Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum dan Lokasi Peneltian


1. Profil Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta
Puskesmas Piyungan adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten yang bertanggungjawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kecamatan Piyungan. Pada dasarnya Puskesmas
berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk
agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian
Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat
serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Pembangunan Kesehatan sangat ditentukan dengan kualitas sumber
daya dan sistem kesehatan yang ada di suatu wilayah dalam tatanan
desentralisasi dibidang kesehatan. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad
kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan
kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing
sumberdaya manusia Indonesia. Sedangkan derajat kesehatan masyarakat
ditentukan oleh faktor lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan
kesehatan. Puskesmas adalah penanggungjawab penyelenggaraan upaya
kesehatan untuk jenjang tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan
kesehatan di Indonesia. Dan merupakan suatu organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat
yang juga membina peran serta masyarakat.
Fungsi Puskesmas (Kepmenkes No.128 tahun 2004) adalah :
a. Sebagai Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan kesehatan
b. Sebagai Pusat Pemberdayaan keluarga dan masyarakat
c. Sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan strata I

Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan:


a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan
kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri.
b. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana
menggali dan menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan
rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan
ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.
d. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
e. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam
melaksanakan program Puskesmas.

Azas Penyelenggaraan Puskesmas (Kepmenkes No.128 tahun 2004)


meliputi: Azas pertanggungjawaban wilayah, azas pemberdayaan
masyarakat, azas keterpaduan lintas program dan lintas sektoral serta azas
rujukan yang mecakup rujukan medis dan rujukan kesehatan Masyarakat
Bentuk – bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas
Piyungan adalah pelayanan kesehatan menyeluruh yang meliputi :
a. Kuratif (pengobatan)
b. Preventif (upaya pencegahan)
c. Promotif (peningkatan kesehatan)
d. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedaan
jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan
sampai tutup usia.
Peran Puskesmas dalam konteks Otonomi Daerah saat ini, mempunyai
peran yang penting sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki
kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan.
2. Keadaan Geografis
Kecamatan Piyungan merupakan satu dari 17 kecamatan di wilayah
Kabupaten Bantul yang terletak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakara,
dengan luas wilayah seluruhnya 32,554 Km2 dan merupakan 6,38% dari
seluruh luas wilayah Kabupaten Bantul.
Kontur geografis meliputi dataran rendah pada bagian tengah, perbukitan
pada bagian timur, dengan bentang alam relatif membujur dari timur ke
barat. Tata guna lahan yaitu Pekarangan 36,16 %, Sawah 33,19 %,
Tegalan 14,90 % dan Tanah Hutan 3,35 %. Disamping itu Kecamatan
Piyungan tergolong wilayah yang rawan bencana alam, seperti gempa
bumi, tanah longsor, banjir lahar dingin, angin puting beliung.
Kabupaten Bantul beriklim Tropis yang mempunyai dua musim
yaitu musim kemarau dan musim hujan, dengan temperatur rata-rata 22 o
C – 36o C. Secara administratif Kecamatan Piyungan terdiri atas 3 Desa,
yang terdiri dari 60 dusun dan 340 RT. Pusat tata pemerintahan terletak
diantara Desa Srimartani dengan Desa Srimulyo, sedangkan Desa yang
paling jauh dari pusat kecamatan adalah Desa Sitimulyo dengan jarak
sekitar 10 Km dari Ibukota Kecamatan, wilayahnya merupakan perbukitan
yang berbatasan dengan Kecamatan Banguntapan dan Kecamatan Pleret.
Batas wilayah kerja Puskesmas Piyungan adalah :
a. Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Berbah dan Prambanan Sleman
b. Sebelah Timur : Kecamatan Patuk Gunungkidul
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Pleret dan Dlingo Bantul
d. Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Banguntapan Bantul
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Subjek dari penelitian ini adalah balita usia 0-4 tahun yang mendapatkan
asi ekslusif dan menderita pneumonia yang dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok kontrol dan kelompok kasus. Adapun jumlah responden
adalah sebanyak 66 responden sebagai sampel penelitian. Responden
diperoleh peneliti melalui data rekam medis dan memiliki karakteristik
yang dapat diklasifikasikan menurut jenis kelamin, usia balita, dan
pekerjaan orang tua.
Hal ini dapat dilihat dari table 4.1
Table 4.1
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Usia Balita dan
Pekerjaan Orang Tua

Karakteristik Frekuensi (f) Presentase (%)

