Anda di halaman 1dari 4

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa, trauma yang menyebabkan patah, dapat
berupa trauma langsung dan tidak langsung.
B. Etiologi
1. Trauma
2. Gerakan pintir mendadak
3. Kontraksi otot ekstrem
4. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma.

C. Komplikasi Fraktur
Komplikasi awal/dini antara lain:
1. Syok hipovolemik, terjadi akibat banyak kehilangan darah,
2. Sindrom emboli lemak. , globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress klien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
3. Sindroma kompartemen, merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Hal ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot yang disebabkan oleh
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, seperti penggunaan gips atau balutan
yang ketat. 4. Kerusakan pada pembuluh darah arteri ditandai dengan tidak ada
nadi, hematoma (memar) yang lebar dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, capillary refill time (CRT)
mengalami penurunan, perubahan posisi pada yang sakit, sianosis bagian distal,
tindakan reduksi dan pembedahan.
4. Infeksi, biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan
5. Avaskuler nekrosis, Hal ini terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang.

D. Proses Penyembuhan Fraktur


1. Tahap Hematoma (1-3 hari): Pembuluh darah sobek dan hematoma terbentuk
disekitar fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin untuk dapat melindungi tulang
yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
2. Tahap Proliferasi Selular (3 hari sampai 2 minggu): Tahap ini terjadi proliferasi
(fase sel saat mengalami pengulangan siklus sel tanpa hambatan) dan
differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum
dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
3. Tahap Pembentukan Kallus: Sel-sel yang mengalami perkembangan memiliki
potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel
akan memulai pembentukan tulang dan juga kartilago.
4. Tahap Konsolidasi (3 minggu sampai 6 bulan): Bila aktivitas osteoklast dan
osteoblast berlanjut, serabut tulang berubah menjadi lamellar.
5. Tahap Remodeling (6 bulan hingga 1 tahun): Fraktur telah dijembatani oleh suatu
manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar
ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan tulang yang terus-menerus. Dinding
yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum.

E. Pengkajian Data Subjektif dan Objektif


1. Data Subjektif :
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
adanya spasme otot yang menyertai fraktur
2. Data Obyektif:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema pemendekan tulang, rotasi, spasme otot,
hilang fungsi,
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah, angulasi
abnormal,
c. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
d. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit, Memar (ekimosis),
terjadi
e. Gangguan pergerakan.

F. Penatalaksanaan Fraktur
1. Recognition (pengenalan) merupakan langkah mengkaji riwayat kecelakaan,
derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnose dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduction (manipulasi atau reposisi) adalah tindakan untuk memanipulasi
fragmen-fragmen tulang yang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi
terbuka.
3. Retention (imobilisasi) merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi dalam posisi kesajajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau internal.
4. Rehabilitation (rehabilitasi) yaitu mengembalikan aktivitas fungsional
semaksimal mungkin untuk menghindari atrofi atau kontraktur. Bila keadaan
memungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi meningkatkan
peredaran darah

G. Masalah Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragment tulang, kompresi saraf,
cedera neuromuscular, trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
2. Risiko disfungsi neurovascular perifer berhubungan dengan hiovolemi,
penurunan aliran darah cedera vascular langsung, edema berlebihan,
pembentukan thrombus.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka,
bedah perbaikan, pemasangan traksi pen,kawat dan sekrup.
4. Risiko cedera berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang,
nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang
6. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengibatan
berhubungan dengan kurang terpajannya infromasi, salah interpretasi
informasi/tidak menegal sumber informasi

H. Pelaksanaan Keperawatan
1. Nyeri akut.
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang fraktur: gips, traksi.
b. Ajarkan teknik manajemen nyeri (napas dalam, imajinasi visual).
c. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam).
d. Kolaborasi pemberian terapi analgetik.
e. Evaluasi keluhan nyeri

2. Gangguan Mobilitas Fisik


a. Pertahankan pelaksanaan aktifitas rekreasi terapeutik sesuai keadaan.
b. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sakit sesuai
keadaan c. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter atau tangan
sesuai indikasi.
c. Bantu dan dorong perawatan diri sesuai keadaan klien.
d. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan .
e. Dorong atau pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml perhari.
f. Berikan diet TKTP. R/kalori dan protein
g. Evaluasi kemampuan mobilisasi
h. Kolaborasi penggunaan fisioterapi.
3. Risiko disfungsi neurovascular perifer
a. Kaji Kualitas nadi perifer, dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat.
b. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan temperatu bagian distal ekstremitas yang
mengalami fraktur.
c. Kaji neurovaskuler, perhatikan adanya perubahan fungsi motoric dan sesorik.
d. Pertahankan elevasi ekstremitas yang cedera.
e. Monitor tanda-tanda vital.
f. Berikan kompres es disekitar fraktur.
g. Berikan Warfarin Natrium bila diindikasikan/hasil kolaborasi
h. Kolaborasi pemerikasaan kadar protombin, hemoglobin, dan hematocrit.

4. Gangguan integritas kulit.


a. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman.
b. Massage kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
c. Lindungi kuit dan gips pada area perinatal.
d. Observasi keadaan kulit, penekanan gips, insersi traksi

5. Risiko infeksi
a. Monitor TTV dan adanya peningkatan suhu
b. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol.
c. Ajarkan klien mempertahanklan sterilisasi insersi pen.
d. Kolaborasi pemberian antibiotic dan toksoid tetanus

6. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


a. Kaji ulang patologi. Prognosis dan harapan yang akan datang.
b. Kaji penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis
fisik bila diindikasikan.
c. Buat daftar aktivitas dimana klien dapat melakukannya secara mandiri dan
yang memerlukan bantuan.
d. Dorong klien untuk melakukan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah
fraktur. e. Klarifikasi tersedianya sumber pelayanan di masyarakat seperti tim
rehabilitasi, pelayanan perawatan dirumah.

I. Evaluasi
1. Nyeri hilang/berkurang
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer tidak menjadi aktual.
3. Integritas kulit baik.
4. Mobilitas meningkat.
5. Risiko infeksi tidak menajadi actual
6. Pengetahuan klien meningkat

Anda mungkin juga menyukai