Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1) ISPA
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian balita di indonesia yaitu sebesar 28%1. WHO
memperkirakan kematian akibat pneumonia mencapai 10% – 20% pertahun dari
seluruh jumlah bila tidak diberi pengobatan2. Kematian balita karena pneumoni
secara nasional diperkirakan 6 per 1000 balita per tahun atau sekitar 150.000 balita
Pertahun 1. Salah satu sasaran pemberantasan penyakit ISPA pada balita adalah
menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia.
ISPA hingga saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten
Bengkulu Utara karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA.
Data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2003 menunjukkan
bahwa penyakit ISPA masih menempati posisi pertama dari 10 penyakit terbanyak
yaitu 33,02%. Angka kematian balita yang disebabkan oleh semua penyakit sebesar
12,3%2.
Pelaksanaan program P2 ISPA di Kabupaten Bengkulu Utara belum mencapai
target nasional3.4. Hasil survei pendahuluan, seluruh puskesmas di Kabupaten
Bengkulu Utara telah menjalankan program P2 ISPA dan telah ada pedoman teknis
pada prosedur tetap ISPA dari Depatemen Kesehatan RI tahun 2002 tentang
Pedoman P2 ISPA Balita. Hal tersebut terhambat oleh keterbatasan petugas
memanfaatkan data program P2 ISPA dan belum melaporkan secara rutin setiap
bulan ke Dinas Kesehatan.

2) PNEUMONIA HYPERSESITIVITAS
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah yang serius karena merupakan penyebab kematian terbesar terutama
di negara berkembang, selain itu di negara maju seperti Amerika Serikat,

1
Kanada, dan negara – negara Eropa juga banyak kasus yang terjadi
(Setyoningrum, 2006).
Dari data Southeast Asia Medical Information Center (SEAMIC) Health
Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab kematian nomer 6 di
Indonesia, nomer 9 di Brunei, nomer 7 di Malaysia, nomer 3 di Singapura,
nomer 6 di Thailand, dan nomer 3 di Vietnam. Insidensi pneumonia
komunitas di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di
negara itu. Di Amerika dengan cara invasive pun penyebab pneumonia hanya
ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia
dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris (Anonim,
2003).
Masalah pneumonia perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang
tepat terutama pada efektivitas terapi penyakit pneumonia ini dikarenakan
kejadian yang cukup tinggi.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi infeksi saluran pernapasan atas
2. Bagaimana Anatomi fisiologi infeksi saluran pernapasan atas
3. Bagaimana Etiologi
4. Apa saja Tanda dan gejala
5. Bagaimana Patofisiologi
6. Bagaimana Penatalaksanaan medis
7. Bagaimana Pengobatan
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi infeksi saluran pernapasan atas
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi infeksi saluran pernapasan atas
3. Untuk mengetahui etiologi
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala

2
5. Untuk mengetahui patofisiologi
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis
7. Untuk mengetahui pengobatan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
1) ISPA (Infeksi Saluran Peranfasan Atas)
Menurut DepKes RI (1998) istilah ISPA mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran
pernapasan dan akut. Pengertian atau batasan-batasan masing-masing unsure adalah
sebagai berikut :
a) Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b) Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung
sehingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan
pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian
atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringa-jaringan paru) dan organ
adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini,maka jaringan paru termasuk dalam
saluran pernapasan.
c) Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan
14 hari (DepKes RI 1998:3 dan 4). Saluran pernapasan pada manusia adalah alat-alat
tubuh yang dipergunakan untuk bernapas yaitu mulai dari hidung, hulu
kerongkongan,tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru. Penyakit akut
artinya penyakit yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari (DepKes RI 1985 : 1). Dari
beberapa pengertian mengenai ISPA diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ISPA
merupakan suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh
yang di gunakan untuk bernapas yaitu mulai dari hidung, hulu
kerongkongan,tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru,dan berlangsung
tidak lebih dari 14 hari.

2.2 Anatomi Fisologi Sistem Pernafasan


Saluran Nafas Atas
1. Hidung
a. Terdiri atas bagian eksternal dan internal.

4
b. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung
dan kartilago.
c. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum
d. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
e. Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir
secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
f. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
g. Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan
sertamenghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
2. Faring
a. Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring
b. Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan
laring (laringofaring)
c. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius
dan digestif
3. Laring
a. Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea
b. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
 Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan
 Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
 Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun (Adam’s apple)
 Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago tiroid)

5
 Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid
 Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)Fungsi utama laring
adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi Laring juga berfungsi
melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
4. Trakea
Disebut juga batang tenggorok ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus
yang disebut karina
2.3 Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri disebut bronkus lobaris kanan (3
lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi
menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus
segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik
dan saraf.
2. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
4. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas
konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Duktus alveolar dan Sakus
alveolar. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli. Alveoli merupakan tempat

6
pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk
satu lembar akan seluas 70 m2.
Terdiri atas 3 tipe :
 Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli.
 Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
 Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
5. Paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut terletak dalam rongga
dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan
basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura
interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobos-lobus
tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya.
6. Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
Terbagi mejadi 2 :
 Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
 Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan,
juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap
paru-paru.
2.4 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis penyakit bakteri,virus, dan
riketsia. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adenvirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain

7
(DepKes RI 1998 : 5). Penyebab ISPA meliputi virus, bakteri dan jamur.
Kebanyakan ISPA desebabkan oleh virus. Diagnosis yang termasuk dalam
keadaan ini adalah rhinitis, sinusitis, faringitis, tosilitis dan laryngitis. Terapi yang
diberikan penyakit ini biasanya pemberian antibiotic, walaupun kebanyakan ISPA
disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian
obat-obatan terapeutik. Pemberian antibiotic dapat mempercepat penyembuhan
penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan symptomatic, selain itu
dengan pemberian antibiotic dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan dari
bacterial. Pemberian antibiotic ini harus diperhatikan dengan baik agar tidak
terjadi resistensi kuman/bacterial di kemudian hari. Namun,pada penyakit ISPA
yang sudah berkelanjutan dengan gejala dahak dan ingus yang sudah berwarna
hijau,pemberian antibiotic merupakan keharusan karena dengan gejala tersebut
membuktikan sudah ada bakteri yang terlibat.

2.5 Tanda dan Gejala


penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas dapat memberikan gejala
klinik yang beragam antara lain :
1. Gejala poriza (coryza syndrome) yaitu pengeluaran cairan (dischange) nasal
yang berlebihan bersin. Obstruksi nasal, mata berair konjungtivitis ringan.
Sakit tenggorokan (sore throat) rasa kering pada bagian posterior palantom
mole dan uvula, sakit kepala,malaise, nyeri otot, lesu serta rasa kedinginan
(chilliness), demam jarang sekali terjadi.
2. Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai
berat.Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang
dapat menyebabkan obstruksi nasal,batuk sering terjadi, tetapi gejala coryza
jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit diseluruh
badan, sakit kepala, demam ringan, parau (hoar senses).
3. Gejala faringokonjungtival yang merupakan varial dari gejala faringeal.
Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtifis yang disertai foto fobia dan
sring pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang konjungtifis ini

8
timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai 2 minggu dan
setelah gejala yang lain hilang,sering terjadi epidemic.
4. Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat.
Demam, menggigil,lesu, sakit kepala nyeri otot menyeluruh, malaise dan
anoreksia yang timbul tiba-tiba,batuk, sakit tenggorokan dan nyeri retrosternal.
Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemic yang hebat dan
ditumpangi oleh infeksi bacterial.
5. Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak yaitu sakit beberapa
hari yang disebabkan oleh virus coxsackie A. sering menimbulkan vasikel
faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi ulkus.
6. Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (croup), yaitu suatu kondisi
serius yang mengenai anak-anak ditandai batuk, dispnea, stidor inspirasi yang
sring disertai sianosis.

2.6 Patofisiologi
Terajdinya infeksi antar bakteri dan flora normal disaluran napas. Infeksi oleh
bakteri, virus,dan jamur dapat merubah pila kolonisasi bakteri. Timbul
mekanisme pertahanan pada jalan napas seperti filtrasi udara inspirasi di ringga
hidung,refleksi batuk,refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan pagositosis
karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat
melewati mekanisme system pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi
didaerah-daerah saluran pernapasan atas maupun saluran pernapasan bawah.
2.7 Penatalaksanaan Medis
a. Imunisasi
Program nasional untuk menggalangi bahaya influenza pada beberapa negara
maju mnekankan bahwa golongan yang perlu mendapat imunisasi adalah semua
penduduk yang berumur 65 tahun keatas : penderita penyakit pernapasan kronis,
penderita penyakit jantung, penderita penyakit ginjal dan pada penderita
Diabetes Melitus : orang yang menurun kekebalan tubuhnya, orang yang tinggal
didalam komunitas tertutup dalam waktu yang lama (asrama,barak).
b. Pemeriksaan Diagnostik

9
Pengkajian terutama pada jalan nafas: Fokus utama pada pengkajian pernafasan
ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan
adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga
didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan
produksi dari sputum.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

2.8 Pengobatan
Penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas yang dsebabkan oleh virus tidak
memerlukan terapi specific, hanya infeksi sekunder oleh bakteri yang
mempengaruhinya yang memerlukan antibiotic. URTI biasanya berupa penyakit
ringan yang dapat sembuh sendiri. penyebabnya biasanya rhinovirus, coronavirus
dan virus influenza. Banyak yang memberikan pengobatan antibiotic pada URTI
dengan dasar hanya untuk menyenangkan pasien dan berdasarkan pembenaran

10
bahwa antibiotic dapat mencegah komplikasi. Pemberian antibiotic pada situasi
seperti ini menyebabkan banyak mikroorganisme resistensi terhadap antibiotic.

2) PNEUMONIA HIPERSENSITIVITAS
2.9 Definisi
Pneumonitis Hipersensitivitas (Alveolitis Alergika Ekstrinsik, Pneumonitis
Interstisial Alergika) adalah suatu peradangan paru yang terjadi didalam dan sekitar
alveolus paru yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap alergen (bahan asing)
yang terhirup. Alergen bisa berupa debu organik atau bahan kimia (lebih jarang).

2.10 PENYEBAB
Banyak jenis debu yang bisa menyebabkan reaksi alergi di paru-paru. Debu
organik yang mengandung mikroorganisme, protein, atau bahan kimia bisa
menyebabkan pneumonitis hipersensitivitas.
Contoh pneumonitis hipersensitivitas yang paling terkenal adalah paru-paru
petani (farmer's lung), yang terjadi akibat menghirup bakteri termofilik di gudang
tempat penyimpanan jerami secara berulang. Paparan juga bisa terjadi di kantor atau
rumah, yaitu jika alat pelembab udara, sistem pemanas, maupun AC terkontaminasi
(air conditioner lung disease), sehingga mengedarkan antigen yang bisa
menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
Hanya sejumlah kecil orang yang menghirup debu tersebut yang akan mengalami
reaksi alergi, dan hanya sedikit dari orang yang mengalami reaksi alergi yang akan
mengalami kerusakan paru-paru yang menetap. Umumnya, seseorang harus berulang
kali terpapar oleh alergen sampai akhirnya timbul sensitivitas dan penyakit.
Penyakit akut bisa terjadi dalam waktu 4-8 jam setelah pemaparan, yaitu pada saat
penderita keluar dari daerah tempat ditemukannya alergen. Penyakit kronis disertai
dengan perubahan pada foto rontgen dada bisa terjadi pada paparan jangka panjang.
Penyakit kronis bisa menyebabkan terjadinya fibrosis paru (pembentukan jaringan
parut pada paru).

11
Beberapa contoh pneumonitis hipersensitivitas yaitu :

 Penyakit paru-paru petani (farmer's lung disease), akibat paparan spora jamur
pada jerami
 Pigeon breeder's disease, akibat paparan partikel protein pada kotoran burung
merpati
 Sauna taker's disease, akibat paparan jamur yang tumbuh pada kontainer yang
basah
 Mushroom workers' disease, akibat paparan pada kompos yang berjamur
 Bagassosis, akibat paparan terhadap tebu yang berjamur
 Penyakit paru-paru pembuat anggur (Winemaker's lung), akibat paparan terhadap
jamur pada anggur
 Sequoiosis, akibat paparan terhadap serbuk kayu yang berjamur
 Suberosis, akibat paparan terhadap serbuk gabus yang berjamur

2.11 Gejala
Gejala dari pneumonitis hipersensitivitas akut :
 Batuk
 Demam
 Menggigil
 Sesak nafas
 Merasa tidak enak badan

Pada pneumonitis hipersensitivitas akut, gejala biasanya muncul dalam waktu 4-8
jam setelah paparan terhadap alergen. Pada kasus ini, jarang ditemukan adanya
mengi (wheezing). Jika seseorang tidak mengalami kontak lagi dengan antigen, maka
gejala biasanya akan berkurang dalam waktu satu atau dua hari, tetapi pemulihan
sempurna bisa memakan waktu berminggu-minggu.

12
Pada bentuk yang lebih lambat dari pneumonitis hipersensitivitas (subakut), gejala
bisa muncul dalam waktu beberapa hari atau minggu (misalnya batuk dan sesak
nafas), dan terkadang bisa menjadi sangat berat, sehingga penderita perlu di rawat
inap.

Pada pneumonitis hipersensitivitas kronis, penderita berulang kali mengalami


kontak dengan antigen dalam waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun, sehingga
bisa terbentuk jaringan parut pada paru-paru (fibrosis paru).

Gejala yang bisa ditemukan pada pneumonitis hipersensitivitas kronis antara lain :

 sesak nafas, terutama saat beraktivitas


 batuk
 kelelahan
 nafsu makan berkurang
 penurunan berat badan

Pada akhirnya, pnumonitis hipersensitivitas kronis bisa menyebabkan terjadinya


gagal nafas.

2.12 Diagnosa

Diagnosa pneumonitis hipersensitivitas didasarkan pada gambaran klinis,


identifikasi debu atau zat lain yang menyebabkan gangguan (jika mungkin), dan
bukti adanya paparan terhadap agen yang diduga (ditentukan dengan ditemukannya
antibodi dalam darah).

Jika antigen tidak dapat diidentifikasi dan diagnosis masih belum pasti, maka bisa
dilakukan paparan ulang terhadap antigen yang diduga berperan dalam terjadinya
gejala. Selanjutnya, dilakukan pengamatan untuk melihat apakah timbul gejala atau
perubahan pada fungsi paru.

Pada kasus yang belum jelas, terutama jika diduga terjadi infeksi pada paru-paru,
bisa dilakukan pemeriksaan terhadap contoh jaringan paru di bawah mikroskop
13
dengan melakukan biopsi paru. Contoh jaringan paru bisa diambil dengan cara
melakukan bronkoskopi.

Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan:

 Rontgen dada, seringkali menunjukkan adanya kelainan paru yang bervariasi.


 CT scan dada, bisa dilakukan untuk mendapatkan gambaran paru yang lebih
mendetail.
 Tes fungsi paru
 Pemeriksaan kulit (skin test) terhadap jamur, bakteri, atau partikel tertentu
 Hitung jenis darah

2.13 Pengobatan

Orang-orang yang mengalami pneumonitis hipersensitivitas akut biasanya akan


pulih jika bisa menghindari kontak lebih lanjut dengan alergen. Jika penyakit yang
terjadi lebih berat, maka bisa diberikan kortikosteroid, seperti Prednison, untuk
mengurangi gejala dan membantu mengurangi peradangan. Penyakit yang berulang
atau berlangsung lama bisa mengarah pada terjadinya penyakit yang menetap. Fungsi
paru-paru bisa semakin memburuk sehingga perlu diberikan terapi oksigen
tambahan.

2.14 PENCEGAHAN

Cara pencegahan yang paling baik adalah dengan cara menghindari paparan
terhadap antigen, tetapi cara ini mungkin bisa sulit dilakukan jika seseorang tidak
dapat berganti pekerjaan.

Beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah sensitisasi
dan kekambuhan antara lain :

 menghilangkan atau mengurangi debu


 menggunakan masker pelindung

14
 menggunakan sistem ventilasi yang baik

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian balita di indonesia yaitu sebesar
28%1. WHO memperkirakan kematian akibat pneumonia mencapai 10% –
20% pertahun dari seluruh jumlah bila tidak diberi pengobatan2. Kematian balita
karena pneumoni secara nasional diperkirakan 6 per 1000 balita per tahun atau
sekitar 150.000 balita Pertahun 1. Salah satu sasaran pemberantasan penyakit
ISPA pada balita adalah menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia.
Pneumonitis Hipersensitivitas (Alveolitis Alergika Ekstrinsik, Pneumonitis
Interstisial Alergika) adalah suatu peradangan paru yang terjadi didalam dan
sekitar alveolus paru yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap alergen (bahan
asing) yang terhirup. Alergen bisa berupa debu organik atau bahan kimia (lebih
jarang).
3.2 SARAN
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Untuk mencegah terjadi ini
kembali,.Merubah pola hidup menjadi dasar perbaikan seluruh kondisi. Prinsip
utama dalam menangani reaksi penyakit adalah menghindari pencetusnya, dan
bukan memberinya obat-obatan. Jadi, perhatikan faktor lingkungan di sekitarnya.

16

Anda mungkin juga menyukai