Anda di halaman 1dari 25

Fakultas Kedokteran

Universitas Alkhairaat

Laporan Tutorial Individu


Palu, 13 Mei 2015

SISTEM TUMBUH KEMBANG ANAK


MODUL 2
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

Disusun Oleh:
Nama

: Rahmatia Anwar

Stambuk

: 12 777 014

Kelompok

: II (Dua)

Pembimbing

: dr. Tiara Meirani Valeria Savista Hamid

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario
Seorang anak lelaki umur 1 tahun 11 bulan masuk rawat inap di Rumah
Sakit dengan keluhan sesak napas, dan nafsu makannya kurang. Dalam 6 bulan
terakihr ini si anak berulang-ulang demam dan batuk. Mencret berulang dan
berlanjut, kadang tinja disertai darah dan lendir. Kaki, tungkai serta perut
membengkak secara berangsur sejak 1 bulan terakhir. Dari anamnesis diketahui
ayah anak ini bekerja sebagai buruh harian. Kontak dengan penderita TBC paru
tidak jelas
Pada Pemeriksaan fisik ditemukan: Anak nampak sakit berat, gizi buruk,
apati, BB 8,1 kg, PB 76 cm. Nampak sesak, pernapasan cuping hidung,
takipneu,retraksi, sianosis, muka, telapak tangan dan kaki pucat. Paru ronki basah
halus namun tidak jelas. Jantung dalam batas normal. Hati teraba 3 cm dibawah
arcus costa dan limpa S1. Edema dorsum pedis dan pretibial serta ascites. Skor
dehidrasi 10.
B. Kata kunci
Identitas pasien :
Anak lelaki 1 tahun 11 bulan
Riwayat penyakit sekarang
o Sesak napas
o Penuruanan nafsu makan
o Diare kadang disertai darah dan lendir
o Pememeriksaan fisik: ronki basah halus, jantung dalam batas normal, hati
3 cm,
o Limpa S1
Keadaan umum: sakit berat, gizi buruk, apati, BB 8,1 kg, PB 76 cm,
pernapasan cuping hidung, retraksi, sianosis, muka, telapak kaki dan
tangan pucat dan asites
Riwayat penyakit terdahulu
o Demam dan batuk dalam 6 bulan terakhir
o Kaki tungkai dan perut membengkak dalam 1 bulan terakhir (edema
anasarka)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Malnutrisi energi protein adalah keadaan kurang gizi pada anak yang
disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein dalam waktu yang lama.1
Kurang Energi Protein (KEP) suatu penyakit yang ditandai dengan
kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau
defesiensi energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif
yang biasanya sebagai akibat atau berhubungan dengan beberapa faktor penyebab
penyakit infeksi.2
B. Epidemiologi
Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak anak yang
menderita malnutrisi berjumlah sekitar 181.900.000 (32%) di negara berkembang.
Selain itu, sekitar 149.600.000 anak anak di bawah 5 tahun menderita
malnutrisi, diukur berdasarkan berat badan untuk umur.3
Dari data penelitian dermatologi, didapatkan bahwa PEM lebih sering
terjadi pada orang berkult hitam dibandingkan dengan orang berkulit putih.3
Menurut suatu penelitian yang dilakukan di salah satu daerah miskin di
Amerika Serikat, 23 35% anak anak dengan umur antara 2 6 tahun, memiliki
berat badan di bawah persentil 15. Survei lain menunjukkan 11% anak anak di
daerah miskin memiliki tinggi badan untuk umur berada di bawah persentil 5. Di
Asia Selatan dan Afrika Timur, setengah dari anak anak menderita retardasi
mental yang disebabkan oleh PEM.3
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus
gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan
13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki
kategori sangat pendek.4
C. Etiologi
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari gizi buruk adalah asupan
makanan yang tidak memadai. Pada anak anak usia pra sekolah di negara
negara berkembang, sangat beresiko untuk menderita malnutrisi karena
ketergantungan mereka terhadap orang lain untuk mendapat makanan,
peningkatan kebutuhan energi dan protein, sistem kekebalan tubuh yang belum
matang menyebabkan kerentanan lebih besar terhadap infeksi, dan paparan
kondisi yang tidak higienis.3
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi adalah faktor
kebersihan yang kurang, faktor ekonomi dan faktor budaya. Selain itu,

ketidaktahuan karena tabu, tradisi atau kebiasaan makan makanan tertentu, cara
pengolahan makanan dan penyajian menu makanan di masyarkat serta
pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi termasuk
protein pada balita, karena masih banyak yang beranggapan bila anaknya sudah
merasa kenyang berarti kebutuhan gizi mereka telah terpenuhi.3
KEP disebabkan oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang
dalam makanan sehari-hari dengan jangka waktu yang cukup lama. Pada
umumnya KEP disebaban oleh:5
- Faktor Kemiskinan
- Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping ASI ( MPASI) dan pemberian makanan sesudah bayi disapih
- Pengetahuan mengenai pemeliharaan lingkungan yang sehat
Kurang Energi-Protein merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu,
ada beberapa faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain,
faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan6.
a. Peranan Diet
Diet yang mengandung cukup energi namun kurang protein, akan
menyebabkan anak menderita kwarsiorkor. Namun apabila diet yang
dikonsumsi mengandung cukup protein namun kurang energi akan
mengekibatkan anak menderita marasmus. Apabila diet yang dikonsumsi
kurang mengandung protein dan karbohidrat, maka gejala yang akan muncul
adalah marasmus kwarshiorkor. Pada tahun 1971, Gopalan dan Narasnya
melakukan penelitian dengan melakukan diet yang kurang-lebih sama, pada
beberapa anak timbul kwarshiorkor, dan anak lainnya mendapat marasmus.
Kesimpulan yang didapatkan bahwa diet bukan merupakan satu-satunya faktor
penting, namun perlu dicari faktor lain.6
b. Peranan Faktor sosial
Tradisi suatu daerah atau keagamaan yang melarang untuk mengkonsumsi
bahan makanan tertentu secara turun-temurun dapat mempengaruhi terjadinya
KEP. Tradisi suatu daerah mungkin dapat diatasi dengan memberikan
penyuluhan tentang pentingnya mengkonsumsi suatu bahan makanan. Namun,
jika berdasarkan keagamaan akan sulit untuk dirubah.6
c. Peranan Kepadatan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan makanan setempat yang memadai merupakan sebab
utama.6
d. Peranan Penyakit

Penyakit infeksi dan malnutrisi memiliki hubungan sinergitas. Infeksi


derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi meskipun masih
ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap suatu
penyakit.6
e. Peranan Kemiskinan
Penyakit KEP merupakan masalah di negara miskin, hal ini juga
ditekankan oleh Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1947. Mereka
menganggap bahwa kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP.6
D. Patofisiologi
Kurang Energi-Protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan
protein dan energi dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG), dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari
beberapa nutrisi lainnya. Makanan dengan kadar gizi yang tidak adekuat akan
menyebabkan tubuh memakai cadangan makanan yang tersedia untuk
menghasilkan energi atau kalori untuk mempertahankan kehidupan. Pemakaian
cadangan makanan ini dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat, bila
karbohidrat habis, maka tubuh akan membakar cadangan lemak, dan terakhir
tubuh akan membakar cadangan protein setelah cadangan lemak habis. Bila terjadi
stress metabolik (infeksi), maka kebutuhan protein akan meningkat sehingga
dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif. Apabila kondisi tersebut terjadi
pada status gizi diatas -3 SD (-2 SD3 SD) maka terjadi kwarshiorkor. Pada
kondisi seperti ini peranan radikal bebas dan anti oksidan sangat penting. Bila
stess metabolik terjadi pada status gizi dibawah -3 SD, maka terjadilah marasmuskwarshiorkor. Bila kekurangan ini dapat diataptasi secara terus-menerus sampai
dibawah -3 SD, maka akan terjadi marasmus. Dengan demikian, pada malnutisi
dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekabalan tubuh dan berbagai sistem
enzim.7
E. Klasifikasi
Terdapat tiga macam bentuk dari PEM, yaitu :
1. Marasmus
a. Definisi
Bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan kekurangan
kalori berat dalam jangka waktu lama, terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan, yang ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan
pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif tetapi biasanya
masih ada nafsu makan dan kesadaran mental.6

b. Patofisologi
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme
adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa)
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama
kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak,
gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan
energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah
semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan
dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini
berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak
cukupan asupan energi dan protein.8
Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang
kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah
kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan suatu proses fisiologis.
Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat
dipenuhi oleh makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenuhi pada
intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan
protein tubuh sebagai sumber energy.7
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu
memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti berbagai asam amino untuk
komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadangkadang masih ditemukan kadar asam amino yang normal, sehingga hati
masih dapat membentuk albumin.7
c. Gejala klinis
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan
tumbuh kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat
terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan
keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton,
lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak

pada telapak kaki juga menghilang sehingga memberikan kesan tapak


kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah
terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai
keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot
lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang
turut menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang
normal atau sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok
adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah
anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face).
Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya
longgar, bokong baggy pant. Berat badan turun menjadi kurang dari
60% berat badan menurut usianya. 9,10
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus
yang berat. Kelainan pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin,
dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta
otot-ototnya. Kelainan pada rambut kepala walaupun tidak sering seperti
pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis
dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit
mengurang. Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada
saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare atau
konstipasi. Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan
darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur.
Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan kadar
hemoglobin yang agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi
yang umumnya kronis berulang akibat defisiensi imunologik.6
2. Kwashiorkor
a. Definisi
Kwashiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat
dan asupan kalori yang tidak adekuat. Dari kekurangan masukan atau dari
kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan
oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut
menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari kwashiorkor.8
b. Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah
kalori dalam dietnya.Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik
dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam
amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan
disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini

akan menyebabkan kekurangan tekanan onkotik dan peningkatan tekanan


hidrostatik. Ini akan menyebabkan cairan dalam vaskular berpindah ruangan
ke ruang interstisial yang kemudian berakibat timbulnya edema dan
ascites. Edema juga terjadi karena hormonal akibat dari gangguan eliminasi
ADH. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein,
sehingga transport lemak dari hati terganggu dengan akibat terjadinya
penimbunan lemak dalam hati.11

Karena terjadi kekurangan protein dalam serum akan menyebabkan


kurangnya produksi albumin oleh hepar. Sehingga kekurangan protein pada
hati menyebabkan infiltrasi glikogen dan trigliserida. Kekurangan energi
pada hati juga bisa menyebabkan infiltrasi glikogen dan trigliserida dan
atrofi hati. Kedua-dua ini akan menyebabkan hepatomegali.
Karena terjadi hipoproteinemia menyebabkan kekurangan produksi
eritropoietin. Produksi eritrosit berkurang. Hipoproteinemia juga bisa
menyebabkan stem sel tidak berkembang, sehingga akan mengakibatkan
anemia.
Kekurangan protein juga bisa menyebabkan edema saluran nafas dan
meningkatkan sekresi bronkus dan menimbulkan gejala sesak napas,
takipnue, sianosis dan ronki basah halus.
Kekurangan protein juga dapat menyebabkan miodegenerasi yang dapat
mengurangi kontraksi jantung. Ini menyebabkan cardiac output menurun
dan akan menyebabkan hipotensi dan penurunan oksigen arterial. Ini akan
menimbulkan hipoksia yang dapat dilihat sebagai sianosis.
Kekurangan protein dapat menyebabkan atrofi mukosa. Malnutrisi
energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus sehingga GFR
menurun.

Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar


untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
Pada penderita kwashiorkor terdapat kelainan pada rambut yaitu rambut
mudah tercabut, rambut tampak kusam, kering dan berubah warna menjadi
putih. Rambut yang mudah dicabut terjadi karena kurangnya protein
menyebabkan degenerasi pada rambuut dan kutikula yang rusak. Rambut
terdiri dari keratin (senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan
menyebabkan kelainan pada rambut.
Pada penderita kwashiorkor mudah terkena infeksi karena sistem imun
yang lemah, karena terjadi gangguan pembentukan antibodi akibatnya
terjadi defek umunitas seluler dan gangguan sistem komplime yang
disebabkan karena kekurangnya protein.
Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara
sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekusor untuk neurotransmitter
yang mendukung perkembangan otak, sehingga pada kwashiorkor terjadi
gangguan perkembangan otak yang menyebabkan perubahan mental pada
anak.
c. Gejala klinis
Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang
gemuk (sugar baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping
kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di
pantatnya terlihat adanya atrofi. Pertumbuhan terganggu, berat badan
dibawah 80% dari baku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema,
begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama.
Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya mereka banyak
menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan
mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik yang
ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor.
Walaupun jarang, asites dapat mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada
hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus menerus, walaupun
sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-jalan. Gejala
saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang berat
penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan
hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian
besar penderita, dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat
karena mengurangnya produksi laktase dan enzim disaharidase lain.
Adakalanya diare demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain.
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture)
maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut

yang mudah dicabut. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat
kelabu, maupun putih. Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian,
akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang.
Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang
melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi nama crazy pavement
dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor.
Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai
petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah
bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh
batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah
dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus mendapat
tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti di
punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun
dapat ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam,
luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada
kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan
prognosis yang buruk bagi si penderita.6
Hati yang membesar (hepatomegali) merupakan gejala yang sering
ditemukan. Kadang-kadangbatas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang
membesar denganmudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabahan
dengan permukaanyang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian
jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi
dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu
terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak
sel hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat
perlemakan terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga
adanya fibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada
penderita demikian. Bilamana kwashiorkor disertai oleh penyakit lain,
terutama ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis
anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik
normokrom, mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya.
Perbedaan macam anemia pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh
kekurangan berbagai faktor yang mengiringi kekurangan protein, seperti zat
besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon, dan
sebagainya. Macam anemia yang terjadi menunjukkan faktor mana yang
lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering ditemukan
mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan infeksi
menahun.6

3. Marasmik-Kwashiorkor
a. Definisi
Marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran klinik yang
merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema
yang tidak mencolok.12
b. Patofisiologi dan gejala klinis
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran
antara penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak
cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di
bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi
terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya,
seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama
protein otot.13,14
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga
terjadi hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor
juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan
gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke
sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis
albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk
memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan
meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada
awalnya, kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh
makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat
dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan
sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.13,14
F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, dan antropometrik.15,16
1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh
kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik.
Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di
samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan
kwashiorkor lainnya.

2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb


memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal
hepar, kadar albumin serum sedikit menurun. Kadar elektrolit seperti
Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah,
sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun.
Kadar glukosa darah umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau
meninggi, nilai -lipoprotein dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol
serum rendah. Kadar asam amino esensial plasma menurun. Kadar hormon
insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapar normal,
rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang
ringan, jarang dijumpai kasus dengan perlemakan yang berat. Pada
pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat
dan terdapat osteoporosis ringan.
3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang /
tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk
perbandingan seperti BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB
(berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut
tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat diklasifikasikan
menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi menurut Waterlow, klasifikasi
Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan Depkes RI.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk KEP berat/Gizi buruk dengan menggunakan 10
langkah dalam penatalaksanaan KEP(8,17,18,19,20,21).
Tabel Tatalaksana Gizi Buruk.7

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1 minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
a. Sepuluh Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk
1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mh/dl)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah,
suhu tubuh rendah, kesadaran menurun, keringat dingin, pucat, lemah, dan
bisa terjadi kejang. Terapi dengan menggunakan dextrose 10% 50 ml. Bila
anak sadar, berikan 1 sendok teh gula ditambah 3,5 sendok makan air dan

berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan sonde. Evaluasi setiap
30 menit, apabila masih hipoglikemi ulangi pemberian.7
2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh <36o C)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36 o C.
Pada keadaan seperti ini, anak harus dihangatkan. Cara yang dapat
dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain dapat mendekap anak
didadanya dan ditutupi dengan selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga
agar anak tetap dapat bernapas.7
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh telalu dekat
apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan
pengukuran suhu tubuh melalui dubur setiap 30 menit sekali. Jika suhu
tubuh sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau
pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali kedalam kondisi
hipotermia.7

3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi (Kekurangan Cairan)7


Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi
buruk dengan dehidrasi adalah:
Terdapat riwayat diare sebelumnya.
Anak sangat kehausan.
Mata cekung.
Nadi lemah.
Tangan kanan dan kiri teraba dingin.
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah:


Jika anak masih menyusu, teruskan pemberian ASI dan berikan
setiap 30 menit sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat
minum, lakukan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml
(3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi
khusus untuk KEP disebut ReSoMal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70 100 ml/KgBB dalam 2 jam, atau 5 ml/KgBB
tiap 30 menit dalam 2 jam pertama kemudian 5-10 ml/KgBB dalam
4-10 jam berikutnya. Kemudian monitor tanda-tanda vital, diuresis,
frekuensi BAB atau muntah. Evaluasi pemberian cairan jika
frekuensi nadi dan nafas meningkat.
Jika tidak ada ReSoMal, untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk
dapat menggunaka oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak
dapat minum, dapat dilakukan dengan pemberian cairan secara

intravena dengan menggunakan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5%


dengan perbandingan 1:1.
4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit.
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya:
Kelebihan natrium (Na)tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg).
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema, dan untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2
minggu. Pemberian elektrolit dapat dilakukan dengan cara:
Makanan tanpa diberi garam atau rendah garam.
Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x
(dengan menambahkan 1 liter air) ditambah 4 gr KCl dan 50 gr
gula atau bila balita KEP bisa makan, berikan bahan makanan yang
banyak mengandung mineral (Zn, Cuprum, Mangan, Mg, K) dalam
bentuk makanan lunak.
Contoh makanan sumber mineral:
Sumber zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur
ayam.
Sumber cuprum: daging, hati.
Sumber mangan: beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber magnesium: kacang-kacangan, bayam.
Sumber kalium: jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat,
bayam, daging tanpa lemak.7
5. Mencegah dan Mengatasi Infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda umum yang menunjukkan adanya
infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua
KEP berat/gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas
dengan dosis sebagai berikut.7:

Tabel. Dosis Antibiotik Spektrum Luas


Umur atau
Berat Badan

Kotrimoksazol (Trimetoprim + Sulfametoksazol)


Beri 2x/hari selama 5 hari

Amoksisilin
3x/hari untuk 5
hari

Tablet anak
Sirup/5 ml
Tablet dewasa
20 mg
40 mg
Sirup
80 mg trimetoprim + trimetoprim + 100trimetoprim + 200
125 mg/5m
40 mg sulfametksazol
mg
mg
sulfametoksazol sulfametoksazol
2-4 bulan
(4-< 6 kg)
4 12 bulan
(6- < 10 kg)
12 bulan
5 tahun
(10- < 19 Kg)

2,5 ml

2,5 ml

5 ml

5 ml

7,5 ml

10 ml

Vaksinasi campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah


mencapai 9 bulan.
Catatan:
Mengingat pasien KEP berat/ gizi buruk pada umumnya juga menderita
infeksi, maka pengobatan dilakukan untuk mencegah agar infeksi tidak
menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi,
segera rujuk ke Rumah Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan
berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati.
Berikan metronidazole 7,5 mg/KgBB setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare
berlanjut segera rujuk ke rumah sakit.
6. Pemberian Makanan pada Balita KEP berat/ Gizi buruk.
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, antara lain
fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Fase Stabilisasi
Pada fase awal stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik
berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat
dan dirancang sedemikian rupa, sehingga energi dan protein cukup untuk
memenuhi metabolisme basal saja.7,17
Formula khusus yang dianjurkan seperti Formula WHO
75/modifikasi/Modisco dan jadwal pemberian makanan harus disusun

sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan


persyaratan diet sebagai berikut:
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
Energi: 100 kkal/kg/hari.
Protein: 1-1,5 gr/kgbb/hari
Cairan: 130 ml/kgbb/hari (jika edema berat: 100 ml/kgbb/hari)
Bila anak masih mendapatkan ASI teruskan pemberiannya, dianjurkan
memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan
menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan
sendok/pipet.
Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti
dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan
kebutuhan anak.
Keterangan:
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka
tahapan pemberian formula dapat lebih cepat dalam waktu 2-3 hari
(setiap 2 jam).
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa formula
tersebut pada pipa nasogastrik (dengan keterampilan petugas).
Pada fase ini jangan diberikan makanan lebih dari 100
Kkal/kgbb/hari.
Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 frekuensi pemberian formula
diturunkan setiap jam dan pada hari ke-5 sampai hari ke-7
diturunkan lagi setiap 4 jam.
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke-7 (akhir minggu 1).
Pantau dan catat:
Jumlah yang diberikan dan sisanya.
Banyaknnya muntah
Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
Berat badan harian
Selama fase ini, diare secara perlahan-lahan berkurang pada
penderita edema, mula-mula berat badannya akan berkurang
kemudian berat badan naik.
7. Perhatikan Masa Tumbuh Kejar Balita (Catch-up Growth)7,17,18
Pada fase ini, meliputi fase transisi dan fase rehabilitasi.
Fase Transisi (minggu ke-2).

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan-lahan


untuk menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1,0 gr/100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9
gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang
sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap hari, sampai hanya sedikit
formula yang tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30
ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:


o Frekuensi nafas
o Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan nadi detak nafas > 5x/menit dan denyut nadi
> 25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi
volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti sebelumnya.
o Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setelah fase transisi terlampaui, anak diberikan:
Formula WHO 100/pengganti Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas
dan sering.
Energi: 150-220 Kkal/kgbb/hari.
Protein 4-6 gr/kgbb/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI, ditambah
dengan makanan formula, karena energi dan protein ASI tidak akan
cukup untuk tumbuh kejar.
Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
Pemantauan Fase Rehabilitasi7,17,18
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan:
Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setiap minggu, kenaikan berat badan dihitung.
Baik bila kenaikan BB 50 gr/kgbb/minggu.
Kurang bila kenaikan BB < 50 gr/kgbb/minggu, perlu re-evaluasi
menyeluruh.
Tabel Tahapan Pemberian Diet.

TAHAPAN PEMBERIAN DIET


FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI
: FORMULA WHO 75, FORMULA WHO 100 ATAU
PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan Penaggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro.


Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mnegalami kekurangan vitamin
dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, namun jangan tergesa-gesa
dalam memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan
dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke-2). Pemberian
Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.7,17,18
Berikan setiap hari:
Tambahkan multivitamin lain.
Bila berat badan mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi
folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut.
Dosis pemberian Tablet Besi (Fe) Folat dan Sirup Besi
UMUR DAN
BERAT
BADAN
6 12 bulan
(7- < 10 kg)
12 bulan 5 tahun

TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg
+0,25 mg Asam Folat,
diberikan 3x/hari

SIRUP BESI
Sulfa ferosus 150 ml,
diberikan 3x/hari

tablet

2,5 ml ( sendok teh)

tablet

5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita cacingan, berikan Pirantel Pamoat dengan


dosis tunggal sebagai berikut:
Tabel Pemberian Pirantel Pamoat.
Umur atau Berat Badan
4 bulan 9 bulan (6 - < 8 kg)
9 bulan 1 tahun (8 - < 10 kg)
1 tahun 3 tahun (10 - < 14 kg)
3 tahun 5 tahun (14 - < 19 kg)

Pirantel Pamoat (125 mg/tablet)


dosis tunggal
tablet
tablet
1 tablet
1 tablet

Anak juga dapat menderita defisiensi vitamin A. Gejalanya dapat


berupa konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot, ulkus
kornea, dan keratomalasia.
Oleh karena itu, untuk pencegahan dapat diberikan vitamin A
dengan dosis sebagai berikut:
Tabel Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur
Dosis
< 6 bulan
50.000 (1/2 kapsul biru)
6 12 bulan
100.000 ( 1 kapsul biru)
1-5 tahun
200.000 (1 kapsul merah)
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian
kapsul Vitamin A

9. Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional7,17,18


Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku, karenannya diberikan:
Kasih sayang
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
Rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh
Tingkatkan ketelibatan ibu (memberi makan, memandikan,
bermain, dll)

10. Persiapan untuk Tindak Lanjut di Rumah


Bila berat anak sudah berada di garis warna kuning, anak dapat
dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau
bidan desa. Pola makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di
rumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan, dan
aktivitas bermain7,17,18
Nasihatkan kepada orang tua untuk:
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur ke
puskesmas.
Pelayanan di PPG untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari.
Ikuti nasihat pemberian makanan, berat badan anak harus selalu di
timbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
Pemberian makanan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrient yang padat.
Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau posyandu.
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal.
Anjurkan pemerian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI) sesuai umur anak setiap bulan Februari dan Agustus.
TATALAKSANA DIET PADA GIZI BURUK
Penanganan Gizi Buruk/KEP Berat dilaksanakan dengan18,19 :
1. Perawatan di Rumah Sakit
2. Perawatan tindak lanjut di rumah.
Dimana penatalaksanaan Gizi Buruk dengan 4 langkah:
Fase Stabilisasi (Rumah sakit/ Puskesmas)
Fase Transisi (Rumah sakit/ Puskesmas)
Fase Rehabilitasi (Rumah sakit/ Puskesmas)
Fase Tindak Lanjut (di rumah) dengan pemberian PMT Pemulihan.
1. Tatalaksana Tingkat Rumah Tangga
Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada
anak sesuai dengan kebutuhan.
Teruskan pemberian ASI sampai usia 2 bulan.
2. Tingkat Posyandu PPG18,19
Anjurkan ibu untuk memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia
anak, jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan.
Selain hal diatas, dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu
mendapatkan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi

3.

4.

5.

6.
7.

gizi mencukupi, minimla 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu: energi 350-400
kalori, protein 10-15 gr.
Bentuk makanan PMT-Pemulihan Makanan yang diberikan berupa:
o Kudapan/makanan kecil yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal.
o Bahan makanan mentah berupa tepung beras atau tepung lainnya, tepung
susu, gula, minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk-pauk lainnya.
o Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P)yang dibawa
pulang.
o Lama PMT-P, pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan
kepada anak setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari).
Cara Penyelenggaraan.18,19,20
Makanan kudapan diberikan setiap hari di Psat Pemulihan Gizi (PPG)
atau kelompok terdekat, dua minggu sekali kader melakukan demonstrasi
pemberian makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan
makanan tersebut kepada balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket
bahan mentah untuk kebutuhan 6 hari.
Pemantauan18,19,20
a. Timbang berat badan seminggu sekali, bila tidak naik, kaji penyebabnya
(asupan gizi tidak cukup, kekurangan zat gizi, infeksi/radang, adanya
penyakit, masalah psikologi).
b. Bila asupan gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.
c. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung, muntah pada pemberian
susu formula) menunjukkan bahwa formula tidak sesuai kondisi anak, maka
gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar. Missal susu
rendah laktosa atau formula tempe yang ditambah dengan tepung-tepungan.
d. Kejadian penurunan gula darah (hipoglikemia): beri minuman air gula atau
makanan tiap 2 jam.
Penyuluhan Gizi20,21
a. Menggunakan leaflet khusus yang berisis jumlah, jenis, dan frekuensi
pemberian makanan tambahan.
b. Selalu memberikan contoh menu.
c. Mempromosikan ASI bila anak kurang dari 2 tahun.
d. Memperhatikan riwayat gizi.
e. Mempertimbangkan sosial ekonomi keluarga.
f. Memberikan demonstrasi dan praktik memasak makanan balita.
Tindak Lanjut.
a. Merencanakan kunjungan rumah.
b. Merencanakan pemberdayan keluarga.
Pelaporan.

H. Komplikasi
Gizi buruk atau KEP berat memiliki komplikasi-komplikasi yaitu :
1. Perkembangan mental

Menurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa
dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak
normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis
protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan
ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak
yang pernah menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak
tersebut, deficit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan
juga hasil pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada
pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada
pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.6
2. Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut
yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya
disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma
tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang menyertai KEP berat
akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe
kwashiorkor.6
3. Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat
defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga
terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita KEP berat
karena ditakutkan akan mengalami kebutaan.6
4. Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya
penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tandatanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas
pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan
semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit
infeksi juga akan semakin berat.6

REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Bina
Gizi dan KIA. 2011.
2. Sujana IW. Kekurangan Energi Protein. Ikatan Dokter Indonesia Jembrana
Bali [IDI JEMBRANA website]. April 14, 2011 (cited 2015, April 29).
Available
at:
http://www.idijembrana.or.id/index.php?
module==artikel&kode==10
3. Scheinfeld. N.S. Protein-energy malnutrition [online]. 2010, Augustus 24
[cited 2015, April 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
2010. Kementerian Kesehatan RI. 2010.
5. U Dyah. Kurang Energi protein. [online]. [cited 2015, April 29] Available
from:URL:www.kurang-energi-protein-pdf.pdf
6. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-137
7. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe
malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2015, April 29). Available at:
http://www.Files-of-DrsMed.tk
8. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and
Undernutrition in Nelson Textbook of
Pediatric 18 th edition, 2004 : 225232
9. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical
Nutrition of the Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154
10. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood
Nutrition and its Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics
18th edition, 2005 : 283-311
11. Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis.
Jakarta: IDAI
12. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan
Informasi Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.
13. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson
Textbook of Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.
14. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.
15. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition. 2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.

16. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in
Developing Countries. 1993. USA: International Food Policy Research
Institute. P. 12-16
17. Pedoman
Gizi.
(cited
at
2015,
April
29).
Available
at:http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/ped-tata-kurang-proteinpkm-rt.doc
18. Depkes RI. Buku Bagan Tatalaksana Gizi Buruk Anak Gizi Buruk. Jilid 1.
Jakarta: Departemen Kesehatan; 2003.
19. WHO. Management of the Child with a Serious Infection or Severe
Malnutrition. WHO; 2000. P.80-91
20. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM [PNPM website].
April 2, 2010 (cited 2015, April 29). Available at: http://www.pnpmperdesaan.or.id/admin/uploads/files/Juknis%20-%20Gizi%20Buruk%20%20draft%20finish.pdf
21. Krisnansari D. Nutrisi dan Gizi Buruk (Mandala of Health website). Januari,
2010
(cited
2015,
april
29).
Available
at:
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20jan
%202010%20pdf/NUTRISI%20DAN%20GIZI%20BURUK.pdf

Anda mungkin juga menyukai