Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA PELVIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
EKA FATIKA SARI

I PUTU SURANBAJAYA

JUMRIANA

NADIYAH Z MUSA

RISKA HINAYA

TRIA ARGITA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur pelvis berkekuatan tinggi merpakan cedera yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis
relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan tinggi. Kira-
kira 12-30% pasien dengan cedera pelvis tidak stabil secara hemodinamik,
yang mungkin secara langsgng dihubungkan dengan hilangnya darah dari
cedera pelvis. Dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada
frakt8ur pelvis berkekuatan tinggi rangkain besar (chris jack,2009).
Karean trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur
pelvis, hipotensi yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang
terjadi. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah potensial
perdarahan hebat, yaitu permukaan tulang yang fraktur, rtrauma pada arteri di
pelvis, trauma pada xusfenosus pelvis, dan sumber dari luar pelvis.
Berdasarkan uraian di atas kelompok akan menjelaskan bagaimana apa
itu trauma pelfis hingga penanganan atau asuhan peerawatan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan trauma pelfis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Trauma Pelvis ?
2. Apa Manifestasi Klinis Trauma Pelvis ?
3. Apa Etiologi Trauma Pelvis ?
4. Bagaimana Patofisiologi Trauma Pelvis ?
5. Apa Klasifikasi Trauma Pelvis ?
6. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Trauma Pelvis ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Trauma Pelvis ?
8. Apa Komplikasi yang dapat timbul dari Trauma Pelvis ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan trauma Pelvis ?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai trauma pelvis mulai dari definisi, manfestasi klisis, etiologi,
patofisiologi, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
komplikasi, hingga asuhan keperawatan dengan trauma pelvis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh
rasanyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan
krepitasi. Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sehingga fraktur pelvis dapat dikatakan
sebagai trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh ruda paksa,
misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.

Fraktur pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis


terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-
alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh
darah.

Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih


bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang.
Dapat menyebabkan hemoragic (pelvis dapat menahan sebanyak ±4 liter darah)
dan umumnya timbul manifestasi klinis seperti hipotensi, nyeri dengan
penekanan pada pelvis, perdarahan peritoneum atau saluran kemih.

Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang


membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif
umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 15–
30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara
hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya
darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada
pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 635%
pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar.

B. Manifestasi Klinis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma
multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan
berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar
panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan
yang hebat.
Pada fraktur pelvik dengan fragmen tulang yang patah melukai
pembuluh darah , pengidap dapat mengalami perdarahan, baik terbka maupun
tertutup dan memnutuhkan penanganan segera untuk menghentikan
perdarahan.
Pada beberapa kasus, patahan tulang dapat melukai ligamen di
sekitarnya dan akan memengaruhi mobilitas tulang tersebut. Selain posisi
anatominya yang dekat dengan arteri femoral, pelvik juga berdekatan dengan
saluran kemih yaitu uretra, sehungga fraktur pelvik dapat menyebabkan cedera
pada uretra yang gejalanya dapat berupa kencing berdarah.
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan
sehingga luasnya trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma
penetrasi, pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan
kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe
trauma terjadi hemoragi baik baik internal maupun eksternal. Jika terjadi
rupture perineum, manifestasi peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase
abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase tersebut.
Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanya
perdarahan diseluruh abdomen yang mengalami luka, dengan cara
memasukkan cairan kristaloid ke dalam rongga peritoneum diikuti dengan
paracentesis (rainase isi abdomen).Catat dan dokumentasikan warna dan
jumlah drainase.

C. Etiologi
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).

D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan
yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan
osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.

E. Klasifikasi
Menurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi :
1. Stable (Tipe A)
2. Unstable (Tipe B)
3. Miscellaneous (Tipe C)
Fraktur Tipe A : pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri
bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat
kerusakan pada visera pelvis. Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok
berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing.
Kadang – kadang terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat
lokal tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis
ilium akan sangat nyeri.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis:
a. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis
dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
b. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna
bila keadaan umum memungkinkan.
2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
c. Kateterisasi
d. Ureterogram
e. Sistogram retrograd dan postvoiding
f. Pielogram intravena
g. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
G. Penatalaksanaan
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga
panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti
istirahat, traksi, pelvic sling
b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi
yang dikembangkan oleh grup ASIF Berdasarkan klasifikasi Tile:
3. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien
akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.
4. Fraktur Tipe B:
a. Fraktur tipe open book
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat
ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika celah
lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan
cara miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan
pen pada kedua ala ossis ilii.

b. Fraktur tipe close book


Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa
fiksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang
kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka
perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.

5. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi
dengan traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat
ditempat tidur sekurang – kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum
tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan
satu atau lebih plat kompresi dinamis.

H. Komplikasi
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya.
Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau
tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada
daerah uretra pars membranosa.
d. Trauma rektum dan vagina
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan
masif sampai syok.
f. Trauma pada saraf :
1) Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan,
maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
2) Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum
yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi
gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
2. Komplikasi lanjut
a. Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan
Indometacin sebagai profilaksis.
b. Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu
setelah trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi
fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat,
sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi
ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta
osteoartritis dikemudian hari.
d. Skoliosis kompensator
I. Asuhan Keperawatan

Menurut Doengoes, ME (2000) pengkajian fraktur meliputi :

a. Aktivitas / istrahat
Tanda : keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Gejala : hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehilangan darah)
c. Neurosensory
Gejala : hilang gerak/sensasi, spasme otot, kebas, kesemutan
(parestesis)
Tanda : demomintas local, angulasi abnormal, pemendakan, ratotasi,
krepitasi (bunyi berderit spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang
fungsi)
d. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba – tiba pada saat cedera (mingkin terlokalisasi)
pada arah jaringan / kerusakan tulang ; dapat berkurang pada
imobilisasi) taka da nyeri akibat kerusakan saraf
e. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : lingkungan cedera
Pertimbngan : DRG menunjukan rerata lama dirawat : femur 7-8 hari,
panggul/pelvis 6-7 hari, lain – lainnya 4 hari bila memerlukan
perwatabn dirumah sakit
f. Rencana pemulangan
Membutuhkan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas
atau pemeliharaan rumah.
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, tanggal MRS,
diagnosa medis
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur adalah nyeri, nyeri biasa
akut maupuun kronik, tergantung lamanya serangan
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri saat bergerak, adanya
deformitas atau gerakan abnormal setelah terjadi trauma langsung
yang mengenai tulang
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami fraktur sebelumnya, kanker tulang,
atau penyerta penyakit lainnya. Penyakit tulang merupakan faktor
resiko terjadinya fraktur pelvis klien dengan kecelakaan
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien, dan
apakah keluarga memiliki penyait tulang / penyakit lainnya yang
diturunkan.
6) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respond an
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat
b. Pemeriksaan fisik
Meliputi inpeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada
1) Kulit kepala
2) Wajah
3) Vertebra servikalis dan leher
4) Thoraks
5) Abdomen
6) Pelvis
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas
struktur tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan musculoskeletal
dan neuromuskuler, nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan, prosedur infasif,
pertahanan primer yang tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma
jaringan)
3. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut
a. Kaji secara kompherensif tentaang nyeri, meliputi : lokasi,
karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasinya
b. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
efektif
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
d. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup :
pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship,
pekerjaan, tanggung jawab peran
e. Berikan informasi tentang nyeri, seperti : penyebab, berapa lam
terjadi dan tindakan pencegahan
f. Control faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex temperature
ruangan, penyinaran dll)
g. Ajarkan tehnik
h. Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup
i. Modifikasi kontrol
j. Kolaborasi : beri analgetik sesuai dengan indikasi
2. Gangguan mobilitas fisik
a. Perawatan bed rest
definisi : dukungan kenyaman dan keamanan dan pencegahan
komplikasi pada pasein yang tidak mampu untuk turun dari
tempat tidur
aktivitas
1) Jelaskan alasan mengapa pasien perlu bed rest
2) Jaga linen kasur tetap bersih, dan babas dari kerutan
3) Gunakan perlengkapan pelindung bagi pasien pada bed
4) Monitor kondisi kulit
5) Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
6) Tingkatkan kebersihan
7) Bantu aktivitas sehari – hari pasien
8) Monitor fungsi perkemihan
9) Monitor terhadap konstipasi
10) Monitor status pernapasan
b. Mengatur posisi ‘
Defiisi : penentuan penempatan pasien atau bagian tubuh
pasien untuk mendukung fisik dan psikologis yang baik
aktivitas
1) Membantu pasien dalam perubahan posisi
2) Monitor status oksigen / pernapasan sebelum dan
setelah perubahan posisi dilakukan
3) Pemberian dukungan pada bagian tubuh yang perlu
dimobilisasikan
4) Fasilitas posisi yang mendukung ventilasi / perfusi
5) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
6) Cegah penempatan pasien pada posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
7) Minimalkan gesekan ketika positioning
8) Posisikan pasien pada posisi yang mendukung drainase
perekemihan
9) Posisikan pada posisi yang dapat mencegah penekanan
pada luka
10) Instruksikan pasien terkait bagaimana postur yang baik
11) Atur jadwal perubahan posisi pada pasien
3. Resiko infeksi
a. Kontrol infeksi
Definisi : meminimalkan paparan transmisi agen infeksi
aktivitas
1) Bersihkan lingkungan secara tapat setelah digunakan
oleh pasien
2) Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
3) Gunakan sarung tangan steril
4) Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
5) Lakukan tehnik perawatan luka yang tepat
6) Anjurkan istirahat
7) Berikan terapi antibiotic
b. Infection pretection (proteksi terhadap infeksi)
Definisi : pencegahan dan deteksi dini infeksi pada pasien yang
beresiko
Aktivitas
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2) Monitor angka granulosit, WBC dan hasil yang berbeda
3) Pertahankan tehnik aspesus pada pasien yang beresiko
4) Berikan perwatan kulit yang tepat pada area edematous
5) Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas, dan drainase
6) Inspeksi kondisi luka
7) Dukungan masukan nutrisi yang cukup
8) Dukungan masukan cairan
9) Instruksikan pada pasien untuk minum antibiotic sesuai
resep
c. Skin surfeillance (pengawasan terhadap kulit)
Definisi ; mengkoleksi dan menganalisis pada data pasien
untuk mempertahankan integritas kulit dan membrane mukosa
Aktifitas
1) Mengamati ektremitas terhadap kemerahan, panas,
bengkak, tekanan, tekstur, edema dan ulserasi
2) Mengamati kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas yang ekstrim atau drainase
3) Monitor terhadap sumber penekanan dan friksi/gesekan
4) Monitor terhadap infeksi
d. Perawatan luka
Definisi : mencegah komplikasi luka dan meningkatkan
kesembuhan
Aktifitas
1) Monitor karakteristik luka meliputi drainase, warna,
ukuran dan bau,
2) Pertahankan tehnik steril dalam perawatan luka
3) Inspeksi luka setiap melakukan pergantian dressing
4) Atur posisi untuk mencegah pada daerah luka
5) Tingkatkan intake cairan
6) Ajarkan pada pasien anggota keluarga tentang prosedur
perawatan luka.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
fraktur pelvis dapat dikatakan sebagai trauma tulang rawan pada pelvis
yang disebabkan oleh ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang
ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.
Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih
bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang,
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung, proses
penyakit, Compresion force, dan Muscle (otot).
Pada klien dengan trauma pelvis dapat dilakukan pemeriksaan
radiologi dan urologis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/347059722/ASKEP-TRAUMA-PELVIS

Diakses tanggal 17 maret 2020

https://www.academia.edu/29434934/Laporan_Pendahuluan_Fraktur_Pelvis

Diakses tanggal 17 maret 2020

Anda mungkin juga menyukai