Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL:

FRAKTUR (FEMUR) DEXTRA

DISUSUN OLEH:

AGNES YULIANTRI ALO


EMA OKTAVIA SAE
INKA SAMBENTIRO
MAGDALENA KIALIAN
MARIO BAEMAMENTENG
NANCY MONICA MADJID
RIA CHRISTA TAMPILANG

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2016
Kata Pengantar

Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat kasih dan penyertaanNya sehingga kelompok kami bisa
menyelesaikan tugas tentang asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur
femur.

Dalam penyelesaian tugas ini, tidak terlepas dari campur tangan berbagai
pihak yang turut membantu dalam proses pembuatan tugas ini. Kami atas nama
seluruh anggota kelompok menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Sistem Muskuloskeletal yang sudah membimbing kami. Terima kasih juga
kepada pihak perpustakaan yang telah menjadi salah satu sumber referensi kami
dalam mencari materi tentang fraktur femur. Terima kasih juga kepada seluruh
anggota kelompok yang telah bekerjasama dengan baik sehingga tugas ini bisa
selesai.

Tugas yang kami buat ini masih belum sempurna, sehingga kami
mengharapkan ada masukan yang membangun demi lengkapnya tugas ini.

Manado, September 2016


BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian
Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas jaringan tulang (DEPKES
RI, 1995:75). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila
seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan
seluruh ketebalan tulang. (TH Margareth & Rendi M.Clevo 2012:45).
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha
(Helmi, 2012).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai daerah
tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat dari
kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor, infeksi
pada penderita penyakit paget yang mengakibatkan kerusakan jaringan tulang
paha.

B. Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini :

1. Peristiwa tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan yang dapat berupa benturan, penghancuran, penekukan atau
terjatuh dengan posisi miring, serta penarikan

2. Kelemahan abnormal pada tulang ( fraktur patologik)


fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah
(misalnya oleh karena tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget )

C. Klasifikasi
1) Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis,
klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012). Klasifikasi
penyebab :
Fraktur traumatic
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi fraktur.
Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang yang
telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang
seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering
dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
2) Klasifikasi jenis :
Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka.
2. Fraktur tertutup.
3. Fraktur kompresi.
4. Fraktur stress.
5. Fraktur avulsi.
6. Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok).
7. Fraktur tranversal.
8. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).
9. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen
lainnya).
Klasifikasi jenis fraktur yang umum digunakan dalam konsep fraktur
(Sumber : Helmi, 2012)

3) Klasifikasi klinis
Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang
didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang. Secara umum
keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Fraktur tertutup (closed fracture)
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana keadaan kulit tidak ditembus oleh
fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan
atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari
dalam (from within) atau dari luar (from without).
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi misalnya mal-union, delayed union, serta infeksi tulang.

4) Klasifikasi Radiologis
1. Fraktur tranversal
Fraktur tranversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-
segmen tulang yang patah di reposisi atau di reduksi kembali
ketempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan
biasanya dikontrol dengan bidai gips.
Gambar 5. Rontgen pada fraktur tranversal
(Sumber : Helmi, 2012)
2. Fraktur kominutif

Fraktur kominutif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya


keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
3. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut


terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
4. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang
yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
Fraktur semacam ini sulit ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak
memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin
memerlukan pengobatan secara bedah.
5. Fraktur impaksi atau fraktur kompres

Gambar fraktur impaksi


Fraktur impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur kompersi terjadi
apabila dua tulang menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti
satu vertebra dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust
fracture). Fraktur pada korpus vertebra ini dapat di diagnosis dengan
radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukan
pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu atau
beberapa vertebra.
6. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstermitas. Fraktur-fraktur ini
khas pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah
bahwa jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak.
5) Klasifikasi fraktur femur
Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur, subtrokhanter
femur, fraktur batang femur, suprakondiler, dan interkondiler, dan fraktur
kondiler femur (Helmi, 2012).
a. Fraktur Intertrokhanter Femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat
ekstrakapsular dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi
osteoporosis. Fraktur ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan
fraktur intrakapsular, di mana resiko nekrosis avaskular lebih
rendah. Pada riwayat umum didapatkan adanya trauma akibat jatuh
dan memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada
beberapa kondisi, cedera secara memuntir memberikan fraktur tidak
langsung pada intertrokhanter.

gambar radiografi fraktur intertrokhanter. pasca-reduksi dan pemasangan fiksasi


interna.
b. Fraktur Subtrokhanter Femur
Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm
distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa
klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah
klasifikasi Fielding & Magliato yaitu sebagai berikut:
Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.
Tipe 2 : Garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter
minor.
Tipe 3 : Garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhanter
minor.
c. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian.
Patah daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok, salah satu klasifikasi
fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang
femur dibagi dalam fraktur batang femur terbuka dan tertutup

d. Fraktur interkondiler
Biasanya diikuti oleh fraktur suprakondular, sehingga umunya terjadi
bentuk T fraktur atau Y fraktur

e. Fraktur Kondiler Femur


Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
abduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat keparahan trauma
serta lokasi fraktur. Menurut Smeltzer dan Bare (2002: 2358-2359)
manifestasi klinis fraktur antara lain:
Nyeri.
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen
diimmobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
Deformitas dan kehilangan fungsi.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pemendekan tulang.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
Krepitus.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
Edema.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya
pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

E. Patofisiologi dan Patoflow

Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur
pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari
ketinggian. Biasanya pasien mengalami multipel trauma yang menyertainya.

F. Komplikasi Fraktur

Secara umum komplikasi fraktur meliputi :


1. komplikasi awal
Syok.
Kerusakan Arteri.
Sindrom Kompartemen.
Infeksi.
Avaskular Nekrosis.
Fat Embolism Syndrome.
2. Komplikasi lama
Delayed union.
Non-union.
Mal-union.

G. Prognosis

Prognosis pada fraktur femur bisa menjadi baik jika fraktur segera ditangani
atau diberikan pertolongan pertama serta pasien mengikuti semua anjuran dan
instruksi tim medis dalam peroses perawatan dan pemulihan kondisi fraktur.

Pada umumnya fraktur femur lebih besar/sering diderita oleh laki-laki dewasa
dan laki-laki muda dari pada kaum wanita karena faktor aktivitas. Kemudian
fraktur femur biasanya juga dialami oleh kaum gerontik karena faktor patologik
H. Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan radiologi
Pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah menggunakan
sinar rontgen (X-ray). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
dalam membaca gambaran radiologis adalah 6A, yaitu sebagai berikut :
1. Anatomi (misalnya proksimal tibia).
2. Artikular (misalnya intra-Vs ekstra-artikular).
3. Alignment (misalnya : first plane).
4. Angulation.
5. Apeks (maksudnya fragmen distal fraktur).
6. Apposition.
CT scan biasanya dilakukan hanya dilakukan pada beberapa kondisi
fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak mencapai kebutuhan
diagnosis.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih
jauh kelainan yang terjadi seperti berikut :
1. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
2. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH -5),
Asparat Amino Transferase (AST), aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lainnya
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: Dilakukan
pada kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka
biasanya didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi.
6. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
I. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :


Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai
ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di
sekitar daerah yang patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau
operatif. Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non-
operatif, karena akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm
masih dapat diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan
tungkai yang normal. Hal ini dimungkinkan karena daya proses remodelling
anak-anak.
a. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metodebalance
skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan traksi kulit
Bryant, sedangkan anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell.
1. Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan
Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4
bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk
kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk
gerakan ekstensi dan fleksi.
2. Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang
tungkai bawah ditopang oleh pearson attachment. Tarikan
dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya
membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat
waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu dipasang
gips hemispica atau cast bracing.
3. Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi
kulit, kemudian ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan
beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat
tidur.
4. Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang
sling di daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang
dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu
rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus
yang terbentuk belum kuat benar.
b. Operatif
Indikasi operasi antara lain :
a) Penanggulangan non-operatif gagal.
b) Fraktur multipel.
c) Robeknya arteri femoralis.
d) Fraktur patologik.
e) Fraktur pada orang-orang tua.

Pada fraktur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary


nail.Bermacam-macam intramedullary nail untuk femur, di
antaranya kuntscher nail, AO nail, dan interlocking nail. Operasi dapat
dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara terbuka yaitu dengan
menyayat kulit-fasia sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara
retrograde. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat di daerah yang
patah. Pen dimasukan melalui ujung trokhanter mayor dengan bantuan image
intersifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragmen
bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan
bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan sebagai proses yang terdiri atas 3 tahap : pengkajian,


perencanaan dan evaluasi yang di dasarkan pada metode ilmiah pengamatan,
pengukuran, pengumpulan data dan penganalisaan temuan (Doenges, 2000).
Dalam proses keperawatan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar pengidentifikasian kebutuhan, respon dan masalah


individu (Doenges, 2000). Menurut Hidayat (2001) pengkajian merupakan
langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data atau
perolehan data dari pasien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada.
Data dasar pengkajian klien dengan Fraktur menurut Doenges (2000) adalah:
a) Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri, terjadi secara sekunder dari pembengkakan
jaringan, nyeri).
b) Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardi (respon stres,
hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera;
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, parestesis.
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal dan pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang
fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri ansietas atau trauma
lain).
d) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera. (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan atau kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak
ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
e) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/tiba-tiba).
f) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera.
Pertimbangkan rencana pemulangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat:
femur 7,8 hari; panggul/pelvis, 6,7 hari; lainnya 4,4 hari bila memerlukan
perawatan di rumah sakit.
Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri dan tugas
pemeliharaan/perawatan rumah.

B. Diagnosa keperawatan

Menurut Doenges (2000), diagnosa yang muncul pada fraktur antara lain :
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot; gerakan fragmen tulang,
edema, dan cedera pada jaringan lunak; alat traksi/imobilisasi; stress,
ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk;
fraktur terbuka, bedah perbaikan; pemasangan traksi pen, kawat, sekrup;
perubahan sensasi, sirkulasi; akumulasi ekskresi/secret; imobilisasi fisik.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskular; nyeri atau ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobilisasi
tungkai).
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya
pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada
lingkungan; Prosedur invasif, traksi tulang.
5. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
(fraktur).
6. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah: cedera vascular langsung, edema
berlebihan, pembentukan thrombus; hipovolemia.
7. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
aliran; darah/emboli lemak; perubahan membrane alveolar/kapiler;
interstisial, edema paru, kongesti.
BAB III

STUDI KASUS

Sdra.M berusia 20 tahun dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit Lasallian pada
tanggal 29 Agustus 2016 pada pukul 10.00 wita. Keluarga mengatakan klien
mengalami kecelakaan sepeda motor pada pukul 09.30. klien mengatakan paha
kanannya terasa nyeri, skala nyeri 8 ( 0 -10 ),klien tampak berhati-hati dan merasa
sakit jika pahannya ditekan, paha kanan klien tampak memar dan bengkak,klien
tampak gelisah menahan rasa sakit , klien tampak meringis, . Klien mengatakan
sangat kesulitan jika menggerakan kaki kananya, klien tampak dibantu oleh
keluarganya. Saat pengkajian tanda-tanda vital klien, TD 120/80 mmHg, Nadi
98x/m, Respirasi 26x/m, suhu 37,5c

A. Pengkajian

Ruangan : St. Fransiskus Tgl Pengkajian : 29 Agustus 2016

Kamar : VI bed 5 Waktu Pengkajian : 10.00 wita

Tgl.Masuk RS : 29/08/2016

I. IDENTIFIKASI/IDENTITAS

1. KLIEN
Nama : Sdra. M
Tempat/tgl.Lahir : Tahuna/ 10 maret 1996
Umur : 20 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : belum menikah
Agama/suku : Kristen protestan/ sangihe
warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : bahasa indonesia
Pendidikan : S1
Pekerjaan :-
Alamat rumah : Tikala Baru 1 Manado
2. PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny. B
Alamat : Tikala Baru
Hubungan dengan klien : Ibu

II. DATA MEDIK


A. Dikirim oleh :
B. Diagnose medic : Fraktur Femur Dextra

III. KEADAAN UMUM


A. Tampak gelisah dan menahan nyeri
B. Tanda-tanda vital
1. Kesadaran
Kualitatif : kesadaran normal
Kuantitatif :
Skala coma Glasgow : - Respon Motorik : 5
- Respon Bicara : 5
- Respon membuka mata : 4

Jumlah : 14

Kesimpulan : pasien dalam keadaan sadar penuh

2. Tekanan darah : 120/80 mmHg


3. Suhu : 37,5C ( Axilla )
4. Nadi : 98 x/m
5. Pernapasan : frekuensi 26x/m

IV. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


AKTIVITAS/ISTIRAHAT
1. Data subyektif :
klien mengatakan sebelum sakit klien beraktivitas seperti
biasa sebagai mahasiswa dan bisa beraktivitas secara mandiri.
Klien mengatakan setelah sakit klien tidak bisa beraktivitas
seperti biasa dan klien membutuhkan bantuan orang lain
dalam bergerak dan beraktivitas.
2. Data obyektif:
Aktivitas klien tampak dibantu oleh keluarga, klien tampak
kesulitan saat menggerakan kaki kanannya.
0 : Mandiri
Aktivitas Harian :
1. Makan :2 1 : bantuan dengan alat

2 : bantuan orang

3 : bantuan orang dan alat

4 : Bantuan penuh
2. Mandi :3
3. Berpakaian :2
4. Kerapian :2
5. Buang air kecil :3
6. Buang air besar :3
7. Mobilitas tempat tidur :4
8. Ambulasi :3

V. SIRKULASI
Bagian paha kanan klien tampak memar dan bengkak . paha kanan
klien tampak pucat, TD 120/80 mmHg, Respirasi 26x/m, nadi
98x/m

VI. NEUROSENSORI
klien tampak mengalami agitasi ( klien tampak gelisah menahan
rasa sakit )

VII. NYERI/KENYAMANAN
1. Data subyektif : Klien mengatakan paha kanannya terasa nyeri,
skala nyeri 8 ( 0-10 )
2. Data obyektif : klien tampak meringis, klien tampak kesakitan
jika paha kananya di tekan, nyeri tekan ( + ) paha kanan klien
tampak memar dan bengkak
VIII. KEAMANAN
paha kanan klien tampak bengkak
IX. KLASIFIKASI DATA

N Data Subyektif Data Obyektif


O
1. Klien mengatakan paha kanannya klien tampak meringis
terasa nyeri klien tampak kesakitan jika paha

Klien mengatakan merasa sakit jika kananya di tekan


nyeri tekan ( + )
2. paha kanannya di tekan
paha kanan klien tampak memar
Skala nyeri 8 ( 0-10)
dan bengkak
3. klien mengatakan sangat kesulitan jika TTV :
menggerakan kaki kanannya. TD 120/80 mmHg, Nadi 98x/m,

4. Klien mengatakan setelah sakit Klien Respirasi 26x/m, suhu 37,5c


Aktivitas klien tampak dibantu oleh
tidak bisa beraktivitas seperti biasa dan
keluarga, klien tampak kesulitan saat
5. klien membutuhkan bantuan orang lain
menggerakan kaki kanannya.
dalam bergerak dan beraktivitas Aktivitas Harian :
6. Klien tampak gelisah menahan rasa Makan :2
Mandi :3
sakit Berpakaian: 2
7. Kerapian: 2
Klien mengatakan setelah sakit klien Buang air kecil : 3
tidak bisa beraktivitas seperti biasa dan Buang air besar: 3
8. Mobilitas tempat tidur :4
klien membutuhkan bantuan orang lain Ambulasi: 3
dalam bergerak dan beraktivitas Paha kanan klien tampak memar
dan bengkak

0 : Mandiri

1 : bantuan dengan alat

2 : bantuan orang

3 : bantuan orang dan alat

4 : Bantuan penuh
X. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : Terputusnya Nyeri
Klien mengatakan paha kontinuitas
kanannya terasa nyeri jaringan/tulang
Klien mengatakan merasa
sakit jika paha kanannya di
Pergeseran fragmen
tekan
Skala nyeri 8 ( 0-10) tulang

DO : Pengeluaran epinefrin
klien tampak meringis & non epinefrin
klien tampak kesakitan jika
paha kananya di tekan Di hantarkan ke
nyeri tekan ( + )
paha kanan klien tampak hipotalamus

memar dan bengkak


TD 120/80 mmHg, Nadi Nyeri
98x/m, Respirasi 26x/m,
suhu 37,5c
DS : Terputusnya Gangguan mobilitas
klien mengatakan sangat kontinuitas fisik
kesulitan jika menggerakan jaringan/tulang
kaki kanannya
Klien mengatakan setelah
Pergeseran fragmen
sakit klien tidak bisa
tulang
beraktivitas seperti biasa dan
klien membutuhkan bantuan
Deformitas
orang lain dalam bergerak
dan beraktivitas
Gangguan Fungsi

DO :
Gangguan moblitas
Klien tampak dibantu
fisik
oleh keluarganya
Aktivitas Harian :
Makan :2
Mandi :3
Berpakaian: 2
Kerapian: 2
Buang air kecil : 3
Buang air besar: 3
Mobilitas tempat tidur :4
Ambulasi: 3

DS : Perdarahan & Resiko tinggi Infeksi


- klien mengatakan paha
kerusakan jaringan di
kanannya terasa sakit.
ujung tulang
- klien mengatakan paha
kanannya sulit untuk digerakkan.
DO: Hematoma
- TTV : TD 120/80 mmHg, Nadi
98x/m, Respirasi 26x/m, suhu
Perdarahan di sekitar
37,5c
patah tulang
- Paha kanan klien tampak
memar dan bengkak
Resiko tinggi infeksi

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri b/d pergeseran fragmen tulang
2. Resiko tinggi infeksi b/d perdarahan di sekitar fraktur
3. Gangguan Mobilitas fisik b/d deformitas
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai daerah
tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat dari
kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor, infeksi
pada penderita penyakit paget yang mengakibatkan kerusakan jaringan tulang
paha.
Di indonesia jumlah kecelakaan yang mengakibatkan terjadinya fraktur
femur cukup tinggi, sehingga diperlukan penanganan dan pertolongan pertama
yang tepat.

B. Saran

Saran bagi tenaga medis/kesehatan baik perawat dan dokter serta lainnya,
diharapkan memahami dan mengetahui cara penanganan yang tepat bagi
penderita rfaktur femur baik pre operasi maupun post operasi.
Saran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam beraktivitas agar tidak
terjadi kecelakaan yang menyebabkan fraktur . tapi jika telah terjadi fraktur
sebaiknya langsung dibawah ke Rumah sakit atau puskesmas terdekat untuk
mendapatkan pertolongan pertama.
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC.Buku Kedokteran. Jakarta

Sylvia A. Price &Lorraine M. Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit.Buku Kedokteran.Jakarta

Wijaya, A Safari & Putri, Y . 2013 . KMB 2 ( Keperawatan medical bedah ) .


Yogyakarta : Nuha Medika

Doenges E.M. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien.EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai