Anda di halaman 1dari 17

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Asuhan Keperawatan pada Nn. I dengan Fraktur Palanx Pedis di


Ruang Kutilang RSPAU Dr. S. Hardjolukito

Disusun Oleh:
Ita Urrizqy
24191325

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR PALANX PEDIS

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya.
Macam-macam fraktur:
a. Fraktur komplit yaitu garis fraktur melibatkan seluruh potongan
menyilang dari tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah
tempat.
b. Fraktur incomplete yaitu fraktur yang melibatkan bagian potongan
menyilang tulang. Salah satu sis patah, yang lain, biasanya bengkak
(Green stick).
c. Fraktur tertutup yaitu fraktur tidak meluas melewati kulit.
d. Fraktur terbuka (compound) yaitu fragmen tulang meluas melewati
otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi.
e. Fraktur tranversal yaitu fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang.
- Fraktur oblik (miring) yaitu fraktur yang arahnya membentuk
sudut melintasi tulang yang bersangkutan biasanya tidak stabil
dan sulit diatasi.
- Fraktur spiral diakibatkan terpilihnya ekstremitas fraktur.
- Fraktur comminuted fracture yaitu tulang terpisah menjadi
bagian-bagian kecil.
f. Fraktur patalogic yaitu fraktur terjadi karena adanya penyakit tulang
(seperti kanker, osteoporosis) dengan tak ada trauma atau hanya
minimal.

2. Proses Penyembuhan Tulang


a. Hematoma terjadi setelah fraktur dan bahkan bisa terjadi
perdarahan. Fungsi dari hematom tersebut untuk melindungi lokasi
fraktur.
b. Proliferasi sel terjadi setelah injury sel-sel dan kapiler, baru secara
bertahap mengganti lokasi hematoma dan terjadi profilerasi
fibrolast.
c. Pembentukan kalus terjadi 6-10 hari setelah injury dan terbentuk
jaringan granulasi.
d. Pergeseran kalus terjadi pembentulan tulang melalui deposit
calsium.
e. Pemadatan dan pembentukan tulang dimana terbentuk model tulang
yang utuh.

3. Anatomi dan Fisiologi


Terdiri atas 26 tulang, yaitu :14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7
os Tarsi. Os tarsi terdiri atas os calcaneus,os talus, os navicular,3 os
cuneiform, dan os cuboid. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3
yaitu :
a. forefoot (metatarsal dan toes),
b. midfoot (cuneiform, navicular, dan cuboid),
c. hindfoot (talus/astragalus, dan calcaneus(os calcis).
Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan
longitudinal dan arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior)
kaki disebut dengan dorsum atau permukaan Dorsal, dan
inferior(posterior) aspek dari kaki disebut permukaan plantar. Karena
ketebalan yang beragam pada anatomi kaki, maka harus kita perhatikan
pemberian faktor eksposi untuk dapat menunjukkan densitas keseluruhan
bagian tulang kaki.

4. Etiologi
Penyebab paling umum fraktur tibia biasanya disebabkan oleh:
a. Pukulan/benturan langsung.
b. Jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi.
c. Gerakan memutar mendadak.
d. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau
penyakit primer seperti osteoporosis.
5. Patofisiologi
- Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula
yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam
posisi fleksi, atau gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan
fibula sering terjadi dalam kaitan satu sama lain. Pasien datang
dengan nyeri deformitas, hematoma yang jelas, dan edema berat.
Seringkali fraktur ini melibatkan kerusakan jaringan lunak berat
karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
- Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika
fungsi saraf terganggu, pasien tak akan mampu melakukan gerakan
dorsofleksi ibu dari kaki dan mengalami gangguan sensasi pada sela
jari pertama dan kedua. Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan
menguji respons pengisian kapiler. Gejalanya meliputi nyeri yang
tak berkurang dengan obat dan bertambah bila melakukan fleksi
plantar, tegang dan nyeri tekan otot di sebelah lateral krista tibia,
dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat mengakibatkan komplikasi
berupa hemartrosis dan keruskaan ligamen.
- Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup
dan imobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai. Reduksi harus
relatif akurat dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada saat dimana
sangat sulit mempertahankan reduksi, sehingga perlu dan
dipertahankan dalam posisinya dengan gips. Aktivitas akan
mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah.
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10 minggu.
- Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet,
fiksasi interna dengan batang, plat, atau naik atau fiksasi eksterna.
Latihan kaki dan lutut harus didorong dalam batas alat imobilisasi.
Pembebanan berat badan dimulai sesuai resep, biasanya sekitar 4
sampai 6 minggu.
- Seperti pada fraktur ekstremitas bawah, tungkai harus ditinggikan
untuk mengontrol edema. Diperlukan evaluasi neurovaskuler
berkesinambungan.
6. Tanda dan Gejala
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang dimobilisasikan.
b. Krepitus yaitu saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang.
c. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Tak mampu menggerakkan kaki karena adanya perubahan bentuk/
posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b. Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan
Ht, Hb. Peningkatan sel darah putih sebagai respons normal
terhadap respon stress setelah trauma.
c. Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan
perdarahan.
d. Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
e. EKG: mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan sebagai
persiapan operasi.

8. Therapi
a. Gips untuk memberi immobilisasi, menyokong dan melindungi
tulang selama proses penyembuhan, mencegah/memperbaiki
deformitas.
b. Traksi untuk mencapai aligment dengan memberi beban seminimal
mungkin pada daerah distal.
c. Prosedur operasi dengan oper reduction and internal fixation
(ORIF). Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi tulang (misalnya: skrup, plat, pin, kawat,
paku). Alat ini bila dipasang di sisi maupun di dalam tulang,
digunakan jenis yang sama antra plate dan sekrup untuk
menghindari terjadinya reaksi kimia.
d. Debridement dilakukan jika keadaan luka parah dan tidak beraturan
untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.

9. Komplikasi
a. Shock hipovolemik karena perdarahan (kehilangan daerah eksternal
maupun yang tidak kelihatan).
b. Emboli lemak pada saat fraktur lemak dapat masuk ke dalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler.
c. Boneunion penyembuhan terlambat bila terdapat kerusakan
jaringan yang luas yang dapat terjadi karena infeksi.
d. Infeksi karena keadaan luka atau luka post pembedahan.
e. Kompartemen karena penurunan ukuran kompartemen otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat.
B. Pathway
- Trauma
- Jatuh
- Mobiliasi ekstrim
- Kelemahan/kerapuhan

Fraktur  F. Komplit
F. Incomplit
F. Tertutup Kerusakan jarignan
F. Terbuka lunak (subkutis)
F. Transversal
F. Patologi Nyeri
Perdarahan Bengkak

DP  Shock hipovolemik

Nyeri DP. Pre operasi


Kreptus Nyeri
1. Gips Bengkak/hematoma Risti infeksi
2. Traksi Tidak mampu menggerakkan kaki Kecemasan
3. OREIF pasang plate Deformitas
4. Debridement
Emboli
DP Post Operasi Boneunion
1. Nyeri Infeksi
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Risti infeksi
4. Kecemasan
5. Kurang pengetahuan tentang proses penyembuhan
C. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan yang memadai.
- Adanya kegiatan yang berisiko cedera.
- Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
b. Pola nutrisi
- Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
c. Pola eliminasi
- Obstipasi karena imobilitas.
d. Pola aktivitas dan latihan
- Ada riwayat jatuh/terbentuk ketika sedang beraktivitas atau
kecelakaan lain.
- Tidak kuat berdiri/menahan beban.
- Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada bagian
betis/tungkai bawah.
e. Pola tidur istirahat
- Pola tidur berubah/terganggu karena adanya nyeri pada daerah
cedera.
f. Pola persepsi kognitif
- Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang
terkena.
- Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang
terkena.
- Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur
tindakan.
g. Pola konsep diri dan persepsi diri
- Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cedera.
- Rasa kuatir dirinya tidak mampu beraktivitas seperti
sebelumnya.
h. Pola hubungan peran
- Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban
memenuhi kebutuhan keluarga dan melindungi.
- Merasa tak berdaya.
i. Pola seksual dan reproduksi
- Merasa khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap
pasangan.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
- Ekspresi wajah sedih.
- Tidak bergairah.
- Merasa tersaingi di rumah sakit.
k. Pola nilai kepercayaan
- Menganggap cedera adalah hukuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif:
1. Nyeri b.d patah tulang/spasus otot, edema, dan/atau kerusakan
jaringan lunak.
2. Perubahan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah akibat
cedera.
3. Potensial infeksi b.d trauma tulang dan kerusakan jaringan lunak.
4. Kecemasan b.d nyeri, ketidakmampuan dan gangguan mobilitas.
5. Kurang pengetahuan tentang keadaan fraktur, pilihan tindakan.

Post Operatif:
1. Nyeri b.d prosedur operasi dan keadaan luka.
2. Gangguan mobilitas fisik b. perubahan status ekstremitas bawah
sesudah operasi, nyeri dan terapi modalitas fisik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d bertambahnya
kebutuhan metabolik, penyembuhan tulang dan penyembuhan
jaringan lunak.
4. Potensial komplikasi post operasi b.d intervensi pembedahan atau
imobilitas.
5. Potensial infeksi b.d kerusakan integritas jaringan/kulit.
6. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh
dilakukan dan perawatan di rumah.

3. Rencana Tindakan
Pre Operasi
1. Nyeri b.d prosedur operasi dan keadaan luka
Kriteria hasil: Nyeri berkurang ditandai dengan :
- TTV dalam kertas normal : S = 36ºִ< 37ºc 3,P = 20x / menit,
N=80 x/menit, TD =120 / 80
- Pasien mengatakan nyeri berkurang
- Nyeri dalam batas
Intervensi keperawatan:
a. Obsevasi TTV tiap 4 jam
R/ menunjukkan respon terhadap nyeri
b. Kaji keluhan nyeri
R/ untuk mengetahui intervensi berikutnya
c. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring
R/ menghilangkan rasa nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang
d. Latih tarik nafas dalam
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kolahorasi dengan dokter untuk tindakan selanjutnya
R/ untuk mrnghilangkan nyeri

2. Perubahan Perfusi b.d menurunnya cairan darah akibat cedera


Kriteria hasil: Perfusi terpenuhi ditandai dengan:
a. TTV dalam batas normal, S = 36-37 oC, TD = 120/80, N=80
x/mnt, P=18 x/mnt
b. Kulit hangat dan kering
Intervensi Keperawatan:
1) Kaji TTV tiap 3-4 jam
R/ untuk menunjukkan respon perfusi
2) Lepaskan perhiasan dari ekstrimitas yang sakit
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema
3) Kaji alirankapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada faktur
R/ Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih
menunjukkan gangguan arterial.
4) Awasi posisi / lokasi alat penyangga sementara
R/ Alat dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah

3. Potensial infeksi b.d trauma tulang dan kerusakan jaringan lunak


Kriteria hasil: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan :
a. TTV dalam batas normal, S:36-37ºC
N=80x/mnt , P=18x/menit TD=120/80 mmHg
b. Kulit sekitar trauma tidak tampak prubahan mencolok
Intervensi Keperawatan:
1) Kaji TTV tiap 3-4 jam
R/ peningkatan suhu dapat menunjukkan proses infeksi
2) Pertahankan teknik antiaseptik
R/ meminimalkan kesempatan kontaminasi
3) Infeksi kulit adanya iritasi
R/ untuk mengetahui proses infeksi
4) Selidiki nyeri yang tiba – tiba/ keterbatasan gerakan dengan
adanya edema local
R/ dapat mengindeifikasikan terjadinya infeksi
5) Laksanakan program medik untuk pemberian antibiotik
R/ antibiotik dapat mencegah proses infeksi dan mempercepat
penyembuhan
4. Kecemasan b.d. nyeri, ketidakmampuan dan gangguan mobilitas
Kriteria hasil: Cemas tidak terjadi ditandai dengan
a. Wajah tampak rileks
b. Pasien kooperatif dalam pengobatan
c. TTV dalam batas normal, S = 36 – 37oc, N = 80 x /mnt, P = 18
x / mnt, TD = 120 / 80
Intervensi Keperawatan:
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ untuk mengetahui intervensi yang akan diberikan
2) Diskusikaan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
R/ pasien mengerti dan kooperatif

Post Operasi
1. Nyeri b.d. tindakan operasi dan keadaan luka
Kriteria hasil : nyeri berkurang sampai dengan hilang ditandai
dengan :
a. Pasien tampak rileks
b. Mampu beradaptas dalam beraktivitas / tidur / istirahat
c. Pasien dapat menunjukkan ketrampilan relaksasi
d. Intensitas nyeri 1 – 2
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji TTV dalam 3 – 4
R/ untuk mengetahui respons nyeri
2) Kaji tingkat rasa nyeri
R/ untuk mengetahui intervensi keperawatan yang akan
dilakukan
3) Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips / traksi
R/ menghilangkan rasa nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang
4) Tinggikan ekstremitas yang fraktur
R/ meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan
menurunkan nyeri
5) Hindari penggunaan sprei/bantal plassik dibawah ekstremitas
R/ dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan
produksi panas
6) Ajarkan teknik relaksasi
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
7) Beri obat sesuai dengan intruksi dokter untuk pemberian
analgetik
R/ untuk mengurangi rasa nyeri

2. Gangguan mobilitas pisik b.d perubahan status ektremitas bawah


sesudah operasi, nyeri dan terapi modalitas fisik
Kriteria hasil : Meningkatkan/mempertahankan mobilitas fisik pada
tingkat yang paling tinggi ditandai dengan : pasien mau
bergerak secara perlahan.
Intervensi keperawatan:
a. Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan
R/ untuk mengindentifikasi rencana tindakan selanjutnya
b. Dorong partisipasi klien dalam aktivitas dengan rekreasi, misal:
dengan menonton TV.
R/ memberi kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan fikiran kembali
c. Ajarkan pasien untuk bergerak aktif pada ekstremitas yang tidak
sakit
R/ mempertahankan gerak sendi dan kekuatan otot
d. Bantu/ dorong untuk melakukan perawatan diri sendiri, misal :
mencukur
R/ meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi darah
e. Awasi TD saat beraktivitas
R/ untuk mengindentifikasi keluhan pusing
f. Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat
R/ untuk mempercepat proses penyembuhan dan adpatasi
aktivitas yang dilakukan
g. Beri minum 2000 – 3000 liter / hari
R/ mempertahankan hidrasi kulit, menurunkan resiko infeksi
urinarius
h. Batasi makanan yang mengandung gas, misal : kol
R/untuk mencegah konstipasi
i. Beri obot sesuai instruksi dokter untuk pemberian pencahar
R/untuk mencegah konstipasi

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d bertambahnya


kebutuhan metabolik penyembuhan tulang dan penyembuhan
jaringan lunak
Kriteria hasil: Nutrisi terpenuhi ditandai dengan :
a. BB naik 200 gram dalam 1 bulan
b. Pasien mengatakan badannya mengalami ppenambahan BB
c. Wajah tampak segar
Intervensi :
1) Berikan batu es, air, setelah mual hilang
R/ mempertahankan cairan aadekuaaaat mencegah dehidrasi
2) Anjurkan pasien untuk makan porsi kecil tapi sering
R/ untuk memenuhi nutrisi
3) Kolaaborasi dengan dokter untuk memberikan diet tinggi kalori,
vitamin, protein
R/ nutrisi penting untuk penyembuhan

4. Potensial infeksi b.d kerusakan integritas jaringan kulit


Kriteria hasil: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan :
a. TTV dalam batas normal, S=36-37ºc, N=80x/mnt, P=18, TD=
120/80 mmHg.
b. Kulit sekitar trauma tidak kemerahan
Intevensi:
1) Kaji TTV dalam 1 – 4 jam
R/ indikator adanya infeksi
2) Kaji rasa nyeri mendadak
R/ untuk mengindentifikasi rasa nyeri dan proses infeksi
3) Kaji kulit akan adanya iritasi
R/ untuk mengetahui proses infeksi
4) Pertahankan teknik antiseptik
R/ untuk mencegah kontaminasi silang
5) Laksanakan program medik untuk pemberian antibiotik
R/ untuk mencegah infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan

5. Kurang pengetahuan tentang perubahan aktivitas yang boleh


dilakukan dan perawatan di rumah.
Kriteria hasil:Pasien dapat mengerti tentang aktivitas yang boleh
dilakukan ditandai dengan :
a. Pasien tidak bertanya dengan pertanyaan yang sama pada
perawat
b. Pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ untuk mengetahui rencana tindakan yang akan dilakukan
2) Diskusikan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
R/ pasien mengerti dan kooperatif
3) Libatkan keluarga dalam perawatan
R/ untuk membantu bekerjasama dalam proses perawatan.

4. Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk check-up secara teratur di tempat
pelayanan kesehatan.
b. Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang bergizi dan
banyak mengandung serat seperti: nasi ditambah lauk pauk dan
susu.
c. Minum obat sesuai dengan instruksi dokter.
d. Saat berjalan gunakan tumpuan lebih banyak pada kaki yang tidak
sakit.
e. Melatih ujung kaki untuk digerakan 1-3 kali dalam setengah jam.
f. Menjaga kebersihan luka dan segera laporkan ke tenaga kesehatan
bila ada bau yang tidak enak, ada rembesan darah keluar, demam
tinggi.
g. Anjurkan untuk banyak minum 2-3 liter/hari.
h. Jelaskan penyebab dari fraktur, pengobatan dan komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. 2016. Keperawatan medikal bedah: Jakarta. EGC


Bahrudin, 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Jurnal kedokteran
volume 13 nomer 01 Fakultas Kedokteran:: Universitas
Muhammadiyah Malang
Herdman. 2017. Nanda I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta : EGC
Nurjannah I, 2018. Nursing Interventions Classification edisi 06.
CV. Mocomedia
Nurjannah I, 2018. Nursing Outcome Classification edisi 06. CV.
Mocomedia
Wahyudi S, 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media

Anda mungkin juga menyukai