Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR RADIUS ULNA

I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka
atau tertutup. Fraktur Radius ulna terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, yang dapat diabsorpsi (Sjamsuhidajat, 2005)
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada
anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih
berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa
biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai
dislokasi fragmen tulang.

B. Jenis Fraktur
1. Fraktur komplit : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
2. Fraktur tidak komplit : patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup : kulit tidak robek
4. Fraktur terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
5. Greenstick : fraktur dengan salah satu sisi tulang patah, sedangkan sisi yang lain
membengkak.
6. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
7. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedepan.
9. Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi (tulang belakang).
10. Patologik : terjadi pada tulang oleh ligament tendo atau daerah perlekatannya.

C. Etiologi
1. Trauma
2. Gerakan pintir mendadak.
3. Kontraksi otot extreme
4. Keadaan patologik : osteoporosis, neoplasma
D. Patofisiologi
1. Fraktur kaput radius sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan
siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku (hemarthosis) harus
diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal.
2. Bila fraktur mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi kaput
radii bila perlu. Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips posterior dan
sling. Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya
terjadi pada anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya dapat mengalami
patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua
tulang patah.
3. Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada
beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum
kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan
mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli
lemak ini sampai pada pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli
lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran
darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.
4. Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu
sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat
menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan
gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.

E. Manifestasi Klinik
Berikut adalah manifestasi klinik dari fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000) :
1. Fraktur Colles
a. Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi
distal radius
b. Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
c. Subluksasi sendi radioulnar distal
d. Avulsi prosesus stiloideus ulna.

2. Fraktur Smith
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan
deviasi ke radial (garden spade deformity).
3. Fraktur Galeazzi
Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan
tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
4. Fraktur Montegia
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi
gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan
pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan
fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi.
Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.
Pemeriksaan penunjang menurut Doenges (2000), adalah :
1. Pemeriksaan rontgen
2. Scan CT/MRI
3. Kreatinin
4. Hitung darah lengkap
5. Arteriogram

G. Penatalaksanaan
Berikut adalah penatalaksanaan fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000):
1. Fraktur Colles
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisas
dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai
dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen
distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi
deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi).
Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.

2. Fraktur Smith
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi
ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu
diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
3. Fraktur Galeazzi
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk
dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4. Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi
penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula.
Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90 dan
posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka
dengan pemasangan fiksasi interna Open Reduction Internal Fixatie (ORIF)
(plate-screw).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Regio antebachii Dextra
Look (inspeksi) : Tampak luka, terdapat penonjolan abnormal tulang, oedem (+),
terdapat deformitas (+) pada sepertiga distal, tidak tampak pemendekan
dibandingkan dengan antebrachii dextra, angulasi (+), tak tampak sianosis pada
bagian distal lesi

Feel (palpasi) : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+), terdapat nyeri ketok
sumbu, sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, kapiler refil (+)

Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan, gangguan persarafan
tidak ada tampak gerakan terbatas (+), sendi-sendi pada bagian distal tidak
dapat digerakkan.

Regio Vertebra servikal


Look : Tidak tampak kelainan, tidak ada deformitas, krepitasi
Feel : Nyeri tekan (-)
Move : Gerak dapat digerakkan
Deferensial Diagnosis
Fraktur Radius Ulna sinistra, komplit displaced :
- Nyeri yang sangat pada gerakan aktif maupun pasif
- Terdapat pembengkakan
- Deformitas (+)
- Fraktur Radius ulna Dextra, komplit undisplaced.
- Dapat di singkirkan karena pada kasus ini tidak terdapat tanda-tanda
pemendekan tulang.
Fraktur Radius ulna sinistra, inkomplit :
Dislokasi siku :
Tidak terdapat gejala :
- rasa sendi yang keluar.
Akan tetapi terdapat gejala dislokasi yang lain yang berupa :
- trauma nyeri
- Nyeri yang sangat
- Gerak terbatas.
Coles fraktur :
- Tidak ada tanda dinner fork deformity
- Smith fraktur
- Galeazzi fraktur
- Monteggia fraktur

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
4. Gangguan pola tidur b.d nyeri.

C. Perencanaan Keperawatan
1. Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X
24 jam :
a. Nyeri berkurang atau terkontrol
b. Klien mengatakan nyeri berkurang.
c. Ekspresi wajah tenang.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
Kaji keluhan nyeri klien : lokasi, intensitas, karakteristik.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien.
Beri posisi yang nyaman sesuai anatomi tubuh manusia.
R/ Posisi sesuai anatomi tubuh membantu relaksasi sehingga mengurangi
rasa nyeri.
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
R/ Nafas dalam mengendorkan ketegangan syaraf.
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips.
R/ Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera.
Beri therapi analgetik sesuai program medik.
R/ Analgetik menghambat pembentukan prostaglandin pada otak dan
jaringan perifer.
2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.
Kriteria hasil:
a. Kebutuhan hygiene, nutrisi dan eliminasi.
b. Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan klien
dan sesuai program medik.
Intervensi:
Kaji tingkat kemampuan beraktivitas klien.
R/ Menentukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan klien.
Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Sebagai data dasar dalam melakukan tindakan keperawatan.
Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dan klien mengefektifkan tercapainya hasil dari
tindakan keperawatan.
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan.
R/ Klien dapat memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri dengan
cepat.
Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.
R/ Membantu memenuhi kebutuhan klien.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
a. Infeksi tidak terjadi
b. Tidak ada kemerahan, pus, peradangan
c. Leukosit dalam batas normal
d. Tanda-tanda vital stabil.
Intervensi:
Observasi tanda-tanda vital (S, TD, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya infeksi.
Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.

Tutup daerah luka dengan kasa steril.


R/ Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam luka.
Rawat luka fraktur dengan teknik aseptik.
R/ Mencegah dan menghambat perkembangbiakan bakteri.
Beri therapi antibiotik sesuai program medik.
R/ Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of
Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.
Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi
keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.

Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku
2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai