Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TUTORIAL

SKENARIO 1
MODUL 6.2

Pengampu : dr. Dian Rudy Yana

Disusun oleh :
Nama : Muhammad irfan mubarak
Nim : 18109011018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Kurus sekali anakku

Seorang ibu membawa anaknya usia 2 tahun dengan berat 7kg berkonsultasi di tempat
praktek Anda,dengan keluhan berat badan anak sulit naik, dan anak terlihat sangat kurus.
Anak sehari-hari makan 3x sekitar 4 sendok dengn bubur lauk tahu kering tempe dan
kerupuk.jarang sekali makan ikan dan daging, namun sesekali makan sayur dan buah.. Anak
tidak suka minum susu, karena lebih suka minum teh/ air putih. Tiga bulan terakhir anak
sering sakit seperti batuk pilek demam dan diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak
tampak lesu,terdapat iga gambangan,baggy pants,muscle wasting,tidak didapatkan edema.

1.2 Identifikasi Istilah


1 Iga Gambangan : Tulang iga yang tampak jelas terlihat
2 Baggy Pants : Pantat yang terlihat kendur dan keriput
3 Muscle Wasting : Hilangnya masa otot
4 Edema : Penumpukan cairan dalam ruang di antara sel tubuh.

1.3 Rumusan Masalah


1 Berapa berat normal pada usia 2 tahun ?
2 Hubungan pola makan anak dengan keluhan?
3 Apa penyebab muscle wasting pada skenario?
1.4 Brainstorming (Curah Pendapat)
1. Laki-laki : 10-15kg
Perempuan : 9-15kg
2. Hubungan pola makan pada anak di skenario yang jarang mengkonsumsi protein
hewani serta tidak suka meminum susu menyebabkan kekurangan gizi, sehingga anak
tersebut lebih kurus daripada BB anak pada usia normalnya.
3. Penyebab muscle wasting itu sendiri kondisi dimana BB menurut cepat hal ini
disebabkan karena asupan nutrisi yang kurang sehingga masa otot menjadi asupan
cadangan nutrisi bagi tubuh.

1.1 Peta Konsep


1.2 Learning Objective
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
1. Definisi dan Klasifikasi Gizi Buruk
2. Etiologi dan Epidemiologi Gizi Buruk
3. Faktor Risiko Gizi Buruk
4. Patofisiologi Gizi Buruk
5. Penegakan Diagnosis Gizi Buruk
6. Penatalaksanaan Gizi Buruk
7. Prognosis, Pencegahan, Edukasi Gizi Buruk
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gizi Buruk


Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan
energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama.
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight
(gizi buruk). Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
kurang dari -3 SD (Kemenkes, 2011).
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun (Wiku A, 2005).

2.2 Klasifikasi Gizi Buruk

Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI (1999) dalam Supariasa


(2012), pada tingkat Puskesmas penentuan Kekurangan Energi Protein (KEP) yang
dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibandingkan dengan umur dan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan tabel berat badan per umur baku median
NHCS (National Centre Health Statistic-USA).
a. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan KMS terletak pada pita warna
kuning
b. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah
Garis Merah (BGM)
c. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan berat badan per umur < 60%
baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah Kekurangan
Energi Protein (KEP) berat/gizi buruk dan Kekurangan Energi Protein (KEP)
sedang.

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :


1. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan
pada balita.25 Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala
marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang
disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut),
balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga
gambang. Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot
serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.Tubuh
membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan
hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.

2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Hal ini
seperti marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi
buruk.Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan
mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala
gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan
menunjukkan garisgaris kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan
hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati
ditemukan perlemakan.Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan
perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses
katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi
dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet
akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin
meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang
akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh
berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema.

3 Marasmiks-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala
klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) <
60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok.

2.3 Etiologi Gizi Buruk

. Penyebab gizi buruk atau kwashiorkor adalah karena anak tidak memeroleh makanan
dengan kandungan energi dan protein yang cukup. Umumnya hal ini sering dikaitkan
dengan tingkat perekonomian yang rendah.

Itulah sebabnya kasus gizi buruk atau kwashiorkor banyak terjadi di negara
berkembang. Selain dikarenakan rendahnya tingkat perekonomian, kurangnya
pengetahuan orangtua akan nutrisi yang diperlukan tubuh anak juga turut memengaruhi.

Pada dasarnya gizi buruk atau kwashiorkor bukanlah gangguan yang terjadi secara


mendadak. Kondisi ini berlangsung secara perlahan. Karena itu penting untuk mencegah
agar anak tidak mengalami kondisi ini dengan cara memberikan asupan makanan cukup
gizi.

2.4 Epidemiologi Gizi Buruk

Global
Sekitar 462 juta dewasa tergolong berat badan kurang (underweight). Selain itu,
diperkirakan lebih dari 150 juta balita mengalami stunting dan 50 juta anak mengalami gizi
buruk. [1] Data UNICEF menyatakan bahwa secara global, 1 dari 4 balita menderita stunting.
India merupakan negara dengan jumlah balita pendek tertinggi, sementara Indonesia
menempati peringkat kelima.
Populasi yang paling berisiko mengalami malnutrisi adalah wanita, bayi, dan anak-
anak. Untuk itu, penting untuk memastikan asupan nutrisi adekuat bagi ibu dan anak, sejak
saat konsepsi hingga usia 2 tahun. Populasi lanjut usia juga berisiko untuk mengalami
malnutrisi, khususnya yang dirawat inap di rumah sakit.

Indonesia
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, persentase balita pendek (stunting) di
Indonesia termasuk tinggi, yaitu mencapai 37,2%, dengan Nusa Tenggara Timur sebagai
provinsi dengan angka persentase tertinggi menderita stunting.

2.5 Faktor Risiko Gizi Buruk


1. Ekonomi
Salah satu faktor yang paling dialami oleh banyak keluarga di Indonesia adalah
masalah ekonomi yang rendah. Ekonomi yang sulit, pekerjaan, dan penghasilan yang
tak mencukupi, dan mahalnya harga bahan makanan membuat orangtua mengalami
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Padahal, usia 1-3 tahun merupakan
masa kritis bagi anak untuk mengalami masalah gizi buruk.
2. Sanitasi
Kondisi rumah dengan sanitasi yang kurang baik akan membuat kesehatan
penghuni rumah, khususnya anak-anak, akan terganggu. Sanitasi yang buruk juga
akan mencemari berbagai bahan makanan yang akan dimasak.
3. Pendidikan Orangtua
seharusnya menyadari pentingnya memenuhi kebutuhan akan kecukupan gizi
anak. Namun tingkat pendidikan yang rendah membuat orangtua tidak mampu
menyediakan asupan yang bergizi bagi anak-anak mereka. "Ibu merupakan kunci dari
pemenuhan gizi anak-anak, dan kunci untuk mengatasi gizi buruk," kata Saptawati.
Ketidaktahuan akan manfaat pemberian gizi yang cukup pada anak akan membuat
orangtua cenderung menganggap gizi bukan hal yang penting.
4. Perilaku orangtua
Orangtua sering mengganggap bahwa mereka tahu segala sesuatu, sehingga
tidak menyadari bahwa mereka masih membutuhkan bimbingan dari para ahli medis
dalam mengatasi masalah gizi dan kesehatan. "Ada persepsi yang salah dari para
orangtua ketika mereka datang ke posyandu.
Seringkali mereka malas datang karena takut diceramahi dan dimarahi dokter
tentang masalah gizi," ujarnya. Perilaku orangtua yang seperti ini membuat anak akan
terus berada dalam kondisi gizi buruk dan menyebabkan anak menjadi sering sakit.

2.6 Patofisiologi Gizi Buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti

suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok

dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena

keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga

mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan

protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa

membedakan cahaya terang dan gelap. Sel

batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya

terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan

mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.

Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau

kemunduran adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).

Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon

patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg

seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena

kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan

pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena

penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke

jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting

edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting

edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik

intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke

intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita

kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium.


Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita

kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika

ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak

terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang

lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi

pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan

onkotik (Sadewa, 2008).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah

kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup,

kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak

terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini

merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit

infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri

yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.

Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

3 Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang

sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari

ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng

yang terlalu encer.

4 Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral

misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis

kongenital.

5 Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.

Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

6 Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian
ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

7 Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang

cukup

8 Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance

9 Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila

penyebab maramus yang lain disingkirkan

10 Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang

kurang akan menimbulkan marasmus

11 Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu

yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi

berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus

11.3 Penegakan Diagnosis Gizi Buruk


Diagnosis gizi buruk atau kwashiorkor dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan terhadap riwayat kesehatan anak. Kekurangan asupan makanan bergizi bisa
dilihat dari kebiasaan makan anak.Selain itu, adanya gejala dan tanda-tanda kwashiorkor
akan membantu dokter dalam mendiagnosis. Untuk membedakannya dengan jenis gizi
buruk lainnya seperti marasmus, dokter akan memastikan apakah penderitanya memiliki
gejala yang diserta pembengkakan tubuh (edema).Kadang, pada anak dengan gizi buruk
atau kwashiorkor juga turut terdiagnosis penyakit lainnya. Penyakit yang paling sering
terdeteksi adalah penyakit infeksi akibat kekebalan tubuh yang rendah.Pemeriksaan
penunjang bisa saja dilakukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium hingga radiologi yang
sesuai untuk mendiagnosis penyakit infeksi penyerta tersebut.
Menegakkan Diagnosis:
- Anamnesis (penyakit & gizi)
- Pemeriksaan fisik (klinis dan antropometri)
- Pemeriksaan laboratorium/radiologi
- Analisis diet dan makanan

Anamnesis awal:
untuk mengetahui adanya tanda bahaya dan tanda penting:
- syok/renjatan
- letargis
- muntah dan atau diare atau dehidrasi

Anamnesis lanjutan:
Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya gizi buruk:
- riwayat kehamilan & kelahiran (prematur, BBLR)
- riwayat pemberian makan (ASI, MP-ASI)
- riwayat imunisasi & pemberian vit A dosis tinggi
- riwayat penyakit penyerta/penyulit (diare,
cacing,TB,malaria,ISPA/pneumonia, HIV/AIDS)
- riwayat tumbuh kembang (motorik, apakah rutin
menimbang di posyandu, punya KMS)
- penyebab kematian pada saudara kandung
- status sosial, ekonomi dan budaya keluarga

Pemeriksaan fisik:
- Tanda-tanda gangguan sirkulasi
(Tensi, Nadi, Frekuensi pernafasan)
- Tanda-tanda dehidrasi
(mata cekung!, kehausan!, kering pada bibir &
mulut, turgor menurun!, kencing terakhir!)
- Tanda-tanda hipoglikemi & hipotermi
- Tanda-tanda infeksi (demam ?)

Pemeriksaan fisik (lanjutan ….):


- Tanda-tanda anemia (Sangat pucat)
- Organ tubuh lain (kepala, mata, telinga
hidung, tenggorokan, leher, dada, perut,
ekstremitas, kulit) dan seluruh tubuh.
- Antropometri: BB, PB atau TB, bandingkan
dengan tabel baku rujukan Buku I, hal 22-24.

Pemeriksaan Laboratorium/radiologi:
- Hemoglobin
- Gula darah
- urine rutin
- Albumin, elektrolit (K, Na, cl)
- serum zinc dll
- thorax foto, USG dll

11.4 Penatalaksanaan Gizi Buruk


Fase Stabilisasi:
Fase awal  tindakan segera (atasi dan cegah
hipoglikemia, hipotermi dan dehidrasi),
keterlambatan akan berakibat kematian
Pemberian cairan, energi & protein ditingkatkan secara
bertahap untuk menghindari “overload”  gagal
jantung.
Berlangsung 1 – 2 hari dan dapat berlanjut sampai 1
minggu (sesuai kondisi klinis anak)

Fase Transisi:
Masa peralihan (dari stabilisasi ke rehabilitasi)
Peningkatan jumlah cairan dan konsistensi formula
dilakukan perlahan-lahan agar sel-sel usus
beradaptasi.
Berlangsung 1 minggu (umumnya)

Fase Rehabilitasi:
Pemberian makanan untuk tumbuh kejar
Energi dan protein ditingkatkan sesuai kemampuan.
Berlangsung 2 – 4 minggu (umumnya)
• Fase Tindak lanjut:
Setelah anak dipulangkan dari RS/Puskesmas/Panti
Pemulihan Gizi
Makanan tumbuh kejar (Makanan keluarga dan PMTPemulihan)
Berlangsung sampai 4 - 5 bulan
11.5 Prognosis Gizi Buruk

Gizi buruk dapat memiliki prognosis yang baik jika mendapat intervensi yang cepat
dan tepat. Prognosis dapat menjadi buruk apabila anak mengalami penyakit penyerta
seperti infeksi.

11.6 Pencegahan Gizi Buruk


Untuk pencegahan gizi buruk tersebut dapat dimulai dengan cara-cara berikut ini:

- Memaksimalkan pemberian ASI eksklusif


Orang tua khususnya ibu harus terampil menyesuaikan menu MPASI bagi anak yang
sudah tidak bergantung pada ASI
- Mencari tau penyebab dan gejala awal gizi buruk
Meningkatkan pemahaman tentang asupan nutrisi dari makanan dan minuman yang
dikonsumsi anak
- Rutin periksa kesehatan di Posyandu atau Puskesmas, terutama mengukur tinggi dan
berat badan anak
- Jika memungkinkan, sediakan pula makanan tambahan dan suplemen gizi agar tumbuh
kembang anak semakin optimal
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
.
Dari literature dan data diatas dapat disimpulkan bahwa anak yang berusia 2 tahun di
skenario diduga mengalami Gizi Buruk. Untuk mendapatkan data yang tepat dilakukan
Anamnesa dan peeriksaan fisik. Tatalaksana yang dapat diberikan bisa berupa Fase
Transisi, Rehabilitasi, dan Tindak Lanjut. Diagnosis akan mendapatkan kualitas hidup
yang baik jika mendapat intervensi yang cepat dan tepat. Prognosis dapat menjadi buruk
apabila anak mengalami penyakit penyerta seperti infeksi.
3.2 DALIL

Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah
keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah
(kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui,
Mahakuasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2. Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta: EGC.
3. Behrman, Richard E. 2010. Esensi Pediatri Nelson. Jakarta: EGC.
4. Berman, Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC.
5. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.
6. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2011. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rajawali Pers.
7. Direktorat Bina Gizi. 2013. Rencana Kerja Bina Gizi Masyarakat Tahun 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
8. Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
9. Sjarif, Damayanti Rusli. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
10. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
11. Natalia Puspitawati, (2011). Sanitasi LingkunganYang Tidak Baik Mempengaruhi
Status GiziPada Balita. Journal Stikes. Vol 6 No.1 :78-80.
12. Rahma Faiza, (2007). Faktor Risiko Kejadian GiziBuruk Pada Balita (12-59) Di
Wilayah KerjaPuskesmas Andalas Timur Kota Padang.Padang.

Anda mungkin juga menyukai