Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur dapat dibagi :
1. fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
ffragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajad, yaitu :
a. Derajad I
- luka < 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- fraktur sederhana, tranversal, oblik atau komunitif ringan
b. Derajad II
- laserasi > 1 cm
- kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
- fraktur komunitif sedang
- kontaminasi sedang
c. Derajad III
- Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajad tinggi.
Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu dideskripsikan adalah:
1. Komplit/tidak komplit
a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui
seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak
melui seluruh penampang tulang.
2. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Garis patah melintang; trauma angulasi atau langsung
b. Garis patah oblik; trauma angulasi
c. Garis patah spiral; trauma rotasi
d. Fraktur kompresi; trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa
e. Fraktur avulse; trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya di
tulang, misalnya fraktur patela
3. Jumlah garis patah
4. Bergeser/tidak bergeser
5. Terbuka/tertutup
6. Komplikasi/tanpa komplikasi

B. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem.

C. Patofisiologi

Trauma

Perdarahan: Pasien stress Tekanan dari


ekstrasel dan intra psikologis pemasangan gips
sel

Katekolamin
Syok hipovolemik Perfusi
jaringan otot
Tekanan sumsum
tulang lebih tinggi
dari tekanan - Kontraktur
kapiler - Nyeri

Globulin lemak
masuk dalam
aliran darah

Sumbatan aliran darah


D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ( terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal.
Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
( 1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. ( Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur,
kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien.
E. Komplikasi
1. Syok yang dapat berakibat fatal pada beberapa jam pertama setelah
cedera.
2. Emboli lemak yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih
3. Sindrom kompartemen.
4. Komplikasi awal lainnya adalah infeksi, trmboemboli dan emboli paru
yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera.
5. Koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
6. Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan luka tidak terjadi dengan
kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Kemungkinan
berhubungan dengan infeksi sistemik dan distraksi fragmen tulang.
7. Tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung
patahan tulang. Factor yang berpengaruh adalah infeksi pada fraktur,
interposisi jaringan diantara ujung-ujung tulang, imobilisasi dan
manipulasi yang tidak memadai yang menghentikan pembentukan kalus,
jarak yang terlalu jauh antara fragmen tulang, kontak ulang yang terbatas
dan gangguan asupan darah yang mengakibatkan nekrosis avaskuler.

F. Pemeriksaan
Diagnosis untuk fraktur meliputi :
1. Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat ringan
trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang
bersangkutan (makanisme trauma). Teliti juga trauma di tempat lain
secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplilkasi umum seperti syok pada fraktur multiple,
fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka
yang mengalami infeksi.
3. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang :
a. Look, cari apakah terdapat
- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi dan pemendekan.
- Functio laesa (hilangnya fungsi), gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan
kanan.
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Nyeri sumbu tidak dilakukan
lagi karena akan menambah trauma.
c. Move, untuk mencari :
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang
spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah
nyeri.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerak aktif atau pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-
gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan
kekuatan.
Pemeriksaan penunjang lain yaitu : radiologi.

G. Penatalaksanaan
Fraktur biasanya menyertai trauma, untuk itu sangat penting dilakukan
pemeriksaan terhadap jalan nafas atau airway, proses pernafasan (breathing)
dan sirkulasi, apakah terjadi syok atau tidak. Waktu terjadinya kecelakaan
penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam.
Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif,
1. Terapi konservatif, terdiri dari :
a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum
humeri dengan kedudukan baik.
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada
fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam
anestesi umum atau lokal.
d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan.
2. Terapi operatif, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna.
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.
(open reduction and internal fixation)
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,
penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang
optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan toksoid,
antitetanus serum (ATS) atau tetanus human globulin. Berikan antibiotik
untuk kuman Gram positif dan negative dengan dosis tinggi.
H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan post aff plate frakture ante brachii dextra
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
DAFTAR PUSTAKA

Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional,


Jakarta, 1991.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,


Yogyakarta, 1992.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,


W.B. Saunder Company, 1995.

Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI, Jakarta, 2000.

Anda mungkin juga menyukai