Disusun Oleh:
Ita Urrizqy
24191325
4. Etiologi
Penyebab paling umum fraktur tibia biasanya disebabkan oleh:
a. Pukulan/benturan langsung.
b. Jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi.
c. Gerakan memutar mendadak.
d. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau
penyakit primer seperti osteoporosis.
5. Patofisiologi
- Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula
yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam
posisi fleksi, atau gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan
fibula sering terjadi dalam kaitan satu sama lain. Pasien datang
dengan nyeri deformitas, hematoma yang jelas, dan edema berat.
Seringkali fraktur ini melibatkan kerusakan jaringan lunak berat
karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
- Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika
fungsi saraf terganggu, pasien tak akan mampu melakukan gerakan
dorsofleksi ibu dari kaki dan mengalami gangguan sensasi pada sela
jari pertama dan kedua. Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan
menguji respons pengisian kapiler. Gejalanya meliputi nyeri yang
tak berkurang dengan obat dan bertambah bila melakukan fleksi
plantar, tegang dan nyeri tekan otot di sebelah lateral krista tibia,
dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat mengakibatkan komplikasi
berupa hemartrosis dan keruskaan ligamen.
- Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup
dan imobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai. Reduksi harus
relatif akurat dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada saat dimana
sangat sulit mempertahankan reduksi, sehingga perlu dan
dipertahankan dalam posisinya dengan gips. Aktivitas akan
mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah.
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10 minggu.
- Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet,
fiksasi interna dengan batang, plat, atau naik atau fiksasi eksterna.
Latihan kaki dan lutut harus didorong dalam batas alat imobilisasi.
Pembebanan berat badan dimulai sesuai resep, biasanya sekitar 4
sampai 6 minggu.
- Seperti pada fraktur ekstremitas bawah, tungkai harus ditinggikan
untuk mengontrol edema. Diperlukan evaluasi neurovaskuler
berkesinambungan.
6. Tanda dan Gejala
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang dimobilisasikan.
b. Krepitus yaitu saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang.
c. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Tak mampu menggerakkan kaki karena adanya perubahan bentuk/
posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b. Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan
Ht, Hb. Peningkatan sel darah putih sebagai respons normal
terhadap respon stress setelah trauma.
c. Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan
perdarahan.
d. Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
e. EKG: mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan sebagai
persiapan operasi.
8. Therapi
a. Gips untuk memberi immobilisasi, menyokong dan melindungi
tulang selama proses penyembuhan, mencegah/memperbaiki
deformitas.
b. Traksi untuk mencapai aligment dengan memberi beban seminimal
mungkin pada daerah distal.
c. Prosedur operasi dengan oper reduction and internal fixation
(ORIF). Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi tulang (misalnya: skrup, plat, pin, kawat,
paku). Alat ini bila dipasang di sisi maupun di dalam tulang,
digunakan jenis yang sama antra plate dan sekrup untuk
menghindari terjadinya reaksi kimia.
d. Debridement dilakukan jika keadaan luka parah dan tidak beraturan
untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.
9. Komplikasi
a. Shock hipovolemik karena perdarahan (kehilangan daerah eksternal
maupun yang tidak kelihatan).
b. Emboli lemak pada saat fraktur lemak dapat masuk ke dalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler.
c. Boneunion penyembuhan terlambat bila terdapat kerusakan
jaringan yang luas yang dapat terjadi karena infeksi.
d. Infeksi karena keadaan luka atau luka post pembedahan.
e. Kompartemen karena penurunan ukuran kompartemen otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat.
B. Pathway
- Trauma
- Jatuh
- Mobiliasi ekstrim
- Kelemahan/kerapuhan
Fraktur F. Komplit
F. Incomplit
F. Tertutup Kerusakan jarignan
F. Terbuka lunak (subkutis)
F. Transversal
F. Patologi Nyeri
Perdarahan Bengkak
DP Shock hipovolemik
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif:
1. Nyeri b.d patah tulang/spasus otot, edema, dan/atau kerusakan
jaringan lunak.
2. Perubahan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah akibat
cedera.
3. Potensial infeksi b.d trauma tulang dan kerusakan jaringan lunak.
4. Kecemasan b.d nyeri, ketidakmampuan dan gangguan mobilitas.
5. Kurang pengetahuan tentang keadaan fraktur, pilihan tindakan.
Post Operatif:
1. Nyeri b.d prosedur operasi dan keadaan luka.
2. Gangguan mobilitas fisik b. perubahan status ekstremitas bawah
sesudah operasi, nyeri dan terapi modalitas fisik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d bertambahnya
kebutuhan metabolik, penyembuhan tulang dan penyembuhan
jaringan lunak.
4. Potensial komplikasi post operasi b.d intervensi pembedahan atau
imobilitas.
5. Potensial infeksi b.d kerusakan integritas jaringan/kulit.
6. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh
dilakukan dan perawatan di rumah.
3. Rencana Tindakan
Pre Operasi
1. Nyeri b.d prosedur operasi dan keadaan luka
Kriteria hasil: Nyeri berkurang ditandai dengan :
- TTV dalam kertas normal : S = 36ºִ< 37ºc 3,P = 20x / menit,
N=80 x/menit, TD =120 / 80
- Pasien mengatakan nyeri berkurang
- Nyeri dalam batas
Intervensi keperawatan:
a. Obsevasi TTV tiap 4 jam
R/ menunjukkan respon terhadap nyeri
b. Kaji keluhan nyeri
R/ untuk mengetahui intervensi berikutnya
c. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring
R/ menghilangkan rasa nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang
d. Latih tarik nafas dalam
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kolahorasi dengan dokter untuk tindakan selanjutnya
R/ untuk mrnghilangkan nyeri
Post Operasi
1. Nyeri b.d. tindakan operasi dan keadaan luka
Kriteria hasil : nyeri berkurang sampai dengan hilang ditandai
dengan :
a. Pasien tampak rileks
b. Mampu beradaptas dalam beraktivitas / tidur / istirahat
c. Pasien dapat menunjukkan ketrampilan relaksasi
d. Intensitas nyeri 1 – 2
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji TTV dalam 3 – 4
R/ untuk mengetahui respons nyeri
2) Kaji tingkat rasa nyeri
R/ untuk mengetahui intervensi keperawatan yang akan
dilakukan
3) Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips / traksi
R/ menghilangkan rasa nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang
4) Tinggikan ekstremitas yang fraktur
R/ meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan
menurunkan nyeri
5) Hindari penggunaan sprei/bantal plassik dibawah ekstremitas
R/ dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan
produksi panas
6) Ajarkan teknik relaksasi
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
7) Beri obat sesuai dengan intruksi dokter untuk pemberian
analgetik
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
4. Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk check-up secara teratur di tempat
pelayanan kesehatan.
b. Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang bergizi dan
banyak mengandung serat seperti: nasi ditambah lauk pauk dan
susu.
c. Minum obat sesuai dengan instruksi dokter.
d. Saat berjalan gunakan tumpuan lebih banyak pada kaki yang tidak
sakit.
e. Melatih ujung kaki untuk digerakan 1-3 kali dalam setengah jam.
f. Menjaga kebersihan luka dan segera laporkan ke tenaga kesehatan
bila ada bau yang tidak enak, ada rembesan darah keluar, demam
tinggi.
g. Anjurkan untuk banyak minum 2-3 liter/hari.
h. Jelaskan penyebab dari fraktur, pengobatan dan komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA