Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PAPER

Keperawatan Medikal Bedah ll

Dosen ampu : Budi Rustandi, S.Kep., Ners., M.Kep.

Disusun oleh :

Rika Apriliani

1119028

Keperawatan 3A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2021
Menentukan Jenis Fraktur

A. Fraktur Pelvis

Adalah terpitusnya hubungan tulan pelvis baik tulang pubis atau tulang ilium
yang disebabkan oleh suatu trauma. Kondisi fraktur pelvis dengan kekuatan tinggi
disertai perdarahan dan instabilitas hemodinamik merupakan suatu kondisi
kedaruratan dan memerlukan keterlibatan aktif seprang ahli bedah ortopedi yang
berpengalaman. Fraktur pelvis dengan ekuatan tinggi disertai perdarahan dan
instabilitas hemodinamik merupakan cedera yang membahayakan jiwa.

Sekitar 15-30% pada kasus ini bersifat tidak stabil secara hemodinamik dan
menjadi penyebab utama kematian pada penderita dengan fraktur pelvis, dengan
keseluruhan angka kematian antara 6-35%. Perdarahan fraktur pelvis dengan
kekuatan tinggi disertai perdarahan da instabilitas hemodinamik menuntut evaluasi
yang efisien dan intervensi yang cepat dan membutuhkan sebuah pendekatan
mjultidisiplin. Ahli bedah ortopedi ikut terlibat dalam setiap fase pengobata,
termasuk resusitasi primer.

Patofisiologi

Trauma pada pelvis akan menyebabkan kerusakan pada tulang pelvis,


jaringan lunak pada panggul, dan organ bagian dalam panggul. Respon kedaruratan
dari cedera pelvis yang perlu diwaspadai adalah, sebagai berikut:

 Trobosis vena iliofemoral, komplikasi ini sering ditemukan dan sangat


berbahaya. Apabila ada keraguan sebaiknya diberikan antikoagulan secara
rutin untyuk profilaksis.
 Robekan kandung kemih, dapat terjadi apabila ada disrupsi simpisis pubis
atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
 Robekan uretra, dapat terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada
daerah uretra pars membranosa.
 Trauma rektum dan vagina.
 Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok.
 Trauma pada saraf. Lesi saraf skiatik, dapat terjadi pada saat trauma atau
pada saat oprasi ; lesi pleksus lumbosakralis, biasanya terjadi pada fraktur
sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Gangguan fungsi seksual
dapat terjadi apabila mengenai pusat saraf.

Jenis fraktur pelvis


Fraktur pelvis tergolong sangat jarang atau langka. Masalah ini diperkirakan
hanya terjadi pada sekitar 3 persen dari kasus fraktur atau patah tulang yang
dialami orang dewasa. Jenis fraktur pelvis dibagi menjadi dua, yakni:

1. Fraktur stabil, di mana patahan hanya terjadi pada satu titik di cincin panggul,
dengan sedikit perdarahan dan tulang tetap di tempatnya.
2. Fraktur tidak stabil, di mana ada dua atau lebih patahan pada cincin panggul,
dengan perdarahan sedang sampai berat

Penyebab fraktur pelvis

Sejumlah kondisi yang dapat menjadi penyebab fraktur pelvis adalah:

1. Cedera akibat benturan keras

Penyebab fraktur pelvis adalah cedera akibat benturan atau trauma pada tulang
pelvis yang keras atau parah. Misalnya, tabrakan kendaraan dalam kecepatan
tinggi, tertabrak langsung oleh kendaraan, atau jatuh dari ketinggian.

2. Tulang yang rapuh

Fraktur panggul dapat terjadi karena kondisi tulang yang rapuh. Kondisi ini
lebih sering terjadi pada orang tua yang mengalami osteoporosis (pengeroposan
tulang). Penderita osteoporosis dapat mengalami patah tulang meskipun hanya
diakibatkan tekanan gaya rendah, seperti jatuh tersandung atau turun tangga.
Tulang rapuh juga bisa disebabkan gangguan lain, seperti efek terapi radiasi,
penyakit Paget, hingga pengobatan tertentu.

3. Olahraga berintensitas tinggi

Penyebab fraktur pelvis lainnya adalah akbat olahraga intensitas tinggi pada
atlet. Kasus ini jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dua penyebab lainnya.
Atlet muda yang masih dalam masa pertumbuhan juga bisa mengalami fraktur
avulsi, di mana tulang iskium yang melekat dengan otot hamstring tertarik dari
tempatnya.ngan perdarahan sedang sampai berat.

Gejala fraktur pelvis


Saat terjadi fraktur pelvis, gejala utama yang hampir selalu dirasakan
adalah nyeri pada bagian panggul, pinggul, atau punggung bawah. Berikut
adalah beberapa gejala fraktur pelvis yang dapat Anda identifikasi.

1. Rasa nyeri yang bertambah parah saat menggerakkan panggul atau


mencoba berjalan
2. Pembengkakan di area panggul
3. Memar di area panggul
4. Sakit pada perut bagian bawah
5. Kebas atau kesemutan pada area selangka atau kaki
6. Perdarahan dari vagina, uretra, atau rektum
7. Kesulitan buang air kecil.

Perawatan fraktur pelvis

Perawatan untuk fraktur pelvis bergantung pada beberapa faktor, yaitu


pola fraktur yang terjadi, pergeseran tulang, kondisi kesehatan secara umum,
serta ada tidaknya cedera lain. Jenis perawatan fraktur pelvis dapat dibedakan
menjadi perawatan nonbedah dan pembedahan.

1. Perawatan non bedah

Perawatan non bedah dapat diberikan pada kasus fraktur pelvis stabil, di
mana tidak ada pergeseran atau hanya terjadi sedikit pergeseran tulang. Jenis
perawatan ini meliputi:

a. Alat bantu jalan


Alat bantu jalan berfungsi untuk menghindari penumpukan beban pada area
yang cedera. Sehingga, rasa nyeri dapat dicegah karena tulang yang cedera tidak
difungsikan dan mempercepat proses penyembuhan.Tergantung keparahannya,
Anda mungkin harus menggunakan kruk (tongkat) atau kursi roda setidaknya
sekitar tiga bulan.
b. Pengobatan
Dokter dapat meresepkan obat untuk mengatasi beberapa kondisi terkait fraktur
pelvis, seperti pereda nyeri dan pencegah penggumpalan darah.

2. Perawatan bedah
Perawatan bedah mungkin harus dilakukan pada fraktur pelvis yang
tidak stabil. Prosedur pembedahan dapat dilakukan satu kali atau lebih,
tergantung pada kondisi fraktur yang dialami. Beberapa jenis perawatan bedah
yang dapat dilakukan, di antaranya:
a. Fiksasi eksternal
Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup logam akan dimasukkan ke dalam
tulang untuk menstabilkan area panggul dan menahan tulang pada posisi yang
tepat sampai tulang tersambung kembali. Pin dan sekrup akan tampak menonjol
keluar dari kulit di kedua sisi panggul.
b. Traksi skeletal
Traksi skeletal adalah pemasangan sistem katrol yang dapat membantu menyetel
kembali potongan-potongan tulang.Pin logam akan ditanamkan di tulang paha
atau tulang kering untuk membantu posisi kaki. Prosedur ini menjaga pecahan
tulang yang patah dalam posisi senormal mungkin.
c. Reduksi terbuka dan fiksasi internal
Reduksi terbuka adalah pembedahan untuk memperbaiki bentuk tulang,
biasanya dilakukan bersama fiksasi internal berupa pemasangan sekrup, pelat
logam, atau gabungan prostesis lain yang dipasang di permukaan tulang.

B. Fraktur Femur

Fraktur femur yaitu, hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau


disertai adanya kerusakan ajringan lunak (otot, kulit, jaringa saraf, dan
pembukuh darah) fraktur femur disebut terbuka apabila terdapat hubungan
langsungantara tulang dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan
oleh trauma langsung terhadap paha. Pada kindisi trauma diperlukan gaya yang
besar untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur
ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau
jatuh dari ketinggian, biasanya disertai dengan trauma multipel. Paha mendapat
distribusi darah dari percabangan arteri iliaka. Secara anatomis pembuluh darah
arteri mengalir disepanjang paha dekat dengan tulang paha, sehingga apabila
terdapat fraktur femur juga akan menyebabkan cedera pada arteri femoralis
yang berdampak pada banyaknya darah yang keluar (setiap kejadian patah satu
tulang femur di prediksi akan menghilangkan darah sebanyak 500ml dari sistem
vaskular) sehingga beresiko tinggi terjadi syok hipovolemik. Distribusi saraf
perifer berjalan pada sepanjang tulang femur, sehingg adanya fraktur femur
akan mengakibatkan saraf terkompresi, menyebabkan respon nyeri hebat yang
beresiko terhadap kondisi syok neurogenik pada fase awal trauma.

Pencegahan
Fraktur femur dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor risiko seperti
berikut:

1. Mengemudi saat berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan

2. Tidak mengenakan sabuk pengaman saat berada di mobil

3. Mengendarai sepeda motor secara agresif atau dalam cuaca buruk

4. Terjadinya osteoporosis

5. Berpartisipasi dalam olahraga ekstrim tanpa mengikuti protokol


keselamatan atau menggunakan peralatan keselamatan.

Gejala
Fraktur femur menyebabkan nyeri yang ekstrem di area kaki bagian
atas. Pasien dapat mengalami:
1. Ketidakmampuan untuk menggerakkan kaki atau berdiri
2. Bengkak di daerah pinggul
3. Perdarahan dari luka terbuka jika tulang menembus kulit
4. Perubahan bentuk (deformitas) dari daerah tulang paha
5. Hematoma (kumpulan darah yang terlokalisasi menyebabkan perubahan
warna) atau memar parah di daerah fraktur
6. Otot kejang di paha
7. Mati rasa atau kesemutan di paha atau tungkai
Penyebab
Penyebab paling umum dari fraktur femur adalah:

1. Trauma kecepatan tinggi, seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau


sepeda motor, jatuh dari tempat tinggi, atau cedera selama olahraga
ekstrim atau olahrag kontak.

2. Penyakit tulang yang sudah ada sebelumnya yang melemahkan tulang,


seperti tumor, kista tulang, atau osteoporosis.

Diagnosis
Fraktur femur adalah cedera serius yang didiagnosis oleh dokter,
biasanya di ruang gawat darurat. Dokter akan memeriksa semua tanda dan
gejala fraktur pada pasien, dengan X-ray atau CT scan yang akan membantu
mengonfirmasi fraktur. Patah tulang dapat berupa retak sederhana atau cukup
parah untuk mematahkan tulang paha menjadi potongan-potongan yang dapat
memisahkan atau bahkan menembus kulit.

Penanganan
Perawatan fraktur femur biasanya dengan cara segera dibawa ke
rumah sakit lalu dilakukan prosedur operasi/pembedahan, serta perawatan
ekstensif di rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi. Mayoritas orang yang
menderita patah tulang paha menerima perawatan khusus dalam fasilitas
perawatan atau rehabilitasi jangka panjang. Pemulihan penuh dari fraktur
femur dapat berlangsung mulai dari 12 minggu hingga 12 bulan. Namun,
kebanyakan orang mulai berjalan dengan bantuan terapis fisik di hari
pertama atau kedua setelah cedera dan/atau pembedahan.

C. Fraktur Kruris

Yaitu, terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula disertai kerusakan


pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) sehingga
memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan
udara luar. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu cedera dari trauma langsung
yang mengenai kaki. Kondisi anatomis tulang tibia yang terletak dibawah
subkutan memberikan dampak terjadinya resiko fraktur terbuka lebih sering
dibandingkan tulang panjang lainnya saat terjadi trauma. Kondisi ini memberikn
respon kedaruratan yang harus mendapatkan intervensi segera.
Mekanisme cedera dari fraktur kruris dapat terjadi akibat adanya daya
putar atau puntir, menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik
pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada xedera tidak langsung salah satu
dari fragmen tulang dapat menembus kulit sedangkan pada cedera langsung
akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.
Tibia atau tulang keirng merupakan kerangka utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dari fibula atau tulang betis kedua tulang ini dinamakan
tulang krusis karena secara anatomis kedua tulang ini pada beberapa keadaan
seperti pada trauma yang mengenai tungkai bawah kedua tulang ini, sering
mengalami fraktur. Pada kondisi trauma, anatomi tulang tibia yang sangat
mendektai permukaan (karena hanya dilapisi oleh kulit) memberikan
kemungkinan lebih sering terjadi fraktur terbuka. Otot-otot dan ligamen kaki
secara fisiologis mampu menggerakan berbagai fungsi dari telapak kaki.

Pencegahan
Pencegahan fraktur kruris dapat dilakukan dengan selalu berhati-hati
dalam beraktivitas sehingga terhindar dari jatuh dan kecelakaan kendaraan
bermotor. Risiko patah tulang dapat dikurangi dengan rutin berlatih menahan
beban dan memperkuat tulang dan otot.

Gejala
Pada umumnya, fraktur kruris berhubungan dengan:

1. Nyeri atau bengkak di area kaki bagian bawah

2. Deformitas yang jelas atau panjang kaki yang tidak rata

3. Ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan

4. Jangkauan gerak terbatas di daerah lutut atau pergelangan kaki

5. Memar atau perubahan warna (dapat mengindikasikan kerusakan


pembuluh darah)
Penyebab
Fraktur kruris biasanya terjadi karena tekanan akibat jatuh, trauma,
atau pukulan langsung. Hal ini sering disebabkan oleh tabrakan kendaraan
bermotor atau melalui kontak langsung atau gerakan memutar tiba-tiba pada
saat olah raga.

Diagnosis
Dokter mendiagnosis fraktur kruris dengan cara memeriksa secara
fisik daerah yang cedera untuk memeriksa pembengkakan dan nyeri.
Kemudian tes pencitraan mengambil gambar dari faktur sehingga dapat
melihat jika ada kerusakan pada otot atau pembuluh darah. X-ray pada
bagian kaki bawah adalah alat diagnostik utama untuk fraktur kruris. Setelah
dokter meletakkan potongan-potongan tulang yang patah pada posisi yang
tepat, x-ray juga dapat membantu menentukan apakah tulang-tulang tersebut
dalam posisi yang tepat dan apakah tulang-tulang tersebut mengalami
penyembuhan dengan benar.

Alat diagnostik lain diantaranya:

 Pencitraan resonansi magnetik (MRI)

 Computed tomography scan (CT, CAT scan)

 Bone scan

Penanganan
Perawatan untuk fraktur kruris tergantung pada lokasi, kompleksitas,
dan keparahan serta usia dan kesehatan secara keseluruhan. Bisa dengan
prosedur operasi ataupun non operasi.

1. Prosedur Operasi
Pada fraktur yang parah atau rumit, dokter dapat memasukkan batang logam
atau pin ke dalam tulang (fiksasi internal) atau di luar tubuh (fiksasi
eksternal) untuk menahan fragmen tulang di tempat untuk memungkinkan
penyelarasan dan untuk membantu menyembuhkan tulang.

2. Prosedur Non Operasi


Terapi fisik mungkin diperlukan untuk menguatkan tungkai, mengembalikan
gaya berjalan dan berbagai gerakan dan membantunya kembali ke fungsi
penuh setelah perawatan. Secara keseluruhan, fraktur kruris dapat ditangani
melalui perawatan yang tepat, gips, dan obat-obatan.
Menentukan Syok

1. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya


volume plasma di intra vaskuler. Penyebab utama syok hipovolemik adalah
pendarahan, dimana pendarahan menurunkan filling presure sirkulasi dan
kemudian juga menurunkan venous return. (Hall, 2006). Penyebab syok
hipovolemik lain adalah dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar
dan diare berat.

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan syndrom klinis akibat penurunan curah jantung


yang menyebabkan hipoksia jaringan dan volume intra vaskuler yang adekuat.
Syok kardiogenik terjadi akibat penurunan kontraktilitas miokardium yang
menimbulkan disfungsi fungsi sistolik dan diastolik jantung.

3. Syok Distributif

Syok obstuktif disebabkan oleh ketidakmampuan pasien dalam


menghasilkan curah jantung yang cukup, walaupun volume intra vaskuler dan
kontraktilitas miokardium normal. Keadaan ini di karenakan aliran darah keluar
dari ventrikel terobstruksi secara mekanik. Penyebab utama obstruktif adalah
tamponade verikardium.

4. Syok Obstruktif

Syok distributif adalah syok yang disebabkan oleh maldistribusi volume


sirkulasi darah pada tubuh. Ada 3 jenis syok distributif yaitu :

1) Syok anafilaktik adalah kejadian akut yang berpotensi fatal


dimana terjadi reaksi sistem multi organ yang disebabkan oleh
perilisan mediator kimia dari sel masi dan basofil. Banyak
pemicu syok anafilaktik, makanan adalah pemicu paling umum
terutama kacang, selain makanan terdapat obat-obatan (antibiotik,
anastesi lokal, analgesik, opiate, dextran, dan media kontras).
2) Syok sepsis tetap menjadi penyebab utama kesakitan dan
kematian dalam berbagai kasus. Infeksi saluran pernafasan dan
pencernaan merupakan tempat yang paling sering terjadinya
sepsis, diikuti oleh saluran kemih dan infeksi jaringan lunak.
3) Syok neurogenik adalah jenis syok distributif dimana terjadinya
suatu keadaan hilangnya tonus otonom secara tiba-tiba akibat dari
cedera tulang belakang. Syok neurogenik disebabkan oleh adanya
disfungsi sistem saraf otonom dengan disfungsi ganglia simpatis
paravertebral yang menginervasi segmen toraktolumbal.
Tindakan Retensi

1. Reduksi dan Retensi


a. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
Fraktur tertutup pada tulang panjang sering ditangani dengan reduksi
tertutup. Untuk evaluasi awal biasanya dapat dilaksanakan pemasangan
badai-gips dan untuk mengurangi nyeri selama tindakan, klien dapat
diberi narkotika intravena, sedatif atau blok saraf lokal.
b. Retensi, sebagai aturan umum maka gips yang di pasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan
dibawah fraktur. Bila kedua sendi posisi nya membenttuk sudut dengan
sumbu longitudinal tulang patah, maka koreksi angulasi dan oposisi
dapat dipertahankan, sekaligus mencegah perubahan letak rotasuinal.
Contoh :
1) ORIF
Terapi latihan yang dapat dilakukan setelah pemasangan ORIF,
antara lain :

a. Static contraction

Static contraction merupakan kontraksi otot secara isometrik untuk


mempertahankan kestabilan tanpa disertai gerakan (Priatna, 1985).
Dengan gerakan ini maka akan merangsang otot-otot untuk melakukan
pumping action sehingga aliran darah balik vena akan lebih cepat.
Apabila sistem peredaran darah baik maka oedema dan nyeri dapat
berkurang.

b. Latihan pasif

Merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar


sedangkan otot penderita rileks (Priatna, 1985). Disini gerakan pasif
dilakukan dengan bantuan terapis.
c. Latihan aktif

Latihan aktif merupakan gerakan murni yang dilakukan oleh otot-otot


anggota tubuh pasien itu sendiri. Tujuan latihan aktifmeningkatkan
kekuatan otot (Kisner, 1996). Gerak aktif tersebut akan meningkatkan
tonus otot sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi makanan akan
diedarkan oleh darah. Dengan adanya oksigen dan nutrisi dalam darah,
maka kebutuhan regenerasi pada tempat yang mengalami perpatahan
akan terpenuhi dengan baik dan dapat mencegah adanya fibrotik.

d. Latihan jalan

Salah satu kemampuan fungsional yang sangat penting adalah berjalan.


Latihan jalan dilakukan apabila pasien telah mampu untuk berdiri dan
keseimbangan sudah baik. Latihan ini dilakukan secara bertahap dan bila
perlu dapat menggunakan walker. Selain itu dapat menggunakan kruk
tergantung dari kemampuan pasien. Pada waktu pertama kali latihan
biasanya menggunakan teknik non weight bearing ( NWB ) atau tanpa
menumpu berat badan. Bila keseimbangan sudah bagus dapat
ditingkatkan secara bertahap menggunakan partial weight bearing (PWB)
dan full weight bearing ( FWB ). Tujuan latihan ini agar pasien dapat
melakukan ambulasi secara mandiri walaupun masih dengan alat bantu.

2. OREF

Perawatan OREF :

a. Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf

Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau


pin harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap
tempat pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya
cairan, nyeri tekan, nyeri dan longgarnya pin. Perawat harus waspada
terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap alat ini terhadap
kulit, saraf, atau pembuluh darah.
b. Pencegahan infeksi

Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara
rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus
dijaga kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran dokter
harus diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi
dan ukurannya.

c. Latihan isometrik

Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan


bisa menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi
sampai batas cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan
diberikan untuk meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan
antara interface pin dan tulang.

d. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik


untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan
bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai,
yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara
anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional),
dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain
dalam melakukan gerakan)
Jenis dan cara balutan dan bidai

a. Pengertian
Membalut adalah tindakan untuk menyangga atau menahan
bagian tubuh agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang
dikehendaki.
Bidai atau splak adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau
bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan
atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak
(immobilisasi) memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit
b. Tujuan pembalutan dan pembidaian .
1) Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser pada
tempatnya
2) Mencegah terjadinya pembengkakan.
3) Menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar
bagian itu tidak bergeser
4) Mencegah terjadinya kontaminasi
c. Indikasi
1) Pasien dengan multiple trauma
2) Jika terdapat tanda patah tulang
d. Syarat- syarat pembidaian
1) siapakan alat-alat selengkapnya

2) bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah.


Sebelum dipasang diukurlebih dulu pada anggota badann
yang tidak sakit

3) ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor

4) bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan

5) ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas


dan bawah tempat yang patah.

6) kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan


setelah dibidai
7) sepatu, gelang, jam tangan dann alat pengilat perlu
dilepas.
e. Persiapan alat
1) Perban dengan ukuran sesuai yang akan digunakan.
Lebar dan nomor perban disesuaikan dengan kebutuhan.
Untuk bahan elastis biasanya tersedia dalam ukuran
20cm serta 135 dan 270 cm, ukuran 75cm dan 10cm
yang paling sering digunakan.
2) Kain mitela, bisa juga menggunakan dasi, pita
plester,pembalut yang spesifik, dan kasa streril.
3) Spalk atau bidai ( seusai kebutuhan ).
4) Peniti pengaman ( sesuai kebutuhan ).
5) Plester
6) Gunting plester
f. Penatalaksanaan
Pembalutan
1) Dengan mitela
- Salah satu sisi mitela dilipat 3-4cm sebanyak 1-3 kali
- Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakan diluar
bagian yang akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan
kedua ujung sisi itu diikatkan
- Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat
diikatkan pada ikatan atau diikatkan pada tempat lain
maupun dapat dibiarkan bebas, hal ini tergangtung
pada tempat dan kepentingannya.
2) Dengan dasi
- Pembalut mitela dilipat-lipat dari salah satu sisi
sehingga berbentuk pita dengan masing-masing ujung
lancip.
- Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai
kedua ujungnya dapat diikatkan
- Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan
cara sebelum diikat arahnya saling menarik
- Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
3) Dengan pita
- Berdasar bagian tubuh yang akan diabalut maka
dipilih pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai
- Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari
salah satu ujung yang diletakan dari proksimal ke
distal emnutup sepanjang bagian tubuh yang akan
dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan
dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang
tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan
berikutnya.
- Kemudian ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung
yang lain secukupnya.
4) Dengan plester
- Jika ada luka terbuka luka diber obat antiseptik tutup
luka dengan kasa baru letakan pembalut plester
- Jika unyuk fiksasi balutan plester dibuat ‘strapping’
dengan membebat berlapis-lapis dari distal ke
proksimal dan untuk membatasi gerakan tertentu
perlu kita yang masing-masing ujungnya di fiksasi
denga plester.
Cara kerja pembalutan :
1) Beritahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Tanyakan keluhan utama pada pasien
4) Mulai tindakan dengan cara yang baik
5) Periksa bagian tubuh yang akan dibalut atau
cidera,inspeksi,palpasi,dan gerakan
6) Lakukan tindakan pra pembalutan (bersihkan luka,cukur
rambut disekitar luka,beri desinfektan,gunakan kassa
steril)
7) Pilih jenis pembalutan yang tepat
8) Balut dengan benar (posisi dan arah balutan)
9) Observasi kenyaman pasien
10) Cuci tangan
Cara kerja pembidaian :
1) Memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya
2) Tanyakan keluhan utama pada pasien
3) Pilih dan siapakan bidai yang sudah dibalut dengan
pembalut
4) Lakukan pembidaian melalui dua sendi
5) Hasil pembidaian :
- Harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan
bagian bawah tempat yang patah
- Tidak kendor dan tidak keras
DAFTAR PUSTAKA

Ningsih, N. Lukmah. 2011. Asuhan Keperawatan pada klien dengan


gangguan sistem muskoloskeletal. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Heryana, K. A., An, S., & Putra, K. A. H. (2017). Terapi Cairan Pada Pasien
Syok

Helmi, N. Zairin. 2012. Buku Salu Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi.


Jakarta Selatan : Penerbit Salemba Medika

ERNAWATI, S. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN POST OP ORIF


DAN OREF FRAKTUR TIBIA DENGAN NYERI AKUT DI RUANG
MELATI 4 RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA.

Purwanto, Joni. 2018. SOP Balut Bidai.


https://id.scribd.com/document/388231080/SOP-Balut-Bidai-docx. Diakses
pada tanggal 21 Oktober 2021 pukul 11.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai