Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL MODUL II

TULI

OLEH:
Kelompok 3 :
Nelci Kayame (4517111036)
Astuti Yunus (4517111039)
Andi dian Ameliana (4517111040)
Destri Neli Aris (4517111041)
Anisa Lumalin (4517111043)
Jelita Arung Palobo (4517111044)
Zakiah Rahma Tahrim (4517111047)
Muh. Riza Arif Vitaria (4517111048)
Calvin Wijaya(4517111049)
A. Skenario

Seorang laki-laki, 20 tahun dating ke poli THT dengan keluhan sering


keluar cairan dari telinga kanan sejak kecil disertai rasa berputar bila ada
perubahan posisi. Saat ini penderita selalu duduk didepan bila kuliah.

B. Kata Kunci
- Laki-laki
- 20 tahun
- Keluar cairan dari telinga kanan sejak kecil
- Rasa berputar saat perubahan posisi
- Selalu duduk didepan saat berkuliah

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi telinga?
2. Bagaimana fisiologi dari organ pendengaran dan keseimbangan ?
3. Apa saja penyebab keluarnya cairan yang menyebabkan gangguan
pendengaran?
4. Bagaimana patomekanisme tuli ?
5. Bagaimana patomekanisme rasa berputar pada skenario diatas?
6. Apa saja diferensial diagnosis dari skenario diatas?
D. Analisis Masalah
1. Anatomi Telinga

Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:


a. Telinga Luar: Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga
sampai membran tympani.
b. Telinga Tengah:
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas luar : Membran timpani
- Batas depan : Tuba eustachius
- Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.


- Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
- Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval
window),tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang


tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan

c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

2. Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran dimulai dengan ditangkapnya energy bunyi oleh
aurikula dan dilanjutkan ke Meatus Akustikus Externa. Kemudian terjadi
getaran di membrane timpani lalu menggetarkan ossikula yang terdiri dari
Malleus, Incus, dan stapes yang menempel pada foramen ovale. Gerakan
stapes pada foramen ovale akan menggerakan cairan yang berada dalam organ
kokhlea, menggetarkan membrane basilaris, kemudian menekuknya rambut di
resetor sel rambut di dalam organ corti. Lalu terjadi perubahan potensial
berjenjang di sel reseptor yaitu perubahan energy mekanik menjadi energy
listrik yang diteruskan ke sel auditorius ke batang otak. Kemudian perambatan
potensial aksi korteks auditorius di lobus temporalis superior untuk terjadi
persepsi suara.
3. Penyebab Keluar Cairan dari Telinga (Otorrhea)
Keluarnya cairan dari telinga terjadi karena adanya infeksi yang
disebabkan oleh bakteri atau virus, ataupun karena sistem imun yang turun.
Pada anak-anak sering terjadi Otorrhea karena sistem imun yang masih
rendah, sehingga memudahkan terjadinya infeksi di hidung ataupun tenggorok
yang dapat dengan mudah menjalar ke rongga telinga tengah. Hal ini
dikarenakan, pada anak-anak rongga penghubung antara nasofaring dengan
rongga telinga tengah yang disebut saluran tuba eustachius belum terbentuk
sempurna yaitu letaknya yang lebih mendatar dari tuba Eustachius dewasa.

Adanya infeksi menyebabkan terjadinya disfungsi tuba Eustachius


sehingga infeksi yang terjadi tidak dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam
telinga tengah diakibatkan terganggunya silia pada mukosa tuba Eustachius,
serta membuat tekanan udara di dalam dan diluar telinga tidak sama sehingga
terjadi proses infalamasi. Disfungsi tuba Eustachius ini menyebabkan
terjadinya tekanan negative di telinga tengah dan jika menetap mengakibatkan
efusi transudat telinga tengah dan edema di mukosa. Tekanan negatif di
telinga tengah membuat tertariknya atau retraksi membrane timpani serta
terjadi penumpukan cairan ditelinga tengah akibat disgungsi tuba Eustachius.
Karen banyanya cairan yang berada di rongga telingah dan membuat
membrane timpani tidak dapat menahan caira tersebuh membuat membrane
timpani mengalami perforasi yang mengakibatkan keluarnya cairan dari
telinga mengalir keluar ke liang telinga.

4. Patomekanisme Tuli:
Definisi gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial
atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua
telinga.18Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya
gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39
dB), gangguan pendengaran sedang (40-69 dB) dan gangguan pendengaran
berat (70-89 dB). Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai
1) Tuli konduktif
Disebabkan oleh kondisi patologis pada kanal telinga eksterna,
membran timpani, atau telinga tengah. Gangguan pendengaran
konduktif tidak melebihi 60dB karena dihantarkan menuju koklea
melalui tulang (hantaran melalui tulang) bila intensitasnya tinggi.
Penyebab tersering gangguan pendengaran jenis ini pada anak adalah
otitis media dan disfungsi tuba eustachius yang disebabkan oleh otitis
media sekretori. Kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan
gangguan pendengaran melebihi 40dB.
2) Tuli sensorineural
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf
pendengaran dan batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses
sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas pada sel rambut di
koklea, maka sel ganglion 28 dapat bertahan atau mengalami
degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak, maka nervus VIII akan
mengalami degenerasi Wallerian. Penyebabnya antara lain adalah:
kelainan bawaan, genetik, penyakit/kelainan pada saat anak dalam
kandungan, proses kelahiran,infeksi virus, pemakaian obat yang
merusak koklea (kina, antibiotika seperti golongan makrolid), radang
selaput otak, kadar bilirubin yang tinggi. Penyebab utama gangguan
pendengaran ini disebabkan genetik atau infeksi, sedangkan penyebab
yang lain lebih jarang.
5. Apa penyebab rasa berputar saat perubahan posisi?
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan
telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi
menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini ialah mukosa
kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi
infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di
sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya
abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Apabila
infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan
paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan
abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak.
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan
granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu
eksaserbasi akut penyebaran biasanya'melalui osteotromboflebitis
(hematogen). Sedangkan pada kasus yang kronis, penyebaran terjadi melalui
erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah toksin masuk melalui jalan yang
sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus,
duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik. Dari gejala dan tanda yang
ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi telinga tengah
ke intracranial.
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi,
ada kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui
tingkap bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian
basalnya saja biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi
apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini
sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada
pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam empat puluh delapan jam
dengan pengobatan medikamentosa saja. Penyebaran oleh proses destruksi,
seperti oleh kolesteatoma atau infeksi langsung ke labirin akan menyebabkan
gangguan keseimbangan dan pendengaran. Misalnya vertigo, mual dan
muntah, serta tuli saraf.
peradangan
Tuba Eustachius penumpukan bila terjadi
pada telinga
abnormal cairan di telinga infeksi
tengah

menyerang infeksi masuk menyebar


gangguan
labirin ke telinga melalui fenestra
keseimbangan
vestibular dalam rotundum

rasa berputar
saat perubahan
posisi

6. Differential Diagnosis

a. Otitis Media Supuratif


Otitis Media Akut/ Otitis Media Akut Supuratif Kronik
1) Otitis Media Supuratif Akut
• Pengertian
Otitis media supuratif akut adalah suatu peradangan akut pada sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachhius, atrium mastoid dan sel-sel
mastoid.
• Faktor Resiko
- Usia, anak-anak paling sering
Pada anak-anak tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan agak horizontal
sehingga pada anak-anak sering terjadi infeksi saluran napas atas yang bisa
mencetuskan terjadinya OMA/OMSA
- Laki-laki > Perempuan
OMA/OMSA lebih banyak diderita oleh laki-laki, hal ini berkaitan dengan
pneumatisasi mastoid lebih kecil pada laki-laki, pajanan polusi serta trauma
yang lebih sering pada laki-laki
- Lingkungan ( asap rokok)
Musim hujan lebih meningkatkan kemungkinan terjadinya OMA, sosial
ekonomi rendah, dan lingkungan padat dan penuh polusi termasuk asap rokok
juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya OMA
- Ada penyakit lain yang mendasari
Salah satu faktor penyebab terjadinya OMA adalah adanya infeksi saluran
napas atas
- Penggunaan obat ototoksik
• Etiologi
1. Pertahanan tubuh terganggu
Karena pertahan tubuh terganggu sehingga memudahkan kuman untuk invasi
menuju ke Tuba tuba Eustachius dan menginfeksi daerah sekitar
2. Sumbatan tuba Eustachius
Sumbatan tuba Eustachius menyebabkan gangguan yaitu terjadinya tekanan
negatif pada telinga tengah yang mengakibatkan transudasi cairan hingga
supurasi
3. pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga terganggu (kuman
masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan). Kuman penyebab
OMA ialah bakteri piogenik ; Streptococcus hemoliticus, Staphilococcus
aureus, Penumococcus, virus H.Influenza, E.coli, dll.
• Patomekanisme
Tuba tetap
tergangg +
ada infeksi OMA/OMSA
Gangguan Tuba Tekanan Negatif Efusi
Estachasius telinga tengah
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama
penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan
terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan
terjadinya tekanan negatif ditelinga tengah, yang menyebabkan transudasi
cairan hingga supurasi oleh karena itu proses tersebut menimbulkan kelainan
yang disebut Otitis Media Akut/ Otitis Media Supuratif Akut.

• Gejala Klinis
Gejala klinik OMA tergantung pada stadium ( Stadium Oklusi Tuba
Eustachius, Stadium Hiperemis, Stadium Supurasi, Stadium Perforasi, Stadium
Resolusi). Gejala dapat diawali dengan infeksi saluran napas yang kemudian
disertai :
1. Nyeri dalam telinga
2. Suhu tubuh tinggi/ demam
3. Gangguan pendengaran (Rasa penuh ditelinga)
4. Ada riwayat pilek sebelumnya

• Diagnosis
 Anamnesis
Menanyakan riwayat nyeri pada telinga atau adanya cairan yang keluar dari
dalam telinga (selama periode <2 minggu)
Tanyankan apakah terjadi gangguan telinga
Tanyakan apakah ada riwayat pilek sebelumnya
 Pemeriksaan fisik (otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri dan
timpanosintesis)
Pada pemeriksaan, pastikan terjadi otitis media akut dengan memperhatikan
membran timpani, merah, meradang, dapat sampai terdorong keluar dan
menebal, atau terjadi perforasi disertai nanah.
 X-ray dan CT Scan

• Tatalaksana
Pengobatan OMA tergantung stadium dan juga hasil uji sensitivitas kuman
untuk memudahkan dalam pengobatan.
1. Stadium Oklusi : HCl Efedrin 0,5% < 5 th dan HCl Efedrin 0,1% >12 th
2. Stadium Hiperemis : Antibiotik (Penicilin atau Eritromicin)
3. Stadium Supurasi : Antibiotik dan Miringotomi
4. Stadium Perforasi : obat pembersihan telinga 3-5 hari dan antibiotik
5. Stadium Resolusi : Antibiotik ditambah 3 minggu

• Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika terjadi OMA yaitu komplikasi
intratemporal dan komplikasi intrakranial. Komplikasi intratemporal seperti :
mastoiditis akut, petrositis, labirinitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga
tengah, peresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial
sperti meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses apidural,
empiema subdural dan trombosis sinus lateralis.
• Prognosis
Prognosis baik jika ditangani lebih awal dan pemberian obat medikametosa
yang benar atau sesuai dengan uji sensitivitas kuman.

b. Otitis Media Supuratif Kronik


 Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis mukosa
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya
sekret dari liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus-menerus atau
hilang timbul.

 Jenis-jenis Otitis media supuratif kronis (OMSK)


OMSK terbagi atas 2 bagian berdasarkan ada tidaknya
kolesteatom :
1. OMSK benigna (Tubotimpani)
ialah proses peradangan yang terbatas pada mukosa, tidak
mengenai tulang. Perforasi letak di sentral. Umumnya OMSK tipe
benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Pada OMSK tipe benigna ini tidak terdapat kolesteatom.
a. Tipe aktif (wet perforation): Mukosa mengalami inflamasi dan terdapat
discharge mukopurulen.
b. Tipe inaktif (dry perforation) : Tidak terdapat inflamasi pada mukosa dan
tidak ditemukan discharge mukopurulen.
c. Perforasi permanen : Perforasi sentral tipe dry yang tidak sembuh dalam
waktu lama mengindikasikan epitel skuamus eksternal dan mukosa
internal mengalami fusi pada daerah tepi perforasi.
d. Otitis media kronik fase perbaikan : Perforasi akan tertutup oleh membran
tipis. Berkaitan juga dengan timpani sklerosis dan kurang pendengaran
tipe konduktif.

2. OMSK maligna (Atticoantral)


ialah peradangan yang disertai kolesteatom yang menyebabkan
erosi pada tulang dan perforasi membran timpani, biasanya terletak
di marginal atau atik di kuadran postero superior pars tensa. Pada
banyak kasus terdapat granulasi dan osteitis.
a. Inaktif : Kantung di bagian posterosuperior pars tensa atau regio atik
berpontensi terbentuknya kolesteatom
b. Aktif : Kolesteatom secara aktif mengikis tulang, membentuk jaringan
granulasi dan keluar discharge berbau busuk terus menerus dari
telinga.
 Etiologi
1. Lingkungan
Prevalensi OMSK pada beberapa negara dipengaruhi oleh kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, kebersihan dan
nutrisi yang buruk.
2. Riwayat otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronik merupakan kelanjutan
dari otitis media akut dan/atau otitis media dengan efusi, dengan
keadaan tersebut apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat
maka akan mengakibatkan otitis media kronik.

3. Infeksi
Pada OMSK tersering dikarenakan oleh bakteri diantaranya yaitu:
Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus, dan Proteus.
4. Autoimun
Penderita dengan penyakit auto imun mudah terkena penyakit
OMSK.

 Pathogenesis
OMSK berawal dari infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK yaitu karena adanya iritasi dan inflamasi mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi karena virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba, alergi, sistem imun tubuh turun, lingkungan dan sosial
ekonomi. Kemungkinan penyebab tersebut mengakibatkan terjadinya Otitis
Media Akut (OMA).
Respon inflamasi yang ditimbulkan berupa udem mukosa. Jika proses
inflamasi tetap berjalan, maka menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak
epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi
dapat menyebabkan adanya jaringan granulasi yang dapat berkembang
menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika proses inflamasi, ulserasi, infeksi
dan terbentuknya jaringan granulasi terus berlanjut maka akan merusak
jaringan sekitarnya, termasuk akan menyebabkan perforasi gendang telinga
yang disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
 Gejala Klinis
 Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulent tergantung stadium peradangan. Pada OMSK
tipe jinak, akibat dari reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi 16hrombos timpani dan infeksi akan didapatkan cairan
keluar hilang timbul berupa mukopus yang tidak berbau busuk. Pada
OMSK tipe ganas, terjadi kerusakan lapisan mukosa secara luas
sehingga 16hromb mukoid dan 16hromb telinga tengah berkurang atau
hilang. Sekret yang bercampur darah merupakan efek dari jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom
yang mendasarinya

d. Gangguan Pendengaran
Pada keadaan ini sering ditemukan tuli konduktif ataupun tuli
campuran. Penyebab besarnya ketulian diakibatkan oleh besar dan
letak perforasi 17hrombos timpani serta keutuhan dan mobilitas
17hromb pengantaran suara ke telinga tengah. Tuli konduktif berat
didapatkan pada OMSK tipe maligna.

e. Otalgia (Nyeri Telinga)


Terbendungnya drainase pus merupakan salah satu penyebab
terjadinya keluhan nyeri pada OMSK. Nyeri dapat terjadi akibat
hambatan pengaliran 17hromb, terpaparnya durameter atau dinding
sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak sebagai
terjadinya komplikasi berupa petrositis, subperiosteal abses atau
17hrombosis sinus lateralis.

 Diagnosis
 Anamnesis (history-taking)
OMSK biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang disertai
gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk, dan intermiten.
Sedangkan pada tipe atikoantral secret lebih sedikit, berbau busuk,
terkadang disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan
secret yang keluar dapat bercampur darah. Ada pula penderita datang
dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan otoskopi :
Pemeriksaan otoskopi dapat menunjukkan ada atau tidaknya
perforasi pada membran timpani dan letak perforasi.
 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan endoskopi memiliki fungsi hampir sama dengan
pemeriksaan otoskopi, tetapi pemeriksaan endoskopi dapat
mengetahui luas perforasi dan letak lebih jelas dari pemeriksaan
otoskopi.
b. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi
tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara
dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech
reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki
pendengaran.
 Komplikasi
1. Komplikasi intratemporal
 Perforasi membrane timpani
 Mastoiditis akut
 Pareis nervus fasialis
 Labirinitis
 Petrositis
2. Komplikasi extratemporal
 Abses subperiosteal
3. Komplikasi intracranial
 Abses otak
 Tromboflebsitis
 Hidrosefalus otikus

 Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada
faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Sebelum
melakukan penangan pada pasien OMSK, perlu dilakukan evaluasi faktor-
faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan struktur
anatomi, gangguan fungsi dan proses infeksi telinga pasien. Pananganan
OMSK dapat dibagi menjadi 2 yaitu penangan konservatif yaitu dengan
eradikasi penyebab infeksi dan penangan operatif dengan penutupan
perforasi timpani. Penanganan OMSK meliputi manajemen jangka
panjang mengobati gejala-gejala otorrhea, gangguan pendengaran dan
manajemen kolesteatoma.

b. labirinitis
 Pengertian
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin) yang disebabkan
oleh bakteri dan virus. Labirinitis merupakan komplikasi intratemporal
yang paling sering dari radang telinga tengah.

 Etiologi
Terjadi oleh karena penyebaran infeksi keruang perilimfe.

 Faktor Risiko
1. Alkohol
2. Riwayat alergi
3. Baru menderita penyakit yang disebabkan oleh virus, penyakit
pernapasan, atau infeksi telinga
4. Merokok
5. Stres

 Patofisiologi
1. Labirinitis serosa : toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa
invasi sel radang.

2. Labrinitis supuratif : sel radang menginvasi labirin sehingga terjad


ikerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi

 Klasifikasi
1. Labirinitis sirkumskripta (fistula labirin)
2. Labirinitis serosa difusa
3. Labirinitis supuratif difus

 Gerjala klinis
1. Labirinitis sirkumskripta (fistula labirin)
Vertigo
2. Labirinitis serosa difusa
Kasus ringan : vertigo dan nausea, pada kasus berat : vertigo menjadi
lebih berat, mual,muntah dan nistagmus spontan
Proses peradangan yang difus dengan keterlibatan koklea dapat
mengakibatkan terjadinya Tuli sensorineural.
3. Labirinitis supuratif difus
Vertigo yang berat dengan mual dan muntah yang disebabkan
gangguan vestibular akut > vertigo dapat membaik setelah 3-6 minggu
oleh karena adanya adaptasi.
Nistagmus spontan

 Diagnosis
1. Tes fistula
2. Pemeriksaan radiologic tomografi/CT scan
3. Tes kalori
4. Uji dix hallpike

 Terapi
1. Operasi
2. Kadang diperluhkan juga drenase nanah dari labirint untuk
mencengah terjadinya meningitis
3. Antibiotik yang adekuat

 Prognosis
1. Labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi, prognosis baik.
2. Bila terjadi gejala dan tanda komplikasi intracranial yang menetap,
walaupun telah diberikan terapi adekuat dengan antibiotika, drainase
labirin akan memberi prognosis lebih baik daripada bila dilakukan
tindakan operasi radikal
c. Otitis eksterna
 Definisi
Otitis eksterna adalah peradangan akut maupun kronis dari
kulit liang telinga bagian luar yang biasanya disebabkan oleh bakteri,
jamur serta virus.
Otitis eksterna difusa adalah infeksi bakteri pada liang telinga
yang disebabkan oleh rusaknya pertahanan perlindungan kulit
normal/serumen yang diakibatkan tingginya kelembaban dan
temperatur.
Otitis eksterna maligna adalah infeksi difusa di liang telinga
luar dan struktur lain di sekitarnya yang umumnya terjadi pada orang
tua dengan penyakit diabetes melitus.
 Etiologi
Faktor yang mempermudah radang telinga luar adalah perubahan pH
di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa,
proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan udara yang hangat dan
lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang
lain adalah trauma ringan ketika mengorek telinga.
Kuman penyebab otitis eksterna yaitu Staphylococcus aureus,
Pseudomonas pyocyaneus, Bacillus proteus dan Escherica coli tetapi lebih
sering terjadi infeksi campuran
Otitis eksterna sirkumskripta penyebab terbanyak Staphylococus
aureus. Otitis eksterna difusa sering dikenal dengan “swimmer’s ear” yang
biasanya terjadi pada cuaca yang panas dan lembab. Danau, laut dan kolam
renang pribadi merupakan sumber potensial untuk infeksi ini.
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang
tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah Pityrosporum, Aspergilus
kadang ditemukan juga Candida albicans atau jamur lain. Pityrosporum
menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan
predisposisi otitis eksterna bakterialis. Otitis eksterna maligna ditemukan pada
penderita diabetes lanjut usia serta dianggap lebih umum pada daerah beriklim
panas.
 Gejala
a. Fase akut ditandai dengan (Dhingra, 2010);
- Panas di telinga serta nyeri menjalar sampai ke rahang.
- Keluar cairan dari telinga bisa dari serosa sampai menjadi purulent.
- Liang telinga inflamasi dan bengkak.
- Tuli konduktif muncul akibat kumpulan kotoran dan otorea
- Pembesaran kelenjar getah bening bisa terjadi pada kasus yang lebih berat
- Selulitis pada jaringan lunak
b. Fase kronis ditandai dengan;
- Iritasi dan keinginan untuk mengorek telinga yang kuat
- Cairan sudah berkurang dan mengering membentuk krusta
- Kulit menjadi hipertrofi sehingga menjadi otitis eksterna kronis stenotik, hal
ini sangat jarang terjadi.
 Diagnosis
1. Anamnesis :
Biasanya pasien mengeluhkan sakit pada telinga (otalgia), bengkak
yang dapat menyebabkan hilangnya pendengaran dan jarang terjadinya otore
serta telinga terasa penuh. Pada otomikosis pasien biasanya lebih
mengeluhkan telinga terasa gatal
2. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik tampak tragus sakit dan bengkak disertai nyeri
yang hebat pada tulang rawan, sedangkan otomikosis bisa terdapat cairan
yang tebal berwarna hitam, abu-abu, kehijauan, kekuningan atau putih .
3. Pemeriksaan dengan otoskopi
Pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis walaupun sulit
dilakukan karena ada bengkak, eritema dan sakit di liang telinga. Dijumpai
debris yang disebut dengan hifa atau spora pada otomikosis.
4. Tes pendengaran sederhana. Liang telinga mungkin bengkak dan menutup
sehingga menyebabkan terjadinya tuli konduktif.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histologi adalah standard acuan untuk diagnosis tetapi
tidak pernah tercapai pada praktek klinik. CT scan diperlukan untuk
menunjang diagnosa otitis eksterna maligna.
6.Pemeriksaan kultur bakteri.
Mengidentifikasi mikroorganisme patogen, bisa juga dilakukan
pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis otomikosis
 Tatalaksana
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan
antibiotika dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau bacitracin, atau
antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol). Kalau dinding furunkel tebal,
dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk mengalirkan
nanahnya. Tampon telinga dengan menggunakan ichthammol glycerine 10%
dapat mengurangi rasa nyeri.
Pengobatan otitis eksterna difusa dengan membersihkan liang telinga,
memasukkan tampon yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya
terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang, kadang
diperlukan antibiotika sistemik.
Pengobatan otomikosis dengan membersihkan liang telinga,
pemberian larutan asam asetat 2% dalam alkohol atau larutan iodium povidon
5%. Kadang obat anti jamur diperlukan yang diberikan secara topikal yang
mengandung nistatin, klotrimazol.
Sedangkan pada otitis eksterna maligna diberikan antibiotik yang
adekuat terutama sesuai kultur ,selagi menunggu hasil kultur diberikan
golongan fluoroquinolone dosis tinggi per oral. Pada keadaan lebih berat
diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan
aminoglikosida yang diberikan selam 6-8 minggu.
 Komplikasi
1. Perikondritis.
Terlibatnya tulang rawan daun telinga menimbulkan perikondritis
yang ditandai dengan pembengkakan kemerahan yang merata pada daun
telinga dan menyebabkan nyeri.
2. Kondritis.
Kondritis adalah inflamasi dari kartilago merupakan komplikasi dari
infeksi pada liang telinga luar atau hasil dari trauma yang tidak disengaja atau
trauma akibat pembedahan pada daun telinga. Gambaran klinis rasa nyeri, dan
penderita sering mengeluhkan rasa gatal yang hebat di dalam liang telinga.
Seiring berjalannya waktu, kulit pada daerah yang terinfeksi menjadi krusta
dengan debris, dan melibatkan kartilago. Dapat dijumpai pembengkakan dan
kemerahan pada telinga, sering dijumpai pembengkakan pada liang telinga.
3. Selulitis
Selulitis dari telinga secara khas merupakan hasil dari perluasan otitis
eksterna atau luka tusuk. Manifestasi selulitis sebagai eritema pada telinga.
Pengobatan selulitis dengan antibiotik antistaphylococcal sistemik.
 Prognosis
Prognosis yang baik dapat dicapai jika identifikasi cepat dan pengobatan tepat.
Walaupun otomikosis merupakan masalah klinis yang umumnya memerlukan
pengobatan jangka panjang dan memiliki kecendrungan rekuren. Prognosis akan
menjadi lebih buruk jika telah disertai komplikasi terutama otitis eksterna
maligna yang dapat mengancam nyawa.
d. Otomikosis
 Definisi
Otomikosis adalah infeksi jamur yang terjadi pada telinga. Bagian
telinga yang terinfeksi dapat mencakup bagian awal lubang hingga
gendang telinga. Seseorang yang menderita otomikosis umumnya
merasakan gejala berupa pembengkakan, berdengung, hingga nyeri pada
telinga. Penanganan otomikosis sebaiknya dilakukan dengan segera.
Otomikosis yang tidak mendapatkan penanganan tepat dapat memburuk
dan menyebabkan hilangnya pendengaran.
 Etilogi
1. Penyebab terbanyak Aspergillus (nigra) dan Candida Albicans
Infeksi terjadi ketika jamur masuk ke dalam telinga. Berenang atau
berselancar mempermudah jamur masuk ke dalam telinga, karena kotoran
telinga yang berfungsi menghalang jamur akan berkurang akibat terkikis air.
Jamur umumnya dapat berkembang biak lebih cepat di lingkungan
tropis atau hangat. Maka dari itu, orang yang tinggal di lingkungan tersebut
memiliki risiko lebih tinggi mengalami otomikosis. Selain berenang,
berselancar, dan tinggal di area tropis, terdapat faktor lain yang juga dapat
meningkatkan risiko seseorang menderita otomikosis, yakni:
 Memiliki masalah kesehatan yang berkaitan dengan telinga, misalnya eksim
atopik.
 Cedera telinga.
 Sistem kekebalan tubuh yang lemah.

 Gejala
- Nyeri hebat
- Gatal
- Rasa penuh di liang telingah, tapi biasa juga tanpa keluhan

Tiap penderita otomikosis dapat merasakan gejala yang berbeda. Beberapa gejala
pada telinga yang umum dialami penderita otomikosis adalah:

- Kemerahan.
- Nyeri.
- Pembengkakan.
- Kulit mudah terkelupas.
- Berdengung.
- Keluar cairan. Cairan tersebut dapat berwarna putih, kuning, abu-abu, hitam,
atau hijau.

 Diagnosis
- Anamnesis
- Pemeriksaan Fisik ( otoskopi meatus ada debris putih abu-abu + bulu-bulu
hitam ,kuning, putih
- Pemeriksaan Laboratorium

Dari anamnesis dapat didapatkan adanya keluhan rasa gatal yang dominan,
nyeri di dalam telinga, rasa penuh serta adanya sekret yang keluar dari telinga.
Pada riwayat biasanya terdapat kecenderungan beraktifitas yang berhubungan
dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan sebagainya.

Pada pemeriksaan KAE ditemukan berbagai variasi derajat inflamasi meliputi


hiperemi, edema liang telinga hingga terbentuknya jaringan granulasi. Membran
timpani sering tertutup debris, tampak meradang, tampak penebalan dan kadang
terjadi perforasi. Terkadang setelah debris dibersihkan akan tampak ekskoriasis
pada dinding.

Pada pemeriksaan otoskopi seringkali terdapat debris serta Kanalis


Akustikus Esternus (KAE) yang eritema dan edem. Jika A. niger adalah agen
penyebab, dapat terlihat tumpukan 15jamur dengan bulatan spora berwarna
kehitaman. Debris ini meliputi meatus sehingga dapat mengakibatkan
obstruksi, terkadang digambarkan seperti kertas basah kehitaman dan KAE
dapat terlihat membengkak

Diagnosis klinis otomikosis dapat dibuat berdasarkan gejala dan


ditemukannya gambaran jamur di KAE serta ditunjang dengan gambaran yang
tampak pada mikroskop serta pertumbuhan jamur dari debris yang diperoleh
dari KAE pada biakan. Pada infeksi jamur Aspergillus spakantampak KAE
yang cenderung kering, tampak kumpulan konidiofora seperti jarum pentul
halus dengan warna bervariasi dari putih, kuning, coklat, hitam atau hijau
tergantung umur dan spesies Aspergilus

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan


terhadap preparat langsung maupun dengan pembiakan. Pada pemeriksaan
preparat langsung, skuama yang diambil dari kerokan kulit liang telinga
diperiksa dengan KOH 10 % dan akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum,
serta kadang-kadang dapat ditemukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u

 Tatalaksana
Pengobatan berupa pembersihan liang telinga , Larutan asam asetat
2% dalam alkohl, larutan lodium povidon 5% atau tetes telinga yang
mengandung campuran antibiotic dan steroid yang diteteskan ke liang
telnga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang dperlukan juga
anti jamur (sebagai salep) yang diberikan mengandung nistanin,
klotrimazol.

e. Keratosis obturans
 Definisi
Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi
lapisan keratin epidermis pada liang telinga, berwarna putih seperti
mutiara, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh
serta kurang dengar. Penyakit ini tidak mengenai bagian kartilagenous
meatus auditorius eksternus. Secara khas, lesi ini hanya terbatas pada
meatus, tanpa menyebabkan destruksi tulang. Bila tidak ditanggulangi
dengan baik akan terjadi erosi kulit dan destruksi bagian tulang meatus
auditorius eksternus.
keratosis obturans sebenarnya telah diperkenalkan oleh Wreden pada
tahun 1874 untuk membedakannya dengan impaksi serumen. Penyakit ini
juga harus dibedakan dari kolesteatoma primer yang ditandai dengan
invasi jaringan skuamosa dari telinga bagian tengah yang disertai dengan
erosi dan destruksi tulang. Piepergerdes dan rekannya pada tahun 1980
menyatakan bahwa keratosis obturans dihasilkan oleh penyakit pada kulit
meatus auditorius eksternus sedangkan penyakit pada tulang meatus
auditorius eksternus merupakan dasar bagi kolesteatoma pada meatus
auditorius eksternus.
 Etiologi
Etiologi keratosis obturans hingga saat ini belum diketahui. Namun,
mungkin disebabkan akibat dari eksema, seboroik dan furonkulosis.
Penyakit ini kadang-kadang dihubungkan dengan bronkiektasis dan
sinusitis kronik.

 Gejala
Gejala klinis yang dapat timbul pada penyakit ini adalah tuli konduktif
ringan-sedang, nyeri telinga yang hebat, liang telinga yang lebih lebar,
membran timpani yang utuh tapi lebih tebal dan tinnitus serta jarang
ditemukan otorea. Gangguan pendengaran dan nyeri telinga yang hebat
disebabkan oleh desakan gumpalan epitel berkeratin di liang telinga.
Keratosis obturans disertai dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik serta
bilateral.
 Diagnosis
Anamnesis
- Gejalah umum:
Penurunan pendengaran, otalgia yang hebat, riwayat bronkietasis dan
sinusitis kronik
- Apakah ada riwayat nyeri hebat
- Apakah ada gangguan pendengaran
Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi :
Obtruksi disepanjang membrane timpani di MAE oleh gumpalan debris
keratin warna putih yang berisi serumen berwarna coklat pada bagian
tengah, adanya pelebarag tuang MAE
- Tes pendengaran : tuli konduktif

Pemeriksaan penunjang :
- otoskopi :
untuk melihat adanya penumpukan keratin
- audiogram :
untuk melihat conduktif hearing loss
- radiologi :
pada CT-Scan tulang temporal dapat memperlihatkan erosi dan pelebaran
meatus.
- Patologi :
Sumbatan keratin pada keratosis obturans terlihat seperti garis geometric
dalam meatus auditorius ekstemus yang terlihat seperti gambarang onion
skin. Gambaran patologi ini dihubungkan dengan adanya hyperplasia
dibawah epithelium dan adanya inflamasi kronik padajaringan
subepitelium.
- Audiogram
- Tes rinne dan weber
 Tatalaksana
- Pembersihan liang telinga secara periodic selama 3 bulan
- Pemberian obat tetes telinga
 Campurang alcohol atau gliserin dalam peroksida 3%,3 kali seminggu
- Tindakan bedah
 Pada pasien yang telah mengalami erosi tulang liang telinga
 Agar liang telinga berbentuk seperti corong, sehinga pembersihan
liang telinga secara spontang lebih terjamin
- Pembersian telinga secara regular
 Karena berhubungan dengan mekanisme perpindahan normal dari
epitel
- Prinsip terapi
 Pengangkatan keratosis dan tampon dengan mengunakan kassa
betadin.
f. Kolesteatoma kanal
 Definisi
Kolesteatoma adalah pertumbuhan abnormal kulit di telinga tengah di
belakang gendang telinga membrane timpani . Bisa jadi bawaan (hadir sejak
lahir), tetapi lebih sering terjadi sebagai komplikasi infeksi telinga kronis. 
 Manifestasi Klinik
- individu dengan kondisi ini biasanya mengalami keluarnya cairan yang tidak
menyakitkan dari telinga.
- Gangguan pendengaran,
- pusing, dan
- kelumpuhan otot wajah, jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat pertumbuhan
kolesteatoma yang berlanjut.
 Etiologi
Kolesteatoma biasanya terjadi karena fungsi tuba eustachius
yang buruk dalam kombinasi dengan infeksi di telinga tengah. Ketika tuba
eustachius tidak bekerja dengan benar, tekanan di dalam telinga tengah dapat
menarik bagian gendang telinga ke arah yang salah, menciptakan kantung atau
kista yang terisi dengan sel kulit tua. Jika kista membesar, beberapa tulang
telinga tengah mungkin rusak, mempengaruhi pendengaran.  Jarang terjadi
namun, kolesteatoma kongenital (ada saat lahir) dapat terjadi di telinga tengah
dan di tempat lain, seperti di tulang tengkorak di dekatnya. 

 Tanda dan gejala


Gejala awal mungkin termasuk drainase cairan dari telinga, kadang-
kadang dengan bau busuk. Saat kolesteatoma membesar, dapat menyebabkan: 

- Perasaan penuh atau tekanan di telinga


- Gangguan pendengaran
- Pusing
- Rasa sakit
- kelemahan otot pada satu sisi wajah.

Kadang-kadang, individu mungkin mengalami komplikasi dari sistem syaraf


pusat termasuk: 

- Bekuan darah di pembuluh darah tertentu di dalam tengkorak,


termasuk sinus sigmoid
- Kumpulan bahan yang terinfeksi antara penutup luar otak dan
tengkorak ( abses epidural ) 
- Peradangan pada jaringan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang
belakang (meningitis)

 Tata laksana
Pembersihan telinga secara hati-hati, antibiotik, dan obat tetes
telinga. Terapi bertujuan untuk menghentikan drainase di telinga dengan
mengendalikan infeksi. Kolesteatoma yang besar atau lebih rumit mungkin
memerlukan pembedahan. Kolesteatoma sangat sering terus tumbuh jika tidak
dihilangkan. Pembedahan biasanya berhasil. 
 Komplikasi
- Kumpulan nanah dan bahan lain di otak ( abses otak )
- Gangguan pendengaran di satu telinga
- Pusing (vertigo)
- Kerusakan saraf wajah yang menyebabkan kelumpuhan wajah
- Meningitis
- Drainase telinga persisten
- Penyebaran kista ke otak

DAFTAR PUSTAKA
 Buku UI : Prof. Dr. Dr Efiaty Arsyad Soepardi Sp.THT-KL (K) dkk. Telinga
Hidung Tenggorok. Fakultas Kedokteran Indonesia. 2017.
 Hospital Care for Children.2016. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
ICHRC. Available from: https://www.ichrc.org/692-otitis-media-supuratif-
kronik-omsk
 Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi keenam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
 Sumber : NIH.2017. Cholesteatoma I Genetic and Rare Information. Tersaji
dalam
https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/10422/cholesteatoma/cases/25312 .
diakses pada 7 Juli 2021

 Munilson, Jacky dkk. 2017. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Di aksess pada
jurnal kedokteran Universitas Andalas repiratory.unand.ac.id
 Nike Bios. 2014. Labirinitis. [Internet]. [diunduh 2020 Sept 16]:
https://www.academia.edu/32102839/Labiringitis
 http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklada99f6a28full.pdf
 http://repository.unimus.ac.id/1497/4/BAB%20II.pdf
 http://eprints.undip.ac.id/63553/3/Mita_Aninditia_Toari_lap.KTI_BAB2.pdf

Anda mungkin juga menyukai