Jenis kelamin
Laki-laki 41 62,1
Perempuan 25 37,9

Umur
0-12 Bulan 38 57,6
13-24 Bulan 28 42,4

Pekerjaan (Ibu)
IRT 35 53,0
Wiraswasta 12 13,6
Buruh 9 13,6
PNS 10 15,2

Total 66 100

Sumber: Data Primer, diolah September 2019

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 66 balita


sebagian berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 41 balita (62,1%) dan
sebagian kecil berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (37,9%) balita.
Selanjutnya untuk kriteria usia yaitu 0-12 bulan sebanyak 38 balita (57,8%),
usia 13-24 bulan sebanyak 28 anak (42,4%). Selanjutnya untuk kriteria
pekerjaan orangtua (ibu) sebagian besar sebagai ibu rumah tangga sebanyak
35 orang (53,0%) dan sebagian kecil sebagai buruh sebanyak 9 orang
(13,6%).

2. Analisa Univariat
a. Status ASI Ekslusif
Status ASI eksklusif adalah air susu ibu yang wajib diberikan pada
bayi dari awal bayi dilahirkan hingga usia 6 bulan tanpa memberikan
makanan tambahan apapun. Status ASI Eksklusif akan diukur dengan
cara peneliti melihat rekam medis ibu yang mempunyai anak usia
balita di Puskesmas Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Hasil penilaian
status ASI eksklusif dinyatakan dengan “ASI Eksklusif” dan “ASI
tidak Eksklusif. Skala datanya nominal. Adapun distribusi frekuensi
status ASI Ekslusif adalah:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Status Asi Eksklusif Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Anak Usia Balita Di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta

Status Asi Ekslusif Frekuensi (f) Presentase (%)

ASI Ekslusif 36 54,5


ASI Tidak Ekslusif 30 45,5

Jumlah 66 100

Sumber: Data Primer, diolah September 2019

Berdasarkan data tabel 4.2 diatas dapat kita ketahui bahwa


untuk distribusi frekuensi ASI ekslusif sebagaian besar dalam kategori
ASI tidak ekslusif yaitu sebanyak 36 orang (54,5%) dan sebagian kecil
ASI Ekslusif yaitu sebanyak 30 orang (45,5%)

b. Kejadian Pneumonia
Kejadian pneumonia adalah penyakit yang diderita oleh balita (0 – 5
tahun) yang menunjukaan gejala pneumonia berat biasanya akan
menunjukkan ada tanda bahaya umum, tarikan dinding dada ke dalam,
dan stridor. Adanya Pneumonia juga ditandai dengan napas cepat.
Dikatakan nafas cepat apabila:

a. 0 - <2 bulan : >60x / menit


b. 2 bulan - <12 bulan : 50x atau lebih per menit
c. 12 bulan - <5 tahun : 40x atau lebih per menit
Bukan batuk pneumonia biasanya tidak ada tanda-tanda pneumonia
atau penyakit sangat berat. Mengidentifikasi penyakit pneumonia
dengan cara melihat rekam medis di Puskesmas Piyungan, Bantul,
Yogyakarta. Hasil penilaian dinyatakan dengan “pneumonia berat”,
“pneumonia” dan “batuk bukan pneumonia”. Skala datanya nominal.
Adapun distribusi frekuensi dari kejadian pneumonia adalah:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kejadian Pneumonia Dengan Status Asi
Eksklusif Pada Anak Usia Balita Di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta

Kejadian Pneumonia Frekuensi (f) Presentase (%)

Pneumonia 25 37,9
Batuk Bukan 41 62,1
Pneumonia

Jumlah 66 100

Sumber: Data Primer, diolah September 2019


Berdasarkan data tabel 4.3 diatas dapat kita ketahui bahwa
untuk distribusi frekuensi kejadian pneumonia responden yang
menderita pneumonia yaitu sebanyak 25 orang (37,8%) dan sebagian
besar hanya mengalami batuk bukan pneumonia berat yaitu sebanyak
41 orang (62,1%).

3. Analisa Bivariat

a. Uji Crosstabulation
Anlisa tabulasi silang digunakan untuk mengetahui penyebaran dan
frekuensi sehingga dapat terlihat hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian pneumonia. Tabel berikut ini merupakan hasil
pengambilan data dari pemberian ASI eksklusif dan kejadian pneumonia
yang dilakukan oleh peneliti :
Tabel 4.4
Crosstabulation Hubungan Status ASI Ekslusif dengan Kejadian
Pneumonia pada balita usia 0-4 Tahun di Puskesamas Piyungan
Bantul Yogyakarta Tahun 2019

Batuk Batuk Bukan Total


Pneumonia Pneumonia

F % F % F %

Pemberian ASI
Eksklusif
Eksklusif 7 10,6 29 43,9 36 54,5
Tidak Eksklusif 18 27,3 12 18,2 30 45,5

Total 25 37,9 41 62,1 66 100

Sumber: Data Primer, diolah September 2019


Dilihat dari Tabel 4.4 responden yang memberikan ASI eksklusif
sebanyak 36 orang (54,5%) dan responden yang tidak memberikan ASI
secara eksklusif sebanyak 30 orang (45;5%). Responden yang
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sebagian besar bayinya hanya
menderita batuk bukan pneumonia sebanyak 29 bayi (43,9%), bayi yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 12 orang (18,2%), bayi yang
menderita pneumonia tetapi mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 7 bayi
(10,6%) dan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 18
bayi (27,3). Hal ini menunjukkan bayi yang mendapakan ASI eksklusif
hanya menderita batuk bukan pneumonia sedangakan bayi yang tidak
mandapatkan ASI eksklusif akan menderita pneumonia.
b. Uji Korelasi
Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah secara statistika
terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
pneumonia. Kemudian dilakukan uji statistik dengan program komputer
dengan menggunakan analisis chi square.
Hasil analisis bivariat yang merupakan hubungan antara pemberian
ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia pada balita usia 0-2 tahun
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5
Hasil analisa bivariat chi square antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian pneumonia pada balita usia 0-2 tahun di Puskesmas
Piyungan Bantul Yogyakarta

Variabel Kontingensi Koef. Probabilitas Keterangan

Pemberian ASI 0,384 0,001 Signifikan


Eksklusif dan
Kejadian
Pneumonia

Sumber : Data Primer September 2019


Berdasarkan hasil uji statistik nilai p < 0,05 (0,001<0,05) hal ini
menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian pneumonia pada anak usia balita di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta.
Nilai kontingensi koefisien sebesar 0,384 masuk pada interval
koefisien 0,400-0,599 dengan kategori “sedang” sehingga dapat
disimpulkan bahwa tingkat keeratan hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian pneumonia pada anak usia balita di Puskesmas
Piyungan Bantul Yogyakarta memiliki hubungan yang sedang.
c. Pembahasan
1. Pemberian ASI Eksklusif pada Balita Usia 0-24 Bulan di Puskesmas
Piyungan Bantul Yogyakarta
ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan
sudah tersedia bagi bayi. ASI menjadi satu-satunya makanan yang
dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya agar menjadi bayi yang
sehat.Komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan bayi
menjadikan ASI sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi. ASI dan plasma
memiliki konsentrasi ion yang sama sehingga bayi tidak memerlukan cairan
atau makanan tambahan (Brown et al,2005).
Komposisi ASI akan berubah sejalan dengan kebutuhan bayi (Gibney
et al,2005). ASI lebih unggul dibandingkan makanan lain untuk bayi seperti
susu formula, karena kandungan protein pada ASI lebih rendah dibandingkan
pada susu sapi sehingga tidak memberatkan kerja ginjal, jenis proteinnya pun
mudah dicerna. Selain itu, ASI mengandung lemak dalam bentuk asam amino
esensial, asam lemak jenuh, trigliserida rantai sedang, dan kolesterol dalam
jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi (Brown et al,2005).
Pemberian ASI eksklusif kepada bayi dapat meningkatkan daya tahan
tubuh bayi atau dapat merangsang terbentuknya antibodi bayi lebih cepat.
Mortalitas (angka kematian) dan mobiditas (angka terkena penyakit) pada
bayi yang diberikan ASI secara eksklusif jauh lebih rendah dibandingkan
dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI secara eksklusif (Budiasih,
2008). Selain itu, bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif mempunyai IQ
(Intellectual Quotient) yang lebih rendah, dibandingkan dengan bayi yang
diberikan ASI eksklusif karena didalam ASI terdapat berbagai macam nutrisi
yang sangat dibutuhkan bagi bayi dalam pertumbuhan otak yaitu berupa
taurin, laktosa, DHA, AA, Omega 3 dan Omega 6 (Kristiyanasari, 2011).
Penelitian ini dilakukan pada 66 responden yaitu balita usia 0-24 bulan
di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta dan didapatkan hasil hampir
separuh dari jumlah responden mendapatkan ASI eksklusif. Dimana
sebanyak 36 (54,5%) responden anak mendapatkan ASI ekslusif dan 30 balita
(45,5%) tidak mendapatkan ASI ekslusif.
Tingginya tingkat pemberian ASI Ekslusif pada anak usia 0-24 bulan
di Puskesmas Piyungan Bantul sebagian besar dipengaruhi oleh faktor
pekerjaan. Dimana sebagian besar ibu dari responden adalah sebagai ibu
rumah tangga sehingga dapat memaksimalkan waktu untuk memenuhi
kebutuhan ASI pada anak.
Bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif cenderung akan lebih
banyak yang mengalami masalah kesehatan atau dalam kata lain dapat
diungkapkan bayi akan rentan untuk terkena penyakit jika tidak diberikan
ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Dewi (2013) yang
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan frekuensi kejadian sakit pada bayi usia 6-12 bulan.
Pentingnya pemberian ASI eksklusif menurut studi Kedokteran yang
dilakukan di Eropa menunjukkan angka kematian dan kesakitan bayi yang
diberikan ASI lebih rendah daripada yang diberi susu formula. Kemungkinan
anak yang tidak diberi ASI eksklusif akan menderita kekurangan gizi dan
obesitas jauh lebih besar jika dibandingkan dengan anak yang diberi ASI
eksklusif. Bayi yang tidak disusui dalam satu jam pertama dan tidak
mendapatkan ASI eksklusif berisiko untuk lebih sering terkena penyakit
infeksi 1,4 kali lebih besar daripada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
(Huy, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, sebanyak 35 orang
(53,0%) sebagai ibu rumah tangga, 12 orang (15,6%) bekerja sebagai
wiraswasta, sebagai buruh 9 orang (12,6%) dan ibu dari responden yang
bekerja sebagai PNS 10 orang (13,6%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Menurut Rahmad (2013) perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah
tangga memiliki peran ganda dalam sebuah keluarga. Peran utamanya jika
ketika memiliki aktivitas lain di luar rumah seperti bekerja, menuntut
pendidikan atau pun aktivitas lain dalam kegiatan social akan berdampak
terhadap pola asuh anak-anak mereka. Dengan peran ganda ini, seorang
wanita dituntut untuk dapat menyeimbangkan perannya sebagai seorang ibu
ataupun peran-peran lain yang harus diembannya. Sebagai seorang ibu, ketika
memiliki anak yang masih kecil, dirinya merupakan tempat bergantung bagi
anak anaknya.
Marimbi (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
bayi akan terus berlangsung sampai dewasa. Proses tumbuh kembang ini
dipengaruhi oleh makanan yang diberikan pada anak, makanan yang paling
sesuai untuk anak usia 0-6 bulan pertama adalah ASI, karena ASI
diperuntukkan bagi bayi dan ASI juga sangat menunjang perkembangan
anak.
Menurut hasil penelitian yang telah dilaukan ditemukan bahwa dari 66
balita sebagian berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 41 balita (62,1%)
dan sebagian kecil berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (37,9%)
balita. Selanjutnya untuk kriteria usia yaitu 0-12 bulan sebanyak 38 balita
(57,8%), usia 13-24 bulan sebanyak 28 anak (42,4%).
Pada usia 0-6 bulan zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi dapat dipenuhi
dengan pemberian ASI secara eksklusif. Setelah bayi menginjak usia 6 bulan,
ASI tetap diberikan pada bayi dengan ditambahkan makanan pendamping
ASI yang mulai dikenalkan secara perlahan karena semakin bertambah usia
bayi maka semakin meningkat pula kebutuhan zat gizinya. Semakin
bertambahnya usia akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk mendukung meningkatnya dan semakin
beragamnya kegiatan fisik seorang anak (Arikunto, 2002).
2. Kejadian Pneumonia pada anak usia 0-24 bulan di Puskesmas Piyungan
Bantul Yogyakarta
Pneumonia adalah penyebab kematian menular tunggal terbesar pada
anakanak di seluruh dunia. Data yang dihimpun oleh WHO menyatakan
bahwa terdapat 16% kematian anak di bawah lima tahun per tahunnya.
Sekitar 920 anak-di bawah usia 5 tahun meninggal setiap tahunnya akibat
pneumonia dari jumlah kematian anak balita tersebut. Mayoritas kematian
terjadi di Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2015). Angka kematian
Pneumonia pada balita di Indonesia adalah 6 per 1000 balita, artinya setiap
tahunnya ada 6 orang dari 1000 anak meninggal sebelum mencapai umur 5
tahun. Jumlah balita yang meninggal akibat pneumonia di Indonesia dapat
mencapai 150.000 orang per tahun. Insiden kematian ISPA (terutama
pneumonia) paling tinggi terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan yaitu
sebesar 21,7% (Riskesdas, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa angka
kematian balita akibat pneumonia masih cukup tinggi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil
distribusi frekuensi kejadian pneumonia responden yang menderita
pneumonia yaitu sebanyak 25 orang (37,8%) dan sebagian besar hanya
mengalami batuk bukan pneumonia berat yaitu sebanyak 41 orang (62,1%).
Dan apabila diperhatikan hal untuk jumlah responden yang menderita batuk
bukan pneumonia lebih banyak daripada jumlah dari responden yang
mengalami pneumonia.
Faktor resiko Pneumonia meliputi malnutrisi, berat badan lahir rendah,
ASI non-ekslusif, kurangnya imunisasi campak, polusi udara didalam rumah,
kepadatan rumah, orang tua yang merokok, kelembaban udara, udara dingin,
kekurangan Vitamin A serta riwayat yang diderita ibu balita tersebut, seperti
diare dan penyakit jantung. Riwayat pemberian ASI eksklusif berpengaruh
signifikan terhadap kejadian pneumonia balita. Balita yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif berisiko terkena pneumonia sebesar 4,47 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI eksklusif
(Hartati, 2011). Penelitian Burhan (2012), menyatakan bahwa semakin lama
pemberian ASI eksklusif diberikan maka akan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh bayi.
Menurut hasil penelitian untuk kriteria usia yaitu 0-12 bulan sebanyak
38 balita (57,8%), usia 13-24 bulan sebanyak 28 anak (42,4%). Anak usia di
bawah 2 tahun lebih rawan terhadap penyakit dikarenakan di masa ini anak
sedang mengalami pertumbuhan, perkembangan dan mulai berinteraksi
dengan lingkungan, sehingga lebih berisiko terkena pneumonia. Anak juga
memerlukan asupan nutrisi yang cukup untuk kekebalan tubuh dalam upaya
pencegahan pneumonia. (Supariasa, 2010).
Dan untuk kriteria jenis kelamin ditemukan bahwa dari 66 balita
sebagian berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 41 balita (62,1%) dan
sebagian kecil berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (37,9%) balita.
Di dalam buku pedoman pemberantasan penyakit ISPA, disebutkan bahwa
laki-laki adalah faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pneumonia.
3. Hubungan Status ASI Ekslusif dengan Kejadian Pneumonia pada anak
usia 0-24 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta
Secara keseluruhan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada
66 responden anak usia 6-12 bulan menunjukkan hasil bahwa bayi yang
mendapatkan ASI secara eksklusif lebih banyak yang hanya menderita batuk
bukan pneumonia hal ini sejalan dengan penelitian Ningrum (2014) dan
Andriani (2015). Hasil penelitian ini dengan derajat kemaknaan 95 %
didapatkan lower limit (LL) 0,093 dan upper limit (UL) 0,361 serta nilai p <
0,001 maka nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H1 diterima.
Artinya ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian pneumonia pada anak usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun.
Selain itu didapatkan nilai odds ratio (OR) 5,43 yang berarti anak yang tidak
diberikan ASI eksklusif memiliki risiko 5,43 kali lebih besar untuk terjadi
pneumonia dibandingkan anak yang diberikan ASI eksklusif.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Via
Al Ghafini Choyron (2015) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan pneumonia pada anak usia
6 – 24 bulan di wilayah kerja puskesmas Pedan Klaten. Demikian juga
systematic review yang dilakukan di USA menyatakan bahwa balita yang
diberikan ASI kurang dari lima bulan pertama memiliki faktor risiko lebih
tinggi terjadi pneumonia (Lamberti, dkk., 2013). Meskipun hasil analisa
menunjukkan hubungan yang signifikan, hasil penelitian ini hanya
menunjukkan tingkat korelasi sedang antara pemberian ASI eksklusif dengan
status gizi. Hal ini memungkinkan disebabkan masih adanya bayi yang
mengalami masalah gizi meskipun sudah diberikan ASI secara eksklusif,
begitupun sebaliknya masih terdapat bayi yang memiliki status gizi baik
meskipun tidak diberikan ASI eksklusif.
ASI memiliki semua unsur-unsur yang memenuhi kebutuhan bayi akan
gizi selama periode selama 6 bulan, kecuali jika ibu mengalami keadaan gizi
kurang yang berat atau gangguan kesehatan lain (Lastanto, 2015). Hal ini
didukung oleh penelitian Mastin dan Roosita (2015) bahwa bayi yang
mendapat ASI eksklusif cenderung memiliki frekuensi sakit dan periode lama
sakit yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI
eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupannya. Dengan frekuensi sakit dan
periode lama sakit yang rendah maka bayi dapat sehat sehingga nutrisi dapat
terserap dengan baik kedalam tubuhnya, sehingga bayi memiliki status gizi
yang baik.

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa anak yang diberikan ASI


eksklusif sebagian besar hanya terkena batu bukan pneumonia dibandingkan
dengan anak yang tidak diberikan ASI secara eksklusif. Akan tetapi
meskipun sudah diberikan ASI eksklusif masih terdapat 25 anak (237,9%)
yang mengalami pneuminia. Sehingga penilaiannya menjadi bayi yang
diberikan ASI eksklusif dan yang tidak diberikan ASI eksklusif sama-sama
memiliki masalah batuk, namun bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif
memiliki presentase lebih besar mengalami masalah pneumonia begitupun
sebaliknya bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif memiliki presentase
lebih besar hanya menderita batuk tidak pneumonia.
A. Keterbatasan Penelitian
Upaya maksimal telah dilakukan peneliti untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan ideal, namun keterbatasan-keterbatasan ternyata hanya dapat
diminimalisir dan tidak dapat dihindarkan dalam penelitian ini, utamanya adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya meneliti status ASI berdasarkan jenis kelamin dan
pekerjaan ibu
2. Penelitian ini hanya menilai pemberian ASI secara eksklusif pada anak usia
0-24 bulan.
3. Variabel penelitian ini hanya pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
pneumonia. Ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi status ASI
seperti penyakit infeksi, pendidikan orang tua, pengetahuan ibu, pendapatan
keluarga, BBLR, jumlah anggota keluarga.
4. Responden penelitian ini hanya diambil 66 anak usia 0-24 bulan, tidak
mengambil seluruh populasi yang terdapat di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pemberian ASI pada anak usia 0-24 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta Eksklusif sebanyak 36 orang (54,5%).
2. Kejadian Pneumonia pada anak usia 0-24 bulan di Puskesmas Piyungan
Bantul Yogyakarta sebagian besar hanya mengalami batuk bukan pneumonia
sebanyak 41 anak (62,9%)
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian pneumonia pada anak usia 0-24 bulan di Puskesmas Piyungan
Bantul Yogyakarta dengan nilai koefisien kontingensi 0,384 dan nilai
probabilitas 0,001 (p<0,05).

B. Saran
1. Bagi Ilmu Keperawatan Anak
Profesi keperawatan diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai permasalahan yang terjadi pada manusia terkhusus
pada anak terkait masalah pneumonia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan kajian dalam keperawatan anak di komunitas untuk
memperbaiki masalah gizi.
2. Bagi Orangtua anak Usia 0-24 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta
Orangtua dapat meningkatkan kepedulian untuk memantau tumbuh
kembang bayi terutama pada status gizi. Diharapkan orangtua dapat
menyadari pentingnya ASI eksklusif untuk bayi sehingga bayi akan
mendapatkan ASI penuh tanpa tambahan makanan sebelum mencapai usia 6
bulan.
3. Bagi Perawat di PuskesmasPiyungan Bantul Yogyakarta
Puskesmas Piyungan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai
sumber data permasalahan pneumonia yang terdapat diwilayah kerjanya dan
pemberian ASI eksklusif yang belum mencapai target Renstra 2014-2019
yang dicanangkan pemerintah. Hal ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dalam program penyuluhan untuk meningkatkan pemberian ASI
eksklusif dan penurunan kejadian pneumonia
4. Bagi Mahasiswa STIKes Surya Global Yogyakarta
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembanding dan
juga referensi serta pelengkap bagi penelitian selanjutnya agar dapat
bermanfaat bagi pendidikan dan juga dunia keperawatan anak.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai
bahan referensi atau tinjauan literatur dalam melakukan penelitian lebih
lanjut serta dapat mendukung penelitian terkait. Selain itu juga dapat
digunakan untuk mengembangkan penelitian dalam bidang kesehatan
khususnya keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai