DENGAN
KELOMPOK 6
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin majunya sarana transportasi dan berkembangnya industri, seakan
menjanjikan banyak hal yang baik dan mudah bagi manusia. Sarana transportasi
mempermudah dan mempersingkat jarak antar tempat, banyak pula sarana angkutan
penumpang yang dirancang dengan berbagai bentuk dan model. Di satu sisi, semua itu
sangat membantu dalam kehidupan sehari – hari, tapi di sisi lain dapat menjadi
“BUMERANG” bagi kita bila disalahgunakan. Akibat penyalahgunaan ini antara lain
dapat manimbulkan kecelakaan lalu lintas, walaupun kecelakaan itu sendiri merupakan
kejadian yang tak pernah diduga atau diperhitungkan oleh manusia. Kecelakaan yang
dimaksud dapat berakibat fatal, misalnya terjadi trauma dan fraktur pada tulang
humerus sperti yang terjadi pada pasien yang rawat oleh penulis.
Humerus merupakan bagian vital tungkai atas. Di mana humerus otot – otot
besar dan kuat. Patahnya tulang humerus dapat disebabkan karena kecelakaan ataupun
trauma lain. Jika terjadi fraktur di daerah humerus, maka otot yang kuat tersebut dapat
terstimulasi untuk berkontraksi yang dapat berakibat perlukaan atau deformitas,
sehingga pembuluh darah yang cukup besar dan sangat potensial menimbulkan masalah
ancaman nekrosis lengan bagian proksimal karena aliran darah terputus dan tidak
mendapat penangan segera. Dalam berbagai kasus, seseorang yang mengalami fraktur
humerus masih dapat disembuhkan dengan penanganan yang efektif. Maka bila setiap
kasus fraktur kemungkinan penyembuhan terjadi dengan baik seseorang mencari
pertolongan bukan karena rasa nyeri yang menghebat, tapi karena adanya upaya
pencegahan terjadinya perdarahan dan lain – lain.
Banyak pasien, terutama manula menolak untuk percaya bahwa tulangnya patah,
mereka yakin sakitnya segera sembuh bila nyeri sudah diatasi.
Makalah ini disusun untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari
berbagai literatur tentang fraktur terutama fraktur humerus. Dengan mempertimbangkan
berbagai aspek terutama aspek keperawatannya, diharapkan dalam menghadapi kasus
nyata dilapangan kelak sudah ada konsep yang mendasar dalam menentukan rencana
penerapan asuhan keperawatan bagi berbagai kasus fraktur.
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
2. Anatomi Fisiologi
Diafisis/korpus merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk silindris.
Bagian ini terdiri dari korteks tulang yang mempunyai kekuatan yang besar sekali.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar dekat ujung tulang. Daerah ini
sebagian besar terdiri dari trabekula tulang/tulang spongiosa dan mengandung
sumsum tulang. Sumsum ini terdapat juga di bagian epifisis dan diafisis tulang.
Bagian ini juga menyangga sendi dan merupakan tempat perlekatan tendon dan
ligamen yang cocok. Lempeng epifisis merupakan daerah pertumbuhan longitudinal
pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada pematangan tulang. Bagian
epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga
pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum, yang mengandung sel – sel yang dapat berproliferasi, yang
berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Lokasi dan potensi
pembuluh – pembuluh inilah yang menentukan juga berhasil tidaknya proses
penyembuhan tulang sesudah fraktur.
Fungsi tulang :
a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh
c. Untuk pergerakan, karena merupakan tempat melekatnya otot – otot untuk
berkontraksi dan bergerak
d. Merupakan tempat menyimpanan mineral ( calsium )
e. Tempat pembuatan sel darah merah
3. Etiologi
Penyebab paling umum terjadinya fraktur adalah:
a. Benturan/trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu lintas, jatuh.
b. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan/penyakit primer seperti
osteoporosis/kanker tulang bermetastase.
4. Patofisiologi
Jika trauma yang terjadi pada tulang melebihi kemampuan tulang untuk
bertahan (tidak terjadi fraktur), maka tulang akan patah sehingga periosteum dan
pembuluh darah pada korteks, sumsum, dan jaringan lunak sekitarnya mengalami
gangguan/kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari
jaringan lunak (otot) yang ada di sekitarnya. Hematoma terbentuk pada kanal
medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan
nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat ( intensif ) yang dicirikan oleh
vasodilatasi, eksudasi plasma dan lekosit, infiltrasi oleh sel darah putih lainnya.
Tahap awal ini membangun/membentuk dasar penyembuhan tulang.
6. Klasifikasi.
a. Menurut bentuk patah tulang.
Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen.
Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan.
Simple atau cosed fracture, tulang patah, kulit utuh.
Fraktura complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat.
Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang
normal.
Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat patah.
Commuited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen.
Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap
pada yang lain.
b. Menurut garis patah tulang.
Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak
dengan tulang yang lembek).
Transverse, patah menyilang.
Oblique, garis patah miring.
Spiral, patah tulang melingkari tulang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut!
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
b. Pemeriksaan lain (untuk persiapan operasi):
Darah lengkap
Golongan darah
Masa pembekuan dan perdarahan
Pemeriksaan rontgen dada
EKG
8. Therapi
Jenis tindakan untuk fraktur antara lain :
a. Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan memberi beban seminimal
mungkin pada daerah distal.
b. Manipulasi dengan closed reduction and external fixation (Reduksi tertutup +
fiksasi eksternal), menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal, dilakukan jika
kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk dilakukan pembedahan.
c. Prosedur operasi dengan open reduksi dan internal fixation (ORIF). Dilakukan
pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk mempertahankan posisi tulang
(misalnya : sekrup, plat, kawat, paku). Alat ini bisa dipasang di sisi manapun di
dalam tulang.
Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka kadang dilakukan juga
debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.
9. Komplikasi.
a. Shock dan perdarahan.
b. Infeksi.
c. Komplikasi immobilisasi, terutama pada usia lanjut, antara lain: pneumonia,
thromboplebitis, emboli.
d. Osteomylitis, terjadi beberapa bulan/beberapa tahun sesudah fraktur (biasanya
fraktur terbuka).
Post Operasi.
a. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
b. Resiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi berhubungan dengan
immobilisasi.
c. Ketidakmampuan beraktifitas berhubungan dengan pemasangan traksi, gips dan
fiksasi.
d. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan luka post operasi
e. Kurang pengetahuan pasien tentang perubahan tingkat aktifitas yang boleh
dilakukan dan perawatannya saat dirumah.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran, perubahan bentuk
fisik atau tubuh.
3. Perencanaan.
Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder terhadap fraktur
Hasil yang diharapkan :
Nyeri berkurang atau terkontrol.
Pasien mengatakan nyeri berkurang
Ekspresi wajah tenang.
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
N, P). menunjukan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan nyeri pasien : lokasi, 2. Menentukan tindakan yang tepat
intensitas, karakteristik. sesuai kebutuhan pasien.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kemampuan 1. Menentukan intervensi yang
beraktivitas pasien. tepat sesuai deangan kebutuhan
pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital (TD, 2. Sebagai data dasar dalam
S, N, P). melakukan tindakan
INTERVENSI RASIONAL
1. Obsevasi tanda-tanda vital (S, TD, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
N, P). menunjukan adanya infeksi.
2. Jaga daerah luka tetap bersih dan 2. Luka yang kotor dan basah
kering. menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.
Post operasi.
a. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang diharapkan :
Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
ekspresi wajah tenang.
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
S, N, P). menunjukan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan 2. Menentukan tindakan yang tepat
karakteristik nyeri. sesuai kebutuhan pasien.
4. nyeri.
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, 1. Sebagai data dasar untuk
S, N, P). menentukan tindakan
keperawatan.
2. Kaji tingkat kemampuan pasien 2. Menentukan tindakan kepera-
dalam beraktifitas secara mandiri. watan sesuai kondisi pasien.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan pasien. 1. Mengetahui masalah pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital (TD, 2. Untuk mendeteksi adanya tanda-
N). tanda awal dari komplikasi.
3. Anjurkan dan ajarkan latihan 3. Meningkatkan pergerakan
akatif dan pasif. sehingga dapat melancarkan
aliran darah.
4. Kolaborasi dengan dokter. 4. Mengetahui dan mendapatkan
penanganan dengan tepat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, 1. Peningkatan tanda-tanda vital
N, S, P). menunjukan adanya infeksi.
2. Rawat luka operasi dengan tehnik 2. Mencegah dan menghambat
anti septik. berkembangbiaknya bakteri.
3. Tutup daerah luka dengan kasa 3. Kasa steril menghambat
steril. masuknya kuman kedalam luka.
4. Jaga daerah luka tetap bersih dan 4. Luka yang kotor dan basah
kering. menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Untuk mengukur sejauh mana
tentang penatalaksanaan perawatan tingkat pengetahuan pasien
di rumah tentang penatalaksanaan di
rumah.
2. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk 2. Dengan latihan aktif dan pasif
melakukan latihan pasif dan aktif diharapkan dapat mencegah
secara teratur terjadinya kontraktur pada tulang
3. Berikan kesempatan pada pasien 3. Hal kurang jelas dapat
untuk dapat bertanya diklarifikasikan kembali
4. Anjurkan pasien untuk mentaati 4. Mencegah kedaan yang dapat
terapi dan kontrol tepat waktu memperburuk keadaan fraktur
Nama pasien Tn. B. berusia 14 tahun, beragama Islam, keturunan suku betawi, dirawat
di ruang Lukas unit bedah RS Sint. Carolus pada tanggal 4 Agustus 2.000, dengan diagnosa
medik Comser + post ORIF plate screw atas indikasi fraktur radius ulna kanan. Pasien sudah
dioperasi, pasien sudah berkeluarga dan mempunyai satu orang anak wanita, pasien bekerja
sebagai sales, untuk aktifitasnya menggunakan motor.
Pasien tampak sakit sedang, tidak terdapat alat-alat medik pada dirinya seperti infus
dan oksigen, terdapat balutan pada daerah luka operasi di lengan kanan dan di daerah dahi,
daerah balutan cukup bersih. Pasien dapat memenuhi kebutuhanya sendiri tanpa harus
dibantu oleh perawat atau orang lain, seperti kebutuhan akan kebersihan dirinya, makan,
minum dan eliminasi. Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi dan kaki daerah lutut kiri
dengan intensitas 2, rasa sakit menetap tetapi tidak begitu dirasakan, pasien juga mempunyai
perasaan tidak enak dengan keluarganya karena keadaannya, serta tidak mengerti tentang
aktivitas yang boleh dilakukan sepulang dari rumah sakit.
Dari hasil CT scan tidak tampak lesi di parenkim otak, tidak ada masa effect, sistem
ventrikel normal , simetris dan letak di tengah. Batang otak dan otak kecil baik, tak tampak
fraktur pada tulang cranium,. Hasil Rontgen setelah operasi fraktur pada pasien radius dan
ulna kanan bagian distal, terpasang plate dan screw dengan kedudukan baik.
Dari hasil laboratorium tanggal 4 Agustus 2000 didapat Hb 11,6 g/dl, Ht :
35%, leuko : 16.400, kalium 3.1 mmol/L. Dari hasil observasi didapat TD : 120/80
mmHg , nadi : 80 X/mnt, Pernapasan :18 x/mnt, suhu 36,2 C. Pasien juga mendapat therapi
obat-obatan berupa mefinal 3 x 500mg , Nonflamin 3X1 , Becom-z 1x1 dan mendapat
cefotaxime 2X1gr.
Dengan melihat hasil pengkajian post operasi, hasil rontgen, hasil laboratorium dan
hasil observasi, maka penulis mengangkat 3 (tiga) masalah keperawatan pada pasien ini
antara lain : Nyeri b.d luka , gangguan harga diri b.d merasa menjadi beban keluarga dan
kurang pengetahuan tentang aktivitas yang boleh dilakukan b.d kurang informasi . untuk
kajian secara lengkap pada pasien ini dapat dilihat pada pengkajian sampai dengan evaluasi.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Brunner and Sudarth. Medical Surgica Nursing. Sixth Edition. Sydney: J.B Lippincot
Company, 1988.
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan, cetakan I. Edisi 6. EGC, Jakarta
1998
Donna, ignatavicus, Marilyn Warner Bayne. Medical Surgical Nursing. A Nursing
Proses Approach. W B Saunders Company : Philadelphia,1991.
Joan Lucman, R. N. M. A., Karen C. Sorensen. R. N. M. N. Medical Surgical Nur-
sing: A Psychohysiological Approach, Philadelpia, W. B. Saunders Company,
1987
John Gibson, MD, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, alih bahasa : Ni Luh
Gede Yasmin Asih, SKp, edisi kedua, cetaakan I, EGC : Jakarta, 1995.
Long, C. Barbara. Perawatan Medical Bedah. Suatu pendekatan keperawatan 2. Ce-
takan I. Jilid I. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran,
1996.
Nancy M. Holloway. Medical Surgical Care Plans. Springhouse Corporation,
Pennsylvania,1997.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi
kedua. Penerbit EGC : Jakarta, 1991.