Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

MOBILISASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Dasar (PKD) Semester enam yang
Diampu oleh Dr. Tri Hartiti, SKM, M.Kep

Disusun Oleh :

NABILA PUSPANINGRUM G2A016001

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya
maka penyusun dapat menyelesaikan penyusunan laporan pendahuluan kebutuhan dasar
Mobilisasi

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada :

1. Dr. Tri Hartiti, SKM, M.Kep selaku dosen pembimbing pada praktek klinik
dasar (PKD)

2. Keluarga yang selalu mendukung penyusun.

Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini penulis merasa masih banyak


kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penyusun.

Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semarang, 21 Mei 2019

Penyusun
PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Mobilisasi merupakan gerak yang beraturan, terorganisasi dan teratur.
2. Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna
mempertahankan kesehatannya.
3. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Musrifatul Uliyah dan A. Aziz A. H., 2008; 10)
4. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi
yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Perry dan Potter, 1994)
5. Sebagai suatu keadaan dimana ketika seseorang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerak fisik. (America Nursing Diagnosis Association)
(Nanda)

B. Tujuan Mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi social dan peran sehari – hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

C. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal


Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal yang
berarti tulang.
1. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
a. Fungsi Sistem Otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
b. Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
 Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas
perintah dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat
pada otot paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan
kuat.
 Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding
berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius,
dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
 Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur
yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.
Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
 Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
 Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
c. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi
otot yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa
kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot
kontraktil yang berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai
membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini
menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang
bergerak.
2. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh
untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi
tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot,
jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak
karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
 Tulang Rawan (kartilago)
a) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung
tulang pipa.
b) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan
(tl. Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
c) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis
dan faring.
 Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem
rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga
sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
 Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
 Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
 Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran
panjangnya terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
 Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan,
dan ruas-ruas tulang belakang.
 Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
 Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk
yang tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
 Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla.
c. Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu
kerangka tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
 Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8
tulang kranial dan 14 tulang fasial.
 Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
 Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara
laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot
mulut dan lidah 1 buah
 Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan
gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang belakang
berjumlah 26 buah
 Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan
tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting
yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang rusuk
juga berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-tulang
bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah terdiri
atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan kaki.
Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu ekstrimitas
atas dan ekstrimitas bawah.

D. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
(Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot

E. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi adalah
memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan
aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal. Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi berada
pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan
mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan
untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring akan
kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan
otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja
otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus
otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama
lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa
berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Kartilago
adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh
secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi
untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada
penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
F. Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
a. muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi
dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium
b. kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung,
dan pembentukan thrombus
c. pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktifitas
d. metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi)
e. eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal
f. integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan
g. neurosensori: sensori deprivation
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual,
sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling umum adalah
depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun, dan
gangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
4. Pergerakan tidak terkoordinasi
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat )

G. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


1. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat

5. Usia dan status perkembangan


Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering
sakit.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.

g. Mengkaji fungsional klien


 Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan

 Rentang gerak (range of motion-ROM)


1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan, sedangkan
Ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi
merupakan gerak menjauhi tubuh
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan Pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak kaki kea
rah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak memiringkan
(membuka) telapak kearah luar

 Derajat kekuatan otot


SKAL PERSENTASE KARAKTERISTIK
A KEKUATAN NORMAL
(%)

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fisik
Keadaan umum pasien
Kesadaran
pemeriksaan TTV
Analisa (pegelompokan data)

No Tgl Data Penyebab/interpretasi Masalah

1 Ds :
Klien mengatakan
tidak bisa
beraktivitas
secara mandiri
Klien mengeluh
nyeri sehingga
sulit untuk
bergerak
Do :
Klien tampak
lemah dan
aktivitasnya
bergantng pada
orang lain

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan
keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan keterbatasan
rentang gerak sendi
2. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan ketidakmampuan untuk meakukan pembersihan tubuh.
3. Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko tonjolan tulang ditandai
dengan imobilisasi fisik.

C. INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


o Keperawatan Hasil

1 Hambatan Setelah dilakukan asuhan NIC Label


Mobilitas keperawatan ...x24jam Exercise Therapy: o Menentukan
Fisik diharapkan pasien dapat Joint Mobility batas gerakan
berhubungan tetap mempertahankan yang akan
dengan pergerakannya, dengan dilakukan
intoleransi criteria: o Kaji keterbatasan o Motivasi yang
aktivitas gerak sendi tinggi dari
NOC Label : Body
ditandai pasien dpt
Mechanics Performance
dengan o Kaji motivasi melancarkan
keterbatasan  Menggunakan klien untuk latihan
kemampuan posisi duduk mempertahankan o Agar pasien
melakukan yang benar pergerakan sendi beserta keluarga
keterampilan  Mempertahankan o Jelaskan dapat memahami
motorik kasar kekuatan otot alasan/rasional dan mengetahui
 Mempertahankan pemberian alasanpemberian
fleksibilitas sendi latihan kepada latihan
pasien/ keluarga o Agar dapat
memberikan
o Monitor lokasi intervensi secara
ketidaknyamanan tepat
atau nyeri selama
aktivitas o Cedera yg
o Lindungi pasien timbul dapat
dari cedera memperburuk
selama latihan kondisi klien

o Bantu klien ke
o Memaksimalkan
posisi yang
latihan
optimal untuk
latihan rentang
gerak
o Anjurkan klien
untuk melakukan
latihan range of o ROM dapat

motion secara mempertahankan


aktif jika pergerakan sendi
memungkinkan
o Anjurkan untuk
melakukan range
of motion pasif
jika
o ROM pasif
diindikasikan
dilakukan jika
klien tidak dapat
o Beri
melakukan
reinforcement
secara mandiri
positif setiap
kemajuan klien
o Meningkatkan
harga diri klien

D. Evaluasi

Evaluasi

S : Klien mengatakan kekakuan sendinya mulai berkurang


O : Klien tampak berusaha dan mulai bisa untuk menggerakkan
tubuhnya
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Daftar Pustaka

Asmadi. 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.

Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses Dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai