DI SUSUN OLEH :
P1337420614023
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area
di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley, 1995)
2. Etiologi Fraktur
a. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan
berlebihan.
1) Trauma langsung: dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan, benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat
yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak
2) Trauma tidak langsung : Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu,
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada
b. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia
atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
1) Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
a) Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapa menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
c. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
paget). Proses penyakit: kanker dan riketsia.
3. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksedusi plasma dan poliferasi menjadi edem local maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006: ).
5. Pemeriksaan
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
a. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti
dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah
jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan
pada fraktur collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya.
b. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
1) Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak
2) Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi
3) Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal
cedera. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara
anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul
secara lateral view.
Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan untuk menentukan
lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
6. Penatalaksanaan
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan
dan kemudian dirumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi
atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat
yang langsung kedalam medula tulang.
3) Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
4) Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan
dengan pengobatanfraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program
pengobatan hasilnya kurang sempurna(latihan gerak dengan kruck).
2) Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat general
anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri
akibat pembedahan
B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul
a. Gangguan rasa nyaman nyeri
b. Hambatan Mobilitas Fisik
c. Ansietas
d. Resiko tinggi infeksi
e. Resiko tinggi cedera
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi
saraf, cedera neuromuskular, trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan dan kriteria hasil : nyeri berkurang, hilang atau teratasi
1) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10)
Rasional : nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat
cedera.
2) Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada daerah paha
3) Klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional : nyeri dipengaruhi factor kecemasan, ketegangan, suhu, distensi
kandung kemih, dan berbaring lama
4) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional : mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang
menyenangkan
5) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal
kecil
Rasional : istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan
6) Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan nonpasif
Rasional : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmkologi
lainnya efektif dalam mengurangi nyeri
7) Tingkatkan pngetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungan dengan
berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional : pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi
nyeri, hal ini dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik
8) Kolaborasi pemberian analgesic
Rasional : analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi.
Tujuan dan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai
dengan kemampuan.
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2) Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha
3) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif apa ektremitas yang tidak
sakit.
Rasional : gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
4) Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapi.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan paha.
Tujuan dan kriteria hasil : klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
aktifitas hidup sehari-hari
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan
untuk kebutuhan individual
2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Rasional : hal ini dilakukan untuk menceegah frustasi dan menjaga harga diri
klien
3) Ajarkan klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang
dimilikinya. Berikan klien motivasi dan izikan klien melakukan tugas, dan
berikan umpan balik positif atas usahanya
Rasional : klien memerlukan empati. Perawat perlu mengetahui perawatan
yang konsisten dalam menangani klien.
4) Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi paha yang
sakit, seperti tempatkan makanan dan peralatan dekat dengan klien.
Rasional : klien akan lebih muda mengambi peralatan yang diperlukan karena
lebih dekat dengan paha yang sakit
5) Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan latihan
Rasional : meningkatkan laihan dapat membantu mencegah konstipasi
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS
1. Nama pasien : Tn. W
2. Pekerjaan : pensiunan
3. Umur : 49 tahun
4. Alamat : Meteseh
5. Agama : Kristen
6. No. Telepon : xxx
7. Status perkawinan : kawin
soporokoma koma
3. Gangguan orientasi : tidak
V. TORAKS-KARDIO-RESPIRATORI
1. Tanda-tanda vital :
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
TD : 150/90 mmHg
S : 37 oC
2. Batuk : ya, tidak pernah merokok dan minuman beralkohol
3. Jenis pernafasan : teratur
Paru
Inspeksi : terpasang double lumen di sebelah kanan
Palpasi : Gerakan dinding dada tertinggal (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor.
