Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PERIPERATIF PADA

PASIEN DENGAN SISTOSTOMI

oleh

Fitri Afnita
Munira Ulfa Muna
Siti Hamidah

Pembimbing
Mansuriza, SKM., M.Kes

POLTEKKES KEMENKES ACEH


JURUSAN KEPERAWATAN BANDA ACEH
PRODI D-4 KEPERAWATAN BANDA ACEH
2020—2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hiperplasia prostat jinak juga dikenal sebagai Benign Prostatic Hypertrophy


(BPH) adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi dari elemen seluler
prostat. Akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar timbul dari proliferasi epitel dan
stroma, gangguan diprogram kematian sel (apoptosis), atau keduanya. (Detters,
2011).
BPH melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel prostat yang timbul di zona
periuretra dan transisi dari kelenjar. Hiperplasia menyebabkan pembesaran prostat
yang dapat menyumbat aliran urin dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai
bagian normal dari proses penuaan pada pria yang tergantung pada hormon
testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). Diperkirakan 50% pria menunjukkan
histopatologis BPH pada usia 60 tahun. Jumlah ini meningkat menjadi 90% pada
usia 85 tahun. (Detters, 2011).
Sistostomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing
melalui lubang yang dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urin dan
menghindari komplikasi. Macam: sistostomi trokar dan sistostomi terbuka.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari sistostomi
2. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi sistostomi
3. Untuk mengetahui hasil penunjang pada pasien dengan sistostomi
4. Untuk mengetahui tindakan sistostomi dan komplikasi pada pasien
sistostomi
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan sistostomi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Sistostomi

Suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing melalui lubang yang


dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi.
Macam: sistostomi trokar dan sistostomi terbuka.

B. Indikasi sistostomi
1) Injuri urethra
2) Obstruksi urethra
3) Prostat malignancy
4) Benign prostat hiperplasia
C. Kontraindikasi
1) Fraktur pelvis dengan retensi urin dan hematom luas supra pubis
2) Pernah operasi pada tempat pemasangan trokar
D. Pemeriksaan penunjang
1) Darah lengkap
2) Urine lengkap
3) Fungsi ginjal
4) Foto polos abdomen/pelvis
5) Uretrografi
E. Persiapan instrumen bedah dan pengaturan posisi pada tindakan
sistostomi

Alat :

1) Trokar khusus yang terdiri dari:


a. “Sheath” setengah lingkaran
b. Kanula berlobang (Hollow Obtutor)
2) Kateter folley Ch 18 atau 20 F
3) Kantong penampung urine (urine bag)
4) Sepasang sarung tangan steril
5) Mata pisau berujung tajam lengkap dengan tangkainya (Handle)
6) Syringe :10 ml
7) “Duk” berlobang ditengahnya, steril.
8) larutan xylocain 1%
9) Larutan desinfektan
10) Kassa steril
11) Tang/klem/forceps untuk desinfeksi

Posisi Pasien:

Pasien diletakkan dalam posisi terlentang biasa, kadang di perlukan


pangangkat sakrum.

F. Tindakan sistostomi
1) Prosedur Tindakan Sistostomi Trokar

a. Pasien dalam terlentang

b. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.

c. Lapangan pembedahan dipersempit dengan Duk steril.

d. Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus
sepanjang lebih kurang 1 cm sampai kesan menembus Fascia.
e. Trokar set, dimana kanula dalam keadaan terkunci pada “Sheath” ditusukkan
melalui insisi tadi ke arah buli-buli dengan posisi telentang miring ke bawah.
Sebagai pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar 15-
30%.

f. Setelah masuknya trokar ke dalam buli-buli ditandai dengan:

• Hilangnya hambatan pada trokar

• Keluarnya urin melalui lubang pada canulla

g. Trokar terus dimasukkan sedikit lagi.

h. Secepatnya canulla dilepaskan dari “Sheath”nya dan secepatnya pula kateter


Foley, maksimal Ch 20, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari
“sheath” yang masih terpasang.

i. Segera hubungkan pangkal kateter dengan kantong urin dan balon kateter
dikembangkan dengan aquabidesh sebanyak kurang lebih 10 cc.

j. Lepas “sheath” dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel pada
dinding buli-buli.

k. Insisi ditutup dengan kasa steril, kateter difiksasi ke kulit dengan plester

2) Prosedur Tindakan Sistostomi Terbuka

a. Pasien dalam posisi terlentang


b. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.

c. Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.

d. Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus
sepanjang lebih kurang 10 cm. Disamping itu dikenal beberapa macam irisan
yaitu transversal menurut Cherney.

e. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia anterior muskulus rektus
abdominis. Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea
alba.

f. Sisihkan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas, selanjutnya pasang


retraktor.

g. Buat jahitan penyangga di sisi kanan dan kiri dinding buli.

h. Lakukan tes aspirasi buli dengan spuit 5 cc, bila yang keluar urin, buat irisan
di tempat titik aspirasi tadi lalu perlebar dengan klem.

i. Masukkan kateter Foley Ch 20-24.

j. Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chromic catgut.

k. Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli
digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada
otot rektus kanan dan kiri.

l. Jahit luka operasi lapis demi lapis.

m. Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan


juga dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.
G. Komplikasi sistostomi

Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian ini dilakukan sejak klien MRS sampai saat operasinya, yang
meliputi,
1) Pengkajian fokus :
Palpasi :
1. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan
retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra
pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien
biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba
atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
2. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat
teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi
urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan
testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
Inspeksi :
a. Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya
b. Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan
purulent (nanah)
c. Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan
d. Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya
pada penis, scrotom, labia dan orifisium Vagina.
e. Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak
nyamanan pada saat akan mixi.
b. Pengkajian psikososial :
1. Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu :
menarik diri, cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.
2. Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri,
takut dan kemampuan seks menurun dan takut akan kematian.
Riwayat psikososial terdiri dari :
a. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan
muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena
ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat
kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien
tentang sakitnya.
a. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien
dalam masyarakat.
b. Pengkajian diagnostik
Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin
yaitu sel, eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan protein.
c. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no.
rigester dan diagnosa medis.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah
frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak
lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi
memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
e. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran
perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang.
Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani
kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan
hipertensi.
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga
yang menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang
menderita DM, asma, atau hipertensi.
g. Pola Fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan
tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan
upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri
(pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat).
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan
pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan
menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause,
stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak
mengalami gangguan atau masalah.
h. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,
ragu ragu, jumlah kecil dan tidak lancar menetes – netes, kekuatan
system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai
atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi,
apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari p[enyempitan
urethra kedalam rectum.
i. Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang
berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari
( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi lingkungan
waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
j. Pola Aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan
waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan
sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum
operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih mampu
memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.
k. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota
keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien
dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana
seharusnya.
l. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami
atau dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul
kecemasan dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan klien
tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam
menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak
berdaya.
m. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan
pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi
pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat
gangguan atau masalah pada pola ini.
n. Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan
pasangannya, pengetahuannya tantang seksualitas. Perlu dikaji pula
keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami
sekarang (masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku
seksual
o. Pola Mekanisme Koping
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress,
mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan
masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme
penanggulangan stressor positif atau negatif.

Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus,
pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
b. Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah
kelainan pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien
c. Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri
kepala atau trauma pada kepala.
d. Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang
bagaimana keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
e. Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak.
Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan.
Slera tampak ikterus atau tidak.
f. Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing.
Bagaimana bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
g. Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada
obstruksi atau polip, apakah hidung berbau dan adakah
pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada
perdarahan atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah
pembesaran tonsil.
i. Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran
kelenjar limphe.
j. Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
k. Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan.
Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas
tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.
l. Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana
dengan iktus atau getarannya.
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi
umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik.
Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien
biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal
teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
n. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat
teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi
urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan
testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
o. Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa
tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan
infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau
nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
a. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy,
inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi
sehubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat.
b. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder
terhadap struktur urethra
c. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan,
kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi
d. Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan ketidak
adekuatan pertahanan primer
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
. Keperawat
an

Gangguan NOC
Eliminasi 1. Urinary elimination (0503)
Urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Retensi
diharapkan gangguan eliminasi urin klien Urin (0620)
dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Lakukan penilaian
kemih yang
Eliminasi Urin: komprehensif
N Tujuan berfokus pada
Indikator Awal inkontinensia (misal
o 1 2 3 4 5
output urine, pola
1. Pola Eliminasi
berkemih,fungsi
2. Bau Urin kognitif, dan
3. Jumlah Urin masalah kencing
4. Warna Urin praeksisten)
5. Kejernihan Urin 2. Gunakan spirit
Keterangan: wintergreen di
1. Sangat terganggu pispot atau urinal.
2. Banyak terganggu 3. Masukkan kateter
3. Cukup terganggu kemih yang sesuai
4. Sedikit terganggu 4. Anjurkan
5. Tidak terganggu pasien/keluarga
untuk mencatat
Eliminasi Urin: output urin.
Tujuan 5. Memantau asupan
No Indikator Awal
1 2 3 4 dan keluaran.
1. Partikel urin terlihat 6. Memantau tingkat
2. Darah terlihat dalam distensi kandung
urin kemihdengan
3. Nyeri saat kencing palpasi dan perkusi
4. Rasa terbakar saat
berkemih
5. Retensi urin
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Nyeri akut NOC NIC: Manajemen
Kontrol nyeri (1605) nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan
Kepuasan klien: manajemen nyeri (3016) pengkajian
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri secara
komprehensif
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien
(lokasi,
dapat berkurang, dengan kriteria hasil: karakteristik,
Indikator Awal 1 2 3 4 5 durasi, dan
Melaporka intensitas nyeri)
n nyeri 2. Observasi
berkurang adanya petunjuk
Mengenali nonverbal nyeri
nyeri 3. Jelaskan pada
Mengetah pasien terkait
nyeri yang
ui
dirasakan
penyebab
nyeri NIC: Terapi relaksasi
Mencari
(6040)
bantuan
4. Gambarkan
Keterangan:
rasional dan
1. Tidak pernah menunjukkan
manfaat
2. Jarang menunjukkan
relaksasi seperti
3. Kadang-kadang menunjukkan
nafas dalam
4. Sering menunjukkan
5. Dorong pasien
Secara konsisten menunjukkan
mengambil
posisi nyaman
Ansietas NOC: Tingkat Kecemasan (1211) NIC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Reduction
selama 1x 24 jam, ansietas pada pasien dapat (penurunan
kecemasan)
teratasi, dengan kriteria hasil:
1 Gunakan
Indikator Aw 1 2 3 4 5 pendekatan
al yang
Menyamb menenangkan
aikan rasa 2 Nyatakan
takut dengan jelas
Tekanan harapan
darah terhadap pelaku
Frekuensi pasien
3 Jelaskan semua
nadi
prosedur dan
Frekuensi
apa yang
pernafasan dirasakan
selama
prosedur
4 Temani pasien
untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi
takut
5 Berikan
informasi
faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan
prognosis
6 Dorong
keluarga untuk
menemani anak
7 Dengarkan
dengan penuh
perhatian
8 Bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
9 Dorong pasien
untuk
mengungkapka
n perasaan,
ketakutan,
persepsi
10 Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksasi
Resiko NOC NIC :
Infeksi area Kontrol resiko (1902) Infection Control
pembedahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (Kontrol infeksi)
1 Bersihkan
selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi pada
lingkungan
pasien dengan kriteria hasil: setelah dipakai
pasien lain
Indikator Aw 1 2 3 4 5 2 Pertahankan
al teknik isolasi
Bau busuk 3 Batasi
Suhu pengunjung bila
tubuh perlu
Nanah 4 Instruksikan
pada
pada luka
Kemampu pengunjung
an untuk mencuci
mengident tangan saat
berkunjung dan
ifikasi
setelah
faktor berkunjung
risiko meninggalkan
pasien
5 Gunakan sabun
antimikrobia
untuk cuci
tangan
6 Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
tindakan
keperawtan
7 Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
8 Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan
alat
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Benigna prostat hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan
seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan berat
kira-kira 20 gram, berada di sekeliling uretra dan di bawah leher kandung kemih
pada pria. Bila terjadi pembesaran lobus bagian tengah kelenjar prostat akan
menekan dan uretra akan menyempit (Toto Suharyanto & Abdul Madjid, 2013).
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker
(noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi aliran
urine (kencing) dari kandung kemih (bladder) (Anugoro, 2008 dalam buku Reny
Yuli Aspiani, 2015).
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Sistostomi adalah suatu
tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing melalui lubang yang dibuat supra
pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi. Macam: sistostomi
trokar dan sistostomi terbuka.

B. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini  kelompok menyadari masih minimnya bahan


yang kelompok gunakan untuk menyusun makalah ini. Untuk itu kelompok
menyarankan supaya ada pihak lain dapat mengerti mengenai pemaparan dalam
makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.


Mosby: Elsevier.

Lumen. Nicolaase, et al. Etiology of Urethral Stricture Disease in the 21st Century.
The journal of Uroogy. 2009; Vol 182, Issue 3, Pages 983-7

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.


Mosby: Elsevier.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
NANDA International . 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC

Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ke 3. Jakarta: CV. Agung Seto.
Sjamsuhidrajat R, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. Jakarta :EGC.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.

Muttaqin, A. (2012). Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik.


Jakarta : Salemba Medika.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B. B. (2011). Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: CV Sagung


Seto.

Suharyanto, T., & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai