Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Kegiatan perencanaan gizi di Indonesia telah mulai dilakukan dari Pelita I. Pada
awal-awal pelaksanaannya perencanaan gizi dilandasi oleh informasi yang sangat
terbatas, berasal dari hasil-hasil penelitian di berbagai daerah, sehingga sering
menggambarkan keadaan yang kurang tepat bagi seluruh wilayah Indonesia.
Didorong oleh permasalahan yang dihadapi terutama masalah rawan pangan
di berbagai daerah, memicu minat kalangan gizi di Indonesia untuk mulai melakukan
kegiatan-kegiatan ke arah pengembangan suatu sistem sesuai dengan kebutuhan dan
situasi di Indonesia. Pemerintah pun menganggap Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi (SKPG) penting dan sudah waktunya untuk dikembangkan untuk menunjang
usaha pembangunan yang semakin meningkat. Prinsip-prinsip yang selanjutnya
digunakan sebagai penuntun dalam upaya pengembangan SKPG di Indonesia, antara
lain: (a) SKPG dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan tujuan-tujuan
SKPG yang hendak dicapai, (b) pengembangan SKPG dipusatkan pada salah satu
masalah gizi yang penting dan menjadi prioritas, (c) pengembangan SKPG
semaksimal mungkin memanfaatkan apa yang sudah ada, baik data maupun
organisasi.
Pendekatan yang digunakan untuk tujuan tersebut di atas dimulai dengan
menyusun suatu rencana usulan proyek pengembangan SKPG di Indonesia pada
tahun 1979. Proyek penelitian dan pengembangan SKPG dilaksanakan di Kabupaten
Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dengan
dukungan dari Cornell University Amerika Serikat. Dari pilot proyek di Lombok
Tengah dan Boyolali diperoleh proses pengembangan Sistem Isyarat Dini untuk
Intervensi (SIDI). Pilot proyek ini selanjutnya diaplikasikan di seluruh Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya masalah pangan dan gizi dapat terjadi setiap waktu

dan tidak hanya tergantung pada kegagalan produksi. Oleh karena itu dalam periode
1990-1997 SKPG dikembangkan dengan lingkup yang lebih luas ke seluruh
Indonesia, dengan komponen kegiatan terdiri dari: (1) Sistem Isyarat Dini untuk
Intervensi (SIDI), (2) Pemantauan Status Gizi, dan (3) Jejaring Informasi Pangan dan
Gizi (JIPG). SKPG sampai saat ini masih dirasakan sangat penting sebagaimana
dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota, dimana sebagian aspek-aspek penanganan
kerawanan pangan merupakan urusan daerah. Pemerintahan Provinsi mempunyai
kewajiban: (1) pencegahan dan pengendalian masalah pangan akibat menurunnya
ketersediaan pangan di daerah karena berbagai sebab; (2) pencegahan dan
penanggulangan masalah 7 pangan sebagai akibat menurunya mutu, gizi dan
keamanan pangan; (3) peningkatan dan pencegahan penurunan akses pangan
masyarakat; dan (4) penanganan dan pengendalian kerawanan pangan di wilayah
provinsi. Pemerintahan Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban penanganan urusan
ketahanan pangan yang terkait dengan SKPG seperti: (1) melakukan identifikasi
kelompok rawan pangan di kabupaten; (2) melakukan penanganan penyaluran pangan
untuk kelompok rawan pangan tingkat kabupaten; (3) melakukan pencegahan dan
pengendalian, serta penanggulangan masalah pangan sebagai akibat penurunan akses
pangan, mutu, gizi, ketersediaan dan keamanan pangan; (4) melakukan pengumpulan
dan analisis informasi ketahanan pangan kabupaten untuk penyusunan kebijakan
ketahanan pangan tingkat provinsi dan nasional.
1.2

1.3

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi?
2. Apa ruang lingkup Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi?
3. Apa Tujuan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi?
4. Apa manfaat Sistem Kewaspadaan Pangan dan Giz?
5. Apa indikator Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi?
6. Bagaimana pelaporan dan evaluasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi?
7. Bagaimana pengorganisasia Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi?
Tujuan Masalah

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untik mengetahui apa itu Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi


Untuk mengetahui ruang lingkup Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Untuk mengetahui tujuan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Untuk mengetahui manfaat Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Untuk mengetahui indikator Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Untuk mengetahui Bagaimana pelaporan dan evaluasi Sistem

Kewaspadaan Pangan dan Gizi


7. Untuk mengetahui Bagaimana pengorganisasian Sistem Kewaspadaan
Pangan dan Gizi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) berdasarkan Peraturan Menteri


Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan Nomor 43 Tahun 2010 tentang
3

Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi merupakan serangkaian proses untik
mengantisipasi kejadian rawan pangan dan gizi melalui pengumpulan, pemprosesan,
penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem
pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan
terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan
kebijakan, koordinasi program, dan kegiatan penanggulangan rawan pangan dan gizi.
Kerawanan pangan di Indonesia dapat diketahui dari tingkat kecukupan gizi
masyarakat yang diukur dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG merupakan tingkat
konsumsi zat- zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi
hampir semua orang sehat di suatu negara. AKG diperoleh dari data Susenas BPS
yang dikumpulkan setiap triwulan dalam tahun. Angka kecukupan konsumsi kalori
penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah 2000 kkal. Persentase rawan pangan berdasar
angka kecukupan gizi (AKG) suatu daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk
dengan konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi dengan
jumlah penduduk pada golongan pengeluaran tertentu. Tahun 2008 sampai dengan
saat ini terjadi peningkatan persentase jumlah penduduk rawan pangan setiap tahun
(Tabel 1).

Tabel 1. Persentase Angka Rawan Pangan Tahun 2008-2012


Tahun

2008
2009
2010

< 70% AKG


N (x1
%

70%-89,9% AKG
N (x1
%

juta)
25,11
33,29
35,71

juta)
62,38
72,72
72,74

11,07
14,47
15,34

27,50
31,62
31,12

90% AKG
N (x1 juta)
%
139,34
123,96
124,61

61,43
53,90
53,53

2011
42,08
17,41
2012
47,64
19,46
Keterangan: N = Jumlah penduduk Indonesia;

78,48
80,57

32,48
32,91

121,01
116,61

Sumber: BPS, 2013 (diolah)


Berdasarkan Tabel 1. Persentase Angka Rawan Pangan Tahun 2008-2012,
diperoleh bahwa pada tahun 2012 ternyata masih terdapat 47,64 juta penduduk atau
19,46 persen dari seluruh penduduk di Indonesia yang mengalami kondisi sangat
rawan pangan dan apabila dibiarkan terjadi selama dua bulan berturut-turut akan
menjadi rawan pangan akut yang menyebabkan kelaparan (BPS, 2013).
Hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) BPS menjelaskan bahwa ada 13
kelompok makanan yang digunakan untuk mengetahui kecukupan kalori per hari
yaitu: (1) padi-padian; (2) umbi-umbian; (3) ikan; (4) daging; (5) telur dan susu; (6)
sayursayuran; (7) kacang-kacangan; (8) buah-buahan; (9) minyak dan lemak; (10)
bahan minuman; (11) bumbu-bumbuan; (12) konsumsi lainnya; dan (13) makanan
dan minuman jadi. Konsumsi bahan makanan tersebut akan mempengaruhi jumlah
kalori yang dihasilkan per harinya.
Konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal dapat dipengaruhi oleh penurunan
kuantitas konsumsi pangan. Penurunan tersebut apabila ditinjau dari aspek
permintaan dan penawaran bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa hal:

a. Permintaan bahan pangan


Permintaan bahan pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti harga pangan dan
pendapatan seseorang. Terkait dengan kecukupan konsumsi pangan, fluktuasi harga
memberi pengaruh pada jenis makanan dan ketersediaan pangan yang dikonsumsi.
Disisi lain, pendapatan juga berpengaruh terhadap jenis dan banyaknya bahan pangan
yang dikonsumsi. rumah tangga dengan pendapatan yang cukup, cendrung akan
mengkonsumsi bahan pangan yang lebih banyak dan mampu mencukupi kebutuhan
kalorinya per hari.

50,10
47,63

b. Penawaran bahan pangan


Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penawaran bahan pangan adalah biaya
produksi bahan pangan tersebut. Tidak adanya kenaikan produktivitas dan efisiensi,
kenaikan harga faktor-faktor produksi akan menaikan biaya produksi. Apabila
dikaitkan dengan kecukupan kebutuhan kalori, kenaikan biaya produksi bahan
pangan akan berpengaruh pada penurunan jumlah produksi bahan pangan yang
dihasilkan, sehingga jumlah penawaran akan berkurang. Penawaran yang berkurang
akan berpengaruh pada pemenuhan bahan makanan,dimana ketersediaan pangan
berkurang.
Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori rawan
pangan dan gizi setiap tahun membuat pemantauan rutin terhadap kondisi pangan dan
gizi di suatu daerah perlu dilakukan. Beberapa peraturan yang mendukung pelaporan
situasi pangan dan gizi di daerah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada
Pemerintah bahwa kepala daerah wajib melaporkan situasi ketahanan pangan di
daerah sebagai bagian dari LPPD.
Situasi pangan dan gizi juga digunakan sebagai kondisi awal tingkat
pencapaian pelayanan dasar dan kondisi pencapaian target penanganan daerah rawan
pangan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Sistem Pelayanan Minimal (SPM) bidang
ketahanan pangan di propinsi dan kabupaten/kota khususnya mengenai
penanganankerawanan pangan.
Sejak tahun 2010, Badan Ketahanan Pangan telah menyempurnakan suatu alat
analisis pemantauan situasi pangan dan gizi yang dikenal dengan Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
(SKPG) berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan
Pangan Nomor 43 Tahun 2010 tentang Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian rawan pangan dan

gizi melalui pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran


informasi situasi pangan dan gizi. Kegiatan SKPG terdiri dari analisis data situasi
pangan dan gizi bulanan dan tahunan serta penyebaran informasi. Data bulanan dan
tahunan tersebut menginformasikan tentang 3 (tiga) aspek utama yaitu ketersediaan,
akses, dan pemanfaatan pangan yang menjadi dasar untuk menganalisis situasi
pangan dan gizi di suatu daerah. Hasil SKPG dapat digunakan sebagai dasar
pelaksanaan investigasi untuk menentukan tingkat kedalaman kejadian kerawanan
pangan dan gizi di lapangan serta intervensi dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan masyarakat.
Dalam melaksanakan SKPG, pemerintah, pemerintah propinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pangan dan Gizi
yang berada di bawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan. Hasil analisis SKPG
oleh Pokja Pangan dan Gizi Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota dilaporkan kepada
pimpinan masingmasing untuk penentuan langkah-langkah intervensi dan untuk
perumusan kebijakan program pada tahun berikutnya.
Dalam upaya melakukan penyebaran informasi mengenai situasi pangan dan
gizi di beberapa daerah serta penyediaan data-data pendukung dalam kegiatan SKPG
di Propinsi/Kabupaten/Kota, maka Badan Ketahanan Pangan secara resmi
mempublikasikan kegiatan SKPG seperti : (1) data-data pendukung SKPG; (2)
dokumen-dokumen pendukung SKPG; (3) rekapitulasi pengiriman laporan SKPG
oleh propinsi/kabupaten/kota; dan (4) analisis hasil SKPG yang merupakan informasi
situasi pangan dan gizi di beberapa propinsi dan kabupaten/kota.
Diharapkan dengan adanya informasi yang ditampilkan ini dapat memberikan
manfaat dan kegunaan bagi pelaksana kegiatan SKPG di Propinsi dan
Kabupaten/Kota serta masyarakat umum yang akan memanfaatkan informasi
mengenai situasi pangan dan gizi.
2.2

Ruang lingkup Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Ruang lingkup kegiatan SKPG terdiri dari pengumpulan, pemrosesan,


penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi serta
investigasi mendalam (indepth investigation) bagi desa yang diindikasikan akan
terjadi kerawanan pangan dan gizi. Hasil analisis SKPG dapat dimanfaatkan sebagai
bahan perumusan kebijakan, perencanaan, penentuan intervensi atau tindakan dalam
penanganan kerawanan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan baik di
tingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten.

2.3

Tujuan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi


1. Menyediakan data dan informasi tentang keadaan pangan dan gizi secara rutin
yang digunakan pengambilan keputusan pemerintah di berbagai tingkat
administrasi yang berkaitan dengan penyusunan prioritas dan pengaturan
sumber daya dan dana dalam memenuhi kebutuhan program pangan dan gizi
2. Menghasilkan benchmark setiap indikator yang digunakan yang digunakan
dalam menentukan situasi pangan dan gizi di suatu daerah

2.4

Manfaat Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi


1. Bagi Kepala Daerah
Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah pangan dan
gizi dalam:
a Menentukan daerah prioritas
b Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis pangan
dan gizi
c Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien
d Mengkoordinasikan program lintas sector
2. Bagi pengelola program
a Penetapan lokasi dan sasaran
b Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
sector
c Proses pemantauan pelaksanaan
d Pelaksanaan kerjasama lintas sector
e Mengevaluasi pelaksanaan program
3. Bagi masyarakat
8

a
b
c

Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat dicegah


Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat
Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat memperburuk
status gizi

2.5

Indikator Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi


Situasi pangan dan gizi suatu daerah pada kegiatan SKPG, secara garis besar

dibagi menjadi dua komponen, yaitu situasi pangan dan situasi gizi. Situasi pangan
mencakup dua aspek pembahasan, yaitu aspek ketersediaan dan aspek akses. Aspek
ketersediaan berkaitan dengan kenaikan atau penurunan produksi bahan pangan yang
berpengaruh pada kecukupan konsumsi bahan pangan. Sedangkan aspek akses
berkaitan dengan fluktuasi harga pangan dan berpengaruh pada daya beli masyarakat
untuk mengakses bahan pangan. Situasi gizi suatu masyarakat berkaitan dengan
kondisi kesehatan balita, dimana berpengaruh pada tumbuh kembang balita. Situasi
tersebut akan menggambarkan kondisi kecukupan pangan suatu daerah dan potensi
terjadinya ketidakcukupan pangan.
1. Analisis SKPG Bulanan
a. Ketersediaan Pangan
Indikator yang digunakan pada aspek ketersediaan adalah luas tanam dan luas puso
dari empat komoditas, yaitu padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Berdasarkan
analisis, akan diperoleh persentase luas tanam dan luas puso pada bulan
berjalan/bulan analisis dibanding dengan rata-rata luas tanam bulan bersangkutan
lima tahun terakhir. Nilai persentase yang dihasilkan akan menunjukan tingkat rawan
pangan wilayah tersebut.
Tabel 2. Presentase Peningkatan/Penurunan Luas Tanam dan Luas Puso
No
1

Persentase (r)

Indikator
Persentase luas tanam bulan
berjalan dibandingkan dengan ratarata
luas tanam bulan
bersangkutan 5 tahun terakhir
9

(%)
r5
-5 r < 5
-r < -5

Bobot
1= aman
2= waspada
3= rawan

Persentase luas puso bulan


berjalan dibandingkan dengan ratarata
luas puso bulan bersangkutan
5 tahun terakhir

r < -5
5 r < -5
r>5

1= aman
2= waspada
3= rawan

b. Akses Pangan
Aspek akses pada analisis SKPG bulanan menggunakan indikator fluktuasi delapan
komoditas harga pangan. Hasil analisis akan menghasilkan persentase rata-rata harga
bulan berjalan delapan komoditas dibandingkan dengan rata-rata harga tiga bulan
sebelumnya. Berdasarkan nilai persentase yang dihasilkan akan menunjukan tingkat
rawan pangan wilayah tersebut.

Tabel 3. Persentase Peningkatan/Penurunan Harga Delapan Komoditas


N
o
1

Persentase (r)
(%)

Indikator
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas beras
dibandingkan dengan rata-rata harga
3 bulan terakhir
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas jagung
dibandingkan dengan rata-rata harga
3 bulan terakhir
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas ubi kayu
dibandingkan dengan rata-rata harga
3 bulan terakhir
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas ubi jalar
dibandingkan dengan rata-rata harga
3 bulan terakhir
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas gula

10

Bobot

r<5
5 r 20
r > 20

1= aman
2= waspada
3= rawan

r<5
5 r 15

1= aman
2= waspada

> 15
r<5
5 r 15
>15
r<5
5 r 15
> 15
r<5
5 r 15

3= rawan
1= aman
2= waspada
3= rawan
1 = Aman
2 = Waspada
3 = Rawan
1 = Aman
2 = Waspada

dibandingkan dengan rata-rata harga


3 bulan terakhir
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas minyak goreng
dibandingkan dengan rata-rata harga
3 bulan terakhir
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas daging ayam
dibandingkan dengan rata-rata harga
3 bulan terakhir
Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas telur
dibandingkan dengan rata-rata harga
3 bulan terakhir

> 15

3 = Rawan

r<5
5 r 15

1 = Aman
2 = Waspada

> 15

3 = Rawan

r<5
5 r 15

1 = Aman
2 = Waspada

> 15

3 = Rawan

r<5
5 r 15

1 = Aman
2 = Waspada

> 15

3 = Rawan

c. Aspek Pemanfaatan Pangan


Aspek ketiga yaitu aspek pemanfaatan, menggunakan indikator kesehatan balita. Ada
tiga indikator yang digunakan untuk analisis SKPG bulanan, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Status Gizi Balita
No

Persentase (r)

Indikator

Persentase Balita yg naik BB (N)


dibandingkan Jumlah Balita
Ditimbang (D)

Persentase Balita yg BGM


dibandingkan Jumlah Balita
ditimbang (D)

1 = Aman
2 = Waspada
3 = Rawan

r<5

1 = Aman

5 r 10

2 = Waspada

> 10

11

Bobot

(%)
r > 90
80 r 90
< 80

3 = Rawan

Persentase balita yang tidak naik


berat badannya dalam 2 kali
penimbangan berturut-turut (2T)
dibandingkan Jumlah Balita
ditimbang (D)

r < 10
10 r 20

1= Aman
2= Waspada

> 20

3= Rawan

2. Analisis SKPG Tahunan


a. Aspek Ketersediaan
Situasi pangan dan gizi pada aspek ketersediaan pangan tahunan diketahui
berdasarkan angka rasio ketersediaan pangan. Ini diperoleh dengan menghitung
ketersediaan pangan serealia per kapita per hari dibanding nilai konsumsi normatif
(300 gram).
1) Nilai konsumsi normatif didasarkan pada pola konsumsi pangan di Indonesia
yang menunjukkan bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari
serealia. Standar kebutuhan kalori per hari per kapita adalah 2,000 Kkal, dan
untuk mencapai 50% kebutuhan kalori dari serealia dan umbi-umbian
(menurut angka Pola Pangan Harapan), maka seseorang harus mengkonsumsi
kurang lebih 300 gr serealia per hari. Oleh sebab itu dalam analisis ini, kita
memakai 300 gram sebagai nilai konsumsi normatif (konsumsi yang
direkomendasikan).
Tabel 5. Nilai Rasio Ketersediaan Tahunan
Indikator
Rasio antara ketersediaan
dibandingkan dengan
konsumsi normatif

Nilai (r)
r > 1,14

Bobot
1

Warna
Hijau

0,90 < r 1,14

Kuning

r < 0,90

Merah

b. Aspek Akses Pangan


Aspek akses pangan dinilai dengan pendekatan persentase KK Pra-KS dan KS-1
alasan ekonomi berdasarkan data setahun terakhir.
Tabel 6. Nilai Presentase KK Pra-KS dan KS-1
Indikator
% Pra Sejahtera dan

Presentase (r) (%)


r < 20

12

Bobot
1

Warna
Hijau

Sejahtera I

20 r < 40

Kuning

40

Merah

c. Aspek Pemanfaatan Pangan


Indikator status gizi balita yang dinilai dengan prevalensi gizi kurang pada balita di
masing-masing yang dikumpulkan sekali setahun melalui kegiatan Pemantauan Status
Gizi (PSG).

Tabel 7. Nilai Persentase Prevalensi Gizi Kurang Balita


Indikator
Prevalensi gizi kurang
pada Balita

2.6

Presentase (r) (%)


r < 15
15 r 20
> 20

Bobot
1
2
3

Warna
Hijau
Kuning
Merah

Pelaporan dan Evaluasi


a. Pelaporan
1. Pokja Pangan dan Gizi (PPG) mengelola laporan dari kecamatan dan
kemudian menganalisa dan membahas laporan tersebut sehingga tersusun
informasi tentang situasi pangan dan gizi wilayahnya setiap bulan secara
berkesinambungan.
2. Pokja menyampaikan informasi/laporan tersebut kepada Bupati atau ketua
PPG setiap bulan secara berkesinambungan
3. Bilamana terjadi masalah, maka Pokja menyusun alternatif pemecahan
masalah sebagai bahan pengambilan keputusan oleh Bupati/KDH. Tk. II
4. Pokja mengkompilasi laporan tingkat kecamatan dan menyampaikan
laporan ke Pokja tingkat propinsi dengan tembusan ke pusat.
5. Pembahasan situasi pangan dan gizi dilaksanakan oleh Pokja PG yang
dikoordinasikan oleh DKP/TPG kabupaten, dan dilakukan secara rutin
setiap bulan.
b. Evaluasi

13

Evaluasi dilaksanakan pada setiap tingkat untuk mengetahui perkembangan


pelaksanaan SKPG. Dari hasil evaluasi diharapkan akan dapat memberikan
gambaran situasi produksi dan ketersediaan pangan, situasi gizi dan
kemiskinan 17 pada setiap wilayah pelaksanaan SKPG di sektor terkait
sebagai bahan untuk penyusunan kebijaksanaan/program pembangunan
pangan dan gizi.
Evaluasi tiap tingkatan dilaksanakan sebagai berikut :
1. Evaluasi tingkat kabupaten dilakukan setiap bulan
2. Evaluasi dilakukan melalui rapat/pertemuan yang dipimpin oleh Kepala
Daerah sebagai Ketua DKP.
2.7

Pengorganisasian Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Kabupaten membentuk Pokja/Tim SKPG yang berada dibawah koordinasi Dewan


Ketahanan Pangan Kabupaten dengan susunan Pokja/Tim minimal sebagai berikut:
1. Sekretaris: BKP/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan tingkat
kabupaten
2. Anggota terdiri dari perwakilan-perwakilan instansi terkait, antara lain:
a Bappeda
b Unsur pemda (Sekda, Asisten)
c Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan
d Dinas Kesehatan
e Badan Pemberdayaan Masyarakat desa
f Dinas tenaga kerja
g Dinas Perindustrian dan Perdagangan
h Kantor Statistik Kabupaten
i SKPD-KB Kabupaten/Kota
j Dinas sosial
k Bakorluh (Badan koordinasi penyuluhan)
l Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam
m Divisi Regional Perum Bulog
n Kepolisian Resort
Tugas umum pokja SKPG di tingkat kabupaten antara lain:
a. Menemukenali secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah
pangan dan gizi

14

b. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan intervensi penanganan rawan


pangan dan gizi.
c. Menggalang kerjasama dengan berbagai institusi termasuk kalangan swasta
serta lembaga swadaya masyarakat dalam implementasi rencana tindak lanjut
dan intervensi penanggulangan kerawanan pangan dan gizi.
Secara khusus tugas Pokja/Tim SKPG di tingkat kabupaten antara lain:
a. Melakukan pertemuan-pertemuan koordinasi teknis konsolidasi data dan
b.
c.
d.
e.

informasi pangan dan gizi secara regular (bulanan dan tahunan).


Melakukan pengolahan dan analisis data bulanan dan tahunan
Menyiapkan bahan dan menyusun laporan situasi pangan dan gizi.
Menyiapkan bahan dan menyusun laporan situasi pangan dan gizi.
Melakukan investigasi kedalaman masalah pangan dan gizi berdasarkan hasil
analisis bulanan dan merumuskan langkah-langkah intervensi.

BAB III
15

PENUTUP
3.1

Kesimpulan
1. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem
pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang
berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan,
penentuan kebijakan, koordinasi program, dan kegiatan penanggulangan
rawan pangan dan gizi
2. Tujuan sistem kewaspadaan pangan dan gizi: (a). Menyediakan data dan
informasi tentang keadaan pangan dan gizi secara rutin yang digunakan
pengambilan keputusan pemerintah di berbagai tingkat administrasi yang
berkaitan dengan penyusunan prioritas dan pengaturan sumberdaya dan dana
dalam memenuhi kebutuhan program pangan dan gizi. (b). Menghasilkan
benchmark setiap indikator yang digunakan yang digunakan dalam
menentukan situasi pangan dan gizi di suatu daerah
3. Manfaat sistem kewaspadaan pangan dan gizi: (a). bagi kepala daerah. (b).
Bagi pengelola program. (c). Bagi masyarakat
4. Ruang lingkup kegiatan SKPG terdiri dari pengumpulan, pemrosesan,
penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi serta
investigasi mendalam (indepth investigation) bagi desa yang diindikasikan
akan terjadi kerawanan pangan dan gizi.
5. Pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi: data yang dikumpilkan
dan pengolahan, analisis data

3.2

Saran
Makalah ini dibuat oleh kami, yang hanyalah seorang manusia dan sudah

pasti masih belum sempurna. Untuk itu, disarankan kepada pembaca agar ketika
masih belum mengerti tentang materi ini, pembaca bisa mencaritahu melalui media-

16

media yang lain. Dan kami berharap ada kritik dan nasehat yang membangun untuk
perbaikan makalah ini selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi. (online),
(http://bkp.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/PENGANTARSKPG.pdf)

17

Anonim. SKPG Tahunan. (Online),


(http://bkp.jatengprov.go.id/files/18070497SKPGTahunan2015.pdf)
Kementerian Pertanian. 2014. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Tingkat
Kabupaten/Kota. Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai