BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Fraktur
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006). Menurut Brunner Suddarth (2013) fraktur adalah gangguan
komplet atau tak komplet pada kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai
Fraktur pelvis adalah terputusnya hubungan tulang pelvis, baik tulang pubis
atau tulang ileum yang disebabkan oleh suatu trauma. Fraktur pelvis menyebabkan
kurang dari 5% pada semua cedera rangka, tetapi cedera ini sangat penting karena
tingginya insidensi cedera jaringan lunak yang menyertainya dan risiko kehilangan
darah yang hebat, syok, sepsis, serta sindrom gangguan pernapasan pada orang
dewasa (ARDS). Dua pertiga dari pelvis panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Sepuluh persen di antarannya disertai trauma pada alat-alat rongga panggul seperti,
bull-bull, rectum, serta pembuluh darah dengan angka mortalitas sekita 10%.
2. Klasifikasi fraktur
Pada kondisi ini, intregitas cincin pelvis dipertahankan. Bila fraktur bersifat
minor dengan memar minimal dan nyeri yang mudah ditangani, pasien mungkin tidak
Fraktur pada sayap ilium, yang biasanya di sebabkan oleh pukulan langsug,
tidak menggangu mekanisme penopang berat. Observasi yang cermat dapa area
tersebut sangat penting untuk memantau adanya kehilangan darah yang banyak
sehingga hospitalisasi diperlukan untuk mengganti cairan, analgesia, tirah baring, dan
kemungkinan intervensi bedah. Perawat dapat memotivasi pasien untuk bergerak bila
a) Fraktur Avulsi adalah cedera kontraksi otot yang tiba-tiba. Muskulus Sartorius
dapat menarik spina iliaca anterior superior, rektus femoris menarik spina iliaca
anterior inferior , adductor longus menarik sepotong pubis, dan urat-urat lurik
Penopang berat parsial atau tanpa penopang berat dianjurkan sampai nyeri
menguatkan otot yang cedera dan mencegah cedera berulang. Beberapa pasien
mengalami nyeri tekan atau nyeri hebat selama beberapa bulan dan memerlukan
b) Fraktur-tekanan, fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan dan sering
dirasakan tidak nyeri. Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia yang berat. Yang
8
adalah penyebab nyeri sacroiliaca yang tak lazim pada orangtua yang menderita
osteoporosis.
Fraktur atau kerusakan sendi yang jelas bergeser, dan semua fraktur cincin ganda
yang jelas, bersifat tak stabil. Perbedaan ini lebih bernilai praktis daripada
klasifikasi kedalam fraktur cincin tunggal dan ganda. Dalam hal ini fraktur yang
pubis
Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan.
Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi
eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury.
Simfisis pubis yang terganggu mungkin tidak pulih dengan baik sehingga dapat
Kompresi unilateral menyebabkan fraktur rami pada satu sisi. Kompresi dari
samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini terjadi apabila
ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada
9
keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan
bagian belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat
Kompresi bilateral akibat terjatuh dengan bertumpu pada satu sisi atau kompresi
remuk, iskium dan rami pubis mengalami fraktur pada satu sisi, disertai fraktur
kedua di sepanjang sacrum atau sendi sakroiliaka pada sisi yang berlawanan.
Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan pada ligament
posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau kedua sisi dan pergeseran
vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin juga terdapat fraktur acetabulum.
1) Tipe C1 Unilateral
2) Tipe C2 Bilateral
3. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
b. Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
c. Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
10
4. Manifestasi klinik
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
d. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2006).
a. Cidera tipe A: tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha
berjalan. Terdapat nyeri tekan local tetapi jarang terdapat kerusakan pada viscera
b. Cidera tipe B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat
berdiri, tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri
tekan dapt bersifat local tapi sering meluas, dan usaha menggerakkan satu atau
kedua iskium akan sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin mengalamai anastetik
sebagian karena mengalami cidera saraf skiatika. Cidera ini sangat hebat sehingga
dan retroperitoneal, syok, sepsis dan ARDS. Angka kematian juga cukup tinggi.
5. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 2006). Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
12
2013).
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah (Smeltzer dan Bare, 2006). Pasien yang harus imobilisasi setelah
patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila
FrakturPelvis
Trauma pada tulang panggul Trauma luar jaringan lunak Trauma pada alat-alat dalam rongga panggul
13
14
fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral atau kontra lateral pada elemen
perubahan ruang sendi, dan trauma jaringan lunak, yang meliputi hematoma
retroperitoneal.
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma
peritoneal
8. Penatalaksanaan
15
Menurut Mansjoer (2008) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus
dan rehabilitasi.
a. Rekognisi (Pengenalan)
dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi
kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2008)
c. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk
16
fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi
juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2008).
d. Rehabilitasi
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat alat dalam rongga panggul
1) Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,
2) Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan
lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang. Menurut Julia & Peter (2011)
17
penopang berat penuh. Fiksasi internal bila terjadi pergeseran 2 cm atau lebih.
b. Fraktur Tipe B:
Fraktur tipe openbook: Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara
beristirahat ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika celah
lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala
ossis ilii.
Fraktur tipe closebook: Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa
fiksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki
melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan
c. Fraktur Tipe C: C-Clamp untuk stabilisasi awal, kemudian fiksasi internal. Traksi
secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.
a. Komplikasi segera
1) Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan
2) Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan
3) Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra
pars membranosa.
5) Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai
syok.
a) Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila
dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi.
b) Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat
vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila
b. Komplikasi lanjut
lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai
profilaksis.
2) Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah
trauma.
pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi
19
ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan
4) Skoliosis kompensator
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk
pada teori menurut Doenges (2010) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam
meliputi:
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang pelvis akibat
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industry, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari
ekstremitas bawah, perdarahan sampai syok, kerusakan alat kelamin dan rectum,
ileus paralitik, retensi urine, dan pada keadaan tertentu klien mengalami ARDS
Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis seperti
mellitus, penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering digunakan klien
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang pelvis adalah salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
anamnesa.
1) Keadaan umum, klien yang mengalami cedera panggul umunya tidak mengalami
bradikardi, hipotensi, dan tanda-tanda dari neurogenic syok terutama pada trauma
a) Inspeksi : klien batuk, peningkatan sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
atelaktasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, dan
pneumothoraks.
c) Perkusi : didapatkan suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada thorak
dan hemothoraks.
21
d) Auskultasi : suara nafas tambahan seperti stridor dan ronki pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk menurun hal ini terjadi pada
Pada klien cedera panggul dengan fraktur yang tidak berat, pemeriksaan system
toraks, didapatkan taktil fremitus kanan dan kiri seimbang. Pada auskultasi tidak
sering terjadi pada pasien dengan cedera panggul dari sedang hingga berat.
atau pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hal ini
akan merangsang hormon anti diuretik yang berdampak pada kompensasi tubuh
untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus.
4) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran klien cedera panggul yang tidak berat adalah compos mentis.
Saraf I tidak ada kelainan,pada funsi penciuman juga tidak ada kelainan.
Saraf V Tidak ada paralysis pada otot wajah, reflek kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
kelamin sehingga mengganggu miksi. Pada hal ini tidak boleh dipasang kateter.
6) B5 (Bowel), pada keadaan trauma panggul kombinasi yang mencederai alat dala
b) Feel kaji adanya derajad ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada
e. Diagnosis Keperawatan
5) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma pada kandung kemih dan
ureter
8) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port entry luka terbuka pada daerah
pinggul
disfungsi seksual, prognosis kondisi sakit, program pengobata, tirah baring lama
11) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri,
f. Intervensi Keperawatan
pasien sendiri.
4.Dapat melakukan
teknik relaksasi unruk
mengontrol cemas
dengan imajinsi
terpimpin (guided
imagery)
5.TTV dalam batas
normal
Risiko infeksi NOC : Risk control: NIC: Infection Protection
berhubungan dengan Infection Proses
adanya port entry luka 1. Monitor tanda dan gejala
terbuka pada daerah Indikator: infeksi
pinggul - Klien bebas dari tanda 2. Observasi insisi adanya
dan gejala infeksi (1-5) kemerahan, panas, drainase
Definisi : Peningkatan - Mendeskripsikan 3. Monitor hitung granulosit dan
resiko masuknya proses penularan WBC
organisme patogen penyakit, factor yang 4. Pertahankan teknik aseptik
mempengaruhi pada pasien yang beresiko
Domain 11, class 1 penularan serta 5. Kolaborasi dalam pemberian
penatalaksanaannya (1- terapi farmakologis: antibiotik
5)
- Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi (1-5)
- Menunjukkan perilaku
hidup sehat (1-5)
29
B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun
berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri sebagai suatu
terjadinya kerusakan.
nyeri dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam
pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik. Faktor-faktor yang
dimaksud adalah :
a. Usia
Menurut Potter dan Perry (2006) usia adalah variabel penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak, remaja dan orang dewasa. Perbedaan
bagaimana anak, remaja dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Sedangkan
memahami nyeri sedangkan orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
b. Jenis Kelamin
30
Hidayat (2006) menyatakan bahwa arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak
perbedaan dan hampir sebagian mengartikan nyeri merupakan hal yang negatif,
seperti membahayakan, merusak dan lain-lain. Keadaan ini lebih sering dipengaruhi
oleh jenis kelamin. Menurut Burn, dkk (1989) yang dikutip dalam Potter dan Perry
(2006) bahwa kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak
c. Kebudayaan
bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (Ex: suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak
terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten (Smeltzer
e. Perhatian
nyeri , sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri (Prasetyo,
2010).
f. Ansietas (Kecemasan)
31
persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas (Prasetyo,
2010). Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Gill (1990) yang dikutip dalam
Ernawati (2010), yang melaporkan adanya suatu bukti bahwa stimulus nyeri
Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk
3. Respon Nyeri
a. Respon Psikologis
yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda
antara lain : Bahaya atau merusak, komplikasi seperti infeksi, penyakit yang
b. Respon Fisiologis
Prasetyo (2010) menyatakan bahwa pada saat impuls nyeri naik ke medulla
spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi
terstimulasi sebagai bagian dari respon sterss. Stimulasi tersebut menghasilkan respon
2) Respon Parasimpatis: muka pucat, otot mengeras, penurunan denyut jantung dan
tekanan darah, nafas cepat daan irregular, nausea dan vomitus, kelelahan dan
keletihan
Menurut Potter dan Perry (2006) : secara umum respon pasien terhadap nyeri
terbagi atas respon perilaku dan respon yang dimanifestasikan oleh otot dan kelenjar
menggerutu.
atau membuka lebar mata atau mulut, menggigit bibir dan rahang tertutup rapat.
5) Respon yang dimanifestasikan oleh otot polos dan kelenjar otonom, diantaranya
sekresi usus.
4. Klasifikasi Nyeri
33
Nyeri dapat dikelompokkan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut
biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cedera spesifik, nyeri akut
nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Smeltzer dan Bare 2002).
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu
periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan
sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap
sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Smeltzer dan Bare
2010).
5. Intensitas Nyeri
individu. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan
(Smeltzer, et al. 2010). Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah
dan reliabel dalam menentukan intensitas nyeri. Sebagian skala menggunakan kisaran
Beberapa skala yang dapat digunakan untuk mengukur intensitas nyeri, menurut
NRS digunakan untuk menilai intensitas dan memberi kebebasan penuh klien
untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry 2006). Krebs, Carey, &
Weinberger (2007) mengkategorikan skor NRS 1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang),
VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri dan memiliki
alat keterangan verbal pada setiap ujungnya (Potter & Perry 2006). VAS berbentuk
garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat.
Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi
di sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan tidak ada atau
tidak nyeri, sedangkan ujung kanan menandakan berat atau nyeri yang paling
buruk. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak
yang dibuat pasien pada garis dari tidak ada nyeri diukur dan ditulis dalam
6. Manajemen Nyeri
nyeri terbagi atas tindakan farmakologis dan non farmakologis serta pembedahan.
a. Tindakan Farmakologi
1) Analgesik Narkotik: Opiate merupakan obat yang paling umum digunakan untuk
mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang hingga nyeri berat.
2) Analgesik lokal: Analgesik lokal bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat
3) Analgesik yang dikontrol klien : Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari
infus yang di isi narkotik menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang
itu terdapat pula golongan NSAIDs yang lain seperti Asam Mefenamat,
b. Tindakan Nonfarmakologis
1) Relaksasi : Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
kesan dalam pikiran klien kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga
secara bertahap dapat menurunkan persepsi nyeri klien. Tindakan ini dapat
nyeri.
4) Stimulasi elektrik (TENS) : Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat,
kompres dengan es, pijatan dengan menthol dan stimulasi saraf electrik transkutan
(TENS).
37
titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri yang dapat memblokade transmisi
nyeri ke otak.
Guided imagery and music (GIM) adalah sebuah metode psikoterapi musik
imajinasi dengan tujuan penyembuhan dan aktualisasi diri (Raley, 2006). Pendapat
lain, Bee & Wyatt (2009) menjelaskan bahwa GIM mengombinasikan intervensi
sendiri, atau bersifat terbimbing. Banyak teknik imajinasi melibatkan imajinasi visual
tapi teknik ini juga menggunakan indera pendengaran, pengecap dan penciuman
dikombinasi dengan latar belakang musik. Guided imagery adalah teknik untuk
38
mengarahkan individu untuk fokus dan berkhayal atau berimajinasi (Naparstek, 2008
dalam Hart, 2008), sedangkan Rank (2011) menyatakan guided imagery merupakan
terapi musik atau guided imagery yang pelaksanaannya diiringi dengan musik,
Guided Imagery and music mempunyai elemen yang secara umum sama dengan
relaksasi, yaitu sama-sama membawa klien kearah relaksasi. Tujuan dari guided
imagery and music yaitu menimbulkan respon psikofisiologis yang kuat seperti
perubahan dalam fungsi imun (Potter & Perry, 2010). Penggunaan guided imagery
dapat memusatkan perhatian pada banyak hal dalam satu waktu oleh karena itu harus
Guided imagery and music merupakan salah satu jenis teknik relaksasi sehingga
manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik relaksasi
yang lain. Manfaat dari teknik guided imagery yaitu sebagai intervensi perilaku
untuk mengatasi nyeri, kecemasan, dan stress sebagai penghancur sel kanker, untuk
mengontrol dan mengurangi rasa nyeri, serta untuk mencapai ketenangan dan
ketentraman (Potter & Perry, 2010). Menurut Branon, Feist & Updegraff (2013)
Para ahli dalam bidang teknik guided imagery berpendapat bahwa imajinasi
depresi, alergi, dan asma. Menurut Kozier (2010), guided imagery telah menjadi
terapi standar untuk mengurangi kecemasan dan memberikan relaksasi pada orang
dewasa atau anak-anak, dapat juga untuk mengurangi nyeri kronis, tindakan
procedural yang menimbulkan nyeri, susah tidur, mencegah reaksi alergi, dan
yang menyerupai perubahan yang terjadi ketika sebuah peristiwa yang sebenarnya
terjadi (Hart, 2008). Hal ini bertujuan untuk membangkitkan keadaan relaksasi
seluruh tubuh (Jacobson, 2006). Guided imagery dapat berfungsi sebagai pengalih
perhatian dari stimulus yang menyakitkan dengan demikian dapat mengurangi respon
Olness dan Kohen (1996) dalam Genders (2006) menyatakan bahwa manfaat
melemahkan respon rasa sakit dan dapat mengurangi rasa sakit atau meningkatnya
Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta
kepada klien untuk pelan-pelan menutup matanya dan focus pada nafas mereka, klien
Menurut Kozier (2010); Domenech & Montserrat (2008); Farrel (2010) teknik
1) Fase pertama adalah Prelude, fase ini pasien mengungkapkan keluhan yang
sedang dirasakan kepada terapis dan memposisikan diri sebelum masuk kealam
bawah sadar.
b) Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu benda di dalam
ruangan.
2) Fase yg kedua adalah induction, pada fase ini terapis akan memberikan sugesti
a) Menarik napas dalam dan pelan (Fokus pada pernapasan otot perut) napas
berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap fokus pada pernapasan
dan tetapkan pikiran bahwa tubuh semakin santai dan lebih santai.
b) Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala sampai ujung
kaki.
c) Jika pikiran tidak fokus, ulangi kembali pernapasan dalam dan pelan.
41
3) Fase music-imagery experience, pada fase ini pasien akan diperdengarkan music
beserta bimbingan imajinasi, Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu:
b) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium, dan apa yang dirasakan
c) Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat tersebut
d) Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan (uraikan sesuai tujuan
e) Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan ini, cara ini kapan
f) Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernapasan anda, santai, dan
4) Fase Postlude, fase ini untuk mengakhiri proses GIM, Kembali ke keadaan
semula yaitu:
c) Anda dapat membuka mata anda dan dan ceritakan pengalaman anda ketika anda
Guided imagery and music (GIM) dapat dilakukan sendiri tanpa adanya bantuan
dari seorang terapis. Rockefeller (2007); Tilberg et al. (2009) menjelaskan bahwa
guided imagery biasanya diberikan oleh seorang terapis yang sudah terlatih, akan
tetapi guided imagery juga bisa diberikan oleh petugas kesehatan manapun atau
dilakukan oleh diri sendiri tanpa perlu pelatihan khusus jika dilakukan dengan
42
menggunakan rekaman audio. Guided imagery juga sangat efektif ketika dilakukan
dengan menggunakan rekaman audio. Rekaman audio berisi musik, panduan relaksasi
Banyak studi telah menunjukkan bahwa jenis musik untuk terapi musik tidak
harus musik klasik. Musik klasik, pop, dan modern (dengan catatan musik tanpa
vokal, periode tenang) digunakan pada terapi musik. Seperti yang dikatakan Good,
et.al. (1999); (2001); Finnerty (2001); Wilgram (2002); Dunn (2004); Schou (2008);
Nilsson (2009) dalam Novita (2012, p.45) jenis musik yang direkomendasikan selain
instrumentalia musik klasik, bisa juga slow jazz, pop, folk, western coutry, easy
listening, bisa juga disertai dengan unsur suara natural alam atau musik yang sesuai
Lama pemberian GIM bisa disesuaikan dengan kebutuhan anda, seperti yang
dikemukakan oleh Short (2003) dalam Falup (2014) GIM dapat diberikan selama 15
menit sampai dengan 30 menit bahkan sampai 2 jam atau lebih tergantung dari durasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maria Luise V. A., Faridah Aini,
Rosalina (2015) tentang pengaruh terapi guided imagery and music (GIM) terhadap
skala nyeri luka pasien post op operasi section caesarea (SC) di RSUD Ende dengan
desain quasi eksperimental Saat pasien diberikan terapi GIM, terjadi proses modulasi
dalam tubuh, oleh sistem saraf yang dapat mengurangi penerusan impuls nyeri,
sehingga membuat koping pasien menjadi meningkat dan emosi pasien menjadi
43
positif. Pasien post SC akan menjadi tenang dan rileks sehingga tidak berfokus pada
nyeri.
guided imagery efektif digunakan untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien post
operasi fraktur. Hal ini berimplikasi bahwa guided imagery dapat dijadikan sebagai
alternatif terapi yang dapat digunakan oleh perawat untuk penanganan nyeri pada
pasien. Berdasarkan jurnal penelitian Ira Suarilah dkk (2015) tentang guided
imagery and music (gim) menurunkan intensitas nyeri pasien post sectio caesarea
berbasis adaptasi roy bahwa terdapat perbedaan antara intensitas nyeri pasien post SC
yang diberikan GIM dengan yang tidak diberikan GIM. Pemberian GIM selama 2