PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Malnutrisi yaitu suatu kondisi dimana penderita mengalami penurunan berat
badan lebih dari 10% dari berat badan sebelumnya dalam 3 bulan terkhir. Kriteria lain
yang digunakan adalah apabila saat pengukuran berat badan kurang dari 90% berat badan
ideal berdasarkan tinggi badan (Rani, 2011). Malnutrisi jenis marasmus adalah suatu
bentuk malgizi protein dan energi karena kelaparan, dan semua unsur diet kurang
(Sodikin, 2011)
Di Indonesia masalah malnutrisi atau gizi buruk masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Menurut Riskesdas tahun 2013 tercatat
sekitar 4,6 juta diantara 23 juta anak di Indonesia mengalami gizi buruk dan kurang
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah mencatat jumlah
balita yang mengalami gizi buruk pada tahun 2012 berjumlah 3.514, telah menurun
0,18% dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah 5.249 (Dinkes Prov Jateng, 2012).
Masalah utama yang sering terjadi pada anak penderita marasmus adalah
penciutan otot dan hilangnya lemak subkutis, mereka mengalami penurunan berat badan,
perkembangan otak menjadi lambat, dan apabila berkepanjangan dapat menyebabkan
gagal tumbuh (Rudolph, 2014)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari penyakit Marasmus?
2. Apa etiologi penyakit Marasmus?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit Marasmus?
4. Apa saja klasifikasi penyakit Marasmus?
5. Apa saja Manifestasi klinis penyakit Marasmus?
6. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit Marasmus?
7. Apa saja Komplikasi penyakit Marasmus?
8. Apa saja pencegahan penyakit Marasmus?
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang
gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai
"ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh untuk
menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus." Malnutrisi protein-
energi (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan yang berhubungan seperti marasmus,
kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Istilah marasmus berasal dari kata Yunani
“marasmos”, yang berarti layu atau kurang tenaga. Marasmus berhubungan dengan
asupan yang tidak memadai protein dan kalori dan ditandai oleh kekurusan. Istilah
kwashiorkor ini diambil dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti "penyakit dari
penyapihan." Williams pertama kali menggunakan istilah pada tahun 1933, dan mengacu
pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan kalori dan energi yang wajar.
Edema adalah karakteristik dari kwashiorkor namun tidak ada dalam marasmus.
Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif/penyesuaian
terhadap kelaparan, sedangkan kwashiorkor merupakan respon maladaptive terhadap
kelaparan. Anak-anak mungkin datang dengan gambaran beragam antara marasmus dan
kwashiorkor, dan anak-anak dapat datang dengan bentuk yang lebih ringan dari
malnutrisi. Untuk alasan ini, Jelliffe menyarankan istilah malnutrisi protein-kalori
(energi) untuk menyatukan istilah dari keduanya.
2
B. ETIOLOGI
a. Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet
kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan
anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama,
pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa
anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan
bahwa diet bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang
masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulknya gejala tersebut.2
a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak
anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal;
3
b) Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak, sehingga
dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat member cukup makan pada
anggota keluarganya yang besar itu;
c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada
musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik sawah yang letak
sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut. Anak-anak terpaksa
ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak mendapat
perhatian dan pengobatan semestinya;
d) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus
meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian, bayi tersebut
tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan
tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.
4
d. Peranan infeksi
e. Peranan kemiskinan
C. PATOFISIOLOGI
5
Alasan mengapa ada anak yang menderita edema dan ada yang tidak mengalami
edema pada marasmus masih belum diketahui. Meskipun tidak ada faktor spesifik yang
ditemukan, beberapa kemungkinan dapat dipikirkan. Salah satu pemikiran adalah
variabilitas antara bayi yang satu dengan yang lainnya dalam kebutuhan nutrisi dan
komposisi cairan tubuh saat kekurangan asupan terjadi. Hal ini juga telah
dipertimbangkan bahwa pemberian karbohidrat berlebih pada anak-anak dengan non-
edematous marasmus membalikkan respon penyesuaian untuk asupan protein rendah,
sehingga deposit protein tubuh dimobilisasikan. Akhirnya, sintesis albumin menurun,
sehingga terjadi hipoalbuminemia dengan edema.Fatty liver juga berkembang secara
sekunder, mungkin, untuk lipogenesis dari asupan karbohidrat berlebih dan mengurangi
sintesis apoliprotein. Penyebab lain marasmus edematous adalah keracunan aflatoksin
serta diare, gangguan fungsi ginjal dan penurunan aktivitas NA K ATPase. Akhirnya,
kerusakan radikal bebas telah diusulkan sebagai faktor penting dalam munculnya
marasmus edematous. Kejadian ini didukung dengan konsentrasi plasma yang
rendahakan metionin, suatu precrusor dari sistein, yang diperlukan untuk sintesis dari
faktor antioksidan major, glutathione. Kemungkinan ini juga didukung oleh tingkat yang
lebih rendah dari sintesis glutathione pada anak-anak dengan pembengkakan
dibandingkan dengan non-edematous marasmus.
D. KLASIFIKASI
6
2. Klasifikasi menurut Gomez (1956)
Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat
badan yang diharapkan pada anak sehat seumur. Sebagai baku patokan dipakai
persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson,1954). Gomez mengelompokkan
marasmus dalam marasmus-ringan, sedang, dan berat. Tabel di bawah memperlihatkan
cara yang dilakukan oleh Gomez.
1. Penampilan
Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua. Anak terlihat
sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya.
2. Perubahan mental
Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar.
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.
6. Otot-otot
7. Saluran pencernaan
8. Jantung
F. PENATALAKSANAAN
a. Perkembangan mental
Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa marasmus yang diderita pada masa dini
perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika
marasmus terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan
menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih
kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita
marasmus bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit tersebut
meningkat pada penderita marasmus lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan
EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu
meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.
b. Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang
bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya disertai
nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma tersebut. Noma
merupakan salah satu penyakit yang menyertai marasmus berat akibat imunitas tubuh
yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor.
c. Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta marasmus berat yang sering ditemui akibat defisiensi
dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga terjadi pada
marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita marasmus berat karena
ditakutkan akan mengalami kebutaan.
d. Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari marasmus berat. Pada umumnya
penderita marasmus berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda
10
penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada
marasmus berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita marasmus berat akan
semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi
juga akan semakin berat.
H. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan penyakit marasmus bertujuan untuk mengurangi insidensi
marasmus dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Akan tetapi tujuan yang
lebih luas dalam pencegahan marasmus ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia
Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup. Ada berbagai
macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih dari satu
faktor dasar penyebab marasmus (Austin, 1981), yaitu :
a. Meningkatkan hasil produksi pertanian, agar persediaan bahan makanan menjadi
lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.
b. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi
untuk anak-anak yang disapih.
c. Memperbaiki infrastruktur pemasarna.
d. Subsidi harga bahan makanan.
e. Pemberian makanan suplementer.
f. Pendidikan gizi yang bertujuan untuk mengajarkan rakyat untuk mengubah kebiasaan
mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan agar
menghasilkan makanan yang bermutu.
11
BAB III
TINJAUAN KASUS
12
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
1. Diagnosa Keperawatan
No Data Fokus Diagnosa Keperawatan
1 Ds : Domain 2 Nutrisi
- Keluarganya Kelas 1 Makan
mengatakan badan 00002 ketidakseimbangan Nutrisi
anaknya terasa lemah Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Do :
- Berat badan
sebelumnya 28 kg
menjadi 22 kg
IMT = 22/1,26 x 1,26
= 13,8
2 Ds : Domain 3 Eliminasi dan Pertukaran
- Keluarganya Kelas 2 Fungsi gastrointestinal
mengatakan BAB lebih 00013 Diare
dari 5 kali sehari dan
perutnya terasa sakit
Do :
- Pasien mengalami
diare
3 Ds : Domain 4 aktifitas istirahat
- Keluarganya Kelas 4 Respons kardiovaskuler/
mengatakan anaknya pulmonal
13
merasa sakit ketika 00092 Intoleransi Aktifitas
terlalu banyak bergerak
Do :
- Klien ktampak
berbaring di tempat
tidur
2. Prioritas Masalah
Prioritas ke Diagnosa Keperawatan
I Domain 3 Eliminasi dan Pertukaran
Kelas 2 Fungsi gastrointestinal
00013 Diare
II Domain 2 Nutrisi
Kelas 1 Makan
00002 ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh
III Domain 4 aktifitas istirahat
Kelas 4 Respons kardiovaskuler/
pulmonal
00092 Intoleransi Aktifitas
14
3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Noc Nic
1 Domain 3 Eliminasi Setelah dilakukan Domain 1 Fisiologis
dan Pertukaran tindakan keperawatan Dasar
Kelas 2 Fungsi manajemen diare Kelas B Manajemen
gastrointestinal dengan waktu 15 atau eliminasi
00013 Diare kurang diharapkan 0460 Manajemen Diare
masalah dapat teratasi - Ambil tinja untuk
dengan kriteria hasil: pemeriksaan kultur
Domain 2 Kesehatan dan sensitifitas bila
Fisiologi diare berlanjut
Kelas F Eliminasi - Monitor tanda dan
0501 Eliminasi Usus gejala diare
- 050101 pola - Timbang pasien
eliminasi (2-4) secara berkala
- 050111 Diare
(2-4)
- 050128 nyeri
pada saat BAB
(2-4)
17
4. Implementasi
18
Nutrisi sesuai bertambah
- Kontrol
sesuai
jadwal
20
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gangguan malabsorpsi adalah kelainan-kelainan yang terjadi akibat zat gizi yang
tidak adekuat dari usus kecil kedalam aliran darah penderita gangguan malabsorpsi
merupakan tantangan karna susahnya menilai gejala, sangat bervariasinya tanda-tanda,
luasnya diagnose banding dan beragamnya uji diagnostic yang tersedia.
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang
gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.
B. SARAN
1. Bagi pembaca
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku : Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman
Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : Departemen Kesehatan dan
WHO. 2009. Hal : 193-221.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen
Kesehatan RI, 2011.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Departemen Kesehatan RI, 2011.
4. Indonesian Nutrition Network. Pedoman Tata Laksana KEP pada Anak di Rumah Sakit
Kabupaten/Kota. Diunduh tanggal 30 November 2012 dari :
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml
22