Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga
(kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya), masalah kesehatan,
kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi ganda
yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah
muncul masalah baru. Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat
pesat, Malnutrisi masih saja melatar belakangi penyakit dan kematian anak, meskipun
sering luput dari perhatian. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu
kualitashidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan
giziyang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita dideritapenyakit
gizi buruk Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitusebab akibat yang
timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dangizi buruk akibatnya tidak
baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuaidengan kebutuhan tubuh masing – masing
orang. Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat
ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran. Gizi seseorang dapat dipengaruhi
terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental
anak.
Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yangterjadi pada anak
yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkandalam kandungan. Berbagai
factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita.
Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan
makanan tertentu,adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan
terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran
yangrapat Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil
penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lainmasih berkutat
memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang dewasa, kebutuhan
akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika
diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak –
anak ternyata melampaui orang dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat

1
ditaksir dengan cara mengukur luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung
konsumsi energi itu ( yang hilang atau terpakai ).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energy yang
dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana berdasarkan berat
badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh
merupakan masalah serius.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian Marasmus dan Kwashiorkor?


2. Bagaimana Etiologi Marasmus dan Kwashiorkor?
3. Bagaimana Patofisiologi Marasmus dan Kwashiorkor?
4. Apa Tanda dan Gejala Marasmus dan Kwashiorkor?
5. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada Marasmus dan Kwashiorkor?
6. Bagaimana Komplikasi Marasmus dan Kwashiorkor?
7. Bagaimana Proses Terjadinya Penyakit Marasmus?
8. Bagaimana Upaya Pencegahan Penyakit Marasmus dan Kwashiorkor?
9. Bagaimana Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Marasmus dan Kwashiorkor?

C. TUJUAN

1. Mengetahui Pengertian Marasmus dan Kwashiorkor.


2. Mengetahui Etiologi Marasmus dan Kwashiorkor.
3. Mengetahui Patofisiologi Marasmus dan Kwashiorkor.
4. Mengetahui Tanda dan Gejala Marasmus dan Kwashiorkor.
5. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Marasmus dan Kwashiorkor.
6. Mengetahui Komplikasi Marasmus dan Kwashiorkor.
7. Mengetahui Proses Terjadinya Penyakit Marasmus.
8. Mengetahui Upaya Pencegahan Penyakit Marasmus dan Kwashiorkor.
9. Mengetahui Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit.
10. Mengetahui Asuhan Keperawatan Marasmus dan Kwashiorkor.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Marasmus dan Kwashiorkor

Marasmus berasal dari kata marasmos (bahasa jerman) yang berarti sekarat. Mal nutrisi
jenis ini biasanya biasanya berupa kelambatan pertumbuhan, hilangnya lemak di bawah
kulit, mengecilnya otot, menurunnya selera makan dan keterbelakangan mental.

Marasmus adalah salah satu bentuk Malnutrisi paling sering ditemui pada balita
penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang kurang, infeksi, pembawaan lahir,
prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan memiliki satu atau
lebih tanda defisiensi protein dan kalori.

Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang
kekurangan kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein
berat yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang
normal atau tinggi Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun, namun
dapat pula terjadi pada bayi. Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah
sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain.

Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein
yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan.
Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang
dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) Dengan beberapa karakteristik berupa
edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis.

B. Etiologi Marasmus dan Kwashiorkor


1. Penyebab Marasmus :
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori protein yang berat. Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi.
Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa
sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

3
Secara garis besar sebab – sebab marasmus antara lain :
a. Pemasukan kalori yang tidak cukup, marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit.
b. Pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidak
tahuan orang tua si anak ; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu
encer.
c. Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan
orangtua dan anak terganggu.
d. Kelainan metabolic. Misalnya : renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance. Malformasi kongenital misalnya: penyakit jantung
bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia,
stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
2. Penyebab terjadinya kwashiorkor
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain:
a. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi
yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain
(susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi
kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial
dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan
tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinya kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

4
d. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,
walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

C. Patofisiologi Marasmus dan Kwashiorkor


1. Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam
keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak
terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan
cadangan protein senagai sumber energi. Pengahancuran jaringan pada defesiensi kalori
tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolit esensial lainnya, seperti berbagai asam amino.
2. Kwashiorkor
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih,
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. kelainanan
yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem
dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan
berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan
metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem. perlemakan
hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak
dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.

D. Tanda dan Gejala Marasmus dan Kwashiorkor


1. Marasmus
a. Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum.
b. Pertumbuhan berkurang atau terhenti.
c. Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek
dan kulit keriput.
d. Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat
menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e. Hipotoni akibat atrofi otot

5
f. Perut buncit
g. Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.
2. Kwashiorkor
a. Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada
tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b. Pertumbuhan terlambat
c. Udema
d. Anoreksia dan diare.
e. Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek.
f. Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g. Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam
dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan
kerusakan hati.
h. Anak mudah terjangkit infeksi
i. Terjadi defesiensi vitamin dan mineral

E. Pemeriksaan Penunjang Pada Marasmus dan Kwashiorkor


1. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk
mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta
riwayat penyakit yang lalu.
a. Tanda klinis

- Wajah seperti orang tua

- Sering terdapat penurunan kesadaran

- Kulit kering, dingin dan kendor

- Otot-otot mengecil sehingga tulang-tulang terlihat jelas

- Sering disertai diare atau konstipasi

- Tekanan darah, frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan berkurang

6
b. Antropometrik
Lebih ditujukan untuk menemukan malnutrisi ringan dan sedang. Pada
pemeriksaan antropometrik, dilakukan pengukuranpengukuran fisik anak (berat,
tinggi, lingkar lengan, dll) dan dibandingkan dengan angka standard (anak normal).
Untuk anak, terdapat 3 parameter yang biasa digunakan, yaitu:

- Berat dibandingkan dengan umur anak

- Tinggi dibandingkan dengan umur anak

- Berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak

Parameter tersebut lalu dibandingkan dengan tabel standard yang ada Untuk
membandingkan berat dengan umur anak, dapat pula digunakan grafik
pertumbuhan yang terdapat pada KMS.

c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium, misalnya pemeriksaan kadar darah merah (Hb) dan
kadar protein (albumin/globulin) darah, dapat dilakukan pada anak dengan
malnutrisi. Dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih
jelas diketahui penyebab malnutrisi dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada
anak tersebut.
2. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan
yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok,
asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap.
Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau
Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan
dalam 16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan
koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian

7
terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan
sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein
1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari
sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu
yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10
hari.
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral
yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari
pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan
tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu
ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral
75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau
megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im,
selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.
Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah
susu. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk
bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara
bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas
7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair
kemudian makanan.

F. Komplikasi Marasmus dan Kwashiorkor


1. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia)
Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata
terkena cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia
(menjadi buta).
2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis.
Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi
vitamin B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental
dan jantung.

8
3. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis)
Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin
B2 menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan
kulit dan mata.
4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
5. Defisiensi Vitamin B12
Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin
B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
6. Defisit Asam Folat
Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik, granulositopenia,
trombositopenia.
7. Defisiensi Vitamin C
Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C
diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan
bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit, pembentukan
tulang dan dentin.
8. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium
Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan
tumbuh kembang anak.
9. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.
10. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat
Noma atau stomatitis merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif
sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh
sedang menurun. Bau busuk yang khas merupakan tanda khas pada gejala ini.

G. Proses Terjadinya Penyakit Marasmus


Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan
hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor
lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmust.Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah
sebagai berikut:

9
1. Masukan makanan yang kurang.
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak;
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2. Infeksi.
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum,palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus,cystic
fibrosis pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates Pada keadaan-keadaan tersebut
pemberian ASI kurang

H. Upaya Pencegahan Penyakit Marasmus dan Kwashiorkor


1. Primordial prevention penyakit marasmus
Pencegahan primordial disini yaitu memberikan peraturan yang tegas kepada
penderita marasmu untuk mencegah munculnya factor resiko. Seperti memberikan
pendidikan kepada para ibu-ibu yang memiliki bayi, balita untuk di cukupkan asupan
gizinya untuk menghindari malnutrisi dalam hal ini marasmus.
2. Primary prevention
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian
penyakit atau gangguan sebelum penyakit marasmus itu terjadi. Promosi kesehatan,
pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam
pencegahan primer. Perubahan gaya hidup, penyuluhan kesehatan masyarakat, skrining
kesehatan, pendidikan kesehatan adalah di sekolah, kegiatan kesehatan perawatan
pranatal yang baik, pilihan perilaku hidup yang baik, gizi yang cukup, kondisi keamanan
dan kesehatan di rumah, sekolah atau tempat kerja, semuanya termasuk dalam aktivitas
pencegahan primer. Langkah-langkah dan kegiatan pokok di dalam kesehatan
masyarakat seperti sanitasi, pengendalian infeksi, imunisasi, pelindungan makanan, susu
dan sumber air, pengamanan lingkungan dan perlindungan terhadap bahaya dan
kecelakaan kerja merupakan pencegahan yang amat cukup. Hygiene
perorangan(penderita marasmus) dan langkah-langkah kesehatan masyarakat memiliki

10
dampak yang besar terhadap epidemi penyakit menular. Imunisasi, pengendaian infeksi
(misal, cuci tangan), penyimpangan makanan dalam lemari pendingin, pengumpulan
sampah, pengelolaan limbah padat dan cair, perlakuan dan perlindungan persediaan iar,
dan sanitasi umum telah menurunkan ancaman penyakit infeksius di masyarakat.
Penyakit kronis, gaya hidup, dan perilaku manusia saat ini merupakan faktor kontribusi
utama penyebab kematian di Amerika Serikat dan negara industri negara lain.masalah
kesehatan mental dan emosi, serta masalah kesehatan lingkungan. Langkah-langkah
pencegahan di tingkat dasar saat ini harus diorientasi pada pengaturan perilaku dan gaya
hidup serta mengubah pola pendapatan ekonomi untuk mencegah terejadinya busung
lapar dan mal nutrisi/marasmus. Aktivitas dasar kesehatan masyarakat seperti promosi
dan pencegahan tidak boleh diabaikan, dilalaikan, atau dikurangi. Jika kegiatan tersebut
tidak dipertahankan pada tingkat yang tinggi, penyakit menular dapat kembali menjadi
penyebab utama penderitaan, penyakit, dan kematian. Dengan tetap memelihara kegiatan
kesehatan masyarakat, upaya di tingkat pencegahan primer harus di fokuskan pada
perubahan perilaku individu dan perlindungan lingkungan. Dengan demikian, di masa
mendatang, fokus terhadap pengobatan dan perawatan kesehatan yang di berikan dokter
akan berkurang dan harus digantikan dengan upaya pencegahan primer termasuk
dukungan ekonomi yang cukup untuk kegiatan dan program pencegahan.
3. Secondary prevention
Pada tahap pencegahan ini, penderita marasmu mestinya di berikan perhatian lebih
untuk mempertahankan tubuh dan stamina serta imunitasnya. Sehingga penderita dapat
bertahan samapi kepada tahap pemulihan.
4. Tertiary prevention
Sedangkan pada tahap ini, pencegahan dilakukan untuk mencegah jangan sampai
bayi atau balita yang menderita penyakit marasmus mengalami cacat dan bertambah
parahnya penyakit serta kematian. Pencegahan ini dapat berupa menjaga sanitasi
lingkungan serta sanitasi makan untuk menghindari resiko munculnya penyakit lain.

I. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit


Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang
cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor,
marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

11
1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia
mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini
dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien
kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama
adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2%
tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada,
berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk
anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian
makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk
meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3
jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa
(per-sonde) (RSCM, 2003).
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

12
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan
dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
An. A adalah seorang anak laki-laki (4 th) anak dari pasangan Tn.N dan Ny.S dibawa
ke RS. Margono Soekarjo pada Sabtu, 19 Agustus 2017 pukul 16.00 WIB. Ibu klien
mengatakan bahwa anaknya sudah tidak nafsu makan dan menjadi kurus sejak 3 bulan yang
lalu selain itu juga tangan dan kaki klien sering kram.
Setelah dilakukan pemeriksaan An. A memiliki BB=10 kg, TB=95cm, Lingkar
kepala = 24 cm, Lingkar lengan = 15 cm, keadaan klien sedang, kesadaran kompos mentis,
suhu badan 36˚C , pernapasan 82x/menit, dan denyut nadi 80x/menit . Tanda-tanda lain
yang tampak adalah kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, kulit keriput, otot atrofi,
turgor jelek, wajah nampak tua, rambut mudah dicabut. Pada pemeriksaan lebih lanjut
didapatkan abdomen sejajar torak, gambaran usus jelas pada dinding abdomen,
hepatomegali, badan teraba dingin, pitting edema pada ekstermitas bawah, dan reflek patella
negative. Klien didiagnosis menderita marasmus kwashiorkor.
A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : An. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 4 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat : Jalan Adipati Mersi RT 05 RW 03 Purwokerto

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn. N
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh

13
Hubungan dengan klien : Ayah klien
Alamat : Jalan Adipati Mersi RT 05 RW 03 Purwokerto

II. RIWAYAT KESEHATAN


1. Keluhan Utama
Klien tidak nafsu makan.
2. Keluhan Tambahan
Tangan dan kaki klien sering kram.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada tanggal 19 Agustus 2017 pukul 16.00 klien dibawa ke RS Margono
Soekarjo dengan keluhan tidak nafsu makan dan menjadi kurus sejak 3
bulan yang lalu, tangan dan kaki klien sering kram.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah menderita penyakit seperti sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien tidak ada yang pernah menderita penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan gizi atau kekurangan protein.
6. Riwayat Penyakit Sosial
Orang tua klien yang memiliki penurunan penghasilan tidak dapat selalu
memberikan makanan dengan asupan gizi yang baik dan pengetahuan
ibu yang kurang tentang gizi bagi balita berdampak langsung bagi
asupan nutrisi klien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-Tanda Vital
RR: 82x/menit
SB : 36 ˚C
DN : 80x/menit
2. Keadaan umum
Keadaan umum klien sedang
3. Kesadaran
Kesadaran kompos mentis
4. Pemeriksaan Antropometri
BB : 10 kg
PB : 95 cm
L.Kepala : 24 cm
L.Lengan : 15 cm
5. Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala
Terjadi perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus,
jarang dan mudah dicabut), lingkar kepala klien lebih kecil dari
normal.
b. Mata

14
Konjungtiva anemis.
c. Wajah
Gambaran wajah seperti orang tua karena lemak subkutan
menghilang.
d. Leher
Tidak ada kelainan (pembesaran kelenjar tiroid/distensi vena
jugolaris).
e. Hidung
Hidung simetris kiri dan kanan.
f. Mulut
Mukosa bibir kering.
g. Telinga
Simetris kiri dan kanan.
h. Dada
Iga terlihat jelas, adanya tarikan dada saat bernapas.
i. Perut
Tampak buncit, hati teraba membesar.
j. Abdomen
Gambaran dinding usus jelas pada abdomen, turgor buruk.
k. Ektermitas
Terdapat pitting edema pada ekstremitas bawah (edema
tungkai).
l. Kulit
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy
paement dermatosis terutama pada bagian tubuh yag sering
tertekan (bokong, fosa popliteal, lutut, ruas jari kaki, paha dan
lipatan paha).
m. Genital
Normal, tidak ada kelainan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan albumin, kreatinin, nitrogen, Hb,
Ht, transferin ( pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia jenis
normositik normokrom dan ditemukan kadar albumin serum menurun).
Pemeriksaan radiologis untuk menemukan adanya kelainan pada paru (ada
kelainan pada paru yaitu bronkopneumonia).

V. POLA PENGKAJIAN FUNGSIONAL


1. Pola Nutrisi
Klien mengalami penurunan nafsu makan dan mual muntah.
2. Pola Eliminasi
Klien mengalami diare.
3. Pola Aktivitas dan Integrasi Ego
Klien mengalami gangguan aktifitas karena mengalami kelemahan tubuh
yang disebabkan oleh gangguan metabolisme.

15
4. Pola Istirahat dan Tidur
Klien sering rewel karena selalu merasa lapar meskipun sudah diberi makan
sehingga sering terbangun pada malam hari.
5. Pola Higiene
Kebersihan diri klien kurang, kulit tampak kusam, rambut kemerahan.
6. Pola Pernapasan
Adanya suara whezzing dan ronkhi akibat adanya penyakit penyerta.
7. Pola Keamanan
Klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi karena system imun yang
menurun.
8. Pola Seksualitas
Tidak mengalami gangguan seksualitas.

B. ANALISIS DATA
Tanggal Data Etiologi Masalah
19 Agustus Ds : Asupan yang tidak Perubahan nutrisi
2017  Ibu klien adekuat, anoreksia kurang dari
mengatakan klien dan diare kebutuhan tubuh
tidak nafsu
makan dan
menjadi kurus
sejak 3 bulan
lalu.
 Ibu klien
mengatakan
tangan dan kaki
klien sering
kram.
Do:
 Klien tampak
kurus, lemah,
lemak subkutan
menghilang, kulit
kriput, otot atrofi,
turgor jelek,
wajah nampak
tua dan rambut
mudah dicabut.

 TTV :
RR: 82x/menit
SB : 36 ˚C
DN : 80x/menit

 Pemeriksaan
antropometri :
BB : 10 kg
PB : 95 cm

16
L.Kepala : 24 cm
L.Lengan : 15 cm

Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare ditandai dengan berat badan pasien yang semakin turun.

C. INTERVENSI
Diagnosa Kep. Tujuan/NOC Intervensi/NIC Rasional
Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Jelaskan kepada 1.Meningkatkan
kurang dari tindakan asuhan keluarga tentang pemahaman
kebutuhan tubuh keperawatan selama penyebab malnutrisi, keluarga
b/d asupan yang 3x24 jam klien akan kebutuhan nutrisi tentang
tidak adekuat, menunjukkan pemulihan, susunan penyebab dan
anoreksia dan peningkatan status menu dan pengolahan kebutuhan
diare ditandai gizi. makanan sehat nutrisi untuk
dengan berat Kriteria hasil : seimbang, tunjukkan pemulihan klien
badan pasien 1. Keluarga klien contoh jenis sumber sehingga dapat
yang semakin dapat menjelaskan makanan ekonomis meneruskan
turun. penyebab gangguan sesuai status sosial upaya terapi
nutrisi yang dialami ekonomi klien. dietetik
klien, kebutuhan 2. Tunjukkan cara yang telah
nutrisi pemulihan, pemberian makanan diberikan
susunan menu dan per sonde, beri selama
pengolahan makanan kesempatan keluarga hospitalisasi.
sehat seimbang. untuk melakukannya 2.Meningkatkan
2. Dengan bantuan sendiri. partisipasi
perawat, keluarga 3.Laksanakan keluarga dalam
klien dapat pemberian roborans pemenuhan
mendemonstrasikan sesuai program terapi. kebutuhan
pemberian 4. Timbang berat nutrisi klien,
diet (per sonde/per badan, ukur lingkar mempertegas
oral) sesuai program lengan atas dan tebal peran keluarga
dietetik. lipatan kulit dalam upaya
setiap pagi. pemulihan
status
nutrisi klien.

17
3.Roborans
meningkatkan
nafsu
makan, proses
absorbsi dan
memenuhi
defisit yang
menyertai
keadaan
malnutrisi.
4.Menilai
perkembangan
masalah
kesehatan klien.

D. IMPLEMENTASI

NO Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Kep. Tindakan TTD


1. Sabtu, 19 Agustus Perubahan nutrisi 1. Melakukan peng-
2017 kurang dari ukuran
Pukul 17.00 kebutuhan tubuh antropometri.
b/d asupan yang 2. Mengkaji pola
tidak adekuat, makan klien.
anoreksia dan 3. Memberikan intake
diare ditandai makanan tinggi
dengan berat protein, kalori,
badan pasien mineral dan vitamin
yang semakin kepada klien.
2. Minggu, 20 turun.
Agustus 2017
- Pukul 07.00 1. Memberikan intake
makanan tinggi
protein, kalori,
mineral dan vitamin
kepada klien.
2. Mengkaji pola
makan klien.

- Pukul 10.00 1. Melakukan peng-


ukuran
antropometri.
3. Senin, 21 Agustus 1. Memberikan intake
2017 makanan tinggi

18
- Pukul 07.00 protein, kalori,
mineral dan vitamin
kepada klien.
2. Mengkaji pola
makan klien.

1. Melakukan peng-
- Pukul 10.00 ukuran
antropometri.

E. EVALUASI

NO. Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Kep. Catatan Perkembangan TTD


1. Selasa, 22 Agustus Perubahan S : Orang tua klien
2017 nutrisi kurang mengatakan “ Sus, anak
Pukul 19.00 dari kebutuhan saya sudah menghabiskan
tubuh b/d porsi makannya”.
asupan yang O : BB klien bertambah.
tidak adekuat, A : Tujuan tercapai.
anoreksia dan P : Hentikan tindakan
diare ditandai keperawatan.
dengan berat
badan pasien
yang semakin
turun.

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Marasmus adalah salah satu bentuk Malnutrisi paling sering ditemui pada balita
penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi,
pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan
lingkungan memiliki satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Penyebabnya
adalah faktor sosial, faktor ekonomi dan faktor lingkungan.

B. SARAN
Ketidak seriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk
terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi
buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak
barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan pemerintah tidak ada
artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri.Sebab, perilaku masyarakat yang
sudah membudaya selama ini adalah, anak-anak yang menderita penyakit kurang
mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak ituhanya diberi makan seadanya, tanpa
peduli akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan. Apalagi kalau persediaan
pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap
sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan
kemiskinan. Dan seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk
anaknya yang nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu. Ibu jangan mudah
menyerah hadapilah semuanya itu, saya yakin pasti akan ada jalan keluarnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Herman. 10 Februari 2013. Makalah Penyakit Marasmus. http://herman-


mamank.blogspot.co.id/2013/02/makala-penyakit-marasmus.html. Diakses pada tanggal 20
Agustus 2017

Purwo,Ignantinus.29 November 2008. Kekukrangan Kalori Protein.


https://ignatiuspurwo1984.wordpress.com/2008/11/29/kekurangan-kalori-protein/. Diakses
pada tanggal 20 Agustus 2017

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20564/Chapter%20II.pdf?sequence=3

Arisma, Tiya. (2012) Pengertian Marasmus dan Kwasiokhor

Tiyaarisma.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo_11.html

21

Anda mungkin juga menyukai