atur posisi pasien dengan
posisi kesejajaran tubuh yang benar
 
5.     Kolaborasi dengan fisioterapi
  dalam penanganan traksi yang boleh
digerakkan dan yang tidak boleh
  digerakan
 

           

4. 4 27 Juni 2018 07:00 S:-  

  07:15 O:

  1.     Tampak luka bebatan post op


hari ke-0 dikaki sebelah kanan
 
2.     Tidak ada tanda-tanda infeksi
 
3.     Luka masih dibebat
 
4.     Masih terpasang drainase
 
5.     Keluarga belum bisa
09:00 menunjukkkan teknik perawatan
luka yang optimal
 
6.     Eritema kulit dan eritema
sekitar luka tidak ada
09:15
A: kerusakan integritas kulit belum
  teratai

  P:

  1.     Observasi adanya kemerahan,


pembengkakan atau tanda-tanda
  dehisensi atau eviserasi pada area
insisi
 
2.     Kaji luka terhadapap
  karakteristik lokasi, luas, dan
kedalaman adanya eksudat dan ada
tidaknya jaringan nekroik
 

3.     Ajarkan perawatan luka insisi


 
pembedahan termasuk tanda dan
 
gejala infeksi
 
4.     Kolaborasi pemberian
  antibiotic

  Sambungan …

S:pasien mengatakan sudah tidak


cemas lagi karena dari hasil
pemeriksaan dokter janinya dalam
keadaan sehat

O:

–          TTv:

TD:110/70mmHg

N:84x/menit

S:36,2C

–          pasien tampak tenang

–          pasien tampak melakukan


aktivitas seniri seperi makan

A: anseitas teratasi

P:pertahankan keadaan pasien


         

           

Tabel 4.13 Lanjutan

Tabel 4.13 Lanjutan

 
 

4.1.8     Catatan Perkembangan Keperawatan


Tabel 4. 14 Catatan Perkembangan Klien Klien yang Mengalami Fisik Klien yang
Mengalami Post Op fraktur Cruris Dextra 1/3 Proximal Grade II RSD dr. Soebandi Jember
Juni 2018

Hari 3

 
Diagnosa Hari 1 Hari 2

1.         Pasien mengatakan nyeri S:


sudah berkurang tapi, pasien bisa
tidur dengan nyenyak 1.         Pasien meengatakan nyeri
sudah berkurang  tetapi jika dibuat
gerak terasa linu pada paha bagian
2.         pasien mengatakan tidak atas
bisa tidur setelah dokter memeriksa
keadaaan janinnya,  yang yang
DJJnya sudah tidak terdeteksi, 2.         Pasien menagatakan bisa
S:Pasien mengataka
Nyeri akut pasien mengatakan hanya tidur 2 tidur dengan nyenyak berkurang hanya se
jam pada paha kanan
   
   
  O: O: O:

1.       TD:110/80mmHg 1.     Tanda-tanda vital 1.       Tanda-tanda

N: 80x/ menit TD:110/70mmHg TD:110/80mmHg

RR: 20x/ menit N:80x/menit N:83x/menit

2.       Pasien masih tampak S:36 C


0
S:36.3 C 0

menyeringai kesakitan saat RR:18x/menit RR:19x/menit


merubah posisi
2.     Pasien sudah bisa 2.       pasien suda
3.       Pasien belum bisa mengaplikasikan teknik nafas menyeringai kesak
menunjjukkan teknik nafas dalam dalam sesui dengan yang diajarkan
yang 3.       pasien suda
3.     Pasien masih sering bertanya mengaplikasikan t
kepada petugas tentang nyeri yang dalam dengan ben
dirasakan
4.       optimal

5.       Pasien hanya menghabiskan


1/3 porsi

Tabel 4.14 Lanjutan 4.     Porsi makan yang dihabiskan 4.       pasien suda
hanya 1/3 tentang nyeri yang
makan yang disediakan
5.     Wajah tampak segar 5.       Pasien meng
6.       Mata tamapak sayu porsi makan yang
6.    Keadaan fisik tampak tidak
7.       Wajah tampak pucat lemah  

8.       Keadaan fisik terlihat lemah 7.    Pasien tampak lebih tenang  

A: nyeri akut teratasi sebagian A: nyeri akut terata

   
  A:nyeri akut teratasi sebagian

  P: P: P:

  1.       Observasi tanda-tanda  vital 1.       Observasi tanda-tanda Kaji 1.       Observasi ta
  skala nyeri skala nyeri
2.       Kaji skala nyeri
2.       Lakukan perubahan posisi 2.       Lakukan pe
3.       Lakukan perubahan posisi (meninggikan) bagian yang nyeri (meninggikan) bag
(meninggikan) bagian yang nyeri
3.       Kolaborasi pemebrian 3.       Kolaborasi
4.       Kolaborasi pemebrian analgetik analgetik
analgetik
   
5.       Kaji adanya gejala deprivasi
tidur dan insomnia, seperti konfusi
akut, agitasi, anseitas, gangguan
perceptual, relaksasi lambat dan
iritasi
6.       Jelaskan pada pasien
pentingnya tidur yang cukup
selama kehamilan, sakit, setres
psikososial

7.       Bantu pasien

Tabel 4.14 Lanjutan

menghilangkan sitiasi yang


menimbulkan setres seblum tidur

  I I: I:

1.       Mengobservasi tanda-tanda 1.       Mengobservasi tanda-tanda 1.       Mengobserv


vital vital vital

R/ TD:110/80 mmHg R/ R/

N :80x/menit TD:110/80 mmHg TD:110/80 mmHg

S  :36,5 C
0
N :80x/menit N :80x/menit
2.       Mengkaji skala nyeri
S  :36 C
0
S  :36 C
0

R/pasien mnegatakan skala nyeri 2 2.       Mengkaji skala nyeri 2.       Mengkaji sk

3.       Melakukan tindakan R/pasien mnegatakan skala nyeri 2 R/pasien mnegata


kolaborasi pemberian analgetik
ranitidine 1x50mg, ketelorax 1×30 3.       Melakukan tindakan 3.       Melakukan
mg dan gentamysin 1x80mg kolaborasi pemberian analgetik kolaborasi pember
ranitidine 1x50mg, ketelorax 1×30 ranitidine 1x50mg
R/ pasien tidak menunjukkan mg dan gentamysin 1x80mg mg dan gentamysi
tanda-tanda alergi
R/ pasien tidak menunjukkan R/ pasien tidak me
4.       Mengkaji adanya gejala tanda-tanda alergI tanda-tanda alergi
deprivasi tidur dan insomnia,
seperti konfusi akut, agitasi,    
anseitas, gangguan perceptual,
relaksasi lambat dan iritasi

R/ pasien mengatakan tidak bisa


tidur karena seallu memikirkan
keadaan bayinya
 

5.

Tabel 4.14 Lanjutan

Menjelaskan pada pasien


pentingnya tidur yang cukup
selama kehamilan, sakit, setres
psikososial

R/ pasien mengerti tentang apa


yang

6.       Membantu pasien


menghilangkan situasi yang
menimbulkan setres seblum tidur

R/ pasien mengarti apa yang


disampaikan oleh petugas dan akan
beristirahat

  E: E: E:

s:Pasien mengatakan nyeri sudah s: pasien mengatakan nyeri sudah s:pasien mengatak
berkurang tapi berkurang tapi masih tersa linu sudah berkurang,
pada paha atas
jika digerakkan masih terasa nyeri, o:
o:
1.       Tanda vital: 1.       Tanda vital:
1.       Tanda vital:
a.        TD: 110/80 mmHg a.        TD: 110/80
a.        TD: 110/80 mmHg
b.       N: 80x/ menit b.       N: 86x/ men
b.       N: 86x/ menit
c.        RR: 20x/ menit c.        RR: 18x/ m
c.        RR: 18x/ menit
  2.
 
2. a.        Pasien men
2. nafas dalam sesua
a.        Pasien menunjukkan teknik
nafas dalam sesuai yang diajarkan

b.       Pasien tampak a.        Pasien menunjukkan teknik


nafas dalam sesuai yang diajarkan
Tabel 4.14 Lanjutan b.       Pasiensudah
b.       Pasien tampak menyeringai menyeringai kesak
menyeringai kesakitan kesakitan
c.        Pasien suda
c.        Pasien sering bertanya pada c.        Pasien tidak sering bertanya sering bertanya pa
petugas tentang nyerinya papa petugas tentang nyerinya

d.       Pasien hanya menghabiskan d.       Pasien hanya menghabiskan d.       Pasien hany
1/3 porsi makan yang diberikan 1/3 porsi makan yang diberikan 1/2 porsi makan y

R: Masalah belum teratasi muncul


  diqagnosa baru, Gangguan pola tidur    

S: Pasien mengatakan pasien S: Pasien mengatakan sudah bisa


mengatakan sudah bisa bergerak dan bergerak dan sudah bisa merubah S:Pasien mengataka
duduk walaupun masih perlu dibantu posisi kaki sebelah kanan serta sudah memindahkan kakin
oleh keluarga bisa duduk sendiri masih harus dibant
Gangguan
     
mobilitas fisik

  O: O: O:

1.       Pasien masih belum benani 1.     Pasien menggunkan kursi 1.       Pasien meng
untuk menggunkan alat bantut untuk menyangga kakinya bantu kursi melak

2.       Pasien belum bisa melakukan 2.     Pasien belum bisa melakukan 2.       Pasien belum
aktivitas, aktivitas mandiri keculai makan aktivitas mandiri
dan minum atau hanya
3.       Pasien hanya dapat menggeserkan badannya 3.       Pasien mem
menggeser bokong dengan bantuan keluarga ketika in
keluarga 3.     Pasien meminta bantuan
4.

Tabel 4.14 Lanjutan

Pasien belum bisa keluarga ketika ingin duduk dan


kembali tidur
berjalan
4.     Pasien belum dapat berjalan
5.       Kekuatan otot meskipun menggunakan alat bantu
4.       Pasien belum
5.     Kekuatan otot meskipun menggu
5555
       
  5555 5.       Kekuatan ot
5555
       
 
         223 555 5555 55
       
 
           223 555 5555

               223 55

A: Gangguan mobilitas fisik teratasi A: Gangguan mobilitas fisik teratasi


sebagian sebagian
A: Gangguan mobili
   
  sebagian

  P: P: P:

1.       Kaji fungsi motorik dan 1.       Kaji fungsi motorik dan 1.       Kaji fungsi
sensorik pasien sensorik pasien sensorik pasien

2.       Atur posisi pasien dengan 2.       Ajarkan dan bantu pasien 2.       Atur posisi
kesejajran tubuh yang benar untuk berpindah posisi kesejajran tubuh y

3.       Ajarkan pasien tentang 3.       Ajarkan pasien dengan 3.       Ajarkan pas
penggunaan alat bantu yang benar penggunaan alat bantu penggunaan alat b

4.       Atur posisi pasien dengan 4.       Atur posisi pasien dengan 4.       Atur posisi
posisi kesejajaran tubuh yang benar posisi kesejajaran tubuh yang benar posisi kesejajaran

5.       Kolaborasi dengan fisioterapi 5.       Kolaborasi dengan fisioterapi 5.       Kolaborasi
dalam penanganan traksi yang dalam penanganan traksi yang dalam penanganan
boleh digerakkan

boleh digerakkan boleh digerakkan  

     

1.       Mengkaji fung


1.       Mengkaji fungsi motorik dan
I:
sensorik pasien R/pasien sudah bi
1.       Mengkaji fungsi motorik dan posisinya tapi mas
sensorik pasien R/ pasien dapat bergerak tapi masih masih memerluka
terbatas, kaki kanan sudah bisa
dibuat duduk tanapa bantuan dan
R/pasien sudah bisa merubah-ubah sudah bisa duduk dengan kaki 2.       mengajarka
posisinya tapi masih terbatas dan kanan digantung dengan penggunaa
masih memerlukan bantuan mobilitas
2.       Mengatur posisi pasien
  dengan kesejajaran tubuh yang R/pasien lebih nya
benar dibuat duduk men
2.       Mengajarkan posisi pasien harus diganjal den
dengan penggunaan alat bantu bantal
R/kaki kanan sudah dapat
mobilitas diluruskkan tapi masih dibantu oleh
keluarga 3.       Mengajarka
R/pasien lebih nyaan jika kakinya penggunaan alat b
dibuat duduk menggantung tetapi 3.       Mengajarkan pasien tentang
harus diganjal dengan kursi dan penggunaan alat bantu mobilitas R/pasien duduk de
bantal digantungkan
mR/pasien duduk diatas bed dan
Tabel   kaki kanan digantungkan kebawah  
4.14 tetapi masih perlu diganjal dengan
Lanjutan   kursi  

Tabel E: E: E:
4.14 s:Pasien mengatakan pasien :Pasien mengatakan pasien :Pasien mengataka
Lanjutan mengatakan sudah bisa bergerak mengatakan sudah bisa bergerak mengatakan sudah
dan duduk walaupun masih perlu dan duduk walaupun masih perlu dan duduk walaup
dibantu oleh keluarga dibantu oleh keluarga dibantu oleh kelua

o: o: o:

1.       Pasien masih belum benani 1.       Pasien masih belum benani 1.       Pasien masi
untuk menggunkan alat bantut untuk menggunkan alat bantut untuk menggunka

2.       Pasien belum bisa melakukan 2.       Pasien belum bisa melakukan 2.       Pasien belum
aktivitas, aktivitas,

3.       Pasien hanya dapat 3.       Pasien hany


menggeser bokong dengan bantuan menggeser bokong
keluarga keluarga

4.       Pasien belum bisa berjalan aktivitas, 4.       Pasien belum

5.       Kekuatan otot 3.       Pasien hanya dapat 5.       Kekuatan ot


menggeser bokong dengan bantuan
  keluarga 55
       
5555 4.       Pasien belum bisa berjalan  
5555

  5.       Kekuatan otot


5555          223 55

223 555 5555  


       
     
5555

           223 555  

     

     

Kerusakan S:- S:- S:-


integritas kulit
O: O O

1.       Luka masih tamapak dalam 1.       Luka 1.       Luka masih
bebatan bebatan
2.       masih tampak dalam bebatan
2.       Luka masih tampak 2.       Luka masih
terpasang drain 3.       Luka masih tampak terpasang drain
terpasang drain
3. 3.       Tidak ada le
4.       Tidak ada lepus atau maserasi pada kul
Tabel 4.14 Lanjutan maserasi pada kulit
4.       Tidak adea
Tidak ada lepus atau maserasi pada 5.       Tidak adea tanda-tanda infesi
kulit 5.       Eritema kul
6.       Eritema kulit dan eritema
4.       Tidak adea tanda-tanda infesi

5.       Eritema kulit dan eritema


sekitar tidak ada sekitar tidak ada sekitar tidak ada

     

A:kerusakan integritas kulit teratasi A:kerusakan integritas kulit teratasi A:kerusakan integri
sebagian sebagian sebagian

     
 

P: P:

1.       Observasi adanya 1.       Observasi a


kemerahan, pembengkakan atau kemerahan, pemb
tanda-tanda dehisensi atau eviserasi tanda-tanda dehise
pada area insisi P: pada area insisi
1.       Observasi adanya
2.       Kaji luka terhadapap kemerahan, pembengkakan atau 2.       Kaji luka te
karakteristik lokasi, tanda-tanda dehisensi atau eviserasi karakteristik lokas
pada area insisi
luas, dan kedalaman adanya luas, dan kedalam
eksudat dan ada tidaknya jaringan 2.       Kaji luka terhadapap eksudat dan ada ti
nekroik karakteristik lokasi,luas, dan nekroik
kedalaman adanya eksudat dan ada
3.       Ajarkan perawatan luka tidaknya jaringan nekroik 3.       Ajarkan per
insisi pembedahan termasuk tanda insisi pembedahan
dan gejala infeksi 3.       Ajarkan perawatan luka dan gejala infeksi
insisi pembedahan termasuk tanda
7.       Kolaborasi pemberian dan gejala infeksi 4.       Kolaborasi
antibiotic antibiotic
4.       Kolaborasi pemberian
  antibiotic Sambungan …
 

Tabel I: I: I:
4.14 1.       Mengobservasi adanya 1.       Mengobservasi adanya 1.       Mengobsev
Lanjutan kemerahan, pembengkakan atau kemerahan bembengkakan dan tanda infeksi
tanda-tanda dehisensi tanda-tanda dehisensi atau eviserasi
R/ tidak ada tanda
R/ pada daerah luka masih tampak R/tidak ada kemerahan pada daerah seperti kemerahan
balutan dan tidak ada tanda-tanda sekitar luka dan tidak ada kemunculan eksud
ifeksi pembengkakan atau tanda-tanda
2.       Mengkaji da
luka terhadap kara
luas dan kedalama
karakteristik eksud
infeksi nekrotik

2.       Mengkaji luka terhadap R/luka post op pad


karakteristik lokasi luas dan bawah  dengan leb
kedalaman ada tidaknya panjang horizonta
karakteristik eksudat dan jaringan vertical ±10 cm
nekrotik
3.       Mengajarka
R/luka post op pada kaki kanan insisi pembedahan
bawah  dengan lebar jahitan ±2 cm, dan gejala infeksi
panjang horizontal ±10cm dan
2.       Melakukan tindakan vertical ±10 cm R/keluarga bisaa
kolaborasi pemberian antibioatik mendemonstrasika
sesuai advis ceftriaxon 1x1gr 3.       Melakukan tindakan perawatan luka ya
melalui i kolaborasi pemberian antibioatik diajarkan
sesuai advis ceftriaxon 1x1gr
R/tidak ada tanda-tanda alergi melalui  

  R/tidak ada tanda-tanda alergi  

  E: E: E:

s:- s:- s:-

o: o: o:

1.       Luka masih tamapak dalam 2.       Luka masih tamapak dalam 1.       Luka masih
bebatan bebatan bebatan

2.       Luka masih tampak 3.       Luka masih tampak 2.


terpasang drain terpasang drain
3.       Tidak ada le
3.       Tidak ada lepuh atau 4.       Tidak ada lepuh atau maserasi pada kul
maserasi pada kulit maserasi pada kulit
4.       Tidak adea
4.       Tidak adea tanda-tanda infesi 5.       Tidak adea tanda-tanda infesi
5.       Eritema kul
5.       Eritema kulit dan eritema 6.       Eritema kulit dan eritema sekitar tidak ada
sekitar tidak ada sekitar tidak ada
 
 

Tabel 4.14 Lanjutan

4.2  Pembahasan
4.2.1        Pengkajian
Dalam bab ini penulis akan melihat apakah Asuhan Keperawatan Klien yang
Mengalami Post Op Fraktur Cruris Dextra 1/3 ProximalGrade II Hari ke-0 Dengan
Gangguan Rasa Aman Nyaman Nyeri Di Ruang Serunu RSD dr. Soebandi Jember
mulai dari pengkajian sampai evaluasi yang dilakukan pada tanggal 26 juni 2018
samap 01 juli 2018 apakah sesuai dengan tinjauan pustaka, adapun kesenjangan
yang perlu dibahas antara lain:

1. Identitas
Saat pegkajian pada Asuhan Keperawatan Post Op Fraktur Cruris, terdapat
kesenjangan anatara fakta dan teori, faktanya klien: Ny.D, umur: 35 tahun, jenis
kelamin perempuan sedangkan pada teori fraktur cenderung terjadi pada laki-laki
yang berumur dibawah usia 45 tahun

Pada perempuan yang mengalami fraktur tibia fibula biasanya sering terjadi yang
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Selain karena fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas, pada perempuan usia diatas 30 tahun rentan mengalami fraktur karena
tingkat kepadatan tulang sudah menurut. Sedangkan fraktur femur lebih banyak
dialami oleh laki-laki yang disebabkan kecelakaan lalu lintas(Desiartama, Agus;
Aryana, I G N, 2017, p. 2)

Pada pengkajian menunjukkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan yang


berusia 35 tahun megalami fraktur karena kecelakaan yang dibuktikan dengan Ny.D
MRS karena kecelakaan, Ny.D dan suaminya mengalami insiden kecelakaan terjadi
pada tanggal 26 juni 2018 kecelakaan antara sepada motor dan sepeda motor, akibat
dari kecelakaan itu Ny.D mengalami fraktur dan dibawa ke RSD dr. Soebandi
jember.

2. Pemeriksaan body system
3. Sistem pernafasan
Saat pengkajian pada Asuhan Keperawatan Post Op Fraktur Cruris, terdapat
kesenjangan antara fakta dan teori, faktanya pada pemeriksaan fisik pernafasan
spontan, tidak ada retraksi dinding dada pola nafas regular tidak menggunakan otot
bantu pernafasan frekuensi nafas 18x/menit sedangkan pada teori pasien pasca
operasi akan mengalami efek anastesi umum terlihat pada sistem respirasi, dimana
akan terjadi respon depresi pernafasan sekunder.

Pembedahan dengan anastesi umum khususnya anastesi inhalasi dapat


menyebabkan depresi pernapasan karena terjadi pelemasan dan kelumpuhan otot
pernapasan, pernapasan menjadi dangkal, lambat serta batuk menjadi lemah
(Rondhianto dkk, 2016, p. 177)Untuk waktu pemulihan pasien pasca operasi dari
anastesi biasanya membutuhkan 72, 45 menit(Priliana dkk, 2014, p. 13)

Sedangkan menurut peneliti perbedaan antara teori dan kasus kemukinan karena
retan waktu, karena pasien dilakukan tindakan operasi pada tanggal 26 juni 2018
pukul 22.00 dan selesai pada pukul 02.00 dini hari dan dilakukan pengkajian pada
tanggal 27 juni pukul 06.00 sehingga pasien sudah tidak mengalami depresi pada
sistem pernafasan karena pasien dilakukan pengkajian setelah 5 jam post operasi
yang dibuntikan dengan pernafasan spontan, pola nafas regular tidak menggunkan
otot bantu pernafasan dan frekuensi nafas 18x/menit

1. Sistem Kardiovaskuler
Saat pegkajian pada Asuhan Keperawatan Post Op Fraktur Cruris, terdapat
kesenjangan antara fakta dan teori, faktanya nadi 90x/menit sedangkan pada teori
pada pasien pasca operasi akan mengalami efek anastesi yang akan mempengaruhi
mekanisme regulasi sirkulasi normal sehingga mempunyai resiko terjadi penurunan
curah jantung

Menurut (Wilkinson, 2016, p. 64)penurunan curah jantung adalah ketidak


adekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh, tanda-tanda penurunan curahjantung denyut perifer menurun, perubahan
warna kulit, bunyi jantung mur-mur , ansietas dan gelisah,

Sedangkan menurut peneliti pasien tidak mengalami tanda-tanda tersebut


dibuktikan dengan pasien memiliki tekanan darah dalam batas normal  yaitu TD
110/80mmHg dan nadi 90x/menit.

1. Sistem Persyarafan
Saat pegkajian pada Asuhan Keperawatan Post Op Fraktur Cruris, terdapat
kesenjangan antara fakta dan teori, faktanyaa kesadaran composmentis, GCS 4-5-6,
Reaksi pupil terhadap cahaya normal, Reflek: plantar positif sedangkan pada teori
pasien pasca operasi akan mengalami efek anastesi pada sistem syaraf pusat dan
mempengaruhi control kesadaran dan kemapuan orientasi lingkungan
Menurut (Permatasari dkk, 2017, p. 187)Kesadaran yang terganggu pada pasien
pasca operasi biasanya karena sisa efek obat anastesi masih ada, Sedangkan dari
tindakan anastesi umum pasien harus sadar dalam waktu 30 sampai 60 menit.
Adapum masa pemulihan dari anastesi terdiri dari 3 fase yaitu:

1. Fase awal: berawal dari semenjak dihentikannya seluruh pemberian obat-obat


anastesi sampai dengan pada saat pasien telah pulih kembali reflek protektif jalan nafas
dan tidak ada lagi blockade motorik dari obat-obat anastesi, fase ini biasanya terjadi
diruang pemulihan.
2. Fase keduan (immediately) fase diman pasien sudah memenuhi criteria keluar dari
ruangan, pada fase ini dilakukan persiapan untuk memindahkan pasien keruang
perawatan.
3. Fase ketiga (late recovery) pada fase ini meliputi waktu pemulihan kondisi fisik dan
fisiologis dan terjadi diruang perawatan.
Sedangkan menurut peneliti perbedaan antara teori dan kasus kemukinan karena
efek anastesi sudah tidak memepengaruhi kesadaran pasien dan waktu pembedahan,
karena pasien sudah masuk pada fase yang ketiga sehingga pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran yang ditandai dengan kesadaran composmentis, GCS 4-5-6
1. Sistem Perkemihan
Saat pegkajian pada Asuhan Keperawatan Post Op Fraktur Cruris, terdapat
kesenjangan antara fakta dan teori, faktanya pasien menggunakan kateter, produksi
urine 600cc sedangkan pada teori efek anastesi juga mempengaruhi terhambatnya
jaras efren dan efren terhadap control miksi, sehingga berimplikasi pada masalah
gangguan pemenuhan eliminasi urine

Anastesi dapat mempengaruhi kesadaran pasien termasuk tentang kebutuhan


berkemih sehingga dampak pada pengeluaran urin, oleh karena itu selama prosedur
pembedahan pasien dilakukan katerisasi urin, tindakan pemasangan kateter
dilakukan membantu pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan dan pasien
yang mengalami gangguan mobilitas (Shabrini dkk, 2015, pp. 144-151)

Menurut peneliti perbedaan antara teori dan kasus kemukinan pasien tidak
menegalami hambatan jaras efren dan efren terhadap control miksi, sehingga
berimplikasi pada masalah gangguan pemenuhan eliminasi urine karena selama
prosedur pembedahan pasien dilakukan katerisasi urin yang dibuktikan dengan
pasien menggunakan kateter dengan ukuran 14 Fr, produksi urine 600cc.

1. Pemeriksaan Penunjang
Saat pegkajian pada Asuhan Keperawatan Post Op Fraktur Cruris, terdapat
kesenjangan antara fakta dan teori, faktanya hemoglobin, leukosit, hematokrit,
trombosit, rontgen deangkan menurut teori pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan pemeriksaan rontgen, STcan tulang Hb dan scanCI

Menurut (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 88)ScanCI merupakan alat radiologi


yang digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. CTsan tulang
digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya tulangdidaerah yang sulit
dievaluasi.

Sedangkan menurut peneliti klien tidak dilakukan CTsan dan scanCI karena hasil
dari pemeriksaan rontgen sudah menggambarkan dari hasil CTsan dan scanCI yang
dibuktikan dengan tampak terpasang plat dengan baik pada kaki pasien.

4.2.2        Diagnosa Keparawatan
Setelah dilakukan pengumpulan data berdasarkan hasil pengakajian pada Ny.D
perumusan diagnosa terdapat kesenjangan antara teori dan fakta, yaitu adanya
pengurangan dan penambahan diagnosa baru berdasarkan fakta, diagnose yang
muncul nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan
gangguan pola tidur sedangkan menurut teori diagnosa yang muncul nyeri akut,
gangguan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan resiko infeksi.

1. Resiko infeksi
Menurut(Sandy dkk, 2015, p. 15) infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi yang
terjadi ketika mikrioorganisme dari kulit, bagian tubuh yang lain dan lingkungan
masuk kedalam insisi yang terjadi dalam waktu 30 hari yang ditandai dengan adanya
pus, inflamasi, bengkak, nyeri dan panas.

Menurut peneliti pada hasil pengkajian dan laboratorium tidak mununjang untuk
data diagnose resiko infeksi yang dibuktikan dengan luka masih tampak dalam
bebatan, tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit tidak adea tanda-tanda infesi
eritema kulit dan eritema sekitar tidak ada dan leokosit 8,3 dengan retan normal 4,5-
11 10 /L.
0

2. Gangguan pola tidur


Menurut (Wilkinson, 2016, p. 404) gangguan pola tidur merupakan gangguan
kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat factor eksternal, faktor yang berhubungan
dengan gangguan pola tidur yaitu suhu lingkungan, kurang kontrol tidur, kurang
privasi, restraint fisik, ketiadaan teman tidur dan tidak familiar dengan peralatan
tidur dengan kondisi yang terkait nyari/kloik, hipertiroidisme, dan kecemasan.

Sedangkan untuk diagnose gangguan pola tidur muncul pada hari ke 2 karena
setelah dilakukan tindakan pembedahan pasien merasa cemas pada bayi yang
dikandungnya dibuktikan dengan data pasien mengatakan tidak bisa tidur setelah
dokter memeriksa keadaaan janinnya,  yang yang DJJnya sudah tidak terdeteksi,
pasien mengatakan hanya tidur 2 jam.

4.2.3 Intervensi
Padaasuhan keperawatan pada klien post op open fraktur cruris Dextra 1/3
Proximalgrade II jari ke-0 pembuatan intervensi dilakukan sesuai dengan tinjauan
pustaka baik untuk diagnose nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, dan kerusakan
integritas kulit sehingga tidak ada kesenjangan intervensi antara kasus dan tinjauan
pustaka untuk semua diagnosa.

 Implementasi
Pada asuhan keperawatan pada klien post op open fraktur cruris Dextra 1/3
Proximalgrade II jari ke-0 implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan
intervensi yang direncanakan pada tinjauan pustaka yang dibuat dan juga tidak ada
modifikasi ataupun tambahan tindakan yang dilakukan pada pasien.

 Evaluasi
Berdasarkan studi kasus pada klien telah dilakukan evaluasi 5 hari membandingkan
data subjektif dan data objektif dengan kriteria hasil sehingga di assement
tujuan teratasi.Hasil evaluasi tidak ditemukan adanya kesenjangan antara kriteria
hasil yang ada di intervensi tinjauan pustaka dengan data subjek dan objek yang ada
di evaluasi catatan perkembangan.
 

 
BAB 5
PENUTUP

 
Pada bab ini akan menguraikan tentang kesimpulan dari hasil studi kasus dan saran
yang dapat diberikan penulis tentang Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan
KeperawatanKlien Yang Mengalami Post Op Open Fraktur Cruris Proxima l/3
DextraGrade II Hari Ke-0 Dengan Gangguan Rasa Aman Nyaman Nyeri Di Ruang
Seruni RSD dr.Soebandi Jember”

 Kesimpulan
Asuhan KeperawatanKlien Yang Mengalami post op open fraktur Cruris proxima l/3
dextragrade IIhari ke-0 Dengan Gangguan Rasa Aman Nyaman nyeri di ruang seruni
RSD dr.Soebandi Jember tahun 2018 membutuhkan waktu dan proses yang
berkesinambungan sesuai dengan kondisi klien, dimana penulis menggunakan
pendekatan managemen proses keperawatan yang terdiri dari beberapa proses yaitu
pengakajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan,
implementasi, dan evaluasi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada kasus
diatas, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Tahap Pengakajian
Didasarkan tahap pengkajian data subjektif diperoleh data pasien
mengeluh nyeri.Pada tanggal 24 juni 2018 pasien merasakan nyeri pada kaki nya
yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas,pada tanggal 25 juni pasien dilakukan
tindakan pembedahan, padasaat pengkajian tanggal 26 juni 2018 pukul 06.00 WIB 
pasien merasakan nyeri dan nyeri terasa cenut-cenut hingga menjalar dari paha
sampai keujung kaki skala nyeri 5 nyeri bertambah hebat pada saat bergerak dan
berkurang pada saat kaki dilentangkan
2. Tahap Perumusan Diagnosa
Perumusan diagnosa yang didasarkan pada analisa data pasien yang post op open
fraktur cruris proximal 1/3 dextra grade II hari ke-0 mengalami nyeri akut.

3. Tahap Perencanaan Tindakan


Dalam perencanaaan tindakan pada post op open fraktur cruris proximal 1/3 dextra
grade IIhari ke-0 dilakukan tindakan keperawatan yang dapat nyeri akut adalah
dengan mengobservasi tanda-tanda vital mengajarkan teknik ditraksi realaksasi
nafas, melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgetik ranitidine 1x50mg,
ketelorax 1×30 mg dan gentamysin 1x80mg

 
4. Tahap Implementasi
Implementasi yang diterapkan pada kasus pasien post op open fraktur cruris
proximal 1/3 dextra grade II dengan masalah nyeri akut yaitu dengan memberikan
mengobservasi tanda-tanda vital mengajarkan teknik ditraksi realaksasi nafas,
melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgetik ranitidine 1x50mg, ketelorax
1×30 mg dan gentamysin 1x80mg

5. Tahap Evaluasi
Evaluasi yang dilaksanakan pada pasien post op open fraktur cruris proximal 1/3
dextra grade II hari ke-0 dengan yaitu tercapai dan keluhan pasien nyeri akut yang
dirasakan pasien berkurang atau hilang.

 Saran
Setelah penulis menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan
KeperawatanKlien Yang Mengalami Post Op Open Fraktur Cruris Proxima l/3
DextraGrade II Hari Ke-0 Dengan Gangguan Rasa Aman Nyaman Nyeri Di Ruang
Seruni RSD dr.Soebandi Jember ” penulis ingin menyampaikan beberapa saran
sebagai berikut:

1. Bagi Responden
Dari hasil studi kasus ini agar dapat digunakaan sebagai pengetahuan tambahan baik
bagi pasien maupun keluarga pasien untuk membantu menangani nyeri akut
penulisdan diharapakan keluarga dan pasien  mampu bermobilisasi secara hati-hati
agar tidak terjadi cedera ulang  serta meminta pasien untuk selalu memeriksakan
kesehatan secara rutin.

2. Bagi Rumah Sakit


Perlunya kedisiplinan perawat dalam pemberian obat pada pasien di Rumah Sakit
sehingga pemberian 6 tepat dapat diterapkan sesuai intervensi dengan pelaksanaan
tindakan sesuai tingkat ketergantungan pasien, agar dapat memberikan pelayanan
yang maksimal dan mempercepat proses kesembuhan klien, serta meningkatkan
pelayanan agar bisa mempercepat proses penyembuhan klien.

3. Bagi Institusi
4. Di harapkan dari studi kasus ini dapat meningkatkan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam hal memberikan “Asuhan KeperawatanKlien Yang Mengalami Post
Op Open Fraktur Cruris Proxima l/3 DextraGrade II Hari Ke-0 Dengan Gangguan Rasa
Aman Nyaman Nyeri Di Ruang Seruni RSD dr.Soebandi JemberAsuhan
KeperawatanKlien Yang Mengalami Post Op Open Fraktur Cruris Proxima l/3
DextraGrade II Hari Ke-0 Dengan Gangguan Rasa Aman Nyaman Nyeri Di Ruang Seruni
RSD dr.Soebandi Jember”
5. Diharapkan pihak adanya penambahan literatur agar dapat membantu semua
mahasiswa dalam proses pembelajaran khususnya pada mahasiswa tingkat akhir untuk
memperlancar penyusunan karya tulis ilmiah
 

4. Bagi penulis
Dalam pengumpulan data sebaiknya menggunakan komunikasi yang efektif, sikap,
tingkah laku, ketrampilan, serta dibutuhkan persiapkan penguasaan ilmu secara
teoritis. Dan lebih meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan teori fraktur
sehingga mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan baik dan benar dalam
memberikan pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai