Universitas Alkhairaat
Disusun Oleh:
Nama
: Rahmatia Anwar
Stambuk
: 12 777 014
Kelompok
: II (Dua)
Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario
Seorang anak lelaki umur 1 tahun 11 bulan masuk rawat inap di Rumah
Sakit dengan keluhan sesak napas, dan nafsu makannya kurang. Dalam 6 bulan
terakihr ini si anak berulang-ulang demam dan batuk. Mencret berulang dan
berlanjut, kadang tinja disertai darah dan lendir. Kaki, tungkai serta perut
membengkak secara berangsur sejak 1 bulan terakhir. Dari anamnesis diketahui
ayah anak ini bekerja sebagai buruh harian. Kontak dengan penderita TBC paru
tidak jelas
Pada Pemeriksaan fisik ditemukan: Anak nampak sakit berat, gizi buruk,
apati, BB 8,1 kg, PB 76 cm. Nampak sesak, pernapasan cuping hidung,
takipneu,retraksi, sianosis, muka, telapak tangan dan kaki pucat. Paru ronki basah
halus namun tidak jelas. Jantung dalam batas normal. Hati teraba 3 cm dibawah
arcus costa dan limpa S1. Edema dorsum pedis dan pretibial serta ascites. Skor
dehidrasi 10.
B. Kata kunci
Identitas pasien :
Anak lelaki 1 tahun 11 bulan
Riwayat penyakit sekarang
o Sesak napas
o Penuruanan nafsu makan
o Diare kadang disertai darah dan lendir
o Pememeriksaan fisik: ronki basah halus, jantung dalam batas normal, hati
3 cm,
o Limpa S1
Keadaan umum: sakit berat, gizi buruk, apati, BB 8,1 kg, PB 76 cm,
pernapasan cuping hidung, retraksi, sianosis, muka, telapak kaki dan
tangan pucat dan asites
Riwayat penyakit terdahulu
o Demam dan batuk dalam 6 bulan terakhir
o Kaki tungkai dan perut membengkak dalam 1 bulan terakhir (edema
anasarka)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Malnutrisi energi protein adalah keadaan kurang gizi pada anak yang
disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein dalam waktu yang lama.1
Kurang Energi Protein (KEP) suatu penyakit yang ditandai dengan
kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau
defesiensi energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif
yang biasanya sebagai akibat atau berhubungan dengan beberapa faktor penyebab
penyakit infeksi.2
B. Epidemiologi
Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak anak yang
menderita malnutrisi berjumlah sekitar 181.900.000 (32%) di negara berkembang.
Selain itu, sekitar 149.600.000 anak anak di bawah 5 tahun menderita
malnutrisi, diukur berdasarkan berat badan untuk umur.3
Dari data penelitian dermatologi, didapatkan bahwa PEM lebih sering
terjadi pada orang berkult hitam dibandingkan dengan orang berkulit putih.3
Menurut suatu penelitian yang dilakukan di salah satu daerah miskin di
Amerika Serikat, 23 35% anak anak dengan umur antara 2 6 tahun, memiliki
berat badan di bawah persentil 15. Survei lain menunjukkan 11% anak anak di
daerah miskin memiliki tinggi badan untuk umur berada di bawah persentil 5. Di
Asia Selatan dan Afrika Timur, setengah dari anak anak menderita retardasi
mental yang disebabkan oleh PEM.3
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus
gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan
13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki
kategori sangat pendek.4
C. Etiologi
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari gizi buruk adalah asupan
makanan yang tidak memadai. Pada anak anak usia pra sekolah di negara
negara berkembang, sangat beresiko untuk menderita malnutrisi karena
ketergantungan mereka terhadap orang lain untuk mendapat makanan,
peningkatan kebutuhan energi dan protein, sistem kekebalan tubuh yang belum
matang menyebabkan kerentanan lebih besar terhadap infeksi, dan paparan
kondisi yang tidak higienis.3
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi adalah faktor
kebersihan yang kurang, faktor ekonomi dan faktor budaya. Selain itu,
ketidaktahuan karena tabu, tradisi atau kebiasaan makan makanan tertentu, cara
pengolahan makanan dan penyajian menu makanan di masyarkat serta
pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi termasuk
protein pada balita, karena masih banyak yang beranggapan bila anaknya sudah
merasa kenyang berarti kebutuhan gizi mereka telah terpenuhi.3
KEP disebabkan oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang
dalam makanan sehari-hari dengan jangka waktu yang cukup lama. Pada
umumnya KEP disebaban oleh:5
- Faktor Kemiskinan
- Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping ASI ( MPASI) dan pemberian makanan sesudah bayi disapih
- Pengetahuan mengenai pemeliharaan lingkungan yang sehat
Kurang Energi-Protein merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu,
ada beberapa faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain,
faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan6.
a. Peranan Diet
Diet yang mengandung cukup energi namun kurang protein, akan
menyebabkan anak menderita kwarsiorkor. Namun apabila diet yang
dikonsumsi mengandung cukup protein namun kurang energi akan
mengekibatkan anak menderita marasmus. Apabila diet yang dikonsumsi
kurang mengandung protein dan karbohidrat, maka gejala yang akan muncul
adalah marasmus kwarshiorkor. Pada tahun 1971, Gopalan dan Narasnya
melakukan penelitian dengan melakukan diet yang kurang-lebih sama, pada
beberapa anak timbul kwarshiorkor, dan anak lainnya mendapat marasmus.
Kesimpulan yang didapatkan bahwa diet bukan merupakan satu-satunya faktor
penting, namun perlu dicari faktor lain.6
b. Peranan Faktor sosial
Tradisi suatu daerah atau keagamaan yang melarang untuk mengkonsumsi
bahan makanan tertentu secara turun-temurun dapat mempengaruhi terjadinya
KEP. Tradisi suatu daerah mungkin dapat diatasi dengan memberikan
penyuluhan tentang pentingnya mengkonsumsi suatu bahan makanan. Namun,
jika berdasarkan keagamaan akan sulit untuk dirubah.6
c. Peranan Kepadatan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan makanan setempat yang memadai merupakan sebab
utama.6
d. Peranan Penyakit
b. Patofisologi
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme
adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa)
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama
kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak,
gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan
energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah
semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan
dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini
berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak
cukupan asupan energi dan protein.8
Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang
kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah
kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan suatu proses fisiologis.
Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat
dipenuhi oleh makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenuhi pada
intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan
protein tubuh sebagai sumber energy.7
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu
memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti berbagai asam amino untuk
komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadangkadang masih ditemukan kadar asam amino yang normal, sehingga hati
masih dapat membentuk albumin.7
c. Gejala klinis
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan
tumbuh kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat
terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan
keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton,
lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak
yang mudah dicabut. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat
kelabu, maupun putih. Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian,
akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang.
Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang
melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi nama crazy pavement
dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor.
Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai
petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah
bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh
batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah
dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus mendapat
tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti di
punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun
dapat ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam,
luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada
kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan
prognosis yang buruk bagi si penderita.6
Hati yang membesar (hepatomegali) merupakan gejala yang sering
ditemukan. Kadang-kadangbatas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang
membesar denganmudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabahan
dengan permukaanyang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian
jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi
dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu
terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak
sel hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat
perlemakan terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga
adanya fibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada
penderita demikian. Bilamana kwashiorkor disertai oleh penyakit lain,
terutama ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis
anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik
normokrom, mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya.
Perbedaan macam anemia pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh
kekurangan berbagai faktor yang mengiringi kekurangan protein, seperti zat
besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon, dan
sebagainya. Macam anemia yang terjadi menunjukkan faktor mana yang
lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering ditemukan
mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan infeksi
menahun.6
3. Marasmik-Kwashiorkor
a. Definisi
Marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran klinik yang
merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema
yang tidak mencolok.12
b. Patofisiologi dan gejala klinis
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran
antara penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak
cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di
bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi
terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya,
seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama
protein otot.13,14
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga
terjadi hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor
juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan
gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke
sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis
albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk
memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan
meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada
awalnya, kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh
makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat
dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan
sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.13,14
F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, dan antropometrik.15,16
1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh
kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik.
Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di
samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan
kwashiorkor lainnya.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk KEP berat/Gizi buruk dengan menggunakan 10
langkah dalam penatalaksanaan KEP(8,17,18,19,20,21).
Tabel Tatalaksana Gizi Buruk.7
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1 minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
a. Sepuluh Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk
1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mh/dl)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah,
suhu tubuh rendah, kesadaran menurun, keringat dingin, pucat, lemah, dan
bisa terjadi kejang. Terapi dengan menggunakan dextrose 10% 50 ml. Bila
anak sadar, berikan 1 sendok teh gula ditambah 3,5 sendok makan air dan
berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan sonde. Evaluasi setiap
30 menit, apabila masih hipoglikemi ulangi pemberian.7
2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh <36o C)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36 o C.
Pada keadaan seperti ini, anak harus dihangatkan. Cara yang dapat
dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain dapat mendekap anak
didadanya dan ditutupi dengan selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga
agar anak tetap dapat bernapas.7
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh telalu dekat
apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan
pengukuran suhu tubuh melalui dubur setiap 30 menit sekali. Jika suhu
tubuh sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau
pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali kedalam kondisi
hipotermia.7
Amoksisilin
3x/hari untuk 5
hari
Tablet anak
Sirup/5 ml
Tablet dewasa
20 mg
40 mg
Sirup
80 mg trimetoprim + trimetoprim + 100trimetoprim + 200
125 mg/5m
40 mg sulfametksazol
mg
mg
sulfametoksazol sulfametoksazol
2-4 bulan
(4-< 6 kg)
4 12 bulan
(6- < 10 kg)
12 bulan
5 tahun
(10- < 19 Kg)
2,5 ml
2,5 ml
5 ml
5 ml
7,5 ml
10 ml
MAKANAN KELUARGA
TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg
+0,25 mg Asam Folat,
diberikan 3x/hari
SIRUP BESI
Sulfa ferosus 150 ml,
diberikan 3x/hari
tablet
tablet
5 ml (1 sendok teh)
3.
4.
5.
6.
7.
gizi mencukupi, minimla 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu: energi 350-400
kalori, protein 10-15 gr.
Bentuk makanan PMT-Pemulihan Makanan yang diberikan berupa:
o Kudapan/makanan kecil yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal.
o Bahan makanan mentah berupa tepung beras atau tepung lainnya, tepung
susu, gula, minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk-pauk lainnya.
o Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P)yang dibawa
pulang.
o Lama PMT-P, pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan
kepada anak setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari).
Cara Penyelenggaraan.18,19,20
Makanan kudapan diberikan setiap hari di Psat Pemulihan Gizi (PPG)
atau kelompok terdekat, dua minggu sekali kader melakukan demonstrasi
pemberian makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan
makanan tersebut kepada balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket
bahan mentah untuk kebutuhan 6 hari.
Pemantauan18,19,20
a. Timbang berat badan seminggu sekali, bila tidak naik, kaji penyebabnya
(asupan gizi tidak cukup, kekurangan zat gizi, infeksi/radang, adanya
penyakit, masalah psikologi).
b. Bila asupan gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.
c. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung, muntah pada pemberian
susu formula) menunjukkan bahwa formula tidak sesuai kondisi anak, maka
gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar. Missal susu
rendah laktosa atau formula tempe yang ditambah dengan tepung-tepungan.
d. Kejadian penurunan gula darah (hipoglikemia): beri minuman air gula atau
makanan tiap 2 jam.
Penyuluhan Gizi20,21
a. Menggunakan leaflet khusus yang berisis jumlah, jenis, dan frekuensi
pemberian makanan tambahan.
b. Selalu memberikan contoh menu.
c. Mempromosikan ASI bila anak kurang dari 2 tahun.
d. Memperhatikan riwayat gizi.
e. Mempertimbangkan sosial ekonomi keluarga.
f. Memberikan demonstrasi dan praktik memasak makanan balita.
Tindak Lanjut.
a. Merencanakan kunjungan rumah.
b. Merencanakan pemberdayan keluarga.
Pelaporan.
H. Komplikasi
Gizi buruk atau KEP berat memiliki komplikasi-komplikasi yaitu :
1. Perkembangan mental
Menurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa
dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak
normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis
protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan
ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak
yang pernah menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak
tersebut, deficit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan
juga hasil pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada
pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada
pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.6
2. Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut
yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya
disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma
tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang menyertai KEP berat
akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe
kwashiorkor.6
3. Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat
defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga
terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita KEP berat
karena ditakutkan akan mengalami kebutaan.6
4. Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya
penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tandatanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas
pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan
semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit
infeksi juga akan semakin berat.6
REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Bina
Gizi dan KIA. 2011.
2. Sujana IW. Kekurangan Energi Protein. Ikatan Dokter Indonesia Jembrana
Bali [IDI JEMBRANA website]. April 14, 2011 (cited 2015, April 29).
Available
at:
http://www.idijembrana.or.id/index.php?
module==artikel&kode==10
3. Scheinfeld. N.S. Protein-energy malnutrition [online]. 2010, Augustus 24
[cited 2015, April 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
2010. Kementerian Kesehatan RI. 2010.
5. U Dyah. Kurang Energi protein. [online]. [cited 2015, April 29] Available
from:URL:www.kurang-energi-protein-pdf.pdf
6. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-137
7. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe
malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2015, April 29). Available at:
http://www.Files-of-DrsMed.tk
8. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and
Undernutrition in Nelson Textbook of
Pediatric 18 th edition, 2004 : 225232
9. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical
Nutrition of the Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154
10. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood
Nutrition and its Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics
18th edition, 2005 : 283-311
11. Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis.
Jakarta: IDAI
12. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan
Informasi Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.
13. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson
Textbook of Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.
14. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.
15. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition. 2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.
16. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in
Developing Countries. 1993. USA: International Food Policy Research
Institute. P. 12-16
17. Pedoman
Gizi.
(cited
at
2015,
April
29).
Available
at:http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/ped-tata-kurang-proteinpkm-rt.doc
18. Depkes RI. Buku Bagan Tatalaksana Gizi Buruk Anak Gizi Buruk. Jilid 1.
Jakarta: Departemen Kesehatan; 2003.
19. WHO. Management of the Child with a Serious Infection or Severe
Malnutrition. WHO; 2000. P.80-91
20. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM [PNPM website].
April 2, 2010 (cited 2015, April 29). Available at: http://www.pnpmperdesaan.or.id/admin/uploads/files/Juknis%20-%20Gizi%20Buruk%20%20draft%20finish.pdf
21. Krisnansari D. Nutrisi dan Gizi Buruk (Mandala of Health website). Januari,
2010
(cited
2015,
april
29).
Available
at:
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20jan
%202010%20pdf/NUTRISI%20DAN%20GIZI%20BURUK.pdf