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
VII. ELIMINASI
Keluhan : tidak ada keluhan
Buang Air Besar (BAB) selama sakit
1. Frekuensi : 1 x/hari, bau : khas
2. Konsistensi : lunak
3. Warna : kuning
XIII. EKONOMI
1. Tempat tinggal : rumah sendiri
2. Status domisili : penduduk tetap
3. Kondisi bangunan rumah tinggal : permanen
4. Sumber air minum : PAM
5. MCK : kamar mandi
6. Jumlah anggota keluarga : 4 orang
KIMIA KLINIK
Reduksi I .
Reduksi II .
HEMATOLOGI
Hematologi Pakat
KIMIA KLINIK
Elektrolit
KOAGULASI
Plasma
Prothrombin
Waktu
Prothrombin 9.8 Detik 9.4-11.3
2. Radiology
Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2016
X FOTO PELVIS AP
(DIBANDINGKAN DENGAN FOTO TANGGAL 25 NOVEMBER 2015)
KLINIS : POST OP
Struktur tulang baik
Tampak terpasang fiksasi interna berupa 2 buah screw pada
collumna femoralis dextra, posisi baik
Masih tampak garis fraktur pada intertochanter femur dextra
yang lebih sempit dibandingan foto sebelumnya, masih tampak displacement
ke laterocranial, tampak terbentuk callus
Tak tampak osteomyelitis
Tampak whoslering pada ramus inferior os pubisa dextra
sinistra
DAFTAR MASALAH
DO :
Adanya fraktur
throracanter femur
dextra
Kekuatan otot
(ekstremitas bawah
kanan = 3)
DO : terpasang
double lumen di
dada sebelah kanan
Pemeriksaan
laborat elektrolit
(Natrium = 133
mmol/L)
DO :
Ketika kaki
diangkat klien
sedikit kesakitan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur
tulang (Dx. I)
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi ginjal
3. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (Dx. III)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanggal Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
30 Agustus Setelah dilakukan Kaji kemampuan mengetahui
2016 tindakan keperawatan pasien dalam tingkat
XVI. selama 3x24 jam mobilisasi kemampuan klien
35 diharapkan klien Ajarkan klien dalam melakukan
WIB mampu melakukan untuk melakukan gerak aktivitas
(Dx. I) aktivitas fisik sesuai aktif pada ekstremitas gerakan aktif
dengan yang tidak sakit memberikan
kemampuannya massa, tonus, dan
dengan kriteria hasil : kekuatan otot,
Mampu serta memperbaiki
melakukan fungsi jantung dan
perpindahan pernapasan
Meminta
bantuan untuk
aktifitas mobilisasi
Tidak terjadi
kontraktur
30 Agustus Setelah dilakukan identifikai mengetahui
2016 tindakan selama 3x24 kemungkinan penyebab untuk
13.40 WIB jam diharapkan penyebab menentukan
(Dx. II) elektrolit klien ketidakseimbangan intervensi
seimbang dengan elektrolit penyelesaian
kriteria hasil : monitor adanya mengetahui
turgor kulit kehilangan cairan dan keadaan umum
elastis elektrolit pasien
intake dan monitor adanya mengurangi
output cairan mual, muntah dan risiko kekurangan
seimbang diare volume cairan
membrane semakin
mukosa lembab bertambah
30 Agustus Setelah dilakukan Evaluasi keluhan nyeri
2016 tindakan keperawatan nyeri/ketidaknyamanan merupakan respon
13.45 WIB selama 3x24 jam. , perhatikan lokasi dan subjektif yang
(Dx. III) Pasien tidak karakteristik, termasuk dapat dikaji
mengalami nyeri, intensitas (skala 0-10) dengan
dengan kriteria hasil: Ajarkan tentang menggunakan
mampu teknik non farmakologi skala nyeri. Klien
mengontrol nyeri : napas dalam, melaporkan nyeri
(tahu penyebab relaksasi, distraksi biasanya diatas
nyeri, mampu Berikan analgetik tingkat cedera.
menggunakan untuk mengurangi Teknik
teknik nyeri : ketorolac 30 nonfarmakologi
nonfarmakologi mg/8 jam IV dapat membantu
untuk mengurngi Pantau TTV mengurangi nyeri
nyeri) analgesic
melaporkan memblok lintasan
bahwa nyeri nyeri sehingga
berkurang dengan nyeri akan
menggunakan berkurang
manajemen nyeri
mampu
mengenali nyeri
(skla, intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
tanda vital
dalam rentang
normal
tidak
mengalami
gangguan tidur
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal/jam Implementasi Respon Paraf
DO :
Adanya fraktur
throracanter femur dextra
Kekuatan otot
(ekstremitas bawah
kanan = 3)
13.42 WIB Mengajarkan klien untuk melakukan DS : klien mengatakan
gerak aktif badannya jadi enak
DO : klien bisa
melakukan gerak aktif di
ekstremitas yang tidak
sakit
DO :
13.55 WIB Mengajarkan teknik non farmakologi Ketika kaki diangkat
(nafas dalam) klien sedikit kesakitan
DS : pasien mengatakan
sedikit membantu dengan
cara nafas dalam
DO : pasien dapat
Memantau TTV melakukannnya dengan
baik
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
TD : 150/90 mmHg
S : 37 oC
31 Agustus 2016 Mengobservasi kemampuan gerak aktif DS : klien mengatakan
12.50 WIB klien sudah melakukan latihan
(Dx. I) gerak supaya otot-
ototnya tidak kaku
DO : klien sudah bisa
melakukan dengan baik,
klien juga sudah bisa
berdiri tetapi harus ada
pegangannya
31 Agustus 2016 Mengantar klien untuk dilakukan Klien mengatakan lemas
10.00 WIB tindakan HD
(Dx. II)
Memonitor cairan infus NaCl 0,9 % 20 tpm jam
07.00-12.00 = 300 cc
31 Agustus 2016 Memberikan injeksi analgetik untuk DS : klien mengatakan
13.00 WIB mengurangi nyeri : ketorolac 30 mg/8 jam nyeri berkurang
(Dx. III) IV P : klien menyatakan
nyeri bertambah jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
kesetrum
R : nyeri di bagian
panggul
Memantau TTV klien S : skala nyeri 1
T : intermitten
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
TD : 150/90 mmHg
S : 37 oC
01 September Memantau kemampuan mobilisasi klien DS : klien mengatakan
2016 sedikit bisa untuk
21.00 WIB berjalan dengan dipegang
(Dx I)
keluarga atau benda di
sekitar
01 September Memantau kondisi klien Keadaan umum baik
2016 Natrium dalam batas
22.00 WIB normal = 136
(Dx. II) (hasil pemeriksaan
tanggal 01 September
2016 jam 13.12 WIB)
01 September Memberikan injeksi analgetik untuk Klien mengatakan sudah
2016 mengurangi nyeri : ketorolac 30 mg/8 jam tidak nyeri
22.00 WIB IV
(Dx. III)
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/Jam Kode Dx Kep. Subyektif, Obyektif, Assesmnet, Planning Nama
( S O A P) Perawat
30 Agustus 2016 Dx. I S : klien mengungkapkan bahwa paha yang
13.40 WIB sebelah kanan tidak bisa untuk berjalan
O :Adanya fraktur throracanter femur dextra
Kekuatan otot (ekstremitas bawah kanan = 3)
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi (memantau kemampuan
mobilitas klien dan melatih gerak aktif/ROM
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit)
A. Pembahasan
Pada pembahasan ini, akan dibahas tentang hambatan mobilitas fisik dan nyeri akibat
fraktur inter thoracanter femur dextra. Fraktur intertrocanter femur adalah terputusnya
kontinuitas tulang pada area di antara trochanter mayor dan minor yang bersifat
ekstrakapsuler (Aplley). Hambatan mobilitas pada Tn.W berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang, dan nyeri yang dialami Tn. W berhubungan dengan agen cedera
fisik. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 30 Agustus 2016. Tn. W mengeluh jika Tn. W
tidak bisa berjalan karena sakit dan merasakan sedikit nyeri. Tn. W mengatakan jika nyerinya
seperti kesetrum. Pada kasus ini, hambatan mobilitas fisik dan nyeri yang timbul di akibatkan
karena fraktur inter thoracanter femur dextra. Hambatan mobilitas fisik kita dapat
mengajarkan gerak aktif/ROM aktif pada anggota gerak yang tidak sakit supaya otot-otot kita
tetap bekerja normal dan tidak kaku.
Kesimpulan :
a. Dari pengertian yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa Fraktur
intertrocanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di antara trochanter
mayor dan minor yang bersifat ekstrakapsuler (Aplley)
b. Dalam melakukan pengkajian, saya melakukan wawancara kepada klien dan
keluarga, membaca buku status klien, juga dengan pemeriksaan fisik langsung kepada
klien, serta mencari informasi tentang klien kepada para perawat Ruang Rajawali I B,
sehingga dapat diperoleh data yang sesuai dengan keadaan klien dan dapat
mempermudah dalam merencanakan tindakan keperawatan.
c. Dari hasil pengkajian yang saya lakukan pada kasus Tn. W dengan fraktur
interthoracanter femur didapatkan masalah keperawatan yaitu : Hambatan mobilitas fisik
b.d kerusakan integritas struktur tulang, nyeri akut b.d agen cedera fisik (Dx. II)
d. Dari hasil analisa data yang didapatkan dari hasil pengkajian oleh saya pada kasus
Tn. W dengan gangguan mobilitas fisik dan nyeri karena fraktur interthoracanter femur
saya sudah merencanakan beberapa rencana tindakan keperawatan.
e. Dalam melakukan tindakan keperawatan kepada klien, saya berusaha membina
hubungan baik dengan komunikasi teraupetik dengan keluarga klien sehingga lebih
memudahkan dalam pelaksanaan rencana tindakan.
f. Langkah terakhir berupa evaluasi tindakan yang telah saya lakukan secara
optimal. evaluasi saya lakukan pada tanggal 1 September 2016 dan masalah keperawatan
ada yang sudah teratasi da nada yang tertasi sebagaian.
Saran :
Sehubungan dengan masalah-masalah yang ditemukan selama pemberian asuhan
keperawatan dan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan agar lebih baik lagi, saya
memberikan saran sebagai berikut :
a. Dalam melakukan pengumpulan data atau pengkajian kepada klien sebaiknya
dilakukan secara menyeluruh dan lengkap, agar dalam penyusunan diagnosa menyeluruh
tidak hanya didasarkan pada penyakit saja tetapi juga pada kebutuhan dasar manusianya.
b. Sebaiknya dalam pemberian asuhan keperawatan seluruh diagnosa harus diatasi,
tidak hanya mengatasi masalah yang actual saja tetapi masalah potensial atau diagnose
prioritas yang lain harus diatasi.
c. Dalam proses asuhan keperawatan saat melaksanakan implementasi keperawatan
sebaiknya klien dan keluarga diberitahu maksud dan tujuan dari tindakan agar klien dan
keluarga tidak bertanya-tanya.
d. Dalam penulisan dokumentasi keperawatan terutama pada lembar perkembangan
diharapkan evaluasi ditulis sesuai dengan respon klien saat tindakan agar pembaca lebih
mudah mengerti dalam memahami perkembangan klien
e. Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien diharapkan disesuaikan
dengan rencana keperawatan yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes.
7th edition. United States: Elsevier
Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal, Hal 203-222. Tahun
2009
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:EGC
Evans, P.J., B.J McGrory. (2001). Fracture of The Proximal Femur. ME: Orthopaedic Associates
of Portland.
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3).Jakarta : Media Aesculapius.
Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta.EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1.
Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC