Anda di halaman 1dari 22

PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN

FRAKTUR HIP DAN PEMBEDAHAN

KELOMPOK 6

1. CATUR BUDI PRASETYO


2. SORTA RUTH ALICE TOBING
3. FRANSISKA SUMARNI
4. PURWANDARI
5. TH. TALO KUMANIRENG
6. IRENE LILIS MULIAWATI
7. MERRY PAKPAHAN
8. MARIA VENITAS RINI

AKADEMI PERAWATAN St. CAROLUS


JAKARTA
TAHUN 1998
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin majunya sarana transportasi dan berkembangnya industri, seakan
menjanjikan banyak hal yang baik dan mudah bagi manusia. Sarana transportasi
mempermudah dan mempersingkat jarak antar tempat, banyak pula sarana angkutan
penumpang yang dirancang dengan berbagai bentuk dan model. Di satu sisi, semua itu
sangat membantu dalam kehidupan sehari – hari, tapi di sisi lain dapat menjadi
“BUMERANG” bagi kita bila disalahgunakan. Akibat penyalahgunaan ini antara lain
dapat manimbulkan kecelakaan lalu lintas, walaupun kecelakaan itu sendiri merupakan
kejadian yang tak pernah diduga atau diperhitungkan oleh manusia. Kecelakaan yang
dimaksud dapat berakibat fatal, misalnya terjadi trauma dan fraktur pada tulang
humerus sperti yang terjadi pada pasien yang rawat oleh penulis.

Humerus merupakan bagian vital tungkai atas. Di mana humerus otot – otot
besar dan kuat. Patahnya tulang humerus dapat disebabkan karena kecelakaan ataupun
trauma lain. Jika terjadi fraktur di daerah humerus, maka otot yang kuat tersebut dapat
terstimulasi untuk berkontraksi yang dapat berakibat perlukaan atau deformitas,
sehingga pembuluh darah yang cukup besar dan sangat potensial menimbulkan masalah
ancaman nekrosis lengan bagian proksimal karena aliran darah terputus dan tidak
mendapat penangan segera. Dalam berbagai kasus, seseorang yang mengalami fraktur
humerus masih dapat disembuhkan dengan penanganan yang efektif. Maka bila setiap
kasus fraktur kemungkinan penyembuhan terjadi dengan baik seseorang mencari
pertolongan bukan karena rasa nyeri yang menghebat, tapi karena adanya upaya
pencegahan terjadinya perdarahan dan lain – lain.

Banyak pasien, terutama manula menolak untuk percaya bahwa tulangnya patah,
mereka yakin sakitnya segera sembuh bila nyeri sudah diatasi.

Penyuluhan bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang potensial


mengalami cedera cukup penting untuk merubah kondisi lingkungan. Dengan situasi
seperti diatas. Diharapkan perawat mampu mengantisipasi setiap kasus fraktur, terutama
fraktur humerus yang ditemui.
B. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari
berbagai literatur tentang fraktur terutama fraktur humerus. Dengan mempertimbangkan
berbagai aspek terutama aspek keperawatannya, diharapkan dalam menghadapi kasus
nyata dilapangan kelak sudah ada konsep yang mendasar dalam menentukan rencana
penerapan asuhan keperawatan bagi berbagai kasus fraktur.

C. Metode Penulisan

Metoda penulisan yang dipakai dalam penyusunan makalah ini adalah


dengan mempelajari berbagai literatur yang tersedia, kemudian diterapkan melalui
asuhan keperawatan secara langsung pada pasien dengan ‘Fraktur Humerus Sepertiga
Distal Sinistra’ di Unit Perawatan Bedah Lukas selama dua hari (sampai pasien
pulang) dan disarikan lewat pembahasan dalam diskusi – diskusi kelompok.

D. Sistematika Penulisan

Penyusunan makalah ini dimulai dengan Bab I Pendahuluan yang berisi


tentang latar belakang, tujuan, metoda penulisan, dan sistematika penulisan. Pada Bab
II diuraikan Konsep Dasar Medik dan Konsep Dasar Keperawatan tentang fraktur
terutama fraktur humerus. Makalah ini juga memuat tentang pengamatan kasus nyata di
lapangan Unit Lukas yang tertuang dalam Bab III tentang Pengamatan Kasus. Pada Bab
IV, kasus tersebut dibahas dengan melihat persamaan dan perbedaan antara konsep –
konsep dengan kasus nyata. Kasus fraktur humerus disarikan pada Bab V tentang
Kesimpulan. Pada akhir penyusunan makalah ini disertakan pula literatur – literatur
yang kelompok pakai dalam penulisan makalah ini.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kesinambungan/ kontinuitas tulang yang terjadi
karena adanya tekanan pada tulang yang lebih besar daripada kekuatan tulang untuk
menahan tekanan tersebut. ( Lukman and Surensen’s, Medical Surgical Nursing
1997,1405).
Fraktur humerus adalah terminilogi yang dipakai untuk fraktur yang terjadi pada
tulang humerus.

2. Anatomi Fisiologi
Diafisis/korpus merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk silindris.
Bagian ini terdiri dari korteks tulang yang mempunyai kekuatan yang besar sekali.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar dekat ujung tulang. Daerah ini
sebagian besar terdiri dari trabekula tulang/tulang spongiosa dan mengandung
sumsum tulang. Sumsum ini terdapat juga di bagian epifisis dan diafisis tulang.
Bagian ini juga menyangga sendi dan merupakan tempat perlekatan tendon dan
ligamen yang cocok. Lempeng epifisis merupakan daerah pertumbuhan longitudinal
pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada pematangan tulang. Bagian
epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga
pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum, yang mengandung sel – sel yang dapat berproliferasi, yang
berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Lokasi dan potensi
pembuluh – pembuluh inilah yang menentukan juga berhasil tidaknya proses
penyembuhan tulang sesudah fraktur.
Fungsi tulang :
a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh
c. Untuk pergerakan, karena merupakan tempat melekatnya otot – otot untuk
berkontraksi dan bergerak
d. Merupakan tempat menyimpanan mineral ( calsium )
e. Tempat pembuatan sel darah merah
3. Etiologi
Penyebab paling umum terjadinya fraktur adalah:
a. Benturan/trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu lintas, jatuh.
b. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan/penyakit primer seperti
osteoporosis/kanker tulang bermetastase.

4. Patofisiologi
Jika trauma yang terjadi pada tulang melebihi kemampuan tulang untuk
bertahan (tidak terjadi fraktur), maka tulang akan patah sehingga periosteum dan
pembuluh darah pada korteks, sumsum, dan jaringan lunak sekitarnya mengalami
gangguan/kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari
jaringan lunak (otot) yang ada di sekitarnya. Hematoma terbentuk pada kanal
medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan
nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat ( intensif ) yang dicirikan oleh
vasodilatasi, eksudasi plasma dan lekosit, infiltrasi oleh sel darah putih lainnya.
Tahap awal ini membangun/membentuk dasar penyembuhan tulang.

5. Tanda dan Gejala


a. Nyeri hebat pada daerah fraktur. Nyeri bertambah, jika ditekan/diraba.
b. Tidak mampu menggerakkan lengan.
c. Spasme otot.
d. Adanya rotasi pada lengan tersebut.
e. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
f. Ada/tidak ada kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur
g. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen tulang.
h. Krepitasi jika digerakkan.
i. Perdarahan.
j. Hematoma.
k. Shock.
l. Keterbatasan mobilisasi.

6. Klasifikasi.
a. Menurut bentuk patah tulang.
 Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen.
 Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan.
 Simple atau cosed fracture, tulang patah, kulit utuh.
 Fraktura complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat.
 Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang
normal.
 Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat patah.
 Commuited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen.
 Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap
pada yang lain.
b. Menurut garis patah tulang.
 Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak
dengan tulang yang lembek).
 Transverse, patah menyilang.
 Oblique, garis patah miring.
 Spiral, patah tulang melingkari tulang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut!
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
b. Pemeriksaan lain (untuk persiapan operasi):
 Darah lengkap
 Golongan darah
 Masa pembekuan dan perdarahan
 Pemeriksaan rontgen dada
 EKG

8. Therapi
Jenis tindakan untuk fraktur antara lain :
a. Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan memberi beban seminimal
mungkin pada daerah distal.
b. Manipulasi dengan closed reduction and external fixation (Reduksi tertutup +
fiksasi eksternal), menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal, dilakukan jika
kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk dilakukan pembedahan.
c. Prosedur operasi dengan open reduksi dan internal fixation (ORIF). Dilakukan
pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk mempertahankan posisi tulang
(misalnya : sekrup, plat, kawat, paku). Alat ini bisa dipasang di sisi manapun di
dalam tulang.
Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka kadang dilakukan juga
debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.

9. Komplikasi.
a. Shock dan perdarahan.
b. Infeksi.
c. Komplikasi immobilisasi, terutama pada usia lanjut, antara lain: pneumonia,
thromboplebitis, emboli.
d. Osteomylitis, terjadi beberapa bulan/beberapa tahun sesudah fraktur (biasanya
fraktur terbuka).

Tahap-tahap pertumbuhan tulang pada penyembuhan fraktur tulang adalah :


a Hematoma formation ( pembentukan hematom ).
Karena pembuluh darah cidera, maka terjadi perdarahan pada daerah fraktur. Darah
menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang patah.
b Fibrin Meskwork ( pembentukan fibrin ).
Hematoma menjadi terorganisir karena fibroblast masuk lokasi cidera, membentuk
fibrin meskwork (gumpalan fibrin). Berdinding sel darah putih pada lokasi,
melokalisir radang.
c Inflasi oeteoblast
Osteoblast masuk kedaerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan tulang.
Pembuluh darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk pembentukan kolagen
(collgen). Untaian kolagen terus disatukan dengan kalsium.
d Callus formation (pembentukan callus).
 Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang.
 Osteoblast merusakkan tulang mati dan mebantu mensintesa tulang baru.

 Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.


e Remodeling
Pada tahap terakhir ini calls yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular
terbentuk pada garis cidera.

Faktor – faktor yang dapat menghambat pertumbuhan callus :


a Union atau penyambungan tulang lambat, yang terjadi bila patah tulang
tidak sembuh dalam periode penyembuhan, disebabkan oleh :
 Callus putus atau remuk karena aktivitas berlebihan.
 Edema pada lokasi fraktur, menghambat penyaluran nutrisi ke lokasi fraktur.
 Mobilisasi yang tidak efisien
 Infeksi pada lokasi fraktur.
 Kondisi gizi yang buruk.
b. Non union, bila penyembuhan luka tidak terjadi dalam waktu yang lama, disebabkan
oleh:
 Terlalu banyak tulang yang rusak pada cidera, sehingga tidak ada yang
menjembatani fragmen.
 Terjadi nekrose tulang, karena tidak ada aliran darah.
 Anemi, ketidakseimbangan endokrin atau penyebab sistemik yang lain.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN.
1. Pengkajian.
Post – Op.
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan.
 Kebiasaan beraktifitas tanpa pengamanan memadai.
 Adanya kegiatan yang beresiko cidera.
 Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh
b. Pola Nutrisi Metabolik
 Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
c. Pola Tidur dan Istirahat.
 Pola tidur berubah/terganggu karena nyeri.
d. Pola Aktivitas dan Latihan.
 Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas/kecelakaan lain.
 Tidak kuat menahan beban.
 Ada Perubahan bentuk/pemendekan pada bagian yang fraktur.
e. Pola Persepsi Kognitif.
 Biasanya mengeluh nyeri pada daerah fraktur.
 Mengeluh kesemutan/baal pada lokasi fraktur.
 Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
f. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri.
 Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cedera.
 Rasa kuatir akan dirinya : tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
g. Pola Hubungan Peran.
 Merasa tidak tertolong.
 Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi kebutuhan
keluarga.
h. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress.
 Ekspresi wajah sedih.
 Merasa terasing di rumah sakit.
 Cemas karena akan rencana tindakkan operasi.
Post – OP.
 Nyeri berkurang/tidak seperti sebelum dilakukan tindakan
 Ada gips/traksi
 Tidak nyaman karena adanya gips/traksi
2. Diagnosa Keperawatan.
Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder terhadap fraktur.
b. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan fraktur dan cidera jaringan
sekitarnya.
c. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka, kerusakan
jaringa lunak.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.

Post Operasi.
a. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
b. Resiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan
immobilisasi.
c. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan pemasangan traksi, gips dan
fiksasi.
d. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka post operasi
e. Kurang pengetahuan pasien tentang perubahan tingkat aktifitas yang boleh
dilakukan dan perawatannya saat dirumah.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran, perubahan bentuk
fisik atau tubuh.

3. Perencanaan.
Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder terhadap fraktur
Hasil yang diharapkan :
 Nyeri berkurang atau terkontrol.
 Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Ekspresi wajah tenang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
N, P). menunjukan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan nyeri pasien : lokasi, 2. Menentukan tindakan yang tepat
intensitas, karakteristik. sesuai kebutuhan pasien.

3. Beri posisi yang nyaman sesuai 3. Posisi sesuai anatomi tubuh


anatomi tubuh manusia membantu rileksasi sehingga
mengurangi rangsang nyeri.
4. Ajarkan tehnik relaksasi napas 4. Napas dalam mengendorkan
dalam. ketegangan syaraf sehingga
membantu mengurangi rangsang
nyeri.
5. Beri therapi analgesik sesuai program 5. Analgesik menghambat pemben-
medik. tukan prostaglandin pada otak dan
jaringan perifer.

b. Ketidak mampuan beraktifitas berhubungan dengan fraktur dan cidera jaringan


sekitar.
Hasil yang diharapkan :
 Kebutuhan hygiene, nutrisi dan eliminasi terpenuhi.
 Pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap sesuai kemampuan pasien
dan sesuai program medik.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kemampuan 1. Menentukan intervensi yang
beraktivitas pasien. tepat sesuai deangan kebutuhan
pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital (TD, 2. Sebagai data dasar dalam
S, N, P). melakukan tindakan

3. Bantu pasien dalam pemenuhan keperawatan.

kebutuhan yang tidak dapat 3. Kerja sama antara perawat dan

dilakukan sendiri. pasien mengefektifkan


tercapainya hasil dari tindakan

4. Dekatkan alat-alat yang keperawatan.

dibutuhkan klien. 4. Pasien dapat memenuhi


kebutuhan yang dapat dilakukan
sendiri dengan cepat.
5. Libatkan keluarga dalam
5. Support keluarga merupakan
membantu pemenuhan kebutuhan
sumber kekuatan, sehingga
pasien.
membanru proses penyembuhan

c. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka, kerusakan


jaringan lunak.
Hasil yang di harapkan :
 Infeksi tidak terjadi
 Tidak ada kemerahan, pus, peradangan.
 Leukosit dalam batas normal.
 Tanda-tanda vital stabil

INTERVENSI RASIONAL
1. Obsevasi tanda-tanda vital (S, TD, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
N, P). menunjukan adanya infeksi.
2. Jaga daerah luka tetap bersih dan 2. Luka yang kotor dan basah
kering. menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.

3. Tutup daerah luka dengan kasa 3. Kasa steril menghambat

steril. masuknya kuman ke dalam luka.

4. Rawat luka fraktur dengan tehnik 4. Mencegah dan menghambat

aseptik. perkembangbiakan bakteri


5. Antibiotik menghambat hidup
5. Beri therapi antibiotik sesuai
dan berkembangbiaknya bakteri.
program medis.

Post operasi.
a. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang diharapkan :
 Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
 ekspresi wajah tenang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
S, N, P). menunjukan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan 2. Menentukan tindakan yang tepat
karakteristik nyeri. sesuai kebutuhan pasien.

3. Ajarkan tehnik relaksasi napas 3. Napas dalam dapat mengen-


dalam. dorkan ketegangan sehingga
dapat mengurangi rangsang

4. nyeri.

4. Beri posisi yang nyaman pada 4. Posisi anatomi memberi rasa


nyaman dan melancarkan sirkulasi
tulang yang fraktur sesuai
darah.
anatomi.
5. Beri therapi analgesik sesuai
5. Analgesik menghambat dan
program medik.
menekan rangsang nyeri ke otak.
b. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan pemasangan traksi, gips atau
fiksasi.
Hasil yang diharapkan :
 Kebutuhan hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.
 Pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap sesuai kemampuan pasien
dan sesuai program medik.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, 1. Sebagai data dasar untuk
S, N, P). menentukan tindakan
keperawatan.
2. Kaji tingkat kemampuan pasien 2. Menentukan tindakan kepera-
dalam beraktifitas secara mandiri. watan sesuai kondisi pasien.

3. Bantu pasien dalam pemenuhan 3. Kerjasama antara perawat dan


kebutuhan hygiene, nutrisi, pasien yang baik mengefektifkan

eliminasi yang tidak dapat pencapaian hasil dari tindakan

dilakukan sendiri. keperawatan yang dilakukan.

4. Dekatkan lat-alat dan bel yang 4. Pasien dapat segera memenuhi


dibutuhkan klien. kebutuhan yang dapat dilakukan
sendiri.

5. Libatkan keluarga dalam mem- 5. Kerjasama antara perawat dan


keluarga pasien akan membentu
bantu pemenuhan kebutuhan
dalam mencapai hasil yang
pasien.
diharapkan.
6. Mobilisasi dini secara bertahap
6. Anjurkan dan bantu klien untuk
membantu dalam proses
mobilisasi fisik secara bertahap
penyembuhan.
sesuai kemampuan pasien dan
sesuai program medik.

c. Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi berhubungan dengan immobilisasi.


Hasil yang diharapkan :
 Komplikasi setelah operasi tidak terjadi.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan pasien. 1. Mengetahui masalah pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital (TD, 2. Untuk mendeteksi adanya tanda-
N). tanda awal dari komplikasi.
3. Anjurkan dan ajarkan latihan 3. Meningkatkan pergerakan
akatif dan pasif. sehingga dapat melancarkan
aliran darah.
4. Kolaborasi dengan dokter. 4. Mengetahui dan mendapatkan
penanganan dengan tepat.

d. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka post opersai.


Hasil yang diharapkan :
 Infeksi post operasi tidak terjadi.
 Pasien tidak mengalami infeksi tulang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
N, S, P). menunjukan adanya infeksi.
2. Rawat luka operasi dengan tehnik 2. Mencegah dan menghambat
anti septik. berkembangbiaknya bakteri.
3. Tutup daerah luka dengan kasa 3. Kasa steril menghambat
steril. masuknya kuman kedalam luka.

4. Jaga daerah luka tetap bersih dan 4. Luka yang kotor dan basah
kering. menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.

5. Beri therapi antibiotik sesuai 5. Antibiotik menghambat hidup

dengan program medik. dan berkembangbiaknya bakteri.

e. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan


dan perawatan di rumah b.d kurang informasi
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat
di rumah.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Untuk mengukur sejauh mana
tentang penatalaksanaan perawatan tingkat pengetahuan pasien
di rumah tentang penatalaksanaan di
rumah.
2. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk 2. Dengan latihan aktif dan pasif
melakukan latihan pasif dan aktif diharapkan dapat mencegah
secara teratur terjadinya kontraktur pada tulang
3. Berikan kesempatan pada pasien 3. Hal kurang jelas dapat
untuk dapat bertanya diklarifikasikan kembali
4. Anjurkan pasien untuk mentaati 4. Mencegah kedaan yang dapat
terapi dan kontrol tepat waktu memperburuk keadaan fraktur

5. Anjurkan pasien untuk tidak 5. Mencegah stress tulang

mengangkat beban berat pada


tangan yang fraktur .
4. Discharge planning:
a. Anjurkan pasien untuk meneruskan latihan aktif dan pasif yang telah diperoleh
selama pasien dirawat di Rumah Sakit
b. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur,
bila memang terpaksa lebih baik dengan menggeser saja.
c. Anjurkan pasien untuk mentaati terapi pengobatan dan kontrol tepat waktu.
d. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP),
tinggi kalsium, tinggi vitamin untuk proses penyembuhan tulang.
BAB III
PENGAMATAN KASUS

Nama pasien Tn. B. berusia 14 tahun, beragama Islam, keturunan suku betawi, dirawat
di ruang Lukas unit bedah RS Sint. Carolus pada tanggal 4 Agustus 2.000, dengan diagnosa
medik Comser + post ORIF plate screw atas indikasi fraktur radius ulna kanan. Pasien sudah
dioperasi, pasien sudah berkeluarga dan mempunyai satu orang anak wanita, pasien bekerja
sebagai sales, untuk aktifitasnya menggunakan motor.
Pasien tampak sakit sedang, tidak terdapat alat-alat medik pada dirinya seperti infus
dan oksigen, terdapat balutan pada daerah luka operasi di lengan kanan dan di daerah dahi,
daerah balutan cukup bersih. Pasien dapat memenuhi kebutuhanya sendiri tanpa harus
dibantu oleh perawat atau orang lain, seperti kebutuhan akan kebersihan dirinya, makan,
minum dan eliminasi. Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi dan kaki daerah lutut kiri
dengan intensitas 2, rasa sakit menetap tetapi tidak begitu dirasakan, pasien juga mempunyai
perasaan tidak enak dengan keluarganya karena keadaannya, serta tidak mengerti tentang
aktivitas yang boleh dilakukan sepulang dari rumah sakit.
Dari hasil CT scan tidak tampak lesi di parenkim otak, tidak ada masa effect, sistem
ventrikel normal , simetris dan letak di tengah. Batang otak dan otak kecil baik, tak tampak
fraktur pada tulang cranium,. Hasil Rontgen setelah operasi fraktur pada pasien radius dan
ulna kanan bagian distal, terpasang plate dan screw dengan kedudukan baik.
Dari hasil laboratorium tanggal 4 Agustus 2000 didapat Hb 11,6 g/dl, Ht :
35%, leuko : 16.400, kalium 3.1 mmol/L. Dari hasil observasi didapat TD : 120/80
mmHg , nadi : 80 X/mnt, Pernapasan :18 x/mnt, suhu 36,2 C. Pasien juga mendapat therapi
obat-obatan berupa mefinal 3 x 500mg , Nonflamin 3X1 , Becom-z 1x1 dan mendapat
cefotaxime 2X1gr.
Dengan melihat hasil pengkajian post operasi, hasil rontgen, hasil laboratorium dan
hasil observasi, maka penulis mengangkat 3 (tiga) masalah keperawatan pada pasien ini
antara lain : Nyeri b.d luka , gangguan harga diri b.d merasa menjadi beban keluarga dan
kurang pengetahuan tentang aktivitas yang boleh dilakukan b.d kurang informasi . untuk
kajian secara lengkap pada pasien ini dapat dilihat pada pengkajian sampai dengan evaluasi.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Setelah memperhatikan beberapa literatur dan pengematan kasus di bangsal


mengenai fraktur radius ulna, penulis mencoba memberikan pembahasan dan mengemukakan
perbandingan antara teori dan pengematan, bahwa pada kasus fraktur radius ulna pada TN. S.
disebabkan oleh trauma langsung pada tulang radius ulna. Karakteristik munculnya tanda
dan gejala sesuai dengan yang ada pada konsep keperawatan.
Dari semua diagnosa yang ada pada pasien semuanya ada pada diagnosa yang berada
pada teori, dan dari masalah yang ada pada teori tidak semuanya berada pada pasien,
diantaranya adalah :
1. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan pemasangan fiksasi dari dalam
berupa plate screw, masalah ini tidak kami angkat karena walaupun pasien menggunakan
fiksasi berupa plate screw, pasien dapat melakukan aktifitas seperti berjalan, mandi,
makan, minum, dan berpakaian tanpa bantuan orang lain atau perawat.
2. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka operasi, masalah ini juga tidak
kami angkat, hal ini disebabkan karena pada pasien kami dari sejak terjadinya fraktur
sampai dengan pengkajian tidak ada tanda-tanda yang menjurus kearah terjadinya
infeksi, luka balutan setelah operasi cukup bersih, tidak ada darah yang merembes dan
suhu badan pasien tidak panas.
3. Resiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan immobilisasi.
Masalah ini juga tidak kami angkat, hal ini dikarenakan pada pasien kami dapat berjalan
jadi tidak bedrest di tempat tidur, selain itu pasien juga cukup kooperatif dengan selalu
menggerakkan atau menggenggam jari-jarinya sehingga peredaran darah khususnya pada
daerah yang fraktur atau yang mendapat balutan dapat mengalir dengan lancar.
Pada pasien ini selain diagnosa fraktur pada radius ulna juga terdapat diagnosa
comser. Hal ini juga disebabkan karena bagian kepalanya terbentur akibat terjatuh dari
motor, yang juga sempat tidak sadar, muntah tidak ada. Dan dari hasil CT scan tidak
menunjukkan adanya kelainan, tidak ada fraktur pada tulang cranium. Pada saat pengkajian
pasien sudah tidak merasa pusing dan tidak ada keluhan pada kepalanya. Oleh karena itu
masalah pada pasien ini yang berhubungan dengan diagnosa comser tidak kami angkat
karena tidak ada keluhan pada pasien ini yang menjurus pada comser.
Perencanaan yang disusun dapat disesuaikan dengan tingkat perubahan yang terjadi.
Penekanan diberikan pada bantuan untuk mengurangi rasa nyeri, meningkatkan rasa harga
diri pasien, dan meningkatkan pengetahuan pasien dalam hal melakukan aktivitas yang boleh
dilakukan setelah pulang dari RS.
Hal ini dapat diperhatikan melalui pendekatan, pendidikan dan penyuluhan yang
dapat diterapkan langsung kepada pasien. Penyuluhan yang dapat diberikan kepada pasien
yaitu dengan menganjurkan untuk mengistirahatkan bagian yang fraktur guna mencegah
bertambahnya bagian yang menderita  12 minggu, menganjurkan untuk menghindari
mengangkat benda yang berat, bila terpaksa lebih baik digeser daripada diangkat.
Setelah mengadakan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, serta
mengimplementasikan dari rencana keperawatan, bahwa pada saat evaluasi tidak semua
rencana dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu. Dengan demikian
tidak semua masalah keperawatan yang ada pada pasien dapat teratasi sampai selesai.
BAB V
KESIMPULAN

Setelah penulis mengadakan pengawasan langsung pada pasien dengan fraktur


radius ulna di unit Lukas serta mempelajari sumber-sumber di perpustakaan dapat
disimpulkan bahwa fraktur radius ulna adalah terputgusnya kesinambungan/kontinuitas
tulang yang terjadi karena adanya tekanan pada tulang lebih besar daripada kekuatan tulang
untuk menahan tekanan tersebut, lokasi fraktur tersebut terjadi pada tulang radius dan ulna.
Secara umum fraktur dapat disebabkan oleh karena kelemahan atau kerapuhan dari struktur
tulang. Komplikasi yang dapat terjadi adalah shock, perdarahan, infeksi, komplikasi
immobilisasi ,terutama pada usia lanjut seperti pneumoni, thromboplebitis, emboli, selain itu
dapat juga terjadi osteomyelitis. Sehiungga kita diharapkan mengetahui cara perawatan serta
usaha untuk meningkatkan kesembuhan pasien.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pasien yang akan pulang dari RS
agar mereka dapat menjaga supaya keadaannya tidak bertambah parah ( terjadi infeksi dan
penyembuhan fraktur lama ). Dalam hal ini peran kita sebagai perawat professional sangat
diperlukan dalam memberikan penyuluhan yaitu dengan menganjurkan pasien untuk untuk
mengistirahatkan bagian yang fraktur, menghindari mengangkat benda berat dan bila
terpaksa lebih baik dengan metode/cara menggeser daripada mengangkat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Sudarth. Medical Surgica Nursing. Sixth Edition. Sydney: J.B Lippincot
Company, 1988.
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan, cetakan I. Edisi 6. EGC, Jakarta
1998
Donna, ignatavicus, Marilyn Warner Bayne. Medical Surgical Nursing. A Nursing
Proses Approach. W B Saunders Company : Philadelphia,1991.
Joan Lucman, R. N. M. A., Karen C. Sorensen. R. N. M. N. Medical Surgical Nur-
sing: A Psychohysiological Approach, Philadelpia, W. B. Saunders Company,
1987
John Gibson, MD, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, alih bahasa : Ni Luh
Gede Yasmin Asih, SKp, edisi kedua, cetaakan I, EGC : Jakarta, 1995.
Long, C. Barbara. Perawatan Medical Bedah. Suatu pendekatan keperawatan 2. Ce-
takan I. Jilid I. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran,
1996.
Nancy M. Holloway. Medical Surgical Care Plans. Springhouse Corporation,
Pennsylvania,1997.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi
kedua. Penerbit EGC : Jakarta, 1991.

Anda mungkin juga menyukai