Anda di halaman 1dari 57

PENERAPAN RELAKSASI GENGGAM JARI UNTUK MENGURANGI NYERI PADA

PASIEN HERNIA SCROTALIS INKASERATA POST HERNIORAPHY MESH HARI KE-2

Disusun Oleh :
Nabila Puspaningrum
G3A020105

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan serta pengembangan suatu negara telah memberikan dampak yang
signifikan pada masyarakatnya, tidak terkecuali di Indonesia. Dampak tersebut telah
mengubah pola struktur masyarakat dari agraris menjadi industri. Hal tersebut menuntut
manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha yang ekstra, tentu itu
mempengaruhi pola hidup dan kesehatannya yang dapat menyebabkan kerja tubuh yang
berat, yang dapat menimbulkan kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ tubuh.
Kebiasaan hidup tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti hernia.
Menurut Pierce & Borley (2006, hal. 118) hernia merupakan penonjolan viskus
atau sebagian dari viskus melalui celah yang abnormal pada selubungnya. Menurut
Sjamsuhidajat & Jong (2011, hal. 619) hernia inguinalis adalah menonjolnya isi suatu
rongga yang melalui anulus inguinalis yang terletak di sebelah lateral vaso epigastrika
eksternus. Sehingga dapat disimpulkan hernia adalah penonjolan suatu organ atau isi perut
melalui lubang disekitarnya akibat lemahnya organ atau jaringan bersangkutan.
Adapun insiden menurut Word Health Organization (WHO) selama tahun 2010, di
Indonesia tercatat 32,9% atau sekitar 78,2 juta penduduk dengan kondisi kegemukan. Jika
dibandingkan dengan data obesitas pada tahun 2008 yang hanya 9,4%, maka dapat
disimpulkan bahwa angka obesitas di Indonesia semakin meningkat. Penyakit hernia di
Indonesia menempati urutan ke delapan dengan jumlah 291.145 kasus. Obesitas atau
kelebihan berat badan secara alami akan memiliki tekanan internal yang lebih besar.
Tekanan internal tersebut dengan mudah dapat mendorong jaringan lemak dan organ
internal menjadi hernia.
Hernia ada beberapa macam diantaranya adalah inguinalis indirect, inguinalis
direct, femoral, umbilikal dan insicional. Hernia skrotalis dapat terjadi karena anomaly
congenital atau karena sebab yang didapat (akuistik). Hernia dapat dijumpai pada setiap
usia dan jenis kelamin, prosentase lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan
perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada
annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia.
Disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati
pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut (Nuari 2015, hal. 229).
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan dilipat paha. Benjolan
tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan,
mengangkat beban barat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali. Bila terjadi
komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan
asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan
berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong
apakah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anakanak.
Kadang cincin hernia dapat diraba berupa analus inguinalis yang melebar
(Nuari 2015, hal. 229)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan aplikasi evidence based nursing practice : penerapan
relaksasi genggam jari untuk mengurangi nyeri pada pasien hernia scrotalis inkaserata
posr hernioraphy mesh hari ke-2.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hernia scrotalis
inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
b. Penulis mampu merumuskan masalah diagnosa keperawatan pada pasien dengan
hernia scrotalis inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan hernia
scrotalis inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan hernia scrotalis
inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan hernia scrotalis inkaserata
posr hernioraphy mesh hari ke-2.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian dan Klasifikasi
Menurut Nuari (2015, hal. 229) hernia merupakan penonjolan serat atau ruas organ
atau jaringan melalui lubang yang abnormal. Hernia adalah keluarnya isi tubuh
(biasanya abdomen) melalui defek atau bagian terlemah dari dinding rongga yang
bersangkutan (Dermawan & Rahayuningsih, 2010 hal. 91). Hernia adalah prostrusi
atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan (Amin & Kusuma, 2015 hal. 76). Hernia inguinal adalah menonjolnya isi
suatu rongga yang melalui annulus inguinalis yang terletak di sebelah lateral vaso
epigastrika eksternus (Sjamsuhidajat & Jong, 2011 hal. 619). Sehingga dapat
disimpulkan hernia adalah penonjolan suatu organ atau isi perut melalui lubang
disekitarnya akibat lemahnya organ atau jaringan bersangkutan.
Menurut Demawan & Rahayuningsih (2010, hal. 92) jenis hernia ada beberapa
macam diantaranya inguinalis indirect adalah batang usus melewati cincin abdomen
dan mengikuti saluran sperma ke dalam kanalis inguinalis. Inguinalis direct adalah
batang usus melewati dinding inguinal bagian posterior. Femoral adalah batang usus
melewati femoral kebawah kedalam kanalis femoralis. Umbilikal adalah batang usus
melewati cincin umbilikal. Incisional adalah batang usus atau organ lain menonjol
melalui jaringan perut yang lemah.

2. Etiologi
Menurut Nuari (2015, hal. 229) hernia skrotalis dapat terjadi karena anomaly
congenital atau karena sebab yang didapat (akuistik). Hernia dapat dijumpai pada
setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria berbagai faktor penyebab
berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh
faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka. Faktor
yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut, dan kelemahan otot dinding perut
kerena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia
skrotalis.
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah hernia inguinalis
indirect. Terjadi pada suatu kantong kongiental dan prosesus vaginalis, kerja otot yang
terlalu kuat, mengangkat beban yang berat, batuk kronik, mengejan sewaktu miksi dan
defekasi, peregangan otot abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen (TIA).
Seperti obesitas dan kehamilan, kelemahan abdomen bisa disebabkan kerena cacat
bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia dapat mempengaruhi
kelemahan dinding abdomen (semakin bertambah usia dinding abdomen semakin
melemah). Peningkatan tekanan intra abdomen diantaranya mengangkat beban berat,
batuk kronis, kehamilan, kegemukan dan gerak badan yang berlebih, bawaan sejak
lahir pada usia kehamilan 8 bulan terjadi penurunan testis melalui kanalis inguinal
menarik peritoneum dan disebut plekus vaginalis, peritoneum hernia karena canalis
inguinalis akan tetap menutup pada usia 2 bulan (Nuari 2015, hal. 229).

3. Manifestasi Klinik
Menurut (Gnefith, 2004) :
a. Pembengkakan skrotum dengan atau tanpa nyeri
b. Sebuah benjolan yang bisa kembali ke posisi normal ditekan atau berbaring
c. Rasa yang tidak enak, nyeri pada benjolan dalam
d. Bila ada komplikasi maka ada gejala mual dan muntah

4. Patofisiologi
Menurut Nuari (2015, hal. 229) kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada
fetus pada bulan ke-8 kehamilan, desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik
perineum ke dalam srkotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut
dengan proses vaginalis peritoneum. Pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini
telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis
kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila
kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal,
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus
(karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun kerena merupakan lokus minoris
persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita.
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilam, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, miksi misalnya pada
hipertropi prostat. Apabila isi hernia keluar melalui hernia peritoneum melalui annulus
inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian
hernia masuk kedalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dari analus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke
skrotum yang disebut juga hernia skrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal
sehingga akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat
kesadaran, depresi pada SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu
pengaruh anestesi juga mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat
sehingga jalan nafas terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang
berakibat pada mual dan muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan
menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah
dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah
mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, statis cairan tubuh).
Luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga
sewaktuwaktu dapat terjadi infeksi. Rasa nyeri timbul pada semua jenis operasi, karena
terjadi torehan, tarikan, manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena
kompresi/stimulasi ujung saraf oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau
karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti
karena tekanan, spasme otot atau hematoma
5. Pathways

Factor pencetus : Aktifitas berat, bayi premature,


Hernia scrotalis
kelemehan dinding abdomen, intraabdominal
tinggi, adanya tekanan.
Penonjolan isi skrotum

Defek pada fasia muskula


aponeuretik

Tekanan rongga perut

Kanalis inguinalis terbuka

Peningkatan isi hernia


denga dinding hernia

Usus masuk ke cincin


hernia

Obstruksi usus

Pembedahan atau
herniography

Nyeri Luka insisi bedah

Kurang pengetahuan
Kelemahan fisik
tentang perawatan
luka
Keterbatasan gerak
Deficit pengetahuan

bedrest

Aktivitas dibantu keluarga

Gangguan mobilitas
fisik
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic atau penunjang pada hernia menurut nurarif (2015) antara lain:
a. Hitungan darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
atau peningkatan hematrokit, peningkatan sel darah putih dan ketidakseimbangan
elektrolit pada hernia
b. Sinar X abdomen dapat menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.
7. Komplikasi
Komplikasi pembedahan (Pierce A.Grace, 2006) :
a. Hematoma atau (luka pada skrotum)
b. Retensi urine akut
c. Infeksi pada luka
d. Nyeri kronis
e. Nyeri pada pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
f. Rekurensi hernia (sekitar 2%)

8. Penatalaksanaan
Menurut Amin & Kusuma (2015, hal. 76) penanganan hernia ada dua macam:
a. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Bukan merupakan tindakan definitif sehingga dapat kambuh kembali. Adapun
tindakannya terdiri atas
1) Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam kavum
peritoneum atau abdomen. Reposisi dilakukan secara manual. Reposisi
dilakukan pada pasien dengan hernia reponibilis dengan cara memakai dua
tangan. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali
pada anak-anak.

2) Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah
sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau
penyempitan sehingga isi hernia keluar dari kavum peritoneum.
3) Sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak dilakukan operasi.
b. Operasi
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada hernia
reponibilis, hernia irreponibilis, hernia strangulasi, hernia inkarserata.
Operasi hernia ada 3 macam:
1) Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi hernia ke
kavum abominalis.
2) Hernioraphy
Mulai dari mengangkat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint
tendon (penebalan antara tepi bebas musculus obliquus intra abominalis dan
musculus tranversus abdominalis yang berinsersio di tuberculum pubicum).
3) Hernioplasty
Menjahitkan conjoint tendon pada ligementum inguinale agar LMR hilang/
tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup otot. Hernioplasty
pada hernia inguinalis lateralis ada bermacam-macam menurut kebutuhannya
(Ferguson, Bassini, halst, hernioplasty, pada hernia inguinalis media dan hernia
femoralis dikerjakan dengan cara Mc.Vay)
c. Penatalaksanaan pasca operasi
Penatalaksanaan setelah operasi diantaranya adalah hindari hal-hal yang memicu
tekanan di rongga perut, tindakan operasi dan pemberian analgesik pada hernia
yang menyebabkan nyeri, berikan obat sesuai resep dokter, hindari mengejan,
mendorong atau mengangkat benda berat. Jaga balutan luka operasi tetap kering
dan bersih, mengganti balutan seteril setiap hari pada hari ketiga setelah operasi
kalau perlu. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi
diet tinggi serat dan masukan cairan yang adekuat (Amin & Kusuma, 2015 hal. 76).

B. Konsep Asuhan Keperawatan sesuai profesi


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data yang akurat dan sistemik akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasi, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang di peroleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Demografi menggambarkan identitas klien tentang pengkajian
mengenainama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit terkait
dengan hernia. Hal ini yang perlu di kaji tentang : tanggal MRS, nomor
rekam medik, dan Diagnosis Keperawatan Medik
c. Kaji gejala tanda bengkak dan nyeri pada hernia
d. Riwayat penyakit sekarang
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
dapat di tegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
e. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pernah mengalami penyakit hernia atau tidak
f. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keadaan sehat dan tidak ada menderita penyakit yang serius, adakah
penyakit serius yang di alami oleh keluarga.
g. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sambungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita
2. Fokus intervensi
a. Data Subyektif
1) Sebelum operasi
Adanya benjolan di selangkangan, kemaluan atau skrotum nyeri di daerah
benjolan meski jarang dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau daerah paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan
pada mesenterium sewaktu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual, muntah, kembung.
2) Riwayat penyakit terdahulu: riwayat batuk kronis dan tumor intraabdominal,
bedah abdominal.
3) Riwayat penyakit sekarang : merasa ada benjolan di skrotum bagian kanan atau
kiri dan kadang-kadang mengecil/menghilang. Bila menangis, batuk,
mengangkat beban berat akan timbul benjolan lagi, timbul rasa nyeri pada
benjolan dan timbul rasa kemeng disertai mual-muntah. Akibat komplikasi
terdapat shock,demam, asidosis metabolik, abses, fistel, peritonitis.
4) Sesudah operasi
Nyeri di daerah operasi, lemas, pusing, mual dan kembung
b. Data Obyektif
1) Inspeksi
Hernia reponibel terdapat benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah berbaring.
2) Palpasi
Caranya : titik tengah antara SIAS (Spina Iliaca Anterior Superior) dengan
tuberkulum pubicum ditekan lalu pasien disuruh mengejan. Jika terjadi
penonjolan di sebelah maka dapat diasumsikan bahwa itu hernia inguinalis
medialis. Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum ditekan lalu
pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan
maka dapat diasumsikan sebagai hernia inguinalis Hernia inguinalis : kantong
hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai
gesekan dua permukaan sutera , tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera.
Kantong hernia yang berisi mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau
ovarium. Dalam hal hernia dapat direposisi pada waktu jari masih berada dalam
annulus eksternus, pasien mulai mengedan kalau hernia mulai menyentuh ujung
jari berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau sampai jari yang menyentuh
menandakan hernia inguinalis medialis.

3) Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka kemungkinan hernia strangulata.
Hipertimpani, terdengar pekak
4) Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang
mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata)
5) Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda howshipromberg (hernia
obtutatoria)
6) Pemeriksaan test diagnostik : rongent, USG
7) Tanda-tanda vital: temperatur meningkat, pernafasan meningkat, nadi
meningkat, tekanan darah meningkat.
8) Hasil laboratorium :
Leukosit > 10.000 – 18.000 / mm3 serum elektrolit meningkat
3. Pengkajian Pasca Operasi
Pada umumnya klien dengan pasca operasi akan mengalami nyeri yang hebat sehingga
diperlukan pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST (Muttaqin 2008, h.120).
a. Provoking Incident.
Merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya nyeri, biasanya
berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur pembedahan.
b. Quality of Pain.
Merupakan jenis rasa nyeri yang dialami klien.
c. Region, Radiation, Relief.
Area yang dirasakan nyeri pada klien. Imobilisasi atau istirahat dapat mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan agar tidak menjalar atau menyebar.
d. Severity (Scale) of Pain.
Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya dengan skala 5- 7 dari
skala pengukuran 1-10.
e. Time.
Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam kondisi seperti
apa nyeri bertambah buruk.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan, gangguan pada kulit,
jaringan, dan integritas otot.
b. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
kelemahan anggota gerak.

5. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan, gangguan pada kulit,
jaringan, dan integritas otot.
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 a. Kaji skala, lokasi, durasi, intensitas dan
jam nyeri menurun dan pasien merasa nyaman karakteristik nyeri
b. Berikan teknik nonfarmakologis
c. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis
e. Kolaborasi pemberian analgetik

b. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.


SLKI SIKI
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan a. Monitoring tanda dan gejala infeksi
1x24 jam tidak ada tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b. Berikan perawatan kulit pada luka
edema
c. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d. Kolaborasi pemberian imunisasi

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan


kelemahan anggota gerak.
SLKI SIKI
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan a. Idrntifikasi adanya nyeri atau keluhan
1x24 jam pasien mampu bergerak dan fisik lainnya
beraktivitas b. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
c. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
d. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
C. Konsep Teori Nyeri
1. Pengertian
Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami suatu
tindakan pembedahan. Pembedahan merupakan suatu peristiwa yang bersifat bifasik
terhadap tubuh manusia yang berimplikasi pada pengelolaan nyeri. Lama waktu
pemulihan pasien post operasi normalnya terjadi hanya dalam satu sampai dua jam
(Potter & Perry, 2005). Pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu rata-rata
72,45 menit, sehingga pasien akan merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada dua jam
pertama sesudah operasi karena pengaruh obat anastesi sudah hilang, dan pasien sudah
keluar dari kamar sadar (Mulyono, 2008).
Pasca pembedahan (pasca operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan
nyeri yang tidak adekuat. (Sutanto, 2004 cit Novarizki, 2009). Hal tersebut merupakan
stressor bagi pasien dan akan menambah kecemasan serta keteganggan yang berarti
pula menambah rasa nyeri karena rasa nyeri menjadi pusat perhatiannya. Bila pasien
mengeluh nyeri maka hanya satu yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri.
Hal itu wajar, karena nyeri dapat menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan
akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat (Zulaik, 2008). Tingkat dan keparahan
nyeri pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan
toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2002).
2. Jenis-Jenis Nyeri
Menurut Price & Wilson (2005), mengklasiifikasikan nyeri berdasarkan
lokasi atau sumber, antara lain :
a. Nyeri somatik superfisial (kulit), yaitu nyeri kulit berasal dari struktur superfisial
kulit dan jaringan subkutis. Nyeri sering dirasakan sebagai penyengat, tajam
meringis, atau seperti terbakar, dan apabila pembuluh darah ikut berperan
menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.
b. Nyeri somatik dalam, nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentu, tulang, sendi
dan arteri.
c. Nyeri visera, nyeri berasal dari organ-organ tubu, terletak di dinding otot polos
organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah
peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia dan
peradangan.
d. Nyeri alih, nyeri yang berasal dari salah satu daerah tubuh tetapi dirasakan terletak
didaerah lain.
e. Nyeri neuropati, nyeri yang sering memiliki kualitas seperti terbakar, perih atau
seperti tersengat listrik. Nyeri ini akan bertambah parah oleh stres, emosi, atau
fisik (dingin , kelelahan), dan mereda oleh relaksasi. (Judha, Sudarti, Fauziah,
2012)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Beberapa faktor yang memperngaruhi nyeri menurut Perry & Potter (2005),
antara lain : a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kebudayaan
d. Makna nyeri
e. Perhatian
f. Ansietas
g. Keletihan
h. Pengalaman sebelumnya
i. Gaya koping
j. Dukungan keluarga dan sosial (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012)
4. Klasifikasi Nyeri
a. Nyeri akut : merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis : merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis dibagi
lagi menjadi nyeri terminal, sindrom nyeri kronis dan psikosomatik (Maryunani,
2010).
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Semarang
Diagnosa medis : Hernia skrotalis dekstra (post hernioraphy)
Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. H
Alamat : Semarang
Hub dengan klien : Istri

2. Status Kesehatan
a. Keluhan utama:
Tn.S mengeluh nyeri pada luka operasinya, nyeri skala 4. Pasien juga mengeluh sulit
beraktivitas karena masih merasakan nyeri apalagi saat bergerak lebih dan badan
terasa sangat lemah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Tn.S 59 tahun post hernioraphy (hernia scrotalis dekstra) mesh hari ke 2. mengeluh
nyeri pada luka operasi, terpasang DC BAK jernih. Mengeluh sulit beraktivitas karena
masih merasakan nyeri. Selalu bertanya bagaimana jika pasien tidak bisa merawat
lukanya ketika dirumah. TD : 138/78 mmHg. HR 100x/menit, RR 20x/menit, T :
36,5oC. Pemeriksaan fisik ditemukan : nyeri pada daerah luka post operasi skala 5,
genetalia : dalam batas normal, terpasang DC dan Drain, laboratorium : Hb 14.7 g/dl,
leukosit 6.490, Trombosit 139.000, HT : 40 %, GDS 44. Terapi dari medis : Nacl
0.9% 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1, Inj. Ketorolac 2x1, Inj. Ranitidin 2x1, Bila Baik
Rencana Boleh Pulang.
c. Status kesehatan masa lalu
Tn. S belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya dan baru pertama kali ini
di operasi.

3. Pengkajian Pola Fungsi Dan Pemeriksaan Fisik


a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tn. S jika mengalami keluhan sakit segera pergi untuk memeriksakan diri ke
klinik terdekat. Selama ini Tn. S selalu menjaga pola makannya dengan banyak
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak
merokok. Tn. S juga tidak mempunyai kegiatan olahraga yang khusus, olahraga yang
biasa dilakukan hanya berjalan-jalan biasa di sekitar rumah.
b. Nutrisi, cairan dan metabolic
1) Gejala (subyektif)
a) Menjaga pola makan dengan banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan
b) Nafsu makan baik, sudah tidak mual pasca operasi dan mulai makan sedikit-
sedikit.
c) Muntah tidak ada.
d) Nyeri uluh hati tidak ada.
e) Alergi makanan tidak ada.
f) Tidak ada masalah mengunyah atau masalah menelan.
g) Tidak ada keluhan demam, suhu 36,5o C.
h) Pola minum baik, serta dibantu dengan cairan infus yang masuk.
i) Tidak ada penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir.
2) Tanda (obyektif)
a) Suhu 36,5o C, tidak ada diaphoresis
b) BB 70 kg; TB 167 cm.
c) Tidak ada edema.
d) Tidak ada acites.
e) Tidak ada pembesaran vena jugularis.
f) Post op hernioraphy H+2.
g) Kondisi gigi bersih tidak kotor, mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat.
Konjungtiva tidak anemis
c. Pernafasan, aktifitas, dan latihan
1) Gejala (subyektif)
a) Tidak mengalami dyspnea.
b) tidak menggunakan alat bantu pernafasan.
2) Tanda (obyektif)
a) RR 20x/menit, simetris antara dada kanan dan dada kiri.
b) Tidak ada cuping hidung dan tidak ada otot bantu pernafasan.
c) Tidak batuk.
d) Suara nafas vesikuler.
d. Aktifitas kebersihan diri dan latihan
1) Gejala (subyektif)
a) Kegiatan dalam pekerjaan dan sehari-hari dalam kategori ringan.
b) Belum mampu dalam bergerak lebih, aktifitas perawatan diri dengan dibantu
keluarga kecuali untuk makan.
c) Aktifitas toileting : BAB dibantu, terpasang DC
d) Tidak ada keluhan sesak nafas setelah melakukan aktifitas apapun.
e) Tidak mudah merasa kelelahan
2) Tanda (obyektif)
a) Tidak mempunyai status mental yang buruk, mampu melakukan interaksi
sosial dengan baik.
b) Kondisi umum baik, tidak tampak lemah, dengan kerapian penampilan cukup
rapi.
c) Kekuatan otot baik, tidak membungkuk, tidak ada deformitas.
d) Tidak bau badan serta tidak bau mulut, kondisi kulit kepala bersih, warna
rambut hitam, kuku bersih berwarna merah muda

e. Istirahat
1) Gejala (subyektif)
a) Kebiasaan tidur malam jam 9, selama sakit tidak ada gangguan dalam pola
tidur
2) Tanda (obyektif)
Tampak segar, biasa menguap saat bangun tidur dan mengantuk
f. Sirkulasi
1) Gejala (subyektif)
a) Tidak mempunyai riwayat hipertensi dan masalah jantung serta DM
b) Tidak mempunyai riwayat edema pada bagian tubuh.
c) Tidak mempunyai riwayat penyembuhan yang lama.
d) Tidak ada rasa kesemutan.
e) Tidak ada palpitasi dan tidak ada keluhan nyeri dada.
2) Tanda (obyektif)
a) Tekanan darah 124/70 mmHg.
b) Nadi 90 x/menit.
c) Bunyi jantung regular dan kuat.
d) Warna ekstremitas tidak kebiruan dan tanda homon (-).
e) Tidak ada varises dan phlebitis.
f) Membrane mukosa tidak sianosis, konjungtiva tidak anemis.

g. Eliminasi
1) Gejala (subyektif)
a) Frekuensi BAB 1x dalam sehari.
b) Tidak terpasang alat bantu untuk BAB
c) Tidak mengalami konstipasi dan masalah diare.
d) Tidak menggunakan laksatif.
e) nyeri saat BAK.
f) Terpasang DC
2) Tanda (obyektif)
a) Abdomen:
- Inspeksi :perut tidak membuncit, tampak balutan
post op di daerah selangkangan.
- Auskultasi :bising usus 15 x/menit, tidak terdengar
bunyi abnormal.
- Perkusi :suara timpani, dan tidak kembung.
- Palpasi :terdapat nyeri tekan pada area luka post
op, tidak terdapat distensi kandung kemih.
b) Pola eliminasi
- BAB konsistensi lunak
- BAK : terpasang DC
h. Neurosensory dan kognitif
1) Gejala (subyektif)
a) Adanya nyeri
P : nyeri luka operasi, nyeri saat BAK
Q : diremas-remas
R : nyeri di selangkangan kanan
S : skala nyeri 4
T : nyeri sewaktu-waktu, hilang timbul
b) Tidak ada rasa ingin pingsan.
c) Tidak ada nyeri kepala.
d) Tidak ada rasa kebas, kelemahan, dan kesemutan.
e) Penglihatan dan pendengaran baik, dan tidak merasa telinganya berdenggung.
f) Tidak mengalami epistakasis.
2) Tanda (obyektif)
a) Kesadaran composmentis.
b) GCS: E4,M5,V6
c) Terorientasi waktu, tempat, dan orang.
d) Tidak mengalami gangguan persepsi sensori.
e) Tidak mengalami delusi.
f) Memori saat ini dan masa lalu cukup baik.
g) Tidak menggunakan alat bantu pendengaran dan penglihatan.
i. Keamanan
1) Gejala (subyektif)
a) Tidak memiliki alergi baik alergi obat maupun makanan tertentu.
b) Tidak mempunyai riwayat penyakit hubungan seksual, tidak mempunyai
riwayat transfusi darah.
c) Tidak memiliki kerusakan penglihatan maupun pendengaran.
d) Tidak ada riwayat cedera.
e) Tidak ada riwayat kejang.
2) Tanda (obyektif)
a) Suhu 36,5oC, tidak ada diaforesis.
b) Tidak ada jaringan parut.
c) Kulit kemerahan.
d) Tidak ada luka.
e) Tidak ada ekimosis dan tanda pendarahan lainnya.
f) Terpasang alat invasive kondisi baik.
g) Tidak ada gangguan keseimbangan.
j. Persepsi diri, konsep diri, dan mekanisme koping
1) Gejala (subyektif)
a) Dalam mengambil keputusan dibantu oleh keluarga.
b) Dalam memecahkan masalah dengan cara membicarakan dengan keluarga.
c) Tidak merasa cemas dan takut.
d) Tidak merasa tidak berdaya.
e) Tidak mengalami keputusasaan.
2) Tanda (obyektif)
Status emosional cukup tenang.
k. Interaksi sosial
1) Gejala (subyektif)
a) Orang terdekat adalah anak dan istri.
b) Dalam menghadapi masalah Tn. S meminta bantuan kepada keluarga.
c) Tidak ada kesulitan dalam berhubungan dengan keluarga.
d) Tidak mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan tenaga kesehatan
maupun dengan pasien lainnya.
2) Tanda (obyektif)
a) Kemampuan bicara baik dan jelas.
b) Tidak menggunakan alat bantu bicara.
c) Tidak mempunyai perilaku menarik diri.
l. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
1) Gejala (subyektif)
a) Sumber kekuatan diri sendiri, keluarga, dan Allah.
b) Tidak ada perasaan menyalahkan tuhan.
c) Tn. S melakukan ibadah sholat 5 waktu, dan mengaji dirumah, selama dirawat
di rumah sakit hnaya melakukan kegiatan agama sholat 5 waktu di atas tempat
tidur.
d) Tidak ada keyakinan/kebudayaan tertentu yang dianut Tn. S, serta tidak ada
pertentangan nilai. Keyakinan/kebudayaan terhadap pengobatan yang dijalani
Tn. S.
2) Tanda (obyektif)
a) Tidak ada perilaku menarik diri, tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung,
dan tidak mudah menangis.
b) Tidak menolak program pengobatan yang akan diberikan.
c) Tidak berhenti melakukan aktivitas agama.
d) Tidak menunjukkan sikap permusuhan dengan tenaga kesehatan.
a) Diit
TETP (tinggi energy tinggi protein) dengan jenis makanan lunak.
4. Data penunjang
Vital sign : 138/78 mmHg, HR 100 kali/ menit, RR 20 kali/ menit,
T : 36,5oC
terpasang DC dan Drain
laboratorium :
Hb 14.7 g/dl
leukosit 6.490
Trombosit 139.000
HT : 40 %
GDS 44.
Terapi dari medis :
Nacl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Ketorolac 2x1
Inj. Ranitidin 2x1

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Analisa Data
No Data Subyektif & Data Obyektif Etiologi Problem
1. Data Subyektif : Agen pencedera Nyeri akut
1. Tn. S mengeluh nyeri pada fisik (post
luka operasinya hernioraphy)
P : luka bekas operasi
karena ada benjolan
paha atas sebelah
kanan, nyeri bertambah
apabila beraktivitas
lebih dan berkurang
jika istirahat
Q : diremas-remas
R : nyeri hanya pada bekas
luka operasi paha atas
bagian kanan
S:5
T : hilang timbul

Data Obyektif
1. Pasien tampak gelisah dan
meringis kesakitan
2. Pasien tampak lemah
3. Tekanan darah: 138/78 mmHg
2. Data Subyektif : Nyeri (post Gangguan mobilitas fisik
1. Pasien mengeluh sulit hernipgraphy)
beraktivitas karena masih
merasakan nyeri apalagi saat
bergerak lebih

Data Obyektif :
1. Tampak lemah
2. ADL dibantu istri
3. Bedrest
3 Data Subyektif : Kurang terpapar Deficit pengetahuan
1. Pasien selalu bertanya informasi
bagaimana jika pasien tidak
bisa merawat lukanya ketika
dirumah.

Data Obyektif :
1. Pasien tampak sering bertanya
terkait dengan lukanya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (post herniography) (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik b.dnyeri (post herniography) (D.0054)
c. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi (D.0111)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi
Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(post herniography) keperawatan selama…nyeri berkurang 1. identifikasi lokasi,
dan dapat teratasi karakteristik, durasi,
Ekspektasi : menurun frekuensi, kualitas, intensitas
Kriteria hasil : nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. identifikasi skala nyeri
2. Gelisah menurun 3. identifikasi respons nyeri
3. Frekuensi nadi membaik non verbal
4. identifikasi faktor yang
memperberak dan
memperingan nyeri
5. monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
6. monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik :
1. berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Mobilitas fisik Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (I.05173)
berhubungan dengan nyeri Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(post herniography) keperawatan selama … pasien mampu 1. identifikasi adanya nyeri atau
melakukan aktivitas sendiri keluhan fisik lainnya
Ekspektasi : meningkat 2. identifikasi toleransi fisik
Kriteria hasil : melakukan pergerakan
1. pergerakan ekstremitas 3. monitor frekuensi jantung
kekuatan otot meningkat dan tekanan darah sebelum
2. nyeri menurun memulai mobilisasi
3. kelemahan fisik menurun 4. monitor keadaan umum
selama melakukan mobilisasi

Terapeutik :
1. fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
Deficit pengetahuan Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi kesehatan (I.12383)
berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan tindakan Observasi :
terpapar informasi keperawatan selama … pasien dapat 1. identifikasi kesiapan dan
mengetahui bagaimana cara merawat kemampuan menerima
luka nya informasi
Ekspektasi : menurun 2. identifikasi faktor-faktor
Kriteria hasil : yang dapat meningkatkan
1. kemampuan menjelaskan dan menurunkan motivasi
pengetahuan tentang suatu perilaku hidup bersih dan
topic meningkat sehat
2. perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat Terapeutik :
3. pertanyaan tentang masalah 1. sediakan materi dan media
yang dihadapi menurun pendidikan kesehatan
4. persepsi keliru terhadap 2. jadwalkan pendidikan
masalah menurun kesehatan sesuai kesepakatan
3. berikan kesempatan untuk
bertanya

Edukasi :
1. jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
3. ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
BAB III

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Data focus pasien


» Data subjektif :
Tn. S mengeluh nyeri pada luka operasinya
P : luka bekas operasi karena ada benjolan paha atas sebelah kanan, nyeri bertambah
apabila beraktivitas lebih dan berkurang jika istirahat
Q : diremas-remas
R : nyeri hanya pada bekas luka operasi paha atas bagian kanan
S:5
T : hilang timbul
» Data objektif :
Pasien tampak gelisah dan meringis kesakitan
Pasien tampak lemah
Tekanan darah : 138/78 mmHg

B. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal EBN yang di aplikasikan


Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post hernioraphy)
C. Analisa sintesa justifikasi atau alasan penerapan EBN dalam bentuk skema

Factor pencetus : Aktifitas berat, bayi premature,


Hernia scrotalis
kelemehan dinding abdomen, intraabdominal
tinggi, adanya tekanan.
Penonjolan isi skrotum

Defek pada fasia muskula


aponeuretik

Tekanan rongga perut


D. Mekanisme penerapan EBN
Standar operasional prosedur
PENERAPAN RELAKSASI GENGGAM JARI

1. Pengertian
Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam
strategi penanggulangan nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve
Stimulation), biofeedack, plasebo dan distraksi. Manajemen nyeri dengan melakukan
teknik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal
individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup latihan
pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery, dan meditasi, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam
menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2001).
Relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah
dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di
dalam tubuh kita. Teknik genggam jari disebut juga finger hold (Liana,2008 ).
2. Tujuan
Beberapa penelitian, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri
pasca-operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar
efektif. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer
and Bare, 2002).
3. Prosedur pelaksanaan relaksasi genggam jari
Menurut Wong (2011), prosedur penatalaksanaan teknik relaksasi genggam jari
dilakukan selama 15 menit dengan tahapan antara lain:

Tahap Tindakan
Persiapan 1. Jelaskan pada pasien tentang tindakan dan tujuan dari tindakan
yang dilakukan serta menanyakan ketersediaannya
Tindakan 2. Posisikan pasien dalam posisi terbaring, serta anjurkan pasien
untuk mengatur nafas dan merilekskan semua otot
3. Perawat duduk disamping pasien, relaksasi dimulai dengan
menggengam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam
sampai nadi pasien terasa berdenyut
4. Anjurkan pasien untuk mengatur pola nafas dengan hitungan
teratur
5. Genggam ibu jari kurang lebih selama 3-5 menit dengan
tambahan nafas dalam, kemudian lanjutkan ke jari-jari yang
lain satu persatu dengan durasi yang sama
6. Setelah kurang lebih 15 menit, lakukan relaksasi genggam jari
ke jari tangan yang lain
Terminasi 7. Setelah selesai, tanyakan bagaimana respon pasien terhadap
kecemasan yang dirasakan
8. Rapikan pasien dan tempat tidur kembali
BAB V

PEMBAHASAN PENERAPAN EBN

A. Hasil yang dicapaiKelebihan dan manfaat penerapan EBN

Data Subjektif Data Objektif


Pre Ds: Tn. S mengeluh nyeri pada Do :
luka operasinya 1. Pasien tampak gelisah dan
P : luka bekas operasi karena meringis kesakitan
ada benjolan paha atas 2. Pasien tampak lemah
sebelah kanan, nyeri 3. Tekanan darah : 138/78 mmHg
bertambah apabila
beraktivitas lebih dan
berkurang jika istirahat
Q : diremas-remas
R : nyeri hanya pada bekas
luka operasi paha atas
bagian kanan
S:5
T : hilang timbul

Post Ds: Tn. S mengatakan jika nyeri Do :


Setelah di lakuakan dengan nya sudah tidak terlalu 1. Pasien tampak nyaman dan
durasi 15 menit relaksasi terasa tidak terlalu meringis menahan
genggam jari P : luka bekas operasi karena nyerinya
ada benjolan paha atas 2. Pasien sudah dapat
sebelah kanan, nyeri beraktivitas
bertambah apabila 3. Tekanan darah : 120/78mmHg
beraktivitas lebih dan
berkurang jika istirahat
Q : ditekan-tekan
R : nyeri hanya pada bekas
luka operasi paha atas
bagian kanan
S:3
T : hilang timbul
B. Relaksasi genggam jari sangat mudah dilakukan oleh siapapun, yang berhubungan
dengan jari-jari tangan dan aliran energy yang ada dalam tubuh kita, apabila individu
mempersepsikan entang sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, maka akan muncul
respon relaksasi (Potter & perry, 2005).
BAB VII
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Pada pasien Tn. S dengan diagnose medis hernia scrotalis inkaserata, penulis
menemukan masalah keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (post herniorapy mesh)
Untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul pada nyeri yang dialami pasien maka
dilakukan rencana tindakan, penentuan kriteria hasil dalam rencana asuhan
keperawatan sebagian besar sesuai berdasarkan teori dan dapat diterapkan pada
rencana tindakan kasus.
Kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain sangat diperlukan dalam pelaksanaan
intervensi keperawatan. Adanya kolaborasi tersebut tujuannya adalah membantu
penulis melakukan implementasi yang tepat sesuai dengan intervensi walaupun
kemungkinan adanya ketidaksempurnaan.
Dari hasil penerapan tindakan EBN yang dilakukan pada Tn.S yaitu penerapan
relaksasi genggam jari yang bertujuan untuk menurunkan nyerinya. Setelah di
diterapkan relaksasi genggam jari terjadi penurunan skala nyeri yang semula 5
menjadi.

B. Saran
1. Penulis
Bagi penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien hernia post hernioraphy dengan masalah keperawatan nyeri dalam
pemberian intervensi nonfarmakologi.
2. Pelayanan kesehatan
Bagi institusi pelayanan kesehatan, dapat dijadikan sebagai intervensi mandiri
keperawatan dalam menangani pasien hernia post hernioraphy di RS maupun di
pelayanan kesehatan yang lain sehingga meminimalkan pengunaan antipiretik
pada pasien
3. Profesi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi dalam ilmu keperawatan guna
menentukan intervensi mandiri keperawatan dalam menangani masalah
keperawatan nyeri pada pasien hernia post hernioraphy

Daftar Pustaka :

Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: EGC
Nuari, N.A 2015.

Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta. Trans Info Media.

NANDA. 2012. Diagnosa keperawatan Defisiensi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga Rekam
Medis RSUD Kraton. 2014-2015.

Angka Prevalensi Hernia.

Sjamsuhidajat & De Jong, Wim. 2011. Buku Ajar IlmuBedahEdisi 3. Jakarta. EGC.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI


TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA
PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI

Iin Pinandita1, Ery Purwanti2, Bambang Utoyo3

1, 2, 3 Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong

ABSTRACT

Pain is the most common reason for people to seek health care and is
one of the most common complaint of patients after a surgery. To cope with
pain, pain management is needed that includes non-pharmacological and
pharmacological management. Hand grip relaxation technique is one of non-
pharmacological techniques to emotions which can cause pain increase for
the post laparotomy patients. The aim of this study is to find out the
influence of hand grip Relaxation Technique to Decrease pain Intensity of
Post Laparatomy Patients in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital.This
research method is a Quasi-experiment with the pre test-post test approach
with control group design. The study was conducted in PKU Muhammadiyah
Gombong Hospital with 34 respondents using purposive sampling based on
inclusion and exclusion criteria.

The paired t-test shows that mean pain intensity in the experimental
group pre-test = 6.64 and the mean postoperative pain intensity of the test =
4.88. While the mean pain intensity in the control group pre test = 6.58 and
the mean postoperative pain intensity test = 6.47. The average difference of
pre and post test in the experimental group =1.764, whereas the average
difference of the pre and post test in the control group = 0.117. Based on
independent t-test results, it was obtained significance (p), with p-value =
0.000, where the value (p <0.05), meaning that there is an influence of hand
grip Relaxation Technique to Decrease pain Intensity of Post Laparatomy
Patients in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital.

Keywords Hand grip relaxation technique, Pain, Post Laparatomy


PENDAHULUAN menghasilkan respons atau
perasaan yang identik pada
Setiap individu pernah
mengalami nyeri dalam tingkat seorang individu. Nyeri
tertentu. Nyeri merupakan alasan merupakan sumber penyebab
yang paling umum orang mencari frustasi, baik klien maupun bagi
perawatan kesehatan. Individu tenaga kesehatan. Asosiasi
yang merasakan nyeri merasa Internasional untuk Penelitian
tertekan atau menderita dan Nyeri (International Association for
mencari upaya untuk the Study of Pain, IASP)
menghilangkan nyeri. Nyeri mendefinisikan nyeri sebagai
bersifat subjektif, tidak ada dua “suatu sensori subjektif dan
individu yang mengalami nyeri pengalaman emosional yang tidak
yang sama dan tidak ada dua menyenangkan berkaitan dengan
kejadian nyeri yang sama kerusakan jaringan yang

32
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
yang mereka inginkan yaitu
mengurangi rasa nyeri. Hal
itu wajar, karena nyeri
dapat

aktual atau potensial atau yang


dirasakan dalam kejadian-
kejadian dimana terjadi
kerusakan” (IASP, 1979). Nyeri
dapat merupakan faktor utama
yang menghambat kemampuan
dan keinginan individu untuk
pulih dari suatu penyakit (Potter
& Perry, 2005).

Nyeri merupakan salah


satu keluhan tersering pada
pasien setelah mengalami suatu

tindakan pembedahan.
Pembedahan merupakan suatu
peristiwa yang bersifat bifasik
terhadap tubuh manusia yang
berimplikasi pada pengelolaan
nyeri. Lama waktu pemulihan
pasien post operasi normalnya
terjadi hanya dalam satu sampai
dua jam (Potter & Perry, 2005).
Pemulihan pasien post operasi
membutuhkan waktu rata-rata
72,45 menit, sehingga pasien
akan merasakan nyeri yang
hebat rata-rata pada dua jam
pertama sesudah operasi karena
pengaruh obat anastesi sudah
hilang, dan pasien sudah keluar
dari kamar sadar (Mulyono,
2008).

Pasca pembedahan (pasca


operasi) pasien merasakan nyeri
hebat dan 75% penderita
mempunyai pengalaman yang
kurang menyenangkan akibat
pengelolaan nyeri yang tidak
adekuat. (Sutanto, 2004 cit
Novarizki, 2009). Hal tersebut
merupakan stressor bagi pasien
dan akan menambah kecemasan
serta keteganggan yang berarti
pula menambah rasa nyeri
karena rasa nyeri menjadi pusat
perhatiannya. Bila pasien
mengeluh nyeri maka hanya satu
hal yang sangat penting, tapi
tidak semua perawat meyakini
atau menggunakan pendekatan

non farmakologis untuk


menghilangkan rasa nyeri ketika
merawat pasien post operasi
karena kurangnya pengenalan
teknik non farmakologis, maka
menjadi pengalaman yang kurang
perawat harus mengembangkan
menyenangkan akibat pengelolaan
keahlian dalam berbagai strategi
nyeri yang tidak adekuat (Zulaik, dalam penanganan rasa nyeri.
2008). Tingkat dan keparahan nyeri
pasca
Manajemen nyeri
merupakan salah satu cara yang
operatif tergantung pada fisiologis
digunakan dibidang kesehatan
dan psikologis individu dan toleransi
untuk mengatasi nyeri yang
yang ditimbulkan nyeri (Brunner &
dialami oleh pasien. Manajemen
Suddart, 2002). Perawat berperan
nyeri yang tepat haruslah
dalam
mencakup penanganan secara
keseluruhan, tidak hanya
mengidentifikasi kebutuhan- terbatas pada pendekatan
kebutuhan pasien dan membantu farmakologi saja, karena nyeri
serta menolong juga dipengaruhi oleh emosi dan
tanggapan individu terhadap
dirinya. Secara garis besar ada
pasien dalam memenuhi kebutuhan
tersebut termasuk
dua manajemen untuk

dalam manajemen nyeri (Lawrence,


2002). Menurut Simpson (2001), mengatasi nyeri yaitu
keahlian perawat dalam berbagai manajemen farmakologi dan
strategi penanganan rasa nyeri adalah manajemen non farmakologi.

33
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

disamping metode TENS


(Transcutaneons Electric
Nerve Stimulation),
biofeedack, plasebo dan
distraksi. Manajemen nyeri
dengan melakukan teknik
relaksasi merupakan
tindakan eksternal yang
Teknik farmakologi adalah mempengaruhi
cara yang paling efektif untuk
menghilangkan nyeri terutama respon internal individu
untuk nyeri yang sangat hebat terhadap nyeri. Manajemen
nyeri dengan tindakan
yang berlangsung selama relaksasi

berjam-jam atau bahkan


berhari-hari (Smeltzer and Bare,
2002). Pemberian analgesik
biasanya dilakukan untuk
mengurangi nyeri. Selain itu,

untuk mengurangi nyeri


umumnya dilakukan dengan
memakai obat tidur. Namun
pemakaian yang berlebihan

membawa efek samping


kecanduan, bila overdosis dapat

membahayakan pemakainya
(Coates, 2001). Pemberian

analgesik dan pemberian


narkotik untuk menghilangkan
nyeri tidak terlalu dianjurkan
karena dapat mengaburkan
diagnosa (Sjamsuhidayat, 2002).
Metode pereda nyeri non

farmakologis biasanya
mempunyai resiko yang sangat
rendah. Meskipun tindakan
tersebut bukan merupakan
pengganti untuk obat–obatan,

tindakan tesebut mugkin


diperlukan atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri

yang berlangsung hanya


beberapa detik atau menit
(Smeltzer and Bare, 2002).
Teknik relaksasi merupakan
salah satu metode manajemen
nyeri non farmakologi dalam
strategi penanggulangan nyeri,
dan yang meningkatkan nyeri
(Smeltzer and Bare, 2002).
Demikian juga penelitian yang
dilakukan oleh

Jacobson dan Wolpe


menunjukkan bahwa relaksasi
dapat mengurangi ketegangan
dan kecemasan (Wallace, 1971.
mencakup latihan pernafasan
Beech dkk, 1982). Relaksasi
diafragma, teknik relaksasi progresif,
merupakan kebebasan mental
guided imagery, dan meditasi, dan fisik dari ketegangan dan
beberapa penelitian telah stress, karena dapat mengubah
menunjukkan bahwa relaksasi nafas persepsi kognitif dan motivasi
dalam sangat efektif dalam afektif pasien. Teknik relaksasi
menurunkan nyeri pasca operasi
(Brunner & Suddart, 2001).
membuat pasien dapat
mengontrol diri ketika terjadi
Beberapa penelitian, telah rasa tidak nyaman atau nyeri,
menunjukkan bahwa relaksasi efektif stress fisik dan emosi pada nyeri
dalam menurunkan nyeri (Potter & Perry, 2005).
pascaoperasi. Ini mungkin karena
relatif kecilnya peran otot-otot skeletal
dalam nyeri pasca-operatif atau Berbagai macam bentuk
kebutuhan pasien untuk melakukan relaksasi yang sudah ada adalah
teknik relaksasi tersebut agar efektif.
Periode relaksasi yang teratur relaksasi otot, relaksasi
kesadaran indera, relaksasi
dapat membantu untuk meditasi, yoga dan relaksasi
hipnosa (Utami, 1993). Dari
bentuk relaksasi di atas belum
melawan keletihan dan ketegangan
pernah dimunculkan kajian
otot yang terjadi dengan nyeri kronis

34
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
metode Quasi-Experiment
dengan rancangan pretest-
posttest with control group
design. Rancangan pretest-
posttest with control group
design yaitu
pengelompokkan

anggota-anggota kelompok
tentang teknik relaksasi
20% X ∑ populasi
genggam jari. Relaksasi genggam
jari adalah sebuah teknik
relaksasi yang sangat sederhana
dan mudah dilakukan oleh
siapapun yang berhubungan
dengan jari tangan serta aliran
energi di dalam tubuh kita.
Teknik genggam jari disebut juga
finger hold (Liana,2008 ).

Berdasarkan data rekam


medik RSU PKU Muhmmadiyah
Gombong pada tanggal 16
Agustus 2010, dalam 1 tahun
terakhir RS PKU Muhammadiyah
Gombong telah menangani 168
kasus bedah laparatomi. Dari
hasil wawancara dengan 5
pasien post operasi, mereka
mengatakan mulai merasakan
nyeri antara 3-4 jam pasca
pembedahan dan nyeri akan
berkurang dengan pemberian
obat analgetik. Selain itu,

perawat diruangan juga


mengajarkan teknik nafas dalam
untuk mengurangi nyeri pasien,
tetapi cara yang diajarkan masih
sangat sederhana dan pasien
masih tetap mengeluhkan
nyerinya. Berdasarkan latar
belakang diatas penulis tertarik

untuk mengambil judul


“Pengaruh Teknik Relaksasi

Genggam Jari Terhadap


Penurunan Intensitas Nyeri pada
Pasien Post Operasi Laparatomi
di RS PKU Muhammadiyah
Gombong”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
populasi (Aziz, 2007).

Pengambilan sampel

menggunakan Purposive
Sampling yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan cara

kontrol dan kelompok memilih sampel diantara

eksperimen dilakukan berdasarkan populasi sesuai yang


acak atau random. Kemudian dikehendaki peneliti, sehingga
dilakukan pretest pada kedua sampel tersebut dapat mewakili
kelompok tersebut, dan diikuti karakteristik populasi yang telah
intervensi (X) pada kelompok dikenal sebelumnya (Nursalam,
eksperimen. Setelah beberapa waktu 2001). Dalam menentukan
dilakukan postest pada kedua sampel, apabila populasinya
kelompok tersebut (Notoatmodjo, berjumlah lebih dari 100 maka
2002). Populasi dalam penelitian ini sebaiknya diambil antar 10 – 15
adalah semua pasien rawat inap RSU
PKU Muhammadiyah Gombong yang % atau 20 – 25 % (Arikunto,
telah menjalani post operasi 2006). Dan jika
laparatomi. Jumlah populasi pasien populasinya kurang dari
laparatomi dalam 1 tahun terakhir 100 maka jumlah
adalah berjumlah 168 orang. sampelnya adalah seluruh
dari jumlah populasi
Sampel merupakan bagian populasi (Arikunto, 2006). Sampel
yang akan diteliti atau yang akan digunakan
dalam penelitian ini
adalah 20% dari jumlah
sebagian jumlah atau karakteristik
populasi yaitu:
yang dimiliki oleh
Rumus :

35
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

20% X 168 = 33.6 dibulatkan 34

Jadi peneliti akan menggunakan 17 responden kelompok


eksperimen dan 17 responden kelompok kontrol dalam 3 bulan.
Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu :

a. Kriteria Inkulsi
1) Umur 15 - 50 tahun
2) Pasien post operasi laparatomi hari ke-1
3) Pasien mendapatkan terapi analgetik yang sama
4) 7-8 jam setelah pemberian analgetik
5) Pasien sadar
6) Pasien bersedia menjadi responden b. Kriteria
eksklusi
1) Pasien post operasi laparatomi yang masuk ICU
2) Pasien tidak kooperatif

Variabel merupakan gejala kontrol dengan menggunakan


yang menjadi fokus peneluti paired t-test yaitu apabila data
untuk diamati sebagai atribut yang dikumpulkan dari dua
dari sekelompok orang/objek sampel yang saling berhubungan
yang mempunyai variasi antara artinya bahwa satu sampel akan
satu dengan yang lainnya dalam mempunyai dua data. Paired t-
kelompok itu (Sugiyono, 2006). test adalah untuk menguji
Analisa bivariat pada data-data efektifitas suatu perlakuan
terhadap suatu besaran variabel
interval yaitu untuk
membandingkan pre test dan yang ingin ditentukan
post test pada kelompok (Riwidikdo, 2008).
eksperimen dan kelompok

Rumus :

atau
Sedangkan harga dari simpangan baku ( ) adalah

keterangan :

t : t hitung

: selisih/beda antara nilai pre test dan post test

: rata-ratan dari beda antara nilai pre test dengan post test

36
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari
2012

: simpangan baku dari


: banyaknya sampel
Selanjutnya hasil t hitung membandingkan antara
dibandingkan dengan t tabel, kelompok eksperimen dan
tabel t yang digunakan dengan kelompok kontrol menggunakan
derajat bebas (df = db = dk) = n – t-test independent adalah
1. Apabila t hitung > t tabel, digunakan untuk mengetahui
maka Ho ditolak, dan menerima perbedaan nilai rata-rata antara
Ha artinya ada beda secara satu kelompok dengan kelompok
signifikan antara rata-rata pre yang lain, dimana satu kelompok
dan post (Riwidikdo, 2008) dengan kelompok yang lain tidak
Sedangkan untuk saling berhubungan.
Rumus :

Dimana nilai s diperoleh dari rumus:

Keterangan :

Uji Varians F : Hipotesisnya, Ho : tidak ada beda varians.

Uji t : hipotesisnya, Ho : tidak ada beda rata-rata antar


kelompok (Riwidikdo, 2008)
HASIL DAN BAHASAN
Intensitas Nyeri Pre Test dan eksperimen dan kelompok
Post Tes pada kelompok
kontrol

Tabel 1 Intensitas Nyeri Pre Test dan Post Tes pada KelompokEksperimen
Dan Kelompok Kontrol di RS PKU Muhammadiyah Gombong Tahun 2011
(N = 34)

Intensitas Beda
Kelompok Mean SD t P
Nyeri Mean

Pre 6.64 0.492


Eksperimen 1.76 9.670 0.000
Post 4.88 0.600

Pre 6.58 0.507


Kontrol 0.11 1.461 0.163
Post 6.47 0.624
Berdasarkan uji statistik 9.670 dan p-value 0.000. Oleh
paired sample t-test, didapatkan karena t hitung > t tabel (9.670
hasil intensitas nyeri pre test > 1.75) dan p-value (0,000 <
pada kelompok eksperimen 0,05) maka H0 ditolak, artinya
menunjukkan mean = 6.64 dan ada perbedaan antara pre dan
pada post test menunjukkan post dengan perlakuan relaksasi
mean = 4.88. Sedangkan beda genggam jari terhadap
mean pre test dan post test penurunan intensitas nyeri pada
adalah 1.76 dengan t-hitung kelompok eksperimen di Rumah

37
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
tersebut ditemui 0-4 jam
post operasi kategori hebat
dan setelah 24 jam nyeri
berkurang.

Mulyono(2008)juga

Sakit PKU Muhammadiyah


Gombong.
Berdasarkan uji statistik
paired sample t-test pada
kelompok kontrol, intensitas
nyeri pre test menunjukan mean

= 6.58 dan pada post test


menunjukkan mean = 6.47.
Sedangkan beda mean pre
test dan post test adalah
0.11 dengan t-hitung 1.461
dan p-value = 0.163. Oleh
karena t hitung > t tabel
(1.852 > 1.75) dan p-value
(0.163 < 0.05) maka Ho
diterima, artinya tidak ada
perbedaan antara pre dan
post tanpa perlakuan
relaksasi genggam jari
pada kelompok kontrol di
Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong.
Berdasarkan hasil penelitian,
terlihat bahwa Intensitas nyeri
pre test pada responden yang
dilakukan relaksasi genggam jari
(kelompok eksperimen) memiliki
rata-rata (mean) 6.64, sedangkan
pre test pada kelompok kontrol
memiliki rata-rata (mean) 6.58,
yang berarti kedua kelompok
tersebut memiliki hasil rata-rata
yang tidak jauh berbeda,
dikarenakan pre test pada kedua
kelompok ini dilakukan pada
hari pertama (24 jam setelah
operasi), dimana dalam masa
tersebut nyeri sudah mengalami
penurunan sehingga tidak
ditemukan nyeri yang berat dan
sangat berat. Hal ini sesuai
dengan penelitian Ekstein (2006)
tentang studi prospektif
intensitas nyeri dalam 24 jam
dan pemberian analgesia pada
pembedahan laparaskopi dan
laparatomi, pada penelitian
perlakuan relaksasi genggam jari
selama + 15 menit sehingga
terdapat penurunan intensitas
nyeri. Sesuai dengan Liana
(2008) yang mengemukakan
bahwa menggenggam jari sambil
menarik nafas dalam-dalam
(relaksasi) dapat mengurangi dan
menyembuhkan ketegangan fisik
mengemukakan bahwa pemulihan dan emosi, karena
waktu post operasi membutuhkan
waktu rata-rata 72,45 menit, sehingga
genggaman jari akan
pasien akan merasakan nyeri yang
menghangatkan titik-titik keluar
hebat rata-rata pada dua jam pertama
dan masuknya energi pada
setelah operasi karena pengaruh obat
meredian (energi channel) yang
anastesi sudah hilang.
terletak pada jari tangan kita.
Titik-titik refleksi pada tangan
Intensitas nyeri post test akan memberikan rangsangan
pada responden yang dilakukan secara refleks (spontan) pada
relaksasi genggam jari memiliki rata- saat genggaman. Rangsangan
rata (mean) 4.88 sedangkan post test tersebut akan mengalirkan
pada kelompok kontrol memiliki rata- semacam gelombang kejut atau
rata (mean) 6.47, sehingga tampak listrik menuju otak. Gelombang
perbedaan intensitas tersebut diterima otak dan
diproses dengan cepat, lalu
nyeri antara kelompok eksperimen diteruskan menuju saraf pada
dan kelompok kontrol post test. Pada organ tubuh yang mengalami
kelompok eksperimen telah diberikan gangguan, sehingga sumbatan di

38
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

jalur energi menjadi lancar nyeri. Hal ini dikarenakan pada


(Puwahang, 2011). hari pertama (24 jam setelah
operasi), luka post operasi masih
Potter & Perry (2005) dalam fase inflamasi dimana fase
menyatakan bahwa teknik inflamasi berlangsung sampai 5
relaksasi membuat pasien dapat hari pasca operasi dan pasien
mengontrol diri ketika terjadi masih berada dalam kondisi
rasa tidak nyaman atau nyeri,
stress fisik dan emosi pada nyeri.
merasakan nyeri (artikel
Relaksasi juga dapat
kesehatan, 2009). Pasien yang
menurunkan kadar hormon
tidak mendapatkan perlakuan
relaksasi genggam jari masih
stres cortisol, menurunkan berpusat pada rasa nyeri dan
sumber-sumber depresi dan ketidaknyamanan terhadap nyeri
kecemasan, sehingga nyeri dapat yang dirasakan. Sehingga dalam
terkontrol dan fungsi tubuh waktu + 15 menit dilakukannya
semakin membaik (Tarigan, post test tanpa perlakuan
2006). relaksasi genggam jari, nyeri
tersebut tidak mengalami
Pada kelompok kontrol, penurunan.
dapat diartikan bahwa tidak
terjadi penurunan intensitas

Perbedaan Rata-Rata Intensitas Nyeri Pada Responden Kelompok


Eksperimen Dan Kelompok Kontrol

Tabel 2 Perbedaan Responden Berdasarkan Rata-Rata


Intensitas Nyeri Kelompok Eksperimen Dan Kontrol Di
RS PKU Muhammadiyah Gombong Tahun 2011 (N =
34)

Intensitas
Kelompok Mean Beda Mean
Nyeri
Pre Test 6.64
Eksperimen 1.764
Post Test 4.88
Pre Test 6.58
Kontrol 0.117
Post Test 6.47
pre test-post test pada
kelompok kelompok
Berdasarkan tabel 2. dapat
eksperimen adalah 1.764,
diketahui perbedaan rata-rata
sedangkan perbedaan rata-
rata pre test-post test pada
kelompok kontrol adalah 0.117.
dimungkinkan dapat terjadi
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui perbedaan rata-rata karena kemampuan setiap
pre test-post test pada kelompok
eksperimen adalah 1.764, individu berbeda dalam
sedangkan perbedaan rata-rata merespon dan mempersepsikan
pre test-post test pada kelompok nyeri yang dialami, keadaan ini
kontrol adalah 0.117. Perbedaan dapat dihubungkan dengan
rata-rata intensitas nyeri yang karakteristik yang dimiliki oleh
responden. Menurut Potter dan
dirasakan responden Perry (2005), kemampuan

seseorang dalam

mempersepsikan nyeri
dipengaruhi oleh sejumlah faktor
seperi usia, jenis kelamin,
lingkungan, kecemasan dan lain-
lain. Dimana faktor-faktor
tersebut dapat meningkatkan

39
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

atau menurunkan persepsi nyeri, diinterpretasikan sebagai nyeri.


meningkatkan atau menurunkan Pada kelompok perlakuan yang
toleransi terhadap nyeri, dan diberikan relaksasi genggam jari
mempengaruhi sikap respons menghasilkan impuls yang
terhadap nyeri. dikirim melalui serabut saraf
aferen non-nosiseptor. Serabut
Mekanisme perbedaan
intensitas nyeri pada kelompok saraf non-nosiseptor
eksperimen dan kelompok
kontrol dapat dijelaskan dengan mengakibatkan “gerbang”
teori gate control. Akibat adanya tertutup sehingga stimulus pada
stimulasi nyeri pada area luka kortek serebri dihambat atau
bedah menyebabkan keluarnya
mediator nyeri yang akan
dikurangi akibat counter
menstimulasi transmisi impuls
disepanjang serabut saraf aferen
stimulasi relaksasi dan
menggenggam jari. Sehingga
nosiseptor ke substansia
intensitas nyeri akan berubah
gelatinosa di medula spinalis
atau mengalami modulasi akibat
untuk selajutnya disampaikan
stimulasi relaksasi genggam jari
yang lebih dahulu dan lebih
ke kortek serebri dan
banyak mencapai otak.
Pengaruh Teknik Relaksasi

Genggam Jari Terhadap


Pada Pasien Post Operasi
Penurunan Intensitas Nyeri Laparatomi

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pengaruh Teknik Relaksasi

Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri


Pada Pasien Post Operasi Laparatomi Di RS PKU
Muhammadiyah Gombong Tahun 2011 (N = 34)

Intensitas Beda
Kelompok Mean SD t p
Nyeri Mean
Eksperimen 6.64 0.492
Pre Test 0.058 0.343 0.734
Kontrol 6.58 0.507
Eksperimen 4.88 0.600 - -

Post Test Kontrol 6.47 0.624 1.588 7.562 0.000

Berdasarkan uji statistik penurunan intensitas nyeri pada


independen t-test, didapatkan kelompok eksperimen.
hasil bahwa intensitas nyeri Berdasarkan harga signifikansi
kelompok eksperimen setelah (p), dimana nilai p=0.000,
dilakukan relaksasi genggam jari dimana nilai tersebut (p < 0.05),
menunjukkan mean = 4.88 pada artinya relaksasi genggam jari
kelompok kontrol menunjukkan berpengaruh terhadap
mean = 6.47. Sedangkan beda penurunan intensitas nyeri pada
mean kelompok eksperimen dan pasien post operasi laparatomi
kelompok kontrol adalah -1.588 (Riwidikdo, 2008).
dengan p-value = 0.000. Oleh Hal tersebut karena
karena p-value (0.000 < 0,05) relaksasi genggan jari dapat
artinya ada pengaruh teknik mengendalikan dan
relaksasi genggam jari terhadap mengembalikan emosi yang akan

40
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan
pada pasien post operasi
Laparatomi di RS PKU

Muhammadiyah Gombong,
terhitung mulai tanggal 14
Januari sampai tanggal 14
April
membuat tubuh menjadi relaks.
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa proses
tersebut dapat dijelaskan dengan
teori gate control . Adanya
stimulasi nyeri pada area luka
bedah menyebabkan keluarnya
mediator nyeri yang akan
menstimulasi transmisi impuls
disepanjang serabut saraf aferen

nosiseptor ke substansia
gelatinosa (pintu gerbang) di
medula spinalis untuk selajutnya
melewati thalamus kemudian
disampaikan ke kortek serebri
dan diinterpretasikan sebagai
nyeri.

Perlakuan relaksasi
genggam jari akan menghasilkan
impuls yang dikirim melalui
serabut saraf aferen non-
nosiseptor. Serabut saraf non-
nosiseptor mengakibatkan “pintu
gerbang” tertutup sehingga
stimulus nyeri terhambat dan
berkurang. Teori two gate control
menyatakan bahwa terdapat
satu “pintu gerbang” lagi di
thalamus yang mengatur impuls
nyeri dari nervus trigeminus.
Dengan adanya relaksasi, maka
impuls nyeri dari nervus
trigeminus akan dihambat dan

mengakibatkan tertutupnya
“pintu gerbang” di thalamus.
Tertutupnya “pintu gerbang” di

thalamus mengakibatkan
stimulasi yang menuju korteks
serebri terhambat sehingga
intensitas nyeri berkurang untuk
kedua kalinya.

SIMPULAN
dimana nilai tersebut (p <
0.05),
artinyaterdapat
pengaruh teknik
relaksasi genggam jari

terhadap penurunan
intensitas nyeri pada
2011 didapatkan kesimpulan pasien post operasi
laparatomi di RS PKU
berupa:
Muhammadiyah
1. Pada kelompok Gombong.

eksperimen, intensitas
nyeri pre tes memiliki DAFTAR PUSTAKA

mean 6.64 dan intensitas


Agus, D dan Triyanto, 2004,
nyeri post test memiliki Manajemen Nyeri Dalam
Suatu Tatanan Tim
mean 4.88. Pada
kelompok kontrol, Medis Multidisiplin

intensitas nyeri pre tes Majalah Kedokteran

memiliki mean 6.58 dan


Atma Jaya, Januari,
intensitas nyeri post test
Vol 3, No 1.
memiliki mean 6.47.
2. Perbedaan rata-rata intensitas Arikunto, Suharsini, 2006,
nyeri pre test-post test pada
kelompok eksperimen adalah Prosedur Penelitian
1.764 dan perbedaan rata-rata Suatu Pendekatan
intensitas nyeri pre test-post
test pada kelompok kontrol
Praktik, Edisi
adalah 0.117.
3. Berdasarkan harga signifikansi Revisi VI, Rineka
(p), dimana nilai p=0.000, Cipta, Jakarta.

41
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
relaksasi,

Terdapat

pada :
http://www.wordp
ress. html.

Artikel Kesehatan, 2009, Proses Guyton ang Hall, 2008,


Buku
Penyembuhan Luka,
http://perawatpskiatri. Ajar
blogspot.com/2009/03
/proses-penyembuhan- Fisiologi
luka.html Kedekteran, Edisi
11, EGC, Jakarta.
Benson, H dan Klipper, Z.M.,
Hidayat, A.A.A., 2007,
2000, Respon Metode Penelitian
Keperawatan Dan
Relaksasi, Mizan Teknik Analisis
Pustaka, Jakarta. Data, salemba
medika, Jakarta.
Brunner & suddart., 1996,
Irman, 2007. Konsep
Keperawatan Medikal Nyeri,

Bedah, EGC, Jakarta. Terdapat pada


:
Carpenito, L.J., 1998, Diagnosa
http://.blogspot.h
Keperawatan Aplikasi tml.

Pada Praktik Klinis, EGC,


Jong, Win de dan
Jakarta. Sjamsuhidayat R. 2002,
Buku Ajar Ilmu
Corwin, Elizabeth J. 2001,

Patofisiologi, EGC,
Jakarta.

Ekstein., 2006, dalam Skripsi


Utoyo, B., 2007, Pengaruh
Terapi Musik Terhadap
Penurunan Sensasi Nyeri
Pada Pasien Post Operasi
di RS PKU Muhammadiyah
Gombong, STIKES
Muhammadiyah
Gombong, Gombong.

Fauzan, L,2009, Teknik

konseling individu
Potter and Perry, 2006, Buku

Ajar Fundamental

Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktek,
Volume 2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
Bedah, Edisi 2, EGC,
Price, Silvia dan Wilson, Lorraine
Jakarta. M. 2005, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Proses Penyakit, Edisi
6, Vol.3, EGC, Jakarta.
Penelitian Kesehatan, Edisi

Revisi, Priharjo, R., 1993, Perawatan

Rineke Cipta, Nyeri, Milenia Populer,


Jakarta. Jakarta.

Nursalam, 2001, Konsep &


Puwahang., 2011. Pijat Tangan

Penerapan Metodelogi untuk Relaksasi.


www.jarijaritangan.wor
Penelitian Ilmu dpress.com.

Keperawatan, Salemba Riwidikdo, H., 2008, Statistik


Medika, Jakarta.
Kesehatan, Mitra
Pahria, T...[et al],. 1996, Asuhan Cendikia, Yogyakarta.

Keperawatan pada Setiyohadi, Bambang, dkk, 2006,


Buku Ajar Ilmu Penyakit
Pasien dengan Dalam, Edisi IV, Jilid II,
FKUI, Jakarta.
Gangguan Sistem
Smeltzer, Suzanna C dan Bare,
Persarafan,Penerbit Brenda G. 2002, Buku

Buku Kedokteran EGC, Ajar Keperawatan

Jakarta. Medikal Bedah, Edisi 8,

42
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

Vol.1, Buku Kedokteran penurunan intrensitas


EGC, Jakarta. nyeri pada pasien post
Sugiyono, 2006, Statistik Untuk operasi di RS PKU
Penelitian, CV. Alfabeta, Muhammadiyah
Bandung. Gombong : diterbitkan
Tamsuri, Anas, 2006, Konsep & 24 Maret 2009.
Penatalaksanaan Nyeri,
EGC, Jakarta. Wilkinson, J.M., 2006, Buku
Tarigan. 2009. Sehat dengan Saku Diagnosis
Terapi Pijat. Keperawatan Dengan
www.mediaindonesia.com. Intervensi NIC Dan Kriteria

Ucup, M., 2006, Let’s Talk about Hasil NOC, EGC, Jakarta.
Music. Wordpress, 2009. Laparatomi
http://www.wartakita.com/ Dan Torako
warta/139. Laparatomi, Terdapat
Utoyo, B, 2007.” Pengaruh terapi pada : bedah
musik terhadap umum.html.
43

Anda mungkin juga menyukai