Anda di halaman 1dari 14

MARAMUS KWASHIOR

1. DEFINISI
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang
gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan
oleh kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI
Sistem pencernaan terdiri dari mulut,faring,laring,esophagus ,gaster,usus
halaus ,usus besar,rectum,anus.sistem ini berfungsi menyediakan nutrisi bagi
kebutuhan sel melalui proses ingesti,digesti,dan absorbs,serta eliminasi bagi makanan
tidak dapat di cerna oleh tubuh.(syarifudin,1997).
Proses ingesti terjadi saat makanan berada di lingkungan mulut yaitu saat
mengunyah yang dilakukan oleh koordinasi otot rangka dan system saraf sehingga
makanan menjadi halus dan saat yang sama makanan bercampur dengan saliva
sehingga makanan menjadi licin.(syrafifudin,1997)
Digesti adalah perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan bantuan enzim
yang pengeluarannya diatur oleh hormone dan saraf,sehingga zat-zat makanan dapat
di absorbsi kealiran darah .proses digesti dapat dimulai dari mulut dan berakhir diusus
halus.(syarifudin).
Eliminasi adalah pengeluaran sisa pencernaan dari tubuh melalui anus.zat-zat
makanan yang diserap oleh tubuh di metaboliseme oleh sel sehingga menghasilkan
energy,membentuk jaringan hormone dan enzim.
Makanan dapat bergerak dari saluran cerna sampai keanus karena adanya
peristaltic yang berasal dari kontraksi ritmis dari usus yang diatur oleh system saraf
otonom dan saraf enteric(syarifudin,1997)
FISIOLOGI
Energi diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan,metabolisme ,utilisasi bahan
makanan,dan aktivitas .protein dalam diet dapat memberi energy untuk keperluan
tersebut dan juga untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel,dan
hormone maupun enzim untuk mengatur metabolisme.
Suplai energy bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan daripada suplai
pertumbuhan.maka bila mana jumlah energy makanan sehari-hari tidak
cukup,sebagian masukan protein makanan akan di pergunakan sebagai energy,hingga
mengurangi bagian yang di perlukan bagi pertumbuhan .bahkan jika masukan energy

dan protein jauh dari cukup,proses katabolisme terjadi terhadap otot-otot untuk
menyediakan glukosk a bagi energy dan asam-amino untuk sintesi protein yang
sangat esensial.(solihin,2000).
Jumlah protein dan energy yang di perluukan untuk pertumbuhan yang normal
tergantung dari pada kualitas zat gizi yang dimakan,seperti bagaimana mudah zat
tersebut dapat dicerna(digestibility),diserap(absorbability,distribusi asam
amino,proteinnya,dan factor-faktor lain,seperti umur,berat badan,aktivitas
individu,suhu lingkungan dan sebgainya.(solihin,2000)
3. ETIOLOGI
Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa
faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain
faktor diet, faktor social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain.
a. Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein
akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet kurang
energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak
menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama,
pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa
anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan
bahwa diet bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang
masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulknya gejala tersebut.
b. Peranan faktor social
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah
turun-temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya
pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan
tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan itu didasarkan pada keagamaan, maka
akan sulit diubah. Tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan,
maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut

masih dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit KEP adalah :
a

Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak
anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal;

Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak,
sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat member cukup makan
pada anggota keluarganya yang besar itu;

Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada
musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik sawah yang letak
sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut. Anak-anak terpaksa
ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak mendapat
perhatian dan pengobatan semestinya;

Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus
meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian, bayi tersebut
tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan
tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

c. Peranan kepadatan penduduk


Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat
lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di
samping kuantitasnya.
McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam
jumlah yang banyak jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan
hygiene yang buruk, misalnya, di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan
penduduk yang sangat cepat; sedangkan kwashiorkor akan terdapat dalam jumlah
yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk

member makanan tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak yang tidak
atau tidak cukup mendapat ASI.
d. Peranan infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi antara malnutrisi dan infeksi.
Indeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun
masih ringan, mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap
infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya
mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri.
e. Peranan kemiskinan
Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama
merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara tersebut.
Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on
Protein pada tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan merupakan dasar
penyakit KEP. Tidak jarang terjadi bahwa petani miskin harus menjual tanah
miliknya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, lalu ia menjadi penggarap
yang menurunkan lagi penghasilannya, atau ia meninggalkan desa untuk mencari
nafkah di kota besar. Dengan penghasilan yang tetap rendah, ketidakmampuan
menanam bahan makanan sendiri, ditambah pula dengan timbulnya banyak
penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal seperti telah diutarakan tadi,
timbulnya gejala KEP lebih dipercepat
4. PATOFISIOLOGI
Banyak manifestasi dari KEP merupakan respon penyesuaian pada kurangnya
asupan energi dan protein. Untuk menghadapi asupan yang kurang, maka
dilakukannya pengurangan energi dan aktifitas. Namun, meskipun ini respon
penyesuaian, deposit lemak dimoilisasi untuk memenuhi kebutuhan energi yang
sedang berlangsung meskipun rendah. Setelah deposit lemk habis, katabolisme
protein harus menyediakan substrat yang berkelanjutan untuk menjaga metabolisme
basal.Alasan mengapa ada anak yang menderita edema dan ada yang tidak mengalami
edema pada KEP masih belum diketahui. Meskipun tidak ada faktor spesifik yang
ditemukan, beberapa kemungkinan dapat dipikirkan. Salah satu pemikiran adalah
variabilitas antara bayi yang satu dengan yang lainnya dalam kebutuhan nutrisi dan

komposisi cairan tubuh saat kekurangan asupan terjadi. Hal ini juga telah
dipertimbangkan bahwa pemberian karbohidrat berlebih pada anak-anak dengan nonedematous KEP membalikkan respon penyesuaian untuk asupan protein rendah,
sehingga deposit protein tubuh dimobilisasikan. Akhirnya, sintesis albumin menurun,
sehingga terjadi hipoalbuminemia dengan edema. Fatty liver juga berkembang secara
sekunder, mungkin, untuk lipogenesis dari asupan karbohidrat berlebih dan
mengurangi sintesis apoliprotein. Penyebab lain KEP edematous adalah keracunan
aflatoksin serta diare, gangguan fungsi ginjal dan penurunan aktivitas NA K ATPase.
Akhirnya, kerusakan radikal bebas telah diusulkan sebagai faktor penting dalam
munculnya KEP edematous. Kejadian ini didukung dengan konsentrasi plasma yang
rendah akan metionin, suatu precrusor dari sistein, yang diperlukan untuk sintesis dari
faktor antioksidan major, glutathione. Kemungkinan ini juga didukung oleh tingkat
yang lebih rendah dari sintesis glutathione pada anak-anak dengan pembengkakan
dibandingkan dengan non-edematous KEP

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis Marasmus-Kwashiorkor
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit
marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, disamping
menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal memperlihatkan gejala-gejala
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula.

Gambar . Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor


Gejala-gejala yang dialami oleh penyakit Marasmik-kwashiorkor dapat meliputi:
1. Rentan terkena infeksi pernafasan dan pencernaan
2. Adanya pembengkaan pada tubuh
3. pandangan mata terlihat sayur
4. Memiliki rambut tipis kemerahan
5. Mudah rewel
6. Otot mengecil
7. Adanya pembesaran hati
8. Sering terjadi infeksi yang akut.

6. KOMPLIKASI

Gizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki komplikasikomplikasi yaitu :

Perkembangan mental
Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini
perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal.
Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan
menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang
lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah
menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit
tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil
pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5
tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun
setelahnya.2

Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang
bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya disertai
nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma tersebut.
Noma merupakan salah satu penyakit yang menyertai KEP berat akibat imunitas
tubuh yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor. 2

Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat defisiensi dari
vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga terjadi pada
marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita KEP berat karena
ditakutkan akan mengalami kebutaan.2

Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya
penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tandatanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas
pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan semakin
menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi juga
akan semakin berat.

7. PROGNOSIS
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari
penderita akibat efeksi yang menyertai penyakit tersebut,tetapi prognosisnya dapat
dikatakan baik apabila malnutrisi di tangani secara tepat dan cepat.kematian dapat
dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakiy infeksi kronis lain seperti
tuberkolosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya hepatis dapat di hindari
.pada anak yang mendapatkan malnutrisu pada usia yang lebih dewasa.hal ini
berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan malnutrisi
lebih cepat. menurut umurnya,anak lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan
gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna di
bandingkan anak yang lebih tua,sekalipun telah mendapatkan penanganan yang
sama.hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat,terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan
tinggi badan anak dan pertambahan berat badan anak,walaupun jika dilihat secara
ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.
8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Albumin
Kreatinin
Nitrogen
ElektroliT
Hb
Ht
Transferin

9. PENGOBATAN
Makanan yang dibutuhkan oleh anak yang kurang gizi berat adalah ia harus
makan, juga menambah susu yang berprotein dan berenergi tinggi. Pembuatan
susunya:

Timbanglah semua bahan untuk membuat makanan tersebut.

Minyak, gula dan susu diukur dengan sendok penuh.

Campurkan 80 gram susu bubuk skim, 60 gram minyak goreng, dan 50 gram
gula.

Bila mungkin tambahkan 1 gram kalium klorida dan 0,5 g magnesium hidroksida.
Campuran ini dijadikan 1 liter.

Buatlah bubuk campuran antara susu dan gula, kemudian tambahkan minyak dan
aduklah. Campuran ini tahan 1 bulan dalam kaleng tertutup.

Tambahkan 7 sendok makan penuh cairan kedalam 500 ml air matang dingin.

Pastikan bahwa semua yang ada tersebut bersih

Bila tidak mempunyai susu bubuk skim, gunakan susu lain atau susu masak, juga
dapat diberi telur atau kacang-kacangan serta jagung, beras atau jewawut.

Cara Pemberiannya:
Bila mungkin biarkan anak minum susunya dari cangkir. Bila tidak mau, pakailah
pipa plastik dari hidung masuk kedalam lambungnya. Masukkan susu dengan tetesan
atau semprit. Dosis pemberiannya, berikan 150 ml/kg/hari. Bila menderita busung
berikan 110 ml/kg/hari sampai busungnya hilang. Berikan 6 kali dalam sehari.
Pengobatan lainnya dapat diberikan kapsul vit.
Tabel Perbedaan Ciri dan Tanda Marasmus dan Kwashiorkor.

Marasmus
1. Anak tua dan kecil
2 Rambut normal, warna

Kwashiorkor
Muka bulat
Rambut tidak normal,rambut

rambut hitam
Badan kurus, tidak ada

jagung mudah dicabut


Lengan bagian bawah bengkak,

lapisan lemak

pembesaran pada

Kelihatan sangat lapar


Berat badan sangat kurang

hati,edema/bengkak pada kaki


Tidak lapar
Berat badannya kurang, walaupun

Kadang-kadang

tubuh tidak kurus


Lingkar lengan kurang dari 14 cm

disertai mencret menahun


Lingkar lengan lebih dari 14 Perut bengkak karena otot perut

cm
Mata cekung

4
5

10. PENCEG
AHAN

lemah
Tampak sedih dan duduk diam
tidak bergerak dan tidak tertarik

ada sesuatu atau apatis


Lebih aktif dan tidak apatis Terdapat ruam seperti cat tua

mengelupas pada kaki dan


10 Tidak ada busung
11

lengannya
Kulitnya tipis dan pucat atau agak

merah
Anemis
Tindakan pencegahan penyakit KEP bertujuan untuk mengurangi insidensi

KEP dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Usaha disebut tadi mungkin
dapat ditanggulangi oleh petugas kesehatan tanpa menunggu perbaikan status social
dan ekonomi golongan yang berkepentingan. Akan tetapi tujuan yang lebih luas dalam
pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan perkembangan mental
anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang dapat
bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup.
Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi
satu atau lebih dari satu factor dasar penyebab KEP (Austin, 1981), yaitu :
1. Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan
menjadi lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat..
2. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi
untuk anak-anak yang disiplin. Makanan demikian pada umumnya tidak terdapat
dalam diet tradisi, tetapi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang

meningkat pada anak-anak berumur 6 bulan keatas. Formula tersebut dapat


diberikan dalam program pemberian makanan suplementer maupun dipasarkan
dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pembuatan makanan demikian
juga dapat diajarkan pada masyarakat sendiri sehingga juga merupakan
3.

pendidikan gizi.
memperbaiki infrastruktur pemasaran. Infrastruktur pemasaran yang tidak baik

akan berpengaruh negative terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.


4. subsidi harga bahan makanan. Interfensi demikian bertujuan untuk membantu
mereka yang sangat terbatas penghasilannya.
5. pemberian makanan suplementer. Dalam hal ini makanan diberikan secara cumacuma atau dijual dengan harga minim. Makanan semacam ini terutama ditujukan
pada anak-anak yang termasuk golongan umur rawan akan penyakit KEP.
6. Pendidikan gizi. Tujuan pendidikan gizi ialah untuk mengajar rakyat mengubah
kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan
makanan supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik
mutunya. Menurut Hofvandel (1983), pendidikan gizi akan berhasil jika:
a. Penduduk diikutsertakan dalam pembuatan rencana, menjalankan rencana
tersebut, serta ikut menilai hasilnya;
b. Rencana tersebut tidak banyak mengubah kebiasaan yang sudah turun
temurun.
c. Anjuran cara pemberian makanan yang diulang pada setiap kesempatan dan
situasi
d. Semua pendidik atau mereka yang diberi tugas untuk memberi penerangan
pada rakyat memberi anjuran yang sama
e. Mendiskusikan anjuran dengan kelompok yang terdiri dari para ibu serta
anggota masyarakat lainnya, sebab keputusan yang diambil oleh satu
kelompok lebih mudah dijalankan daripada oleh seorang ibu saja.
f. Pejabat kesehatan, teman-teman dan anggota keluarga memberi bantuan aktif
dalam mempraktekkan anjuran

11. PATOFLOW MARASMUS-KWASHIOR

Sosial ekonomi

Malasorobsi

Kegagalan melakukan

rendah

,infeksi anoreksia

sintesis protein dan kalori

Intake kurang dari


kebutuhan
Difisiensi protein dan kalori

Hilangnya lemak di

Daya tahan

Asam amino esensial

bantalan kulit

tubuh menurun

menurun danproduksi
albumin menurun

Turgor kulit

Keadaan umum

Atrofi /pengecilan

menurun dan

lemah

otot

Resiko infeksi

Keterlambatan

keriput

Kerusakan integitas

pertumbuhan dan

kulit

perkembangan
Resiko infeksi
saluran
pencernaan
Anoreksia,diare

Nutrisi kurang
dari
kebutuhan

12. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Kekurangan volume cairan
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
d. Resiko aspirasi
e. Bersihan jalan nafas tidak efekti
13. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
Intervensi :
1. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang,
tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial
ekonomi klien.
2. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga
untuk melakukannya sendiri.
3. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
4. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap
pagi.
b. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare.
Intervensi :
1. Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program
rehidrasi.\
2. Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang
diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang
sonde.
3. Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
4. Hitung balans cairan.
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang
tidak adekuat.
Intervensi :
1. Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas
perkembangan sesuai usia anak.

2.
3.
4.
5.

Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.


Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan (Puskesmas/Posyandu)

d. Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan


sekresi trakheobronkhial.
Intervensi :
1. Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara
berkala.
2. Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
3. Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian
makanan/minuman.
4. Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman
per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan
keamanan klien/kemampuan keluarga.
5. Observasi tanda-tanda aspirasi.
e. Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
Intervensi :
1. Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
2. Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
3. Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas

Anda mungkin juga menyukai