Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR PELVIS PADA Tn.

I DI RUANG
LAVENDER BAWAH PRIA RSUD KARDINAH TEGAL

NAMA : ANANG WIJI SAPUTRO


NIM: 180104010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2018
FRAKTUR PELVIS

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh
rasanyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan
krepitasi. Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sehingga fraktur pelvis dapat
dikatakan sebagai trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh
ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.
Fraktur pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada
alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta
pembuluh darah.
Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih
bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang.
Dapat menyebabkan hemoragic (pelvis dapat menahan sebanyak ±4 liter
darah) dan umumnya timbul manifestasi klinis seperti hipotensi, nyeri dengan
penekanan pada pelvis, perdarahan peritoneum atau saluran kemih.
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis
relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-
kira 15–30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil
secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan
hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama
kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka
kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian
besar.
B. Etiologi
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
D. Manifestasi Klinis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma
multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan
berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar
panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan
yang hebat.
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan
sehingga luasnya trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma
penetrasi, pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan
kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe
trauma terjadi hemoragi baik baik internal maupun eksternal. Jika terjadi
rupture perineum, manifestasi peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase
abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase tersebut.
Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanya perdarahan
diseluruh abdomen yang mengalami luka, dengan cara memasukkan cairan
kristaloid ke dalam rongga peritoneum diikuti dengan paracentesis (rainase isi
abdomen).Catat dan dokumentasikan warna dan jumlah drainase.

E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan
yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan
osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis:
a. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan
radiologis dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
b. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna
bila keadaan umum memungkinkan.
2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
a. Kateterisasi
b. Ureterogram
c. Sistogram retrograd dan postvoiding
d. Pielogram intravena
e. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

G. Penatalaksanaan
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga
panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti
istirahat, traksi, pelvic sling
b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi
yang dikembangkan oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
1. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien
akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.
2. Fraktur Tipe B:
1. Fraktur tipe open book
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat
tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika celah lebih dari
2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
kedua ala ossis ilii.
2. Fraktur tipe close book
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi
apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki
melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu
dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
3. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi
kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat
tidur sekurang – kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai,
maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau
lebih plat kompresi dinamis.

H. Komplikasi
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya.
Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis
atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada
daerah uretra pars membranosa.
d. Trauma rektum dan vagina
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan
masif sampai syok.
f. Trauma pada saraf :
1) Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan,
maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
2) Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum
yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi
gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
2. Komplikasi lanjut
a. Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan
Indometacin sebagai profilaksis.
b. Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu
setelah trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi
fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang
akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi
ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan
serta osteoartritis dikemudian hari.
d. Skoliosis kompensator

I. Fokus Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot, Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal, pemendakan, ratotasi,
krepitasi (bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang
fungsi).
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada
ara jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf.
5. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7-8 hari,
panggul/pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan
dirumah sakit
6. Rencana pemulangan :
Membutuhkan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan
tugas/pemeliharaan rumah.

J. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas
struktur tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan muskuloskletal dan
neuromuskuler, nyeri.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan, prosedur infasif, pertahanan primer yang tidak
adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan)

K. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut (00132)
Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
yang timbul dari kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
penggambaran dari kerusakan (International association for the study of
pain); yang terjadi tiba-tiba atau secara pelan-pelan dari intensitas ringan
hingga berat dengan diantisipasi atau dapat diprediksi dan dalam waktu
kurang dari 6 bulan.
Defining characteristics :
a. Perubahan respirasi (normalnya 12-20x/menit)
b. Laporan secara verbal dari pasien
NOC (Nursing Outcome Classifications) :
a. Comfort level (tingkat kenyamanan)
Definisi : Perasaan fisik dan psikologi yang tenang
Indikator :
1) Melaporkan kesejahteraan fisik
2) Melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala
3) Melaporkan kesejahteraan psikologis
4) Mengekspresikan kepuasan dengan kontrol nyeri
b. Pain Control (kontrol nyeri)
Definisi : Tindakan seseorang untuk mengatasi nyeri
Indikator :
1) Mengenal penyebab nyeri
2) Mengenal onset nyeri
3) Menggunakan tindakan pencegahan
4) Menggunakan pertolongan non-analgetik
5) Menggunakan analgetik dengan tepat
6) Mengenal tanda-tanda pencetus nyeri untuk mencari pertolongan
7) Menggunakan sumber-sumber yang ada
8) Mengenal gejala nyeri
9) Melaporkan gejala-gejala kepada tenaga kesehatan profesional
10) Melaporkan kontrol nyeri
c. Pain Level (Tingkat nyeri)
Definisi : Gambaran nyeri atau nyeri yang ditunjukkan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pada
pasien dengan gangguannyeri akut dapat teratasi dengan kriteria :
1) Melaporkan nyeri berkurang
2) Tidak menununjukkan ekspersi wajah menahan nyeri
3) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
4) Tidak mual
5) Tanda vital dalam rentang normal
Nursing Intervention Classification (NIC) Pain Acute
Intervensi
a. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik
dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan
faktor-faktor presipitasi
b. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya
dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan
nyeri
d. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola
tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan,
tanggungjawab peran
e. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi,
dan tindakan pencegahan
f. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan, penyinaran,
dll)
g. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided
imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS,
hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresusure)
h. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
i. Modifikasi kontrol nyeri sesuai respon pasien
j. Kolaborasi : Beri analgetik sesuai dengan indikasi
b. Gangguan mobilitas fisik (00085)
Definisi : keterbatasan pada kemandirian, pergerakan fisik dari tubuh
dengan maksud tertentu atau dari salah satu atau lebih dari ekstremitas.
Defining characteristics :
a. Keterbatasan pergerakan
b. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan gerak yang benar
Faktor yang berhubungan :
a. Intoleransi aktivitas
b. Kehilangan integritas dari struktur tulang
c. Gangguan musculoskeletal
d. Nyeri
e. Pembatasan bergerak sesuai medikasi dari medis
NOC (Nursing Outcome Classifications):
a. Joint Movement : Active, Range of Motion pada sendi
b. Mobility Level : Kemampuan untuk bergerak dengan tujuan tertentu
c. Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan mobilitas fisik
teratasi dengan kriteria hasil :
1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4) Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Nursing Intervention Classification (NIC) Gangguan Mobilitas Fisik
a. Perawatan Bed Rest
Definisi: dukungan kenyamanan dan keamanan dan pencegahan
komplikasi pada pasien yang tidak mampu untuk turun dari tempat tidur
Aktivitas
1) Jelaskan alasan mengapa pasien perlu bed rest
2) Jaga linen kasur tetap bersih, kering dan bebas dari kerutan
3) Gunakan perlengkapan pelindung bagi pasien pada bed
4) Monitor kondisi kulit
5) Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
6) Tingkatkan kebersihan
7) Bantu aktivitas sehari-hari pasien
8) Monitor fungsi perkemihan
9) Monitor terhadap konstipasi
10) Monitor status pernafasan
b. Pengaturan posisi
Definisi: penentuan penempatan pasien atau bagian tubuh pasien untuk
mendukung fisik dan psikologis yang baik
Aktivitas
1) Membantu pasien dalam perubahan posisi
2) Monitor status oksigen/pernafasan sebelum dan setelah perubahan
posisi dilakukan
3) Pemberian dukungan pada bagian tubuh yang perlu
diimobilisasikan
4) Fasilitasi posisi yang mendukung ventilasi/perfusi
5) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
6) Cegah penempatan pasien pada posisi yang dapat meningkatkan
nyeri
7) Minimalkan gesekan ketika positioning
8) Posisikan pasien pada posisi yang mendukung drainase perkemihan
9) Posisikan pada posisi yang dapat mencegah penekanan pada luka
10) Instruksikan pasien terkait bagaimana postur yang baik
11) Atur jadwal perubahan posisi pada pasien
c. Resiko infeksi (00004)
Definisi : terjadi peningkatan resiko terhadap terjangkitnya organisme
patogenik
Faktor resiko :
a. Pertahanan primer yang inadekuat (kerusakan kulit, jaringan traumatis)
b. Prosedur invasif
c. Trauma
NOC (Nursing Outcome Classifications):
a. Immune Status : ketahanan (natural dan didapat) yang adekuat terhadap
antigen eksternal dan internal.
b. Knowledge : Infection control, Peningkatan pemahaman mengenai
pencegahan dan kontrol infeksi
c. Risk control : Tindakan untuk menghilangkan dan mengurangi ancaman
kesehatan yang aktual, personal, dan modifikasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
e. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
Nursing Intervention Classification (NIC) Resiko Infeksi
a. Kontrol Infeksi
Definisi: Meminimalkan paparan dan transmisi agen infeksi
Aktivitas
1) Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh pasien
2) Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
3) Gunakan sarung tangan steril
4) Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
5) Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
6) Anjurkan istirahat
7) Berikan terapi antibiotik
b. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Definisi: Pencegahan dan deteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko
Aktivitas
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2) Monitor angka granulosit, WBC dan hasil yang berbeda
3) Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
4) Berikan perawatan kulit yang tepat pada area edematous
5) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
atau drainase
6) Ispeksi kondisi luka
7) Dukungan masukkan nutrisi yang cukup
8) Dukungan masukan cairan
9) Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
c. Skin surveillance/pengawasan terhadap kulit
Definisi: Mengkoleksi dan menganalisis data pasien untuk
mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
Aktivitas
1) Mengamati ekstremitas terhadap kemerahan, panas, bengkak,
tekanan, tekstur, edema dan ulserasi
2) Mengamati kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
yang ekstrim, atau drainase
3) Monitor terhadap sumber penekanan dan friksi/gesekan
4) Monitor terhadap infeksi
d. Perawatan luka
Definisi: Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan kesembuhan
Aktivitas
1) Monitor karakteristik luka meliputi drainase, warna, ukuran dan
bau
2) Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka
3) Inspeksi luka setiap melakukan pergantian dreesing
4) Atur posisi untuk mencegah tekanan pada daerah luka
5) Tingkatkan intake cairan
6) Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang prosedur perawatan
luka
7) Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi
8) Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan penampakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather.2009. Nursing Diagnoses : Definitions and Classification


2009-2011. USA : Wiley-Blackwell.

Johnson, M., Mass, M., Moorhead, S., 2000. Nursing Outcomes Classification
(NOC) second Edition. Missouri : Mosby

Dochterman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N.2003.Nursing Intervention


classification (NIC) 4th Edition. Missouri : Mosby.
C. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri

Perubahan jaringan sekitar


Kerusakan fragmen tulng
Laserasi kulit Spasme otot
Pergeseran fragmen
Tekanan sumsum tulang >
tulang Peningkatan tekanan
Kerusakan Terputusnya vena/arteri tinggi dari kapiler
kapiler
Deformitas integritas kulit
Perdarahan Reaksi stress klien
Pelepasan histamin
Gangguan fungsi
Kehilangan volume Melepaskan katekolamin
Protein plasma hilang
cairan
Gangguan mobilitas Memobilisasi asam lemak
Edema
fisik
Syok hipovolemik
Penekanan pembuluh darah Bergabung dgn teombosit

Emboli
Penurunan perfusi jaringan
Menyumbat pembuluh
darah
Gangguan perfusi
jaringan

Anda mungkin juga menyukai