Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CRURIS

A. DEFINISI
Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah
yang terdiri dari tulang tibia dan fibula. Fraktur cruris adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang
tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang mendapatkan stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya.
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula
yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Arif
Mansjoer, 2000)
Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya, terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar atau bila jaringan kulit yang berada
diatasnya atau sekitar patah tulang masih utuh.
2. Fraktur terbuka (open) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang
dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan dengan
dunia luar.

B. ETIOLOGI
Penyebab fraktur diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Trauma
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2) Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan.
3) Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
4) Fraktur Patologis

C. ANATOMI FISIOLOGI

Tulang merupakan struktur padat yang hidup, karena terdiri atas sel-sel
dan jaringan tulang. Permukaan tulang terbungkus oleh periosteum atau
selaput pembungkus tulang yang merupakan lapisan jaringan ikat dan banyak
mengandung serabut- serabut saraf. Struktur tulang terdiri atas bagian yang
padat atau pars kompakta dan bagian yang berongga- rongga. Bagian yang
berongga terdiri atas pars spongiosa ( yang berongga kecil ) dan medulla
tulang ( yang berongga besar ). Yang berongga kecil berisi sumsum tulang
merah, tempat pembuatan sel- sel darah dan trombosit. Sedangkan medulla
tulang berisi jaringan lemak dan berwarna kekuningan. Tulang juga dibagi
menurut bagian tengah atau diafisis dan bagian ujung (epififis). Batas epifisis
dan diafisis merupakan zona pertumbuhan tulang.
Lutut.
Pada lutut terdapat patella sebagai tempurung lutut atau tulang sesamoid yang
berkembang didalam tendo otot kuadrisep extensor. Apex patella meruncing
kebawah. Letaknya didepan sendi lutut, tetapi tidak ikut serta didalamnya.
Otot yang menggerakkan daerah lutut adalah muskulus quadrisep femoris dan
yang mempersarafi daerah lutut adalah nervus femoralis. Pembuluh darah
yang memperdarahinya adalah arteri poplitea. Fungsi patella untuk menjaga
posisi ketika sedang flexi dan melindungi tulang lutut.

Tibia
Tulang tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah. Ujung atas
memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondil disebelah belakang
dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam persendian
mata kaki. Tulangnya sedikit melebar kebawah menjadi maleolus medial.
Tibia membuat sendi dengan 3 tulang yaitu femur, fibula dan talus. Muskulus
peroneus dan muskulus tibialis anterior yangmengatur pergerakan pada tulang
tibia dan membuat gerakan dorso-fleksi. Begitu pula dengan nervus yang
mempersarafinya adalah nervus peroneus dan nervus tibialis. Sedangkan
pembuluh darah yang memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior dan
anterior. Tulang tibia bersama otot yang disekitarnya berfungsi menyangga
seluruh tubuh dari paha keatas dan mengatur pergerakan untuk menjaga
keseimbangan tubuh pada saat berdiri dan beraktifitas.
Fibula
Tulang fibula adalah tulang betis yang berada disebelah lateral tungkai
bawah. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang
sebelah luar dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung bawah
memanjang menjadi maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang
memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior. Dan otot-otot yang terdapat
pada daerah betis adalah muskulus gastroknemius dan muskulus soleus pada
sisi posterior serta muskulus peroneus dan tibialis anterior pada sisi anterior.
Nervus peroneus dan tibialis juga mempesarafi daerah sekitar tulang fibula
ini.
Tarsal
Tulang tarsal berjumlah 7, yang secara kolektif disebut tarsus. Tulang
kalkaneus adalah tulang terbesar dari telapak kaki. Dari sebelah belakang
tulang tersebut membentuk tumit. Fungsi dari tulang kalkaneus ketika berdiri
dalam keadaan normal berat tubuh dipindahkan dari tibia ke tulang talus yang
kemudian ditransfer ke tulang kalkaneus. Tulang ini juga memberi kaitan
pada otot besar dari betis dengan perantaraan tendo Achilles. Disebelah atas
tulang kalkaneus bersendi dengan tulang talus. Talus merupaka titik tertinggi
dari telapak kaki yang mendukung tibia dan bersendi dengan maleolus dari
fibula. Didepan tulang talus terletak tulang navicular, yang bersendi dengan
tulang talus dan kuneiformis. Tulang kuneiformis terdiri dari 3 buah tulang
yaitu kuneiformis medial, intermedia dan lateral sesuai dari posis ke 3 tulang
tersebut. Sebelah distal dari tulang kuboid dan kuneiformis juga bersendi
dengan tulang-tulang metatarsal dari kaki. Tulang tarsus ini membentuk kaki
yang diperdarahi oleh arteri dorsalis pedis dan digerakkan oleh tendo dari
muskulus gastroknemius dan tendo Achilles untuk melakukan gerakan plantar
fleksi.

Metatarsal
Tulang metatarsal berjumlah 5. Tulang metatarsal I-III bersendi dengantulang
kuneiformis, sedangkan yang IV dan V bersendi dengan kuboid. Dan sebelah
distal dari tulang metatarsal bersendi dengan proximal falang. Falang II-V
terdiri atas 3 bagian yaitu falang proximal,medial dan distal. Sedangkan
falang I terdiri atas proximal dan distal. Dibawah tulang metatarsal terdapat
lengkungan longitudinal dan lengkungan transversal dimana ketika dalam
posisi berdiri seluruh berat tubuh dipindahkan pada kedua lengkugan ini.
Ligamen dan tendo memelihara lengkungan ini dengan mengikat kalkaneus
dengan bagian distal dari tulang metatarsal. Secara keseluruhan tulang-tulang
metatarsal dan tarsus membentuk kaki yang digerakkan oleh tendo Achilles
dan tendo muskulus gastroknemius dan diperdarahi juga oleh arteri dorsalis
pedis.

D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Ada 2 tipe dari fraktur cruris yaitu :
1) Fraktur intra capsuler: yaitu dalam tulang sendi panggul dan captula
a. Melalui kapital fraktur
b. Hanya dibawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2) Fraktur Ekstra capsuler
a. Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih
besar atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanter
b. Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2
inchi di bawah trokanter terkecil

E. PATOFISIOLOGI
Kondisi ketika tulang patah pada periosteum, pembuluh darah di
bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot)
mengalami cidera. Hal ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan
pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan
yang terakumulasi akan menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah
cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang
hebat yang mengakibatkn syok neurogenik (Mansjoer Arief, 2002).
Kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan
sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi
keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang
patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan
lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Otot-otot sekitar
akan mengalami kontraksi sehingga tidak mampu untuk melakukan gerakan-
gerakan yang mengakibarkan hilangnya fungsi ekstremitas. (Mansjoer Arief,
2002)

F. PATHWAY

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR

nyeri
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien


deformitas integritas
kulit perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
kehilangan volume cairan
Gg edema bergab dg trombosit

mobilitas Shock
emboli
fisik hipivolemik
penekn pem. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar

gg.perfusi jaringan
G. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi pada fraktur cruris antara lain sebagai berikut:
1) Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang
bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi).
4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

H. PENATALAKSANAAN
1. Patah tulang tertutup
a. Pertolongan darurat (emergency)
1) Pemasangan bidal (splint)
2) Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut
3) Mengurangi rasa nyeri
4) Menekan kemungkinan terjadinya emboli dan schok
5) Memudahkan transportasi dan pengambilan foto
b. Pengobatan definitive
1) Reposisi secara tertutup
Manipulasi secara tertutup untuk mereposisi terbatas hanya pada patah
tulang tertentu
Traksi dengan melakukan tarikan pada ekstremitas bagian distal
2) Imobilisasi
a) Gips (plaster of paris castis)
b) Traksi secara kontinue : traksi kulit, traksi tulang
3) Reposisi secara terbuka
Melakukan reposisi dengan operasi kemudian melakukan mobilisasi
dengan menggunakan fiksasi interna yang dapat berupa plat, pen dan
kawat
c. Rehabilitasi
Tujuan umum :
1) Mempertahankan ruang gerak sendi
2) Mempertahankan kekuatan otot
3) Mempercepat proses penyembuhan fraktur
4) Mempercepat pengambilan fungsi penderita
Latihan terdiri dari :
1) Mempertahankan ruang gerak sendi
2) Latihan ototLatihan berjalan

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus fraktur antara lain
sebagai berikut:
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung dan
Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik.
2. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
3. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
4. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
5. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
6. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

J. KOMPLIKASI
1) Komplikasi awal
a) Kerusakan arteri : Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian
distal.
b) Sindrom kompartemen : Merupakan komplikasi yang serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan
yang menekan otot saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan
dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrome : Komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-se lemak
yang dihasilkan marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal
tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.
d) Infeksi : Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
dan jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan
masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tetapi dapat juga karena penggunaan bagian lain dalam pembedahan,
seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
e) Syok : Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan
oksigenasi menurun.

2) Komplikasi lanjut
a) Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau
union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia-fibula.
b) Delayed union adalah merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union
adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
c) Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi
palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga
terjadi bersama-sama infeksi

K. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik.
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer
5. Risiko infeksi
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
KEADAAN UMUM
Kesdaran :
Tanda- tanda vital: TD, NADI, SUHU,RR
a. Kepala: bentuk kepala( simetris atau tidak)
b. Kulit:warna kulit,turgor kulit cepat kembali atau tidak.
c. Penglihatan:Bola mata simetris atau tidak,pergerakan bola mata
normal atau tidak.
d. Penciuman:Bentuk simetris atau tidak.
e. Pendengaran:letaknya simetris atau tidak, ada cairan atau tidak.
f. Mulut: tonsil radang atau tidak
g. Leher benjol atau tidak,ada kekakuan atu tidak,pergerakan leher
ROM bisa bergerak fleksi atau tidak.
h. Dada pernafasan;Bentuk simetris atau tidak, prgerakan dinding
dada simetris atau tidak.
i. Abdomen:Bentuk simetris atau tidak, datar atau tidak, nyeri tekan
pada epigastrik atau tidak.
j. Sistem reproduksi: Ada radang pada genetalia eksterna atau tidak.
k. Ekstremitas atas atau bawah: Ada pembatas gerak atau tidak,
odema atau tidak, varises atau tidak,kemerahan atau tidak, ada
kelemahan tungkai atau tidak.

a.Aktivitas/istirahat
 kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
 Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
d. Kenyamanan
 nyeri tiba-tiba saat cidera
 spasme/ kram otot
e. Keamanan
 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan local

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler.
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi

3. INTERVENSI

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang.

Tujuan: kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan


tindakan keperaawatan.
Kriteria hasil:
 Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
 Mempertahankan posisi fungsinal
 Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
 Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler.

Tujuan: Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada


tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi
fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan
aktivitas.
Kriteria hasil
1.Ambulasi: berjalan.
2.Ambulasi: kursi roda
3.Pergerakan sendi aktif.
4.Perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari.
5.Pelaksanaan berpindah.

Intervensi
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi

4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan


klien.

Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.


c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi.
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan
perawatan
Kriteria hasil:
 Penyembuhan luka sesuai waktu
 Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
1. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau
drainage
2. Monitor suhu tubuh
3. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang
menonjol
4. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
5. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
6. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alcohol
7. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
8. Kolaborasi emberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta.


EGC
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta.
EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.
Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
Arief Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai