Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Malnutrisi yaitu suatu kondisi dimana penderita mengalami penurunan berat
badan lebih dari 10% dari berat badan sebelumnya dalam 3 bulan terkhir. Kriteria lain
yang digunakan adalah apabila saat pengukuran berat badan kurang dari 90% berat badan
ideal berdasarkan tinggi badan (Rani, 2011). Malnutrisi jenis marasmus adalah suatu
bentuk malgizi protein dan energi karena kelaparan, dan semua unsur diet kurang
(Sodikin, 2011)
Di Indonesia masalah malnutrisi atau gizi buruk masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Menurut Riskesdas tahun 2013 tercatat
sekitar 4,6 juta diantara 23 juta anak di Indonesia mengalami gizi buruk dan kurang
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah mencatat jumlah
balita yang mengalami gizi buruk pada tahun 2012 berjumlah 3.514, telah menurun
0,18% dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah 5.249 (Dinkes Prov Jateng, 2012).
Masalah utama yang sering terjadi pada anak penderita marasmus adalah
penciutan otot dan hilangnya lemak subkutis, mereka mengalami penurunan berat badan,
perkembangan otak menjadi lambat, dan apabila berkepanjangan dapat menyebabkan
gagal tumbuh (Rudolph, 2014)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari penyakit Marasmus?
2. Apa etiologi penyakit Marasmus?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit Marasmus?
4. Apa saja klasifikasi penyakit Marasmus?
5. Apa saja Manifestasi klinis penyakit Marasmus?
6. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit Marasmus?
7. Apa saja Komplikasi penyakit Marasmus?
8. Apa saja pencegahan penyakit Marasmus?

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang
gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai
"ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh untuk
menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus." Malnutrisi protein-
energi (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan yang berhubungan seperti marasmus,
kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Istilah marasmus berasal dari kata Yunani
“marasmos”, yang berarti layu atau kurang tenaga. Marasmus berhubungan dengan
asupan yang tidak memadai protein dan kalori dan ditandai oleh kekurusan. Istilah
kwashiorkor ini diambil dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti "penyakit dari
penyapihan." Williams pertama kali menggunakan istilah pada tahun 1933, dan mengacu
pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan kalori dan energi yang wajar.
Edema adalah karakteristik dari kwashiorkor namun tidak ada dalam marasmus.
Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif/penyesuaian
terhadap kelaparan, sedangkan kwashiorkor merupakan respon maladaptive terhadap
kelaparan. Anak-anak mungkin datang dengan gambaran beragam antara marasmus dan
kwashiorkor, dan anak-anak dapat datang dengan bentuk yang lebih ringan dari
malnutrisi. Untuk alasan ini, Jelliffe menyarankan istilah malnutrisi protein-kalori
(energi) untuk menyatukan istilah dari keduanya.

2
B. ETIOLOGI

Penyakit marasmus merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada


beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut,
antara lain faktor diet, faktor social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-
lain.2

a. Peranan diet

Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet
kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan
anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama,
pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa
anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan
bahwa diet bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang
masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulknya gejala tersebut.2

b. Peranan faktor social

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-


temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit marasmus. Adakalanya
pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan
tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan itu didasarkan pada keagamaan, maka
akan sulit diubah. Tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan,
maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut
masih dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit marasmus adalah.

a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak
anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal;

3
b) Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak, sehingga
dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat member cukup makan pada
anggota keluarganya yang besar itu;
c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada
musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik sawah yang letak
sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut. Anak-anak terpaksa
ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak mendapat
perhatian dan pengobatan semestinya;
d) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus
meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian, bayi tersebut
tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan
tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

c. Peranan kepadatan penduduk

Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan bahwa


meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat
lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di
samping kuantitasnya.

McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah


yang banyak jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan
hygiene yang buruk, misalnya, di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan
penduduk yang sangat cepat; sedangkan kwashiorkor akan terdapat dalam jumlah
yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk
member makanan tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak yang tidak
atau tidak cukup mendapat ASI.

4
d. Peranan infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi antara malnutrisi dan infeksi.


Indeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun
masih ringan, mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap
infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya
mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri.

e. Peranan kemiskinan

Penyakit marasmus merupakan masalah negara-negara miskin dan


terutama merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara
tersebut. Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory
Committee on Protein pada tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan
merupakan dasar penyakit marasmus. Tidak jarang terjadi bahwa petani miskin
harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, lalu
ia menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya, atau ia
meninggalkan desa untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan penghasilan yang
tetap rendah, ketidakmampuan menanam bahan makanan sendiri, ditambah pula
dengan timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal
seperti telah diutarakan tadi, timbulnya gejala marasmus lebih dipercepat.

C. PATOFISIOLOGI

Banyak manifestasi dari marasmus merupakan respon penyesuaian pada


kurangnya asupan energi dan protein. Untuk menghadapi asupan yang kurang, maka
dilakukannya pengurangan energi dan aktifitas. Namun, meskipun ini respon
penyesuaian, deposit lemak dimoilisasi untuk memenuhi kebutuhan energi yang sedang
berlangsung meskipun rendah. Setelah deposit lemk habis, katabolisme protein harus
menyediakan substrat yang berkelanjutan untuk menjaga metabolisme basal.

5
Alasan mengapa ada anak yang menderita edema dan ada yang tidak mengalami
edema pada marasmus masih belum diketahui. Meskipun tidak ada faktor spesifik yang
ditemukan, beberapa kemungkinan dapat dipikirkan. Salah satu pemikiran adalah
variabilitas antara bayi yang satu dengan yang lainnya dalam kebutuhan nutrisi dan
komposisi cairan tubuh saat kekurangan asupan terjadi. Hal ini juga telah
dipertimbangkan bahwa pemberian karbohidrat berlebih pada anak-anak dengan non-
edematous marasmus membalikkan respon penyesuaian untuk asupan protein rendah,
sehingga deposit protein tubuh dimobilisasikan. Akhirnya, sintesis albumin menurun,
sehingga terjadi hipoalbuminemia dengan edema.Fatty liver juga berkembang secara
sekunder, mungkin, untuk lipogenesis dari asupan karbohidrat berlebih dan mengurangi
sintesis apoliprotein. Penyebab lain marasmus edematous adalah keracunan aflatoksin
serta diare, gangguan fungsi ginjal dan penurunan aktivitas NA K ATPase. Akhirnya,
kerusakan radikal bebas telah diusulkan sebagai faktor penting dalam munculnya
marasmus edematous. Kejadian ini didukung dengan konsentrasi plasma yang
rendahakan metionin, suatu precrusor dari sistein, yang diperlukan untuk sintesis dari
faktor antioksidan major, glutathione. Kemungkinan ini juga didukung oleh tingkat yang
lebih rendah dari sintesis glutathione pada anak-anak dengan pembengkakan
dibandingkan dengan non-edematous marasmus.

D. KLASIFIKASI

1. Klasifikasi menurut derajat beratnya marasmus

Jika tujuannya untuk menentukan prevalensi masarmus di suatu daerah, maka


yang diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya marasmus,hingga dapat
ditentukan persentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut. Dengan demikian
pemerintah dapat menentukan prioritas tindakan yang harus diambilnya untuk
menurunkan insidensi marasmus. Klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah
sebagai berikut.

6
2. Klasifikasi menurut Gomez (1956)

Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat
badan yang diharapkan pada anak sehat seumur. Sebagai baku patokan dipakai
persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson,1954). Gomez mengelompokkan
marasmus dalam marasmus-ringan, sedang, dan berat. Tabel di bawah memperlihatkan
cara yang dilakukan oleh Gomez.

Klasifikasi marasmus menurut Gomez

Derajat marasmus Berat badan % dari baku*


0 (normal) ≥90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%
*Baku = persentil 50 Harvard

3. Klasifikasi menurut tipe (klasifikasi kualitatif)


Klasifikasi ini menggolongkan marasmus dalam kelompok menurut tipenya : gizi –
kurang, marasmus, kwashiorkor, dan kwashiorkor marasmik.
a. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust (FAO/WHO Exp.Comm.,1971)
Cara Wellcome Trust dapat dipraktekkan dengan mudah, tidak diperlukan
penentuan gejala klinis maupun laboratoris, dan dapat dilakukan oleh tenaga para
medis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk survei lapangan guna menentukan
prevalensi tipe-tipe KEP banyak gunanya. Akan tetapi jika cara Wellcome Trust
diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan dapat pengobatan
diet, maka adakalanya dapat dibuat diagnosa yang salah. Seorang penderita
dengan edema, kelainan kulit, kelainan rambut, dan perubahan-perubahan lain
yang khas bagi kwashiorkor dengan berat badan lebih dari 60%, jika dirawat
selama 1 minggu akan kehilangan edemanya dan beratnya dapat menurun
dibawah 60% walaupun gejala klinisnya masih ada. Dengan berat dibawah 60%
dan tidak terdapatnya edema, penderita tersebut dengan klasifikasi Wellcome
7
Trust didiagnosia sebagai penderita marasmus. Tabel di bawah menunjukkan
klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust :2

Klasifikasi kualitatif marasmus menurut Wellcome Trust


Edema
Berat badan % dari baku*
Tidak ada Ada
> 60 % Gizi kurang Kwashiorkor
< 60 % Marasmus Kwashiorkor marasmic
* Baku = persentil 50 Harvard
b. Klasifikasi kualitatif menurut McLaren,dkk (1967)
McLaren mengklasifikasikan marasmus berat dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis, perubahan
pada rambut, dan pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya
kadar albumin atau total protein serum. Cara demikian dikenal dengan scoring
system McLaren dan tabel di bawah memperlihatkan cara pemberian angka.
E. MANIFESTASI KLINIS

1. Penampilan
Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua. Anak terlihat
sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya.

2. Perubahan mental
Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar.
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.

3. Kelainan pada kulit tubuh


Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak
dibawah kulit serta otot-ototnya.

4. Kelainan pada rambut kepala

Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak


rambut kering, tipis dan mudah rontok.
8
5. Lemak dibawah kulit

Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.

6. Otot-otot

Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas.

7. Saluran pencernaan

Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi.

8. Jantung

Tidak jarang terdapat bradikardi.

F. PENATALAKSANAAN

1. Pada saat masuk rumah sakit

a. Anak dipisahkan dari pasien infeksi


b. Ditempatkan di ruangan yang hangat (25-30oC, bebas dari angin)
c. Dipantau secara rutin
d. Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera keringkan.

2. Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan:

a. Fasilitas dan staf yang professional (Tim Asuhan Gizi)


b. Timbangan badan yang akurat
c. Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar
d. Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga kemajuan selama
perawatan dapat dievaluasi
e. Keterlibatan orang tua
9
G. KOMPLIKASI

Gizi buruk atau marasmus berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki komplikasi-


komplikasi yaitu :

a. Perkembangan mental
Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa marasmus yang diderita pada masa dini
perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika
marasmus terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan
menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih
kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita
marasmus bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit tersebut
meningkat pada penderita marasmus lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan
EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu
meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.
b. Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang
bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya disertai
nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma tersebut. Noma
merupakan salah satu penyakit yang menyertai marasmus berat akibat imunitas tubuh
yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor.
c. Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta marasmus berat yang sering ditemui akibat defisiensi
dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga terjadi pada
marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita marasmus berat karena
ditakutkan akan mengalami kebutaan.
d. Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari marasmus berat. Pada umumnya
penderita marasmus berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda
10
penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada
marasmus berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita marasmus berat akan
semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi
juga akan semakin berat.
H. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan penyakit marasmus bertujuan untuk mengurangi insidensi
marasmus dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Akan tetapi tujuan yang
lebih luas dalam pencegahan marasmus ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia
Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup. Ada berbagai
macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih dari satu
faktor dasar penyebab marasmus (Austin, 1981), yaitu :
a. Meningkatkan hasil produksi pertanian, agar persediaan bahan makanan menjadi
lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.
b. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi
untuk anak-anak yang disapih.
c. Memperbaiki infrastruktur pemasarna.
d. Subsidi harga bahan makanan.
e. Pemberian makanan suplementer.
f. Pendidikan gizi yang bertujuan untuk mengajarkan rakyat untuk mengubah kebiasaan
mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan agar
menghasilkan makanan yang bermutu.

11
BAB III

TINJAUAN KASUS

An. E usia 10 tahun datang kerumah sakit, keluarganya mengatakan badan


anaknya terasa lemah, BAB lebih dari 5 kali sehari dan perutnya terasa sakit.
Keluarganya juga mengatakan anaknya merasa sakit ketika terlalu banyak
bergerak. Hasil pemeriksaan klien mengalami diare berat badan pasien sebelumnya
28 kg menjadi 22 kg. Klien tampak lemah dan berbaring ditempat tidur.

12
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

1. Diagnosa Keperawatan
No Data Fokus Diagnosa Keperawatan
1 Ds : Domain 2 Nutrisi
- Keluarganya Kelas 1 Makan
mengatakan badan 00002 ketidakseimbangan Nutrisi
anaknya terasa lemah Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Do :
- Berat badan
sebelumnya 28 kg
menjadi 22 kg
IMT = 22/1,26 x 1,26
= 13,8
2 Ds : Domain 3 Eliminasi dan Pertukaran
- Keluarganya Kelas 2 Fungsi gastrointestinal
mengatakan BAB lebih 00013 Diare
dari 5 kali sehari dan
perutnya terasa sakit
Do :
- Pasien mengalami
diare
3 Ds : Domain 4 aktifitas istirahat
- Keluarganya Kelas 4 Respons kardiovaskuler/
mengatakan anaknya pulmonal
13
merasa sakit ketika 00092 Intoleransi Aktifitas
terlalu banyak bergerak
Do :
- Klien ktampak
berbaring di tempat
tidur

2. Prioritas Masalah
Prioritas ke Diagnosa Keperawatan
I Domain 3 Eliminasi dan Pertukaran
Kelas 2 Fungsi gastrointestinal
00013 Diare
II Domain 2 Nutrisi
Kelas 1 Makan
00002 ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh
III Domain 4 aktifitas istirahat
Kelas 4 Respons kardiovaskuler/
pulmonal
00092 Intoleransi Aktifitas

14
3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Noc Nic
1 Domain 3 Eliminasi Setelah dilakukan Domain 1 Fisiologis
dan Pertukaran tindakan keperawatan Dasar
Kelas 2 Fungsi manajemen diare Kelas B Manajemen
gastrointestinal dengan waktu 15 atau eliminasi
00013 Diare kurang diharapkan 0460 Manajemen Diare
masalah dapat teratasi - Ambil tinja untuk
dengan kriteria hasil: pemeriksaan kultur
Domain 2 Kesehatan dan sensitifitas bila
Fisiologi diare berlanjut
Kelas F Eliminasi - Monitor tanda dan
0501 Eliminasi Usus gejala diare
- 050101 pola - Timbang pasien
eliminasi (2-4) secara berkala
- 050111 Diare
(2-4)
- 050128 nyeri
pada saat BAB
(2-4)

2 Domain 2 Nutrisi Setelah dilakukan Domain 1 fisiologi dasar


Kelas 1 Makan tindakan keperawatan Kelas D Dukungan
00002 Terapi Nutrsi dengan Nutrisi
15
ketidakseimbangan waktu 16-30 menit 1120 Terapi Nutrisi
Nutrisi Kurang dari diharapkan masalah - Monitor intake
Kebutuhan Tubuh dapat teratasi dengan makanan atau
kriteria hasil : cairan dan hitung
Domain 11 Kesehatan masukan kalori
fisiologi perhari sesuai
Kelas K Pencernaan & kebutuhan
Nutrisi - Dorong pasien
1008 Status Nutrisi untuk memilih
- 100801 Asupan makanan setengah
makanan secara lunak jika pasien
oral (2-5) mengalami
- 100803 Asupan kesulitan menelan
cairan secara karena
oral (2-5) menurunnya
jumlah saliva
- Motivasi pasien
untuk
mengkonsumsi
makanan yang
tinggi kalsium
3 Domain 4 aktifitas Setelah dilakukan Domain 1 Fisiologis
istirahat tindakan keperawaatan dasar
Kelas 4 Respons peningkatan mekanika Kelas A Manajemen
kardiovaskuler/ tubuh dengan waktu aktifitas dan latihan
pulmonal 16-30 menit 0140 penngkatan
16
00092 Intoleransi diharapkan masalah mikaniika tubuh
Aktifitas dapat teratasi dengan - Kolaborasikan
kriteria hasil : dengan fisioterapi
Domain 1 Fungsi dalam
kesehatan mengembangkan
Kelas A Pemeliharaan penigkatan
energi mekanika tubuh
0005 Toleransi sesuai indikasi
terhadap aktifitas - Instruksikan untuk
- 00501 saturasi menghindari tidur
oksigen saat dengan posisi
beraktifitas (3- terlungkup
5) - Bantu untuk
- 000502 mendemostrasikan
frekuensi nadi posisi tidur dengan
ketika tepat
beraktifitas 3(3-
5)
- 000503
frekuensi
bernafas ketika
beraktifitas (3-
5)

17
4. Implementasi

No Dx Hari/Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf


Keperawatan Jam

1 Domain 3 Selasa, 17 - Mengobservasi S : Pasien

Eliminasi April 2018 TTV mengatakan


- Mengambil sudah
dan Pukul 08:00
tinja untuk frekuensi BAB
Pertukaran
berkurang
Kelas 2 pemeriksaan
kultur dan O : Pasien
Fungsi
sensitifitas bila terlihat sudah
gastrointesti
tidak sakit
nal diare berlanjut
perut
- Memonitor
00013 Diare Pukul 12:00 A : Masalah
tanda dan
keperawatan
gejala diare
Diare teratasi s
- Menimbang
P : Intervensi
pasien secara
dihentikan
berkala
Pukul 14:00

2 Domain 2 Rabu, 18 - Monitor S : Pasien

Nutrisi April 2018 intake mengatakan


berat badannya
Kelas 1 Pukul 08.00 makanan atau
sudah
Makan cairan dan
meningkat
hitung
00002 O : Pasien
masukan
ketidakseim tampak nafsu
kalori perhari
bangan makannya

18
Nutrisi sesuai bertambah

Kurang dari Pukul 12:00 kebutuhan A : Masalah


Kebutuhan - Dorong keperawatan
Tubuh pasien untuk Ketidakseimba

memilih ngan Nutrisi


Kurang dari
makanan
Kebutuhan
setengah lunak
Tubuhteratasi
jika pasien
P : Intervensi
mengalami
dihentikan
kesulitan
menelan
karena
menurunnya
jumlah saliva
Pukul 14:00 - Motivasi
pasien untuk
mengkonsums
i makanan
yang tinggi
kalsium

3 Domain 4 Kamis, 19 - Kolaborasik S : Pasien

aktifitas April 2018 an dengan mengatakan


sudah tidak
istirahat Pukul 08:00 fisioterapi
sakit saat
Kelas 4 dalam
bergerak
Respons mengemban
O : Pasien
19
kardiovasku gkan tampak

ler/ penigkatan melakukan


sedikit
pulmonal mekanika
aktivitas
tubuh sesuai
00092
indikasi A : Masalah
Intoleransi keperawatanInt
Pukul 12:00 - Instruksikan
Aktifitas oleransi
untuk
Aktifitasteratas
menghindar i
i tidur
P : Intervensi
dengan
dihentikan dan
Pukul 14:00 posisi pasien
terlungkup dipulangkan
dan dianjurkan
- Bantu untuk
:
mendemostr
- Minum
asikan
obat
posisi tidur
dengan
dengan teratur
tepat
- Istirahat
dengan
teratur

- Kontrol
sesuai
jadwal

20
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gangguan malabsorpsi adalah kelainan-kelainan yang terjadi akibat zat gizi yang
tidak adekuat dari usus kecil kedalam aliran darah penderita gangguan malabsorpsi
merupakan tantangan karna susahnya menilai gejala, sangat bervariasinya tanda-tanda,
luasnya diagnose banding dan beragamnya uji diagnostic yang tersedia.
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang
gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.
B. SARAN
1. Bagi pembaca

Pembaca dapat memahami definisi, penyebab, patofisiologi, gejala, pemeriksaan


penunjang, pentalaksanaan serta pencegahan penyakit Marasmus Kwashiorkor dan
dapat menjaga kesehatan dengan baik.

2. Bagi mahasiswa kesehatan

Mahasiswa kesehatan dapat memahami definisi, penyebab, patofisiologi, gejala,


pemeriksaan penunjang, pentalaksanaan serta pencegahan penyakit Marasmus
Kwashiorkor dan dapat melakukan pengobatan serta pencegahan terhadap pasien
maupun masyarakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku : Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman
Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : Departemen Kesehatan dan
WHO. 2009. Hal : 193-221.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen
Kesehatan RI, 2011.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Departemen Kesehatan RI, 2011.
4. Indonesian Nutrition Network. Pedoman Tata Laksana KEP pada Anak di Rumah Sakit
Kabupaten/Kota. Diunduh tanggal 30 November 2012 dari :
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml

22

Anda mungkin juga menyukai