Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR INTER


THORACANTER FEMUR

DI RUANG RAJAWALI I B RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Medah II

DI SUSUN OLEH :

NIA PUSPITA UTAMI

P1337420614023

PRODI D IV KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting. Dengan


bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara eksponensial. Meskipun
dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur femur menyebabkan peningkatan biaya kesehatan.
Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi
tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua di atas usia 60 tahun, patah tulang
intertrokanter femur yang merupakan fraktur ekstrakapsular sering berkaitan dengan adanya
osteoporosis dan osteomalasia, sehingga fraktur pada usia ini disebabkan oleh trauma yang
tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset. Walaupun penatalaksanaan di bidang
orthopaedi dan geriatrik telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca
trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk
mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi
fraktur dan fiksasi internal yang kaku digunakan untuk membantu meningkatkan proses
penyembuhan fraktur, akan tetapi jika suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan
baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyusunan asuhan keperawatan tentang fraktur interthoracanter femur
diharapkan agar pembaca lebih mengerti tentang fraktur femur.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian fraktur interthoracanter femur
b. Mengetahui etiologi fraktur interthoracanter femur
c. Mengetahui patofisiologi fraktur interthoracanter femur
d. Mengetahui klasifikasi fraktur interthoracanter femur
e. Mengetahui pemeriksaan fraktur interthoracanter femur
f. Mengetahui penatalaksanaan fraktur interthoracanter femur
g. Mengetahui diagnosis fraktur interthoracanter femur
h. Mengetahui intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien dengan
fraktur interthoracanter femur
C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar perawat maupun mahasiswa dapat
mempelajari tentang asuhan keperawatan fraktur interthoracanter femur sehingga
memudahkan kita untuk memberikan pelayanan terhadap klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Fraktur Interthoracanter Femur


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black, 2005).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap ( Price &
Wilson, 2006).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Arif. M, Asuhan keperawatan klien gangguan
sistem musculoskeletal).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar.Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).

Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area
di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley, 1995)

2. Etiologi Fraktur
a. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan
berlebihan.
1) Trauma langsung: dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan, benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat
yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak
2) Trauma tidak langsung : Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu,
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada
b. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia
atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
1) Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
a) Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapa menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
c. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
paget). Proses penyakit: kanker dan riketsia.

3. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksedusi plasma dan poliferasi menjadi edem local maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006: ).

4. Klasifikasi Fraktur Femur


Fraktur femur secara umum dibedakan atas tiga kategori besar, yaitu: fraktur
femur proksimal, fraktur batang femur, dan fraktur suprakondilar femur. Fraktur femur
proksimal meliputi fraktur leher femur dan fraktur intertrokanter femur. 5 Fraktur batang
femur dikenal sebagai fraktur diafisis femur dan fraktur suprakondiler femur merupakan
fraktur yang terjadi pada daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur.

Klasifikasi fraktur femur proksimal:

a. Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul.


1) Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur.
2) Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur
3) Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur.
b. Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul
1) Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor.
2) Fraktur intertrokanter.
3) Fraktur subtrokanter.

5. Pemeriksaan
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
a. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti
dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah
jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan
pada fraktur collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya.
b. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
1) Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak
2) Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi

3) Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal
cedera. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara
anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul
secara lateral view.
Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan untuk menentukan
lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.

6. Penatalaksanaan
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan
dan kemudian dirumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi
atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat
yang langsung kedalam medula tulang.
3) Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
4) Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan
dengan pengobatanfraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program
pengobatan hasilnya kurang sempurna(latihan gerak dengan kruck).

B. Asuhan Keperawatan Fraktur Interthoracanter Femur


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan
terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
menggunakan helm).
b. Keluhan utama
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii
c. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
d. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan
luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
f. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Pre Operasi
B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami gangguan
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka
B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem ini.
B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola defekasi
tidak ada kelainan
B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.

2) Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat general
anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri
akibat pembedahan
B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul
a. Gangguan rasa nyaman nyeri
b. Hambatan Mobilitas Fisik
c. Ansietas
d. Resiko tinggi infeksi
e. Resiko tinggi cedera

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi
saraf, cedera neuromuskular, trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan dan kriteria hasil : nyeri berkurang, hilang atau teratasi
1) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10)
Rasional : nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat
cedera.
2) Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada daerah paha
3) Klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional : nyeri dipengaruhi factor kecemasan, ketegangan, suhu, distensi
kandung kemih, dan berbaring lama
4) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional : mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang
menyenangkan
5) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal
kecil
Rasional : istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan
6) Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan nonpasif
Rasional : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmkologi
lainnya efektif dalam mengurangi nyeri
7) Tingkatkan pngetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungan dengan
berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional : pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi
nyeri, hal ini dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik
8) Kolaborasi pemberian analgesic
Rasional : analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi.
Tujuan dan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai
dengan kemampuan.
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2) Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha
3) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif apa ektremitas yang tidak
sakit.
Rasional : gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
4) Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapi.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan paha.
Tujuan dan kriteria hasil : klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
aktifitas hidup sehari-hari
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan
untuk kebutuhan individual
2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Rasional : hal ini dilakukan untuk menceegah frustasi dan menjaga harga diri
klien
3) Ajarkan klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang
dimilikinya. Berikan klien motivasi dan izikan klien melakukan tugas, dan
berikan umpan balik positif atas usahanya
Rasional : klien memerlukan empati. Perawat perlu mengetahui perawatan
yang konsisten dalam menangani klien.
4) Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi paha yang
sakit, seperti tempatkan makanan dan peralatan dekat dengan klien.
Rasional : klien akan lebih muda mengambi peralatan yang diperlukan karena
lebih dekat dengan paha yang sakit
5) Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan latihan
Rasional : meningkatkan laihan dapat membantu mencegah konstipasi

d. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik dan


pemasangan traksi
Tujuan dan kreria hasil : resiko trauma tidak terjadi dan klien mau berpartisipasi
dalam pencegahan trauma
1) Pertahankan imobilisasi pada daerah paha
Rasional : meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekan antara fragmen
tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya
2) Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut
untuk mempertahankan posisi yang netral
Rasional : mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan
kenyamanan dan keamanan
3) Keadaan kontratraksi
Rasional : kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
Umumnya berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu
memberikan kontratraksi
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi pada paha
Tujuan dan kriteria hasil : infeksi tidak terjadi selama perawatan
1) Kaji dan pantau luka operasi setiap hari
Rasional : mendeteksi secara dini gejala-gejala inlamasi yang mungkin timbul
sekunder akibat adanya luka pasca operasi
2) Lakukan perawatan luka secara steril
Rasional : teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi
kuman
3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi,
status ekonomi dan perubahan fungsi peran
Tujuan dan kiteria hasil : ansietas hilang atau berkurang
4) Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas, dampingi klien dan lakukan
tindakan bila klien menunjukan perilaku merusak
Rasional : reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan
gelisah
5) Hindari konfrontasi
Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja
sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan
6) Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang
tenang dan suasana yang penuh istirahat
Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
7) Tingkatkan kontrol sensasi klien
Rasional : kontrol sensasi klien ( dalam mengurangi ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan klien, membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan, serta memberikan umpan balik yang positif
8) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktfitas yang
diharapkan
Rasional : oreentasi tahap-tahap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

RUANG : RAJAWALI 1 B No. RM : C517761

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pasien masuk RS pada hari : Senin, 29-08-2016, jam : 01.00

Pengkajian dilakukan pada hari : Selasa, 30-08-2016, jam : 13.30 WIB

I. IDENTITAS
1. Nama pasien : Tn. W
2. Pekerjaan : pensiunan
3. Umur : 49 tahun
4. Alamat : Meteseh
5. Agama : Kristen
6. No. Telepon : xxx
7. Status perkawinan : kawin

II. PENANGGUNG JAWAB PASIEN


1. Penanggung jawab : Keluarga
2. Nama penanggung pasien : Tn. S
3. Alamat penanggung pasien : Meteseh
4. Nomor telepon yang bisa dihubungi : xxx
III. RIWAYAT KESEHATAN
1. Data diperoleh dari : pasien dan keluarga
2. Keluhan utama : kaki kanan sakit jika digerakkan
3. Riwayat penyakit sekarang : sekitar bulan November 2015 dini hari sekitar
pukul 01.00, klien jatuh di kamar mandi. Klien di operasi sekitar bulan Desember 2015
di RSUP Dr. Kariadi. Sekitar 2 minggu terakhir klien merasakan nyeri, lalu klien kontrol
ke poli bedah tulang di rujuk ke IGD RSUP Dr. Kariadi. Klien dibawa ke ruang Rajawali
1 B.
4. Alat bantu yang digunakan : -
5. Diagnosa medis : malunion fraktur inter throcanter femur dextra
6. Riwayat penyakit dahulu : Tn. W pernah memiliki riwayat gula, GDS ± 300
mg/dL, klien mengatakan jika dulu klien bekerja di Pasuruan jauh dari keluarga, makan
sembarangan. Klien mengatakan jika pagi sarapan mie dan minum kratingdaeng. Sekitar
pukul 15.00 klien minum kopi. Itu hampir dilakukan setiap hari. Tetapi karena sekarang
klien sudah pensiun dan tinggal bersama keluarga pola makan klien sudah teratur dan
gula darahnya sudah tidak tinggi. Klien juga tidak ada luka DM. klien juga mengalami
gagal ginjal dan sudah mulai aktif HD sejak bulan November 2015 seminggu dua kali.
7. Pernah dirawat di RS : ya
8. Operasi : pernah, fraktur inter throcanter femur dextra
9. Di mana : RSUP Dr. Kariadi
10. Kapan : Desember 2015
11. Riwayat kesehatan keluarga : klien dan keluarga mengatakan jika keluarga klien
tidak ada yang mengalami sakit seperti klien, keluarga juga tidak memiliki riwayat
penyakit menular, seperti : HIV/AIDS, Hepatitis, dll)

PENGKAJIAN FISIK DAN POLA FUNGSIONAL

IV. KESADARAN, AFEKTIF, KOGNITIF


1. Skala Koma Glasgow
 Motorik :1 2 3 4 5 6
 Verbal :1 2 3 4 5
 Reaksi membuka mata :1 2 3 4

2. v Komposmentis apatis somnolen spoor

soporokoma koma
3. Gangguan orientasi : tidak

V. TORAKS-KARDIO-RESPIRATORI
1. Tanda-tanda vital :
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
TD : 150/90 mmHg
S : 37 oC
2. Batuk : ya, tidak pernah merokok dan minuman beralkohol
3. Jenis pernafasan : teratur
Paru
Inspeksi : terpasang double lumen di sebelah kanan
Palpasi : Gerakan dinding dada tertinggal (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor.
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi : IC tidak terlihat.


Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta 4
Perkusi : pekak
Auskultasi : reguler

Abdomen Inspeksi : Perut datar, scar (-), jejas (-)


Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba,
Perkusi : timpani

VI. POLA NUTRISI DAN CAIRAN


1. Sebelum masuk RS : TB = 165 cm, BB = 70 kg
2. Keadaan sekarang : TB = 165 cm, BB = 70 kg
a. Keluhan : tidak ada, nafsu makan : baik
b. Kuantitas konsumsi makan : 3 x sehari
c. Jenis lauk hewani : kadang-kadang
d. Kuantitas minum perhari : 2000 ml
e. Kebiasaan yang kurang baik untuk kesehatan : jarang olahraga
f. Makanan pantang : tidak ada
g. Alergi makanan/bahan makanan/obat/zat kimia : tidak ada

VII. ELIMINASI
Keluhan : tidak ada keluhan
Buang Air Besar (BAB) selama sakit
1. Frekuensi : 1 x/hari, bau : khas
2. Konsistensi : lunak
3. Warna : kuning

Buang Air Besar sebelum sakit

4. Frekuensi : 1 x/hari, bau : khas


5. Konsistensi : lunak
6. Warna : kuning
7. Kebiasaan menggunakan pencahar : tidak
Buang Air Kecil selama sakit (BAK)

8. Keluhan : tidak ada


9. Kateter uretra : jika perlu/intermittent
10. Frekuensi : 6 x/hari, warna : bening
11. Jumlah kencing selama 24 jam : 1400 cc

Buang Air Kecil sebelum sakit (BAK)

12. Keluhan : tidak ada


13. Kateter uretra : jika perlu/intermittent
14. Frekuensi : 6 x/hari, warna : bening
15. Jumlah kencing selama 24 jam : 1400 cc

Pernah operasi saluran kencing? Tidak

VIII. INTEGRITAS KULIT


1. Penampilan : bersih
2. Kondisi kulit : utuh
3. Luka : luka operasi
4. Lokasi luka pada : femur
5. Eksudat : tidak ada nanah
6. Turgor kulit : cukup
7. Rambut : normal

IX. KEMAMPUAN MOBILISAI DAN KONDISI MUSKULO-SKELETAL


1. Keluhan : sulit berjalan, kaki kanan tidak bisa untuk jalan jika tidak menggunakan
alat atau dibantu keluarga
2. Keadaan tulang : ada diskontinyuitas
3. Lokasi diskontinyuitas : femur dextra
4. Tangan dominan : kanan
5. Gaya berjalan : memerlukan alat bantu/dibantu, paha kanan sulit digerakkan
6. Bahu : simetris
7. Bentuk tulang belakang : normal

X. AKTIVITAS, ISTIRAHAT DAN TIDUR


1. Jenis aktivitas dengan fisik ketika belum sakit : sedang
2. Kondisi kuku : bersih
3. Kemampuan merawat diri :
 Gosok gigi : mandiri
 Mandi : dibantu sebagian
 Berpakaian : dibantu sebagian

XI. SENSORI DAN MOTOR


1. Keluhan mata : tidak ada
2. Pendengaran : tidak ada gangguan dan kondisi bersih
3. Penghidungan/pembauan : tidak ada gangguan
4. Gangguan sensori raba/taktil : tidak ada
5. Gangguan sensori nyeri : ada paha
6. Kekuatan otot
 Ekstremitas kanan atas :5 4 3 2 1 0
 Ekstremitas atas kanan :5 4 3 2 1 0
 Ekstremitas bawah kanan :5 4 3 2 1 0
 Ekstremitas bawah kanan :5 4 3 2 1 0

XII. PERILAKU DAN HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA


1. Tempat tinggal : di rumah sendiri
2. Sikap : kooperatif
3. Hubungan dalam keluarga : baik
4. Hubungan social masyarakat : baik

XIII. EKONOMI
1. Tempat tinggal : rumah sendiri
2. Status domisili : penduduk tetap
3. Kondisi bangunan rumah tinggal : permanen
4. Sumber air minum : PAM
5. MCK : kamar mandi
6. Jumlah anggota keluarga : 4 orang

XIV. PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT, PENATALAKSANAAN


DAN HARAPANNYA
1. Pengelolaan kesehatan bila ada anggota keluarga atau diri sendiri menderita sakit :
diobati sendiri, dokter pribadi, rumah sakit
2. Pengetahuan tentang penggunaan obat, dosis, dan efek samping obat : jelas
XV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laborat

Tanggal : 30-08-2016 10:56

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN HASIL KETERANGAN


RUJUKAN

KIMIA KLINIK

Glukosa Puasa 89 Mg/dL 60-109 : Baik


110-125 :
sedang
>=126 : buruk
GDP terganggu
bila
110<=GDP<126
dan GTT 2 jam
< 140

Reduksi I .

Glukosa PP 2 jam 102 Mg/dL 80-140 : baik


145-179 :
sedang
>= 180 : buruk

Reduksi II .

HbA1c 4.2 6.0-5.0

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI KETERANGAN


RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hematologi Pakat

Hemoglobin 10.7 g/dL 13.00-16.00 L

Hematokrit 31.1 % 43-54 L

Eritrosit 3.33 10^6/uL 4.4-5.9 L


MCH 32.0 pg 27.00-32.00

MCV 93.4 fO 76-96

MCRC 34.3 g/dL 29.00-36.00

Leukosit 6.72 10^3/uL 3.9-10.6

Trombosit 170 10^3/uL 150-400

RDN 14.5 % 11.60-14.99

MPV 3.57 fL 4.00-11.00

KIMIA KLINIK

Glukosa Sewaktu 93 Mg/dL 80-160

Ureum 94 Mg/dL 15-99

Kreatinin 5.9 Mg/dL 0.60-1.30

Elektrolit

Natrium 133 Mmol/L 136-145

Kalium 4.1 Mmol/L 3.5-5.1

Chlorida 102 Mmol/L 98-107

KOAGULASI

Plasma
Prothrombin

Waktu
Prothrombin 9.8 Detik 9.4-11.3

PPT Kontrol 10.3 Detik

01 September 2016, 13.12 WIB


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI KETERANG
RUJUKAN AN
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 97 Mg/dL 80-160
Albumin 3.2 g/dL 3.4-5.0
Ureum 192 mg/dL 15-39
Kreatinin 9.7 mg/dL 0.60-1.30
Calcium 2.14 mmol/L 2.12-2.52
Phosphate anorganik 5.8 mg/dL 2.4-5.1
Elektrolit
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 4.6 mmol/L 3.5-5.1
chlorida 105 mmol/L 98-107

2. Radiology
Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2016

X FOTO PELVIS AP
(DIBANDINGKAN DENGAN FOTO TANGGAL 25 NOVEMBER 2015)

KLINIS : POST OP
 Struktur tulang baik
 Tampak terpasang fiksasi interna berupa 2 buah screw pada
collumna femoralis dextra, posisi baik
 Masih tampak garis fraktur pada intertochanter femur dextra
yang lebih sempit dibandingan foto sebelumnya, masih tampak displacement
ke laterocranial, tampak terbentuk callus
 Tak tampak osteomyelitis
 Tampak whoslering pada ramus inferior os pubisa dextra
sinistra

Tanggal pemeriksaan : 13-08-2016

Pemeriksaan X Foto Pelvis AP

Foto lama tidak disertakan

Fraktur collum femur dextra (basis cervical-trochanter minor)


Tampak terpasang 2 buah screws, sebagian tampak lusensi disekitarnya
Alignment kurang baik
Sudah tampak kallus
Tak tampak kalsifikasi soft tissue.
XVI. TERAPI
1. Infus RL IV 20 tpm
2. Amlodipin p.o 1 tab/24 jam
3. Ketorolac IV 30 mg/8 jam
4. Infus NaCl 0,9 % IV 20 tpm
5. Gentamicin IV 80 mg/12 jam

DAFTAR MASALAH

Tanggal/Jam Data Klien Etiologi Masalah

30 Agustus 2016 DS : klien Kerusakan Hambatan


13.30 WIB
mengungkapkan integritas struktur mobilitas fisik
bahwa kaki yang tulang
sebelah kanan tidak
bisa untuk berjalan,
karena panggulnya
sakit

DO :
Adanya fraktur
throracanter femur
dextra
Kekuatan otot
(ekstremitas bawah
kanan = 3)

30 Agustus 2016 DS : klien Disfungsi ginjal Resiko


13.40 WIB
mengatakan sudah ketidakseimbangan
rutin cuci darah elektrolit
seminggu dua kali,

DO : terpasang
double lumen di
dada sebelah kanan
Pemeriksaan
laborat elektrolit
(Natrium = 133
mmol/L)

30 Agustus 2016 DS : klien Agen cedera fisik Nyeri akut


13.50 WIB mengatakan nyeri
P : klien
menyatakan nyeri
bertambah jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
kesetrum
R : nyeri di bagian
panggul
S : skala nyeri 3
T : intermitten

DO :
Ketika kaki
diangkat klien
sedikit kesakitan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur
tulang (Dx. I)
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi ginjal
3. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (Dx. III)

INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanggal Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
30 Agustus Setelah dilakukan  Kaji kemampuan  mengetahui
2016 tindakan keperawatan pasien dalam tingkat
XVI. selama 3x24 jam mobilisasi kemampuan klien
35 diharapkan klien  Ajarkan klien dalam melakukan
WIB mampu melakukan untuk melakukan gerak aktivitas
(Dx. I) aktivitas fisik sesuai aktif pada ekstremitas  gerakan aktif
dengan yang tidak sakit memberikan
kemampuannya massa, tonus, dan
dengan kriteria hasil : kekuatan otot,
Mampu serta memperbaiki
melakukan fungsi jantung dan
perpindahan pernapasan
 Meminta
bantuan untuk
aktifitas mobilisasi
 Tidak terjadi
kontraktur
30 Agustus Setelah dilakukan  identifikai  mengetahui
2016 tindakan selama 3x24 kemungkinan penyebab untuk
13.40 WIB jam diharapkan penyebab menentukan
(Dx. II) elektrolit klien ketidakseimbangan intervensi
seimbang dengan elektrolit penyelesaian
kriteria hasil :  monitor adanya  mengetahui
 turgor kulit kehilangan cairan dan keadaan umum
elastis elektrolit pasien
 intake dan  monitor adanya  mengurangi
output cairan mual, muntah dan risiko kekurangan
seimbang diare volume cairan
 membrane semakin
mukosa lembab bertambah
30 Agustus Setelah dilakukan  Evaluasi keluhan  nyeri
2016 tindakan keperawatan nyeri/ketidaknyamanan merupakan respon
13.45 WIB selama 3x24 jam. , perhatikan lokasi dan subjektif yang
(Dx. III) Pasien tidak karakteristik, termasuk dapat dikaji
mengalami nyeri, intensitas (skala 0-10) dengan
dengan kriteria hasil:  Ajarkan tentang menggunakan
 mampu teknik non farmakologi skala nyeri. Klien
mengontrol nyeri : napas dalam, melaporkan nyeri
(tahu penyebab relaksasi, distraksi biasanya diatas
nyeri, mampu  Berikan analgetik tingkat cedera.
menggunakan untuk mengurangi  Teknik
teknik nyeri : ketorolac 30 nonfarmakologi
nonfarmakologi mg/8 jam IV dapat membantu
untuk mengurngi  Pantau TTV mengurangi nyeri
nyeri)  analgesic
 melaporkan memblok lintasan
bahwa nyeri nyeri sehingga
berkurang dengan nyeri akan
menggunakan berkurang
manajemen nyeri
 mampu
mengenali nyeri
(skla, intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
 menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
 tanda vital
dalam rentang
normal
 tidak
mengalami
gangguan tidur

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal/jam Implementasi Respon Paraf

30 Agustus 2016 Mengkaji kemampuan mobilisasi pasien DS : klien


13.40 WIB
mengungkapkan bahwa
(Dx. I)
paha yang sebelah kanan
tidak bisa untuk berjalan

DO :
Adanya fraktur
throracanter femur dextra
Kekuatan otot
(ekstremitas bawah
kanan = 3)
13.42 WIB Mengajarkan klien untuk melakukan DS : klien mengatakan
gerak aktif badannya jadi enak
DO : klien bisa
melakukan gerak aktif di
ekstremitas yang tidak
sakit

30 Agustus 2016 mengidentifikai kemungkinan penyebab Elektrolit


13.45 ketidakseimbangan elektrolit Natrium = 133 mmol/L
WIB
DS : klien mengatakan
memantau adanya mual, muntah dan diare jika dirinya tidak
(Dx. II) mengalami muntah, mual
dan diare

mengganti cairan infus NaCl 0,9 % 20


tpm

30 Agustus 2016 Mengkaji nyeri pasien DS : klien mengatakan


13.50 WIB nyeri
Dx. III P : klien menyatakan
nyeri bertambah jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
kesetrum
R : nyeri di bagian
panggul
S : skala nyeri 3
T : intermitten

DO :
13.55 WIB Mengajarkan teknik non farmakologi Ketika kaki diangkat
(nafas dalam) klien sedikit kesakitan

DS : pasien mengatakan
sedikit membantu dengan
cara nafas dalam
DO : pasien dapat
Memantau TTV melakukannnya dengan
baik

Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
TD : 150/90 mmHg
S : 37 oC
31 Agustus 2016 Mengobservasi kemampuan gerak aktif DS : klien mengatakan
12.50 WIB klien sudah melakukan latihan
(Dx. I) gerak supaya otot-
ototnya tidak kaku
DO : klien sudah bisa
melakukan dengan baik,
klien juga sudah bisa
berdiri tetapi harus ada
pegangannya
31 Agustus 2016 Mengantar klien untuk dilakukan Klien mengatakan lemas
10.00 WIB tindakan HD
(Dx. II)
Memonitor cairan infus NaCl 0,9 % 20 tpm jam
07.00-12.00 = 300 cc
31 Agustus 2016 Memberikan injeksi analgetik untuk DS : klien mengatakan
13.00 WIB mengurangi nyeri : ketorolac 30 mg/8 jam nyeri berkurang
(Dx. III) IV P : klien menyatakan
nyeri bertambah jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
kesetrum
R : nyeri di bagian
panggul
Memantau TTV klien S : skala nyeri 1
T : intermitten

Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
TD : 150/90 mmHg
S : 37 oC
01 September Memantau kemampuan mobilisasi klien DS : klien mengatakan
2016 sedikit bisa untuk
21.00 WIB berjalan dengan dipegang
(Dx I)
keluarga atau benda di
sekitar
01 September Memantau kondisi klien Keadaan umum baik
2016 Natrium dalam batas
22.00 WIB normal = 136
(Dx. II) (hasil pemeriksaan
tanggal 01 September
2016 jam 13.12 WIB)
01 September Memberikan injeksi analgetik untuk Klien mengatakan sudah
2016 mengurangi nyeri : ketorolac 30 mg/8 jam tidak nyeri
22.00 WIB IV
(Dx. III)

CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/Jam Kode Dx Kep. Subyektif, Obyektif, Assesmnet, Planning Nama
( S O A P) Perawat
30 Agustus 2016 Dx. I S : klien mengungkapkan bahwa paha yang
13.40 WIB sebelah kanan tidak bisa untuk berjalan
O :Adanya fraktur throracanter femur dextra
Kekuatan otot (ekstremitas bawah kanan = 3)
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi (memantau kemampuan
mobilitas klien dan melatih gerak aktif/ROM
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit)

30 Agustus 2016 Dx. II S : klien mengatakan jika dirinya tidak


13.45 mengalami muntah, mual dan diare
O : Elektrolit
Natrium = 133 mmol/L
A : masalah belum tertasi
P : lanjutkan intervensi

30 Agustus 2016 Dx. III S : klien mengatakan nyeri dan sedikit


14.00 WIB berkurang ketika nafas dalam
P : klien menyatakan nyeri bertambah
jika untuk bergerak
Q : nyeri seperti kesetrum
R : nyeri di bagian panggul
S : skala nyeri 3
T : intermitten
O : klien sudah bisa melakukan teknik non
farmakologi (nafas dalam) dengan baik
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi (pemberian obat
analgetik)

31 Agustus 2016 Dx. I S : klien mengatakan sudah melakukan latihan


13.00 WIB gerak supaya otot-ototnya tidak kaku
O : klien sudah bisa melakukan dengan baik,
klien juga sudah bisa berdiri tetapi harus ada
pegangannya
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
31 Agustus 2016 Dx. II S : Klien mengatakan lemas setelah HD
O : NaCl 0,9 % 20 tpm jam 07.00-12.00 = 300
cc
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
31 Agustus 2016 Dx. III S : klien mengatakan nyeri berkurang
13.00 WIB P : klien menyatakan nyeri bertambah
jika untuk bergerak
Q : nyeri seperti kesetrum
R : nyeri di bagian panggul
S : skala nyeri 1
T : intermitten
O : ketika kaki klien bergerak sudah tidak
meringis kesakitan
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

01 September 2016 Dx. I S : klien mengatakan masih belum bisa berjalan


20.45 WIB sendiri, harus dibantu orang lain/alat
O : keadaan umum klien baik
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
01 September 2016 DX. II S : klien mengatakan badannya sudah enakan
22.00 WIB O : natrium dalam batas normal = 136
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
01 September 2016 Dx. III S : klien mengatakan jika sudah diinjeksi obat
20.50 WIB antinyeri klien sudah tidak merasakan nyeri
O : ketika kaki klien digerakkan klien sudah
tidak kesakitan
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
BAB IV

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Pada pembahasan ini, akan dibahas tentang hambatan mobilitas fisik dan nyeri akibat
fraktur inter thoracanter femur dextra. Fraktur intertrocanter femur adalah terputusnya
kontinuitas tulang pada area di antara trochanter mayor dan minor yang bersifat
ekstrakapsuler (Aplley). Hambatan mobilitas pada Tn.W berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang, dan nyeri yang dialami Tn. W berhubungan dengan agen cedera
fisik. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 30 Agustus 2016. Tn. W mengeluh jika Tn. W
tidak bisa berjalan karena sakit dan merasakan sedikit nyeri. Tn. W mengatakan jika nyerinya
seperti kesetrum. Pada kasus ini, hambatan mobilitas fisik dan nyeri yang timbul di akibatkan
karena fraktur inter thoracanter femur dextra. Hambatan mobilitas fisik kita dapat
mengajarkan gerak aktif/ROM aktif pada anggota gerak yang tidak sakit supaya otot-otot kita
tetap bekerja normal dan tidak kaku.

B. Simpulan dan Saran


Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. W dengan fraktur inter thoracanter femur
dextra selama 3 hari, saya banyak menemukan hal-hal yang bermanfaat dan menumbuhkan
wawasan bagi diri saya untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Maka sebagai
langkah terakhir dalam pembuatan laporan kasus ini, saya memberikan kesimpulan dan saran
yang kiranya dapat bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Kesimpulan :
a. Dari pengertian yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa Fraktur
intertrocanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di antara trochanter
mayor dan minor yang bersifat ekstrakapsuler (Aplley)
b. Dalam melakukan pengkajian, saya melakukan wawancara kepada klien dan
keluarga, membaca buku status klien, juga dengan pemeriksaan fisik langsung kepada
klien, serta mencari informasi tentang klien kepada para perawat Ruang Rajawali I B,
sehingga dapat diperoleh data yang sesuai dengan keadaan klien dan dapat
mempermudah dalam merencanakan tindakan keperawatan.
c. Dari hasil pengkajian yang saya lakukan pada kasus Tn. W dengan fraktur
interthoracanter femur didapatkan masalah keperawatan yaitu : Hambatan mobilitas fisik
b.d kerusakan integritas struktur tulang, nyeri akut b.d agen cedera fisik (Dx. II)
d. Dari hasil analisa data yang didapatkan dari hasil pengkajian oleh saya pada kasus
Tn. W dengan gangguan mobilitas fisik dan nyeri karena fraktur interthoracanter femur
saya sudah merencanakan beberapa rencana tindakan keperawatan.
e. Dalam melakukan tindakan keperawatan kepada klien, saya berusaha membina
hubungan baik dengan komunikasi teraupetik dengan keluarga klien sehingga lebih
memudahkan dalam pelaksanaan rencana tindakan.
f. Langkah terakhir berupa evaluasi tindakan yang telah saya lakukan secara
optimal. evaluasi saya lakukan pada tanggal 1 September 2016 dan masalah keperawatan
ada yang sudah teratasi da nada yang tertasi sebagaian.

Saran :
Sehubungan dengan masalah-masalah yang ditemukan selama pemberian asuhan
keperawatan dan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan agar lebih baik lagi, saya
memberikan saran sebagai berikut :
a. Dalam melakukan pengumpulan data atau pengkajian kepada klien sebaiknya
dilakukan secara menyeluruh dan lengkap, agar dalam penyusunan diagnosa menyeluruh
tidak hanya didasarkan pada penyakit saja tetapi juga pada kebutuhan dasar manusianya.
b. Sebaiknya dalam pemberian asuhan keperawatan seluruh diagnosa harus diatasi,
tidak hanya mengatasi masalah yang actual saja tetapi masalah potensial atau diagnose
prioritas yang lain harus diatasi.
c. Dalam proses asuhan keperawatan saat melaksanakan implementasi keperawatan
sebaiknya klien dan keluarga diberitahu maksud dan tujuan dari tindakan agar klien dan
keluarga tidak bertanya-tanya.
d. Dalam penulisan dokumentasi keperawatan terutama pada lembar perkembangan
diharapkan evaluasi ditulis sesuai dengan respon klien saat tindakan agar pembaca lebih
mudah mengerti dalam memahami perkembangan klien
e. Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien diharapkan disesuaikan
dengan rencana keperawatan yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA

Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes.
7th edition. United States: Elsevier

Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal, Hal 203-222. Tahun
2009

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:EGC

Evans, P.J., B.J McGrory. (2001). Fracture of The Proximal Femur. ME: Orthopaedic Associates
of Portland.

Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan.Jakarta : EGC. Jakarta:EGC

Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3).Jakarta : Media Aesculapius.

Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta.EGC

NANDA International. (2012). Nursing Diagnosis: Definitions & Classifications 2012-2014.

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1.
Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2002).Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah Brunner

Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai