Disusun Oleh :
Nabila Puspaningrum
G3A020105
A. Latar Belakang
Pembangunan serta pengembangan suatu negara telah memberikan dampak yang
signifikan pada masyarakatnya, tidak terkecuali di Indonesia. Dampak tersebut telah
mengubah pola struktur masyarakat dari agraris menjadi industri. Hal tersebut menuntut
manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha yang ekstra, tentu itu
mempengaruhi pola hidup dan kesehatannya yang dapat menyebabkan kerja tubuh yang
berat, yang dapat menimbulkan kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ tubuh.
Kebiasaan hidup tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti hernia.
Menurut Pierce & Borley (2006, hal. 118) hernia merupakan penonjolan viskus
atau sebagian dari viskus melalui celah yang abnormal pada selubungnya. Menurut
Sjamsuhidajat & Jong (2011, hal. 619) hernia inguinalis adalah menonjolnya isi suatu
rongga yang melalui anulus inguinalis yang terletak di sebelah lateral vaso epigastrika
eksternus. Sehingga dapat disimpulkan hernia adalah penonjolan suatu organ atau isi perut
melalui lubang disekitarnya akibat lemahnya organ atau jaringan bersangkutan.
Adapun insiden menurut Word Health Organization (WHO) selama tahun 2010, di
Indonesia tercatat 32,9% atau sekitar 78,2 juta penduduk dengan kondisi kegemukan. Jika
dibandingkan dengan data obesitas pada tahun 2008 yang hanya 9,4%, maka dapat
disimpulkan bahwa angka obesitas di Indonesia semakin meningkat. Penyakit hernia di
Indonesia menempati urutan ke delapan dengan jumlah 291.145 kasus. Obesitas atau
kelebihan berat badan secara alami akan memiliki tekanan internal yang lebih besar.
Tekanan internal tersebut dengan mudah dapat mendorong jaringan lemak dan organ
internal menjadi hernia.
Hernia ada beberapa macam diantaranya adalah inguinalis indirect, inguinalis
direct, femoral, umbilikal dan insicional. Hernia skrotalis dapat terjadi karena anomaly
congenital atau karena sebab yang didapat (akuistik). Hernia dapat dijumpai pada setiap
usia dan jenis kelamin, prosentase lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan
perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada
annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia.
Disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati
pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut (Nuari 2015, hal. 229).
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan dilipat paha. Benjolan
tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan,
mengangkat beban barat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali. Bila terjadi
komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan
asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan
berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong
apakah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anakanak.
Kadang cincin hernia dapat diraba berupa analus inguinalis yang melebar
(Nuari 2015, hal. 229)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan aplikasi evidence based nursing practice : penerapan
relaksasi genggam jari untuk mengurangi nyeri pada pasien hernia scrotalis inkaserata
posr hernioraphy mesh hari ke-2.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hernia scrotalis
inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
b. Penulis mampu merumuskan masalah diagnosa keperawatan pada pasien dengan
hernia scrotalis inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan hernia
scrotalis inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan hernia scrotalis
inkaserata posr hernioraphy mesh hari ke-2.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan hernia scrotalis inkaserata
posr hernioraphy mesh hari ke-2.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian dan Klasifikasi
Menurut Nuari (2015, hal. 229) hernia merupakan penonjolan serat atau ruas organ
atau jaringan melalui lubang yang abnormal. Hernia adalah keluarnya isi tubuh
(biasanya abdomen) melalui defek atau bagian terlemah dari dinding rongga yang
bersangkutan (Dermawan & Rahayuningsih, 2010 hal. 91). Hernia adalah prostrusi
atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan (Amin & Kusuma, 2015 hal. 76). Hernia inguinal adalah menonjolnya isi
suatu rongga yang melalui annulus inguinalis yang terletak di sebelah lateral vaso
epigastrika eksternus (Sjamsuhidajat & Jong, 2011 hal. 619). Sehingga dapat
disimpulkan hernia adalah penonjolan suatu organ atau isi perut melalui lubang
disekitarnya akibat lemahnya organ atau jaringan bersangkutan.
Menurut Demawan & Rahayuningsih (2010, hal. 92) jenis hernia ada beberapa
macam diantaranya inguinalis indirect adalah batang usus melewati cincin abdomen
dan mengikuti saluran sperma ke dalam kanalis inguinalis. Inguinalis direct adalah
batang usus melewati dinding inguinal bagian posterior. Femoral adalah batang usus
melewati femoral kebawah kedalam kanalis femoralis. Umbilikal adalah batang usus
melewati cincin umbilikal. Incisional adalah batang usus atau organ lain menonjol
melalui jaringan perut yang lemah.
2. Etiologi
Menurut Nuari (2015, hal. 229) hernia skrotalis dapat terjadi karena anomaly
congenital atau karena sebab yang didapat (akuistik). Hernia dapat dijumpai pada
setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria berbagai faktor penyebab
berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh
faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka. Faktor
yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut, dan kelemahan otot dinding perut
kerena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia
skrotalis.
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah hernia inguinalis
indirect. Terjadi pada suatu kantong kongiental dan prosesus vaginalis, kerja otot yang
terlalu kuat, mengangkat beban yang berat, batuk kronik, mengejan sewaktu miksi dan
defekasi, peregangan otot abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen (TIA).
Seperti obesitas dan kehamilan, kelemahan abdomen bisa disebabkan kerena cacat
bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia dapat mempengaruhi
kelemahan dinding abdomen (semakin bertambah usia dinding abdomen semakin
melemah). Peningkatan tekanan intra abdomen diantaranya mengangkat beban berat,
batuk kronis, kehamilan, kegemukan dan gerak badan yang berlebih, bawaan sejak
lahir pada usia kehamilan 8 bulan terjadi penurunan testis melalui kanalis inguinal
menarik peritoneum dan disebut plekus vaginalis, peritoneum hernia karena canalis
inguinalis akan tetap menutup pada usia 2 bulan (Nuari 2015, hal. 229).
3. Manifestasi Klinik
Menurut (Gnefith, 2004) :
a. Pembengkakan skrotum dengan atau tanpa nyeri
b. Sebuah benjolan yang bisa kembali ke posisi normal ditekan atau berbaring
c. Rasa yang tidak enak, nyeri pada benjolan dalam
d. Bila ada komplikasi maka ada gejala mual dan muntah
4. Patofisiologi
Menurut Nuari (2015, hal. 229) kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada
fetus pada bulan ke-8 kehamilan, desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik
perineum ke dalam srkotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut
dengan proses vaginalis peritoneum. Pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini
telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis
kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila
kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal,
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus
(karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun kerena merupakan lokus minoris
persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita.
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilam, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, miksi misalnya pada
hipertropi prostat. Apabila isi hernia keluar melalui hernia peritoneum melalui annulus
inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian
hernia masuk kedalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dari analus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke
skrotum yang disebut juga hernia skrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal
sehingga akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat
kesadaran, depresi pada SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu
pengaruh anestesi juga mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat
sehingga jalan nafas terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang
berakibat pada mual dan muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan
menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah
dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah
mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, statis cairan tubuh).
Luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga
sewaktuwaktu dapat terjadi infeksi. Rasa nyeri timbul pada semua jenis operasi, karena
terjadi torehan, tarikan, manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena
kompresi/stimulasi ujung saraf oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau
karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti
karena tekanan, spasme otot atau hematoma
5. Pathways
Obstruksi usus
Pembedahan atau
herniography
Kurang pengetahuan
Kelemahan fisik
tentang perawatan
luka
Keterbatasan gerak
Deficit pengetahuan
bedrest
Gangguan mobilitas
fisik
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic atau penunjang pada hernia menurut nurarif (2015) antara lain:
a. Hitungan darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
atau peningkatan hematrokit, peningkatan sel darah putih dan ketidakseimbangan
elektrolit pada hernia
b. Sinar X abdomen dapat menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.
7. Komplikasi
Komplikasi pembedahan (Pierce A.Grace, 2006) :
a. Hematoma atau (luka pada skrotum)
b. Retensi urine akut
c. Infeksi pada luka
d. Nyeri kronis
e. Nyeri pada pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
f. Rekurensi hernia (sekitar 2%)
8. Penatalaksanaan
Menurut Amin & Kusuma (2015, hal. 76) penanganan hernia ada dua macam:
a. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Bukan merupakan tindakan definitif sehingga dapat kambuh kembali. Adapun
tindakannya terdiri atas
1) Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam kavum
peritoneum atau abdomen. Reposisi dilakukan secara manual. Reposisi
dilakukan pada pasien dengan hernia reponibilis dengan cara memakai dua
tangan. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali
pada anak-anak.
2) Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah
sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau
penyempitan sehingga isi hernia keluar dari kavum peritoneum.
3) Sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak dilakukan operasi.
b. Operasi
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada hernia
reponibilis, hernia irreponibilis, hernia strangulasi, hernia inkarserata.
Operasi hernia ada 3 macam:
1) Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi hernia ke
kavum abominalis.
2) Hernioraphy
Mulai dari mengangkat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint
tendon (penebalan antara tepi bebas musculus obliquus intra abominalis dan
musculus tranversus abdominalis yang berinsersio di tuberculum pubicum).
3) Hernioplasty
Menjahitkan conjoint tendon pada ligementum inguinale agar LMR hilang/
tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup otot. Hernioplasty
pada hernia inguinalis lateralis ada bermacam-macam menurut kebutuhannya
(Ferguson, Bassini, halst, hernioplasty, pada hernia inguinalis media dan hernia
femoralis dikerjakan dengan cara Mc.Vay)
c. Penatalaksanaan pasca operasi
Penatalaksanaan setelah operasi diantaranya adalah hindari hal-hal yang memicu
tekanan di rongga perut, tindakan operasi dan pemberian analgesik pada hernia
yang menyebabkan nyeri, berikan obat sesuai resep dokter, hindari mengejan,
mendorong atau mengangkat benda berat. Jaga balutan luka operasi tetap kering
dan bersih, mengganti balutan seteril setiap hari pada hari ketiga setelah operasi
kalau perlu. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi
diet tinggi serat dan masukan cairan yang adekuat (Amin & Kusuma, 2015 hal. 76).
3) Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka kemungkinan hernia strangulata.
Hipertimpani, terdengar pekak
4) Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang
mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata)
5) Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda howshipromberg (hernia
obtutatoria)
6) Pemeriksaan test diagnostik : rongent, USG
7) Tanda-tanda vital: temperatur meningkat, pernafasan meningkat, nadi
meningkat, tekanan darah meningkat.
8) Hasil laboratorium :
Leukosit > 10.000 – 18.000 / mm3 serum elektrolit meningkat
3. Pengkajian Pasca Operasi
Pada umumnya klien dengan pasca operasi akan mengalami nyeri yang hebat sehingga
diperlukan pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST (Muttaqin 2008, h.120).
a. Provoking Incident.
Merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya nyeri, biasanya
berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur pembedahan.
b. Quality of Pain.
Merupakan jenis rasa nyeri yang dialami klien.
c. Region, Radiation, Relief.
Area yang dirasakan nyeri pada klien. Imobilisasi atau istirahat dapat mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan agar tidak menjalar atau menyebar.
d. Severity (Scale) of Pain.
Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya dengan skala 5- 7 dari
skala pengukuran 1-10.
e. Time.
Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam kondisi seperti
apa nyeri bertambah buruk.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan, gangguan pada kulit,
jaringan, dan integritas otot.
b. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
kelemahan anggota gerak.
5. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan, gangguan pada kulit,
jaringan, dan integritas otot.
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 a. Kaji skala, lokasi, durasi, intensitas dan
jam nyeri menurun dan pasien merasa nyaman karakteristik nyeri
b. Berikan teknik nonfarmakologis
c. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis
e. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Status Kesehatan
a. Keluhan utama:
Tn.S mengeluh nyeri pada luka operasinya, nyeri skala 4. Pasien juga mengeluh sulit
beraktivitas karena masih merasakan nyeri apalagi saat bergerak lebih dan badan
terasa sangat lemah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Tn.S 59 tahun post hernioraphy (hernia scrotalis dekstra) mesh hari ke 2. mengeluh
nyeri pada luka operasi, terpasang DC BAK jernih. Mengeluh sulit beraktivitas karena
masih merasakan nyeri. Selalu bertanya bagaimana jika pasien tidak bisa merawat
lukanya ketika dirumah. TD : 138/78 mmHg. HR 100x/menit, RR 20x/menit, T :
36,5oC. Pemeriksaan fisik ditemukan : nyeri pada daerah luka post operasi skala 5,
genetalia : dalam batas normal, terpasang DC dan Drain, laboratorium : Hb 14.7 g/dl,
leukosit 6.490, Trombosit 139.000, HT : 40 %, GDS 44. Terapi dari medis : Nacl
0.9% 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1, Inj. Ketorolac 2x1, Inj. Ranitidin 2x1, Bila Baik
Rencana Boleh Pulang.
c. Status kesehatan masa lalu
Tn. S belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya dan baru pertama kali ini
di operasi.
e. Istirahat
1) Gejala (subyektif)
a) Kebiasaan tidur malam jam 9, selama sakit tidak ada gangguan dalam pola
tidur
2) Tanda (obyektif)
Tampak segar, biasa menguap saat bangun tidur dan mengantuk
f. Sirkulasi
1) Gejala (subyektif)
a) Tidak mempunyai riwayat hipertensi dan masalah jantung serta DM
b) Tidak mempunyai riwayat edema pada bagian tubuh.
c) Tidak mempunyai riwayat penyembuhan yang lama.
d) Tidak ada rasa kesemutan.
e) Tidak ada palpitasi dan tidak ada keluhan nyeri dada.
2) Tanda (obyektif)
a) Tekanan darah 124/70 mmHg.
b) Nadi 90 x/menit.
c) Bunyi jantung regular dan kuat.
d) Warna ekstremitas tidak kebiruan dan tanda homon (-).
e) Tidak ada varises dan phlebitis.
f) Membrane mukosa tidak sianosis, konjungtiva tidak anemis.
g. Eliminasi
1) Gejala (subyektif)
a) Frekuensi BAB 1x dalam sehari.
b) Tidak terpasang alat bantu untuk BAB
c) Tidak mengalami konstipasi dan masalah diare.
d) Tidak menggunakan laksatif.
e) nyeri saat BAK.
f) Terpasang DC
2) Tanda (obyektif)
a) Abdomen:
- Inspeksi :perut tidak membuncit, tampak balutan
post op di daerah selangkangan.
- Auskultasi :bising usus 15 x/menit, tidak terdengar
bunyi abnormal.
- Perkusi :suara timpani, dan tidak kembung.
- Palpasi :terdapat nyeri tekan pada area luka post
op, tidak terdapat distensi kandung kemih.
b) Pola eliminasi
- BAB konsistensi lunak
- BAK : terpasang DC
h. Neurosensory dan kognitif
1) Gejala (subyektif)
a) Adanya nyeri
P : nyeri luka operasi, nyeri saat BAK
Q : diremas-remas
R : nyeri di selangkangan kanan
S : skala nyeri 4
T : nyeri sewaktu-waktu, hilang timbul
b) Tidak ada rasa ingin pingsan.
c) Tidak ada nyeri kepala.
d) Tidak ada rasa kebas, kelemahan, dan kesemutan.
e) Penglihatan dan pendengaran baik, dan tidak merasa telinganya berdenggung.
f) Tidak mengalami epistakasis.
2) Tanda (obyektif)
a) Kesadaran composmentis.
b) GCS: E4,M5,V6
c) Terorientasi waktu, tempat, dan orang.
d) Tidak mengalami gangguan persepsi sensori.
e) Tidak mengalami delusi.
f) Memori saat ini dan masa lalu cukup baik.
g) Tidak menggunakan alat bantu pendengaran dan penglihatan.
i. Keamanan
1) Gejala (subyektif)
a) Tidak memiliki alergi baik alergi obat maupun makanan tertentu.
b) Tidak mempunyai riwayat penyakit hubungan seksual, tidak mempunyai
riwayat transfusi darah.
c) Tidak memiliki kerusakan penglihatan maupun pendengaran.
d) Tidak ada riwayat cedera.
e) Tidak ada riwayat kejang.
2) Tanda (obyektif)
a) Suhu 36,5oC, tidak ada diaforesis.
b) Tidak ada jaringan parut.
c) Kulit kemerahan.
d) Tidak ada luka.
e) Tidak ada ekimosis dan tanda pendarahan lainnya.
f) Terpasang alat invasive kondisi baik.
g) Tidak ada gangguan keseimbangan.
j. Persepsi diri, konsep diri, dan mekanisme koping
1) Gejala (subyektif)
a) Dalam mengambil keputusan dibantu oleh keluarga.
b) Dalam memecahkan masalah dengan cara membicarakan dengan keluarga.
c) Tidak merasa cemas dan takut.
d) Tidak merasa tidak berdaya.
e) Tidak mengalami keputusasaan.
2) Tanda (obyektif)
Status emosional cukup tenang.
k. Interaksi sosial
1) Gejala (subyektif)
a) Orang terdekat adalah anak dan istri.
b) Dalam menghadapi masalah Tn. S meminta bantuan kepada keluarga.
c) Tidak ada kesulitan dalam berhubungan dengan keluarga.
d) Tidak mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan tenaga kesehatan
maupun dengan pasien lainnya.
2) Tanda (obyektif)
a) Kemampuan bicara baik dan jelas.
b) Tidak menggunakan alat bantu bicara.
c) Tidak mempunyai perilaku menarik diri.
l. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
1) Gejala (subyektif)
a) Sumber kekuatan diri sendiri, keluarga, dan Allah.
b) Tidak ada perasaan menyalahkan tuhan.
c) Tn. S melakukan ibadah sholat 5 waktu, dan mengaji dirumah, selama dirawat
di rumah sakit hnaya melakukan kegiatan agama sholat 5 waktu di atas tempat
tidur.
d) Tidak ada keyakinan/kebudayaan tertentu yang dianut Tn. S, serta tidak ada
pertentangan nilai. Keyakinan/kebudayaan terhadap pengobatan yang dijalani
Tn. S.
2) Tanda (obyektif)
a) Tidak ada perilaku menarik diri, tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung,
dan tidak mudah menangis.
b) Tidak menolak program pengobatan yang akan diberikan.
c) Tidak berhenti melakukan aktivitas agama.
d) Tidak menunjukkan sikap permusuhan dengan tenaga kesehatan.
a) Diit
TETP (tinggi energy tinggi protein) dengan jenis makanan lunak.
4. Data penunjang
Vital sign : 138/78 mmHg, HR 100 kali/ menit, RR 20 kali/ menit,
T : 36,5oC
terpasang DC dan Drain
laboratorium :
Hb 14.7 g/dl
leukosit 6.490
Trombosit 139.000
HT : 40 %
GDS 44.
Terapi dari medis :
Nacl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Ketorolac 2x1
Inj. Ranitidin 2x1
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Analisa Data
No Data Subyektif & Data Obyektif Etiologi Problem
1. Data Subyektif : Agen pencedera Nyeri akut
1. Tn. S mengeluh nyeri pada fisik (post
luka operasinya hernioraphy)
P : luka bekas operasi
karena ada benjolan
paha atas sebelah
kanan, nyeri bertambah
apabila beraktivitas
lebih dan berkurang
jika istirahat
Q : diremas-remas
R : nyeri hanya pada bekas
luka operasi paha atas
bagian kanan
S:5
T : hilang timbul
Data Obyektif
1. Pasien tampak gelisah dan
meringis kesakitan
2. Pasien tampak lemah
3. Tekanan darah: 138/78 mmHg
2. Data Subyektif : Nyeri (post Gangguan mobilitas fisik
1. Pasien mengeluh sulit hernipgraphy)
beraktivitas karena masih
merasakan nyeri apalagi saat
bergerak lebih
Data Obyektif :
1. Tampak lemah
2. ADL dibantu istri
3. Bedrest
3 Data Subyektif : Kurang terpapar Deficit pengetahuan
1. Pasien selalu bertanya informasi
bagaimana jika pasien tidak
bisa merawat lukanya ketika
dirumah.
Data Obyektif :
1. Pasien tampak sering bertanya
terkait dengan lukanya
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (post herniography) (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik b.dnyeri (post herniography) (D.0054)
c. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi (D.0111)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi
Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(post herniography) keperawatan selama…nyeri berkurang 1. identifikasi lokasi,
dan dapat teratasi karakteristik, durasi,
Ekspektasi : menurun frekuensi, kualitas, intensitas
Kriteria hasil : nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. identifikasi skala nyeri
2. Gelisah menurun 3. identifikasi respons nyeri
3. Frekuensi nadi membaik non verbal
4. identifikasi faktor yang
memperberak dan
memperingan nyeri
5. monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
6. monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Mobilitas fisik Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (I.05173)
berhubungan dengan nyeri Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(post herniography) keperawatan selama … pasien mampu 1. identifikasi adanya nyeri atau
melakukan aktivitas sendiri keluhan fisik lainnya
Ekspektasi : meningkat 2. identifikasi toleransi fisik
Kriteria hasil : melakukan pergerakan
1. pergerakan ekstremitas 3. monitor frekuensi jantung
kekuatan otot meningkat dan tekanan darah sebelum
2. nyeri menurun memulai mobilisasi
3. kelemahan fisik menurun 4. monitor keadaan umum
selama melakukan mobilisasi
Terapeutik :
1. fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
Deficit pengetahuan Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi kesehatan (I.12383)
berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan tindakan Observasi :
terpapar informasi keperawatan selama … pasien dapat 1. identifikasi kesiapan dan
mengetahui bagaimana cara merawat kemampuan menerima
luka nya informasi
Ekspektasi : menurun 2. identifikasi faktor-faktor
Kriteria hasil : yang dapat meningkatkan
1. kemampuan menjelaskan dan menurunkan motivasi
pengetahuan tentang suatu perilaku hidup bersih dan
topic meningkat sehat
2. perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat Terapeutik :
3. pertanyaan tentang masalah 1. sediakan materi dan media
yang dihadapi menurun pendidikan kesehatan
4. persepsi keliru terhadap 2. jadwalkan pendidikan
masalah menurun kesehatan sesuai kesepakatan
3. berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi :
1. jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
3. ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
BAB III
1. Pengertian
Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam
strategi penanggulangan nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve
Stimulation), biofeedack, plasebo dan distraksi. Manajemen nyeri dengan melakukan
teknik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal
individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup latihan
pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery, dan meditasi, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam
menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2001).
Relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi yang sangat sederhana dan mudah
dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di
dalam tubuh kita. Teknik genggam jari disebut juga finger hold (Liana,2008 ).
2. Tujuan
Beberapa penelitian, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri
pasca-operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar
efektif. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer
and Bare, 2002).
3. Prosedur pelaksanaan relaksasi genggam jari
Menurut Wong (2011), prosedur penatalaksanaan teknik relaksasi genggam jari
dilakukan selama 15 menit dengan tahapan antara lain:
Tahap Tindakan
Persiapan 1. Jelaskan pada pasien tentang tindakan dan tujuan dari tindakan
yang dilakukan serta menanyakan ketersediaannya
Tindakan 2. Posisikan pasien dalam posisi terbaring, serta anjurkan pasien
untuk mengatur nafas dan merilekskan semua otot
3. Perawat duduk disamping pasien, relaksasi dimulai dengan
menggengam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam
sampai nadi pasien terasa berdenyut
4. Anjurkan pasien untuk mengatur pola nafas dengan hitungan
teratur
5. Genggam ibu jari kurang lebih selama 3-5 menit dengan
tambahan nafas dalam, kemudian lanjutkan ke jari-jari yang
lain satu persatu dengan durasi yang sama
6. Setelah kurang lebih 15 menit, lakukan relaksasi genggam jari
ke jari tangan yang lain
Terminasi 7. Setelah selesai, tanyakan bagaimana respon pasien terhadap
kecemasan yang dirasakan
8. Rapikan pasien dan tempat tidur kembali
BAB V
B. Saran
1. Penulis
Bagi penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien hernia post hernioraphy dengan masalah keperawatan nyeri dalam
pemberian intervensi nonfarmakologi.
2. Pelayanan kesehatan
Bagi institusi pelayanan kesehatan, dapat dijadikan sebagai intervensi mandiri
keperawatan dalam menangani pasien hernia post hernioraphy di RS maupun di
pelayanan kesehatan yang lain sehingga meminimalkan pengunaan antipiretik
pada pasien
3. Profesi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi dalam ilmu keperawatan guna
menentukan intervensi mandiri keperawatan dalam menangani masalah
keperawatan nyeri pada pasien hernia post hernioraphy
Daftar Pustaka :
Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: EGC
Nuari, N.A 2015.
Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta. Trans Info Media.
NANDA. 2012. Diagnosa keperawatan Defisiensi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga Rekam
Medis RSUD Kraton. 2014-2015.
Sjamsuhidajat & De Jong, Wim. 2011. Buku Ajar IlmuBedahEdisi 3. Jakarta. EGC.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
ABSTRACT
Pain is the most common reason for people to seek health care and is
one of the most common complaint of patients after a surgery. To cope with
pain, pain management is needed that includes non-pharmacological and
pharmacological management. Hand grip relaxation technique is one of non-
pharmacological techniques to emotions which can cause pain increase for
the post laparotomy patients. The aim of this study is to find out the
influence of hand grip Relaxation Technique to Decrease pain Intensity of
Post Laparatomy Patients in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital.This
research method is a Quasi-experiment with the pre test-post test approach
with control group design. The study was conducted in PKU Muhammadiyah
Gombong Hospital with 34 respondents using purposive sampling based on
inclusion and exclusion criteria.
The paired t-test shows that mean pain intensity in the experimental
group pre-test = 6.64 and the mean postoperative pain intensity of the test =
4.88. While the mean pain intensity in the control group pre test = 6.58 and
the mean postoperative pain intensity test = 6.47. The average difference of
pre and post test in the experimental group =1.764, whereas the average
difference of the pre and post test in the control group = 0.117. Based on
independent t-test results, it was obtained significance (p), with p-value =
0.000, where the value (p <0.05), meaning that there is an influence of hand
grip Relaxation Technique to Decrease pain Intensity of Post Laparatomy
Patients in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital.
32
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
yang mereka inginkan yaitu
mengurangi rasa nyeri. Hal
itu wajar, karena nyeri
dapat
tindakan pembedahan.
Pembedahan merupakan suatu
peristiwa yang bersifat bifasik
terhadap tubuh manusia yang
berimplikasi pada pengelolaan
nyeri. Lama waktu pemulihan
pasien post operasi normalnya
terjadi hanya dalam satu sampai
dua jam (Potter & Perry, 2005).
Pemulihan pasien post operasi
membutuhkan waktu rata-rata
72,45 menit, sehingga pasien
akan merasakan nyeri yang
hebat rata-rata pada dua jam
pertama sesudah operasi karena
pengaruh obat anastesi sudah
hilang, dan pasien sudah keluar
dari kamar sadar (Mulyono,
2008).
33
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
membahayakan pemakainya
(Coates, 2001). Pemberian
farmakologis biasanya
mempunyai resiko yang sangat
rendah. Meskipun tindakan
tersebut bukan merupakan
pengganti untuk obat–obatan,
34
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
metode Quasi-Experiment
dengan rancangan pretest-
posttest with control group
design. Rancangan pretest-
posttest with control group
design yaitu
pengelompokkan
anggota-anggota kelompok
tentang teknik relaksasi
20% X ∑ populasi
genggam jari. Relaksasi genggam
jari adalah sebuah teknik
relaksasi yang sangat sederhana
dan mudah dilakukan oleh
siapapun yang berhubungan
dengan jari tangan serta aliran
energi di dalam tubuh kita.
Teknik genggam jari disebut juga
finger hold (Liana,2008 ).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
populasi (Aziz, 2007).
Pengambilan sampel
menggunakan Purposive
Sampling yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan cara
35
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
a. Kriteria Inkulsi
1) Umur 15 - 50 tahun
2) Pasien post operasi laparatomi hari ke-1
3) Pasien mendapatkan terapi analgetik yang sama
4) 7-8 jam setelah pemberian analgetik
5) Pasien sadar
6) Pasien bersedia menjadi responden b. Kriteria
eksklusi
1) Pasien post operasi laparatomi yang masuk ICU
2) Pasien tidak kooperatif
Rumus :
atau
Sedangkan harga dari simpangan baku ( ) adalah
keterangan :
t : t hitung
: rata-ratan dari beda antara nilai pre test dengan post test
36
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari
2012
Keterangan :
Tabel 1 Intensitas Nyeri Pre Test dan Post Tes pada KelompokEksperimen
Dan Kelompok Kontrol di RS PKU Muhammadiyah Gombong Tahun 2011
(N = 34)
Intensitas Beda
Kelompok Mean SD t P
Nyeri Mean
37
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
tersebut ditemui 0-4 jam
post operasi kategori hebat
dan setelah 24 jam nyeri
berkurang.
Mulyono(2008)juga
38
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
Intensitas
Kelompok Mean Beda Mean
Nyeri
Pre Test 6.64
Eksperimen 1.764
Post Test 4.88
Pre Test 6.58
Kontrol 0.117
Post Test 6.47
pre test-post test pada
kelompok kelompok
Berdasarkan tabel 2. dapat
eksperimen adalah 1.764,
diketahui perbedaan rata-rata
sedangkan perbedaan rata-
rata pre test-post test pada
kelompok kontrol adalah 0.117.
dimungkinkan dapat terjadi
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui perbedaan rata-rata karena kemampuan setiap
pre test-post test pada kelompok
eksperimen adalah 1.764, individu berbeda dalam
sedangkan perbedaan rata-rata merespon dan mempersepsikan
pre test-post test pada kelompok nyeri yang dialami, keadaan ini
kontrol adalah 0.117. Perbedaan dapat dihubungkan dengan
rata-rata intensitas nyeri yang karakteristik yang dimiliki oleh
responden. Menurut Potter dan
dirasakan responden Perry (2005), kemampuan
seseorang dalam
mempersepsikan nyeri
dipengaruhi oleh sejumlah faktor
seperi usia, jenis kelamin,
lingkungan, kecemasan dan lain-
lain. Dimana faktor-faktor
tersebut dapat meningkatkan
39
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
Intensitas Beda
Kelompok Mean SD t p
Nyeri Mean
Eksperimen 6.64 0.492
Pre Test 0.058 0.343 0.734
Kontrol 6.58 0.507
Eksperimen 4.88 0.600 - -
40
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan
pada pasien post operasi
Laparatomi di RS PKU
Muhammadiyah Gombong,
terhitung mulai tanggal 14
Januari sampai tanggal 14
April
membuat tubuh menjadi relaks.
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa proses
tersebut dapat dijelaskan dengan
teori gate control . Adanya
stimulasi nyeri pada area luka
bedah menyebabkan keluarnya
mediator nyeri yang akan
menstimulasi transmisi impuls
disepanjang serabut saraf aferen
nosiseptor ke substansia
gelatinosa (pintu gerbang) di
medula spinalis untuk selajutnya
melewati thalamus kemudian
disampaikan ke kortek serebri
dan diinterpretasikan sebagai
nyeri.
Perlakuan relaksasi
genggam jari akan menghasilkan
impuls yang dikirim melalui
serabut saraf aferen non-
nosiseptor. Serabut saraf non-
nosiseptor mengakibatkan “pintu
gerbang” tertutup sehingga
stimulus nyeri terhambat dan
berkurang. Teori two gate control
menyatakan bahwa terdapat
satu “pintu gerbang” lagi di
thalamus yang mengatur impuls
nyeri dari nervus trigeminus.
Dengan adanya relaksasi, maka
impuls nyeri dari nervus
trigeminus akan dihambat dan
mengakibatkan tertutupnya
“pintu gerbang” di thalamus.
Tertutupnya “pintu gerbang” di
thalamus mengakibatkan
stimulasi yang menuju korteks
serebri terhambat sehingga
intensitas nyeri berkurang untuk
kedua kalinya.
SIMPULAN
dimana nilai tersebut (p <
0.05),
artinyaterdapat
pengaruh teknik
relaksasi genggam jari
terhadap penurunan
intensitas nyeri pada
2011 didapatkan kesimpulan pasien post operasi
laparatomi di RS PKU
berupa:
Muhammadiyah
1. Pada kelompok Gombong.
eksperimen, intensitas
nyeri pre tes memiliki DAFTAR PUSTAKA
41
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
relaksasi,
Terdapat
pada :
http://www.wordp
ress. html.
Patofisiologi, EGC,
Jakarta.
konseling individu
Potter and Perry, 2006, Buku
Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktek,
Volume 2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
Bedah, Edisi 2, EGC,
Price, Silvia dan Wilson, Lorraine
Jakarta. M. 2005, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Proses Penyakit, Edisi
6, Vol.3, EGC, Jakarta.
Penelitian Kesehatan, Edisi
42
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
Ucup, M., 2006, Let’s Talk about Hasil NOC, EGC, Jakarta.
Music. Wordpress, 2009. Laparatomi
http://www.wartakita.com/ Dan Torako
warta/139. Laparatomi, Terdapat
Utoyo, B, 2007.” Pengaruh terapi pada : bedah
musik terhadap umum.html.
43