jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan. Fraktur karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, yaitu saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jenis Fraktur
a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya mengalami pergeseran. b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak Jenis fraktur Fraktur tertutup dan terbuka f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) : a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi. Etiologi a. Trauma Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf b. Gerakan pintir mendadak c. Kontraksi otot ekstem d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma Manifestasi Klinis a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur :
menentukan lokasi, luasnya b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal Foto rontgen sebelum dan sesudah pemasangan plat Penatalaksanaan a. Reduksi merupakan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula. Reduksi terdiri dari reduksi terbuka atau tertutup Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali. Jenis reduksi tertutup yaitu dengan traksi. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakanuntuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasifraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi diperlukan untuk reposisi dan imobilisasi pada tulang panjang.
Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi
sebenarnya, penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk. Cth traksi b. Imobilisasi fraktur : Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi d.Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan e. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri f.Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau g.Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah CARA IMOBILISASI DENGAN BALUT BIDAI Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyambungan tulang menurut
Apley dibagi dalam 5 fase. 1) Fase hematoma terjadi selama 1- 3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. 2) Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum dan didalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang dalam daerah fraktur. 3) Fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik jika diberikan tindakan yang tepat selain itu akan membentuk tulang kartilago dan osteoklas. Massa tulang akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan endosteom. Terjadi selama 4 minggu, tulang mati akan dibersihkan 4) Fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu – 6 bulan. Tulang fibrosa atau anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini osteoblast tidak memungkinkan untuk menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat badan normal 5) Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun Komplikasi a. Cedera saraf Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk menggerakkan jari- jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat. b. Sindroma kompartemen Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. c. Kontraktur Volkman Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi. d. Sindroma emboli lemak Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul. e. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. f. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. g. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali Pengkajian Pengkajian primer Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi Circulation TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut b. Pengkajian sekunder 1) Aktivitas/istirahat kehilangan fungsi pada bagian yangterkena Keterbatasan mobilitas 2) Sirkulasi Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah) Tachikard Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera Capillary refil time (CRT) melambat Pucat pada bagian yang terkena Masa hematoma pada sisi cedera 3) Neurosensori Kesemutan Deformitas, krepitasi, pemendekan kelemahan 4) Kenyamanan nyeri tiba-tiba saat cidera spasme/ kram otot 5) Keamanan laserasi kulit perdarahan perubahan warna pembengkakan lokal Diagnosis keperawatan dan Intervensi
a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler (DP I) Tujuan: kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan Kriteria hasil: 1) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin 2) Mempertahankan posisi fungsinal 3) Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit 4) Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas Intervensi (DP I): 1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan 2) Tinggikan ekstrimutas yang sakit 3) Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit 4) Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak 5) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas 6) Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas 7) Ubah psisi secara periodik 8) Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi b. Nyeri berhubungan dengan spasme otot , pergeseran fragmen tulang (DP 2) Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan Kriteria hasil: 1) Klien menyatajkan nyei berkurang 2) Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat 3) Tekanan darahnormal 4) Tidak ada peningkatan nadi dan RR Intervensi DP 2: 1) Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri 2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring 3) Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan 4) Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi 5) Jelaskanprosedu sebelum memulai 6) Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif 7) Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan 8) Observasi tanda-tanda vital 9) Kolaborasi : pemberian analgetik c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka , bedah perbaikan (DP 3) Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan Kriteria hasil: 1) Penyembuhan luka sesuai waktu 2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik Intervensi DP 3:
1) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi
atau drainae 2) Monitor suhu tubuh 3) Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol 4) Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh 5) Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan 6) Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol 7) Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi 8) Kolaborasi emberian antibiotik.