PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu dan teknologi semakin hari semakin maju dan
menantang manusia untuk berani bersaing. Keberanian seringkali memotivasi
manusia untuk maju, namun hal itu juga kadang pulang menjadi penyebab
manusia mengalami stres. Stres karena kesibukan itulah yang membuat manusia
sering tidak memperhatikan keadaan dan keselamatan dirinya. Oleh karena itu
tidak jarang manusia mengalami kecelakaan.
Korban kecelakaan lalu lintas masih merupakan angka yang cukup tinggi
kejadiannya di Indonesia, khususnya di Jakarta. Kecerobohan dalam
memperlengkapi alat pengaman dan tidak memperhatikan rambu-rambu lalu
lintas merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan.
Kecelakaan menimbulkan trauma baik secara fisik maupun secara
psikologis. Fraktur adalah satu bentuk trauma fisik yang perlu ditangani dengan
cepat dan tepat agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah.
Perawat sebagai tenaga kesehatan sangat berperan dalam memberikan
tentang pencegahan adanya kecelakaan maupun dalam memberikan asuhan
keperawatan secara cepat, tepat dan benar dalam menangani pasien dengan
fraktur.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Agar dapat mengaplikasikan teori yang telah diterima sehingga
memperoleh pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur tibia.
2. Agar dapat mengenal dan menemukan masalah yang dialami oleh pasien
dengan fraktur tibia, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
secara tepat dan benar.
1
C. METODE PENULISAN
Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah;
1. Studi kepustakaan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan beberapa buku/ literatur
yang berhubungan dengan fraktur tibia.
2. Studi kasus
Merupakan pengamatan secara langsung pada pasien dengan fraktur tibia
yang penulis temui di lapangan/di unit Xaverius PKSC.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini menggunakan pembabakan yang terdiri
dari lima bab: pada bab yang pertama dijelaskan latar belakang, tujuan penulisan,
metode serta sistematika dalam penyusunan makalah ini. Informasi yang penulis
dapatkan dari berbagai sumber dan literatur serta asuhan keperawatan yang
penting untuk fraktur tibia akan penulis rangkum dalam tinjauan teoritis pada Bab
II yang meliputi konsep dasar medik dan konsep dasar keperawatan. Dalam
konsep dasar medik akan diuraikan mengenai definisi, anatomi fisiologi, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala serta terapi dan komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien dengan fraktur tibia. Dalam konsep asuhan keperawatan akan diuraikan
mengenai pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan discharge
planning. Pada Bab III akan diuraikan mengenai pengamatan kasus yang
mencakup pengkajian, analisa data, diagnosa, rencana keperawatan, pelaksanaan,
serta daftar obat. Bab IV merupakan pembahasan kasus. Bab V berisi kesimpulan.
Pada akhir buku penulis cantumkan daftar buku-buku yang penulis gunakan
dalam penyusunan makalah ini.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Medik
1. Definisi
Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung jatuh dengan kaki
dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras ( Brunner and suddart th
2000 hal 2386 )
Fraktur tibia dan fibula adalah trauma dari kebanyakan organ ekstrimitas bawah,
terutama fraktur dan kedua tibia dan fibula ( Joys M. Black, tahun 1997 )
2. Anatomi Fisiologi
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya
terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada pangkal
proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi lutut. Bagian distal
berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada tepi luar
terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung medial terdapat maleolus
medialis. Tulang fibula merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul
tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada
ujung distalnya terdapat maleolus lateralis.
Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya berfungsi
menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan untuk menjaga
keseimbangan tubuh pada saat berdiri.
Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan tempat deposit
mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang adalah sebagai berikut,
yaitu :
a.. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak melindungi otak )
c. Untuk pergerakan ( otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan
bergerak.
d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral ( contoh, kalsium )
e. Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang )
3
Malleolus
medialis
Tuberositas tibia
Caput fibulae
Malleolus Malleolus
Lateralis Malleolus medialis
4
3. Etiologi
Penyebab paling utama fraktur tibia biasa disebabkan oleh :
A. Benturan / trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu lintas atau
jatuh.
B. Kelemahan / kerapuhan struktur tulang, akibat gangguan atau penyakit primer
seperti osteoporosis atau kanker tulang metastase
C. Olah raga / latihan yang terlalu berat , masukan nutrisi yang kurang
4. Patofisiologi
jika tulang patah maka periosteum dan pembuluh darah pada kortek, sum-sum dan
jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi dari
ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya.
Hematoma terbentuk pada kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian
bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat
yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel
darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sum-sum tulang terutama pada tulang panjang, sum-sum
kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti
aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak apabila emboli lemak
ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli lebih besar
dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah
yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat
fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu
sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang
dapat menekan persyarafan pada daerah yang terkena fraktur sehingga dapat
menimbulkan fungsi syaraf, yang ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan
kelemahan. Selain itu apabila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau
benturan akan lebih mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan
sesuai dengan anatominya
5
B. fraktur incomplete, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
C. simple atau closed fraktur, tulang patah, kulit utuh
D. fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
E. fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempat pada tempat
yang normal
F. fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat patah
G. commuited fraktur, tulang patah menjadi beberapa fragmen
H. impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap
pada yang lain.
A B C D
Gambar Klafikasi fraktur. A. Greenstik B,Transversal. C, Oblik, D. Spiral.
6
Fase-fase penyembuhan patah tulang, yaitu :
1. Hematon segera setelah cedera
Dalam 72 jam, darah akan menjadi beku pada tempatnya adanya fraktur.
Tidak seperti hematon lainnya, hematon akan terjadi di sekitar fraktur yang
tidak melakukan absorbsi selama proses penyembuhan.
2. Pembentukan fibrocartilago
Bagian ini akan terjadi lebih dari 3 hari sampai 2 minggu. Pada periosteum,
endosteum dan tulang mendapat supply, dimana akan mengadakan proliferasi
ke dalam fibrokartilago.
3. Pembentukan kalus
Terjadi 3-10 hari sesudah injury, mengubah jaringan granulasi dan callus .
4. Penyatuan tulang
Kalus fibrosa menjadi kalus tulang. Pada foto Rontgen proses ini terlihat
sebagai bayangan tetapi bayangan garis patah tulang masih terlihat.
5. Konsolidasi
Terjadinya penggantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel tulang
yang mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan yang bekerja pada
tulang. Akhirnya sel tulang ini mengatur diri secara lamellar seperti sel tulang
normal. Kekuatan kalus ini sama dengan kekuatan tulang biasa.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
2. Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan
a. Darah lengkap.
Dapat menunjukan tingkat kehilangan darah hingga cedera (pemeriksaan
Hb dan Ht). Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cedera.
b. Golongan darah .
Dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang
bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
c. Pemeriksaan kimia darah.
Mengkaji ketidakseimbangan yang dapat menimbulkan masalah pada saat
operasi.
9
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan memadai.
- Adanya
-
-
-
- kegiatan yang berisiko cidera.
- Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
b. Pola nutrisi
- Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
c. Pola eliminasi
- Obstipasi karena imobilitas.
d. Pola aktivitas dan latihan
- Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas atau kecelakaan
lain.
- Tidak kuat berdiri/menahan beban.
- Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada bagian betis/tungkai
bawah.
e. Pola tidur dan istirahat
- Pola tidur berubah/terganggu karena adanya nyeri pada daerah cidera.
f. Pola persepsi kognitif
- Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang terkena.
- Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang terkena.
- Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
g. Pola konsep diri dan persepsi diri
- Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cidera.
- Rasa khawatir dirinya tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
h. Pola hubungan-peran
- Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi
kebutuhan keluarga dan melindungi.
- Merasa tidak berdaya.
i. Pola seksual dan reproduksi
- Merasa khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap pasangan.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
10
- Ekspresi wajah sedih.
- Tidak bergairah.
- Merasa terasing di rumah sakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
5. Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
6. Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
3. Perencanaan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
11
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,
ekspresi wajah santai, dapat menikmati waktu istirahat dengan
tepat, dan mampu melakukan teknik relaksasi dan aktivitas sesuai
dengan kondisinya.
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
2. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
3. Pertahankan bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/ Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
4. Mempertahankan tirah baring sampai tindakan operasi.
R/ Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
5. Dengarkan keluhan klien.
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien.
6. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri (latihan nafas
dalam).
R/ Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
7. Kolaborasikan dengan dokter mengenai masalah nyeri.
R/ Intervensi tepat mengatasi nyeri.
12
3. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi
motorik/sensorik.
R/ Rasa baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila sirkulasi
pada saraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
4. Identifikasi tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba.
R/ Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan.
5. Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter (mppp,
Hb, Ht).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
6. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk menyiapkan klien intervensi
pembedahan.
R/ Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih
parah.
13
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
HYD: Kecemasan tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
klien tidak mengeluh nyeri, mampu melakukan aktivitas
sebagaimana mestinya, dan mengungkapkan perasaan lebih santai,
ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ Menentukan intervensi yang tepat.
2. Beri dan luangkan waktu bagi klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
R/ Mengetahui tingkat kecemasan klien dan memenuhi kebutuhan
untuk didengarkan.
3. Ajarkan dan bantu klien untuk melakukan teknik-teknik mengatasi
kecemasan.
R/ Mengurangi kecemasan klien.
4. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang
telah berhasil digunakan untuk mengatasi kecemasan yang lain.
R/ Klien tampak lebih rileks dan tidak terlalu memikirkan hal-hal
yang menimbulkan kecemasan.
5. Berikan dukungan kepada klien untuk berinteraksi dengan keluarga,
orang tua terdekat.
R/ Orang terdekat merupakan pemberi support sistem yang paling
tepat.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi untuk mengurangi
kecemasan klien.
R/ dapat memulihkan klien ke tingkat awal.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: ekspresi wajah tenang, klien mengungkapkan
nyeri berkurang.
Intervensi:
1. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Napas dalam dapat mengendorkan ketegangan, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
15
4. Berikan posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai
anatominya.
R/ Posisi anatomi memberikan rasa nyaman dan melancarkan
sirkulasi darah.
5. Berikan terapi analgetik sesuai dengan program medik.
R/ Analgesik akan menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.
17
R/ Mewaspadai terjadinya hiperglikemia karena peningkatan
pengeluaran glukagon dan penurunan pengeluaran insulin.
5. Menganjurkan klien untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayur-
sayuran.
R/ Konsumsi buah dan sayur-sayuran dapat meningkatkan proses
penyembuhan tulang.
6. Kolaborasi dengan ahli diet.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
4. Discharge Planning
Anjurkan pasien untuk meneruskan latihan aktif dan pasif yang telah
diperoleh selama pasien dirawat di RS.
Anjurkan pasien menaati terapi pengobatan dan kontrol tepat waktu.
Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi JKTP, tinggi kalsium, tinggi
vitamin untuk penyembuhan tulang.
Minum 2-3 liter per hari bila tidak ada kontraindikasi.
Lakukan latihan aktivitas secara bertahap.
Kenali tanda-tanda komplikasi seperti nyeri pada keadaan istirahat,
denyut nadi hilang, lemah, pucat, parastesia, jika tanda-tanda ini
muncul cepat hubungi tenaga kesehatan.
Cegah adanya komplikasi dengan mobilisasi secara bertahap dll.
19
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Pasien Tn. T umur 42 tahun masuk Rumah Sakit Sint Carolus melalui
UGD tanggal 29 Januari 2004 dengan keluhan jatuh ketika akan naik Bus
Way, ada yang mendorong, kaki kiri terkena benturan pinggiran Bus Way,
klien tidak kuat berdiri dan menahan beban. Pada bagian tungkai bawah
ada perubahan bentuk dan langsung bengkak dan sakit bila digerakkan,
klien meminta di antar ke UGD RS Sint Carolus. Hasil Photo Cruris
Fraktur tibia sepertiga bawah multipel, kemudian dianjurkan untuk
dirawat dan Operasi Pasang Plate Srew (ORIF).
Pada saat pengkajian, pasien sudah post operasi ORIF pada tanggal 30 Januari
2004 hari ketiga. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.
TD 110/80 mmHg, nadi 84 x/menit, pernafasan 16 x/menit, Suhu 36,2 oC. Klien
mengatakan masih nyeri daerah luka operasi, intensitas nyeri 3-4, masih bisa ditahan.
Tampak masih ada edema pada tungkai kiri dan tampak klien meringis kesakitan saat
merubah posisi saat dimandikan.
Klien mobilisasi baru duduk, mandi dan berpakaian dibantu penuh oleh
perawat, klien mengatakan 3 hari yang lalu sempat panas suhu 38,1oC.
Hasil laboratorium:
Hemoglobin : 13,2 12-18 g/dL
Hematokrit : 41 37-52%
Leukosit : 13.700 4.800-10.800 /uL
Trombosit : 265.000 150.000-450.000 /uL
Masa protrombin : 13.0 11.0-17.0 detik
APTT : 33.7 30.0-40.0 detik
20
Kedudukan plate dan screw pada fraktur os tibia kiri bagian distal baik.
21
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
3
BAB V
KESIMPULAN
4
DAFTAR PUSTAKA
Andy Santosa Augustinus, (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Jakarta :
Akademi Perawatan Sint Carolus.
Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997). Medical Surgical
Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia, N.B.: Saunders
Company.