PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertropi prostat adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar
prostat lebih dari setengahnya dari orang-orang yang usianya diatas 50
tahun dan 75% yang usianya lebih dari 70 tahun.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan kelompok dalam menyusun makalah ini adalah :
1. Memperdalam pengetahuan kami tentang penyakit Post Operasi TUR
atas indikasi Hipertropi prostat.
2. Mengetahui dan memahami proses asuhan keperawatan pada pasien Post
Operasi TUR atas indikasi Hipertropi prostat.
3. Memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Anak II DKA
303.
C. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini, metode yang kami gunakan adalah
melalui studi kepustakaan dengan menggunakan buku-buku seperti yang
kami cantumkan dalam daftar kepustakaan pada akhir maka lah kami.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah yang kami susun ini terdiri dari tiga bab. Pada bab yang
pertama akan dijelaskan tentang latar belakang mengapa penulis terdorong
untuk mempelajari Post Operasi TUR atas indikasi Hipertropi prostat,
tujuan penulisan makalah ini serta metode yang kami gunakan dalam
penyusunan makalah. Informasi yang kami dapatkan dari berbagai buku
sumber mengenai penyakit Post Operasi TUR atas indikasi Hipertropi
prostat akan kami rangkum dalam tinjauan teoritis pada bab II yang
meliputi definisi, anatomi fisiologi, faktor-faktor penyebab dan perjalanan
penyakit Post Operasi TUR atas indikasi Hipertropi prostat, tanda dan
gejala, test diagnostik yang diperlukan untuk penegakan diagnosa, therapi
yang bisa dilakukan serta komplikasi yang menyertai penyakit ini. Konsep
1
dasar keperawatan yang berisi pengkajian, diagnosa keperawatan dan
rencana tindakan serta discharge planning untuk pasien Post Operasi TUR
atas indikasi Hipertropi prostat akan kami cantumkan setelah konsep dasar
medik. Sedangkan kesimpulan dari semua teori baik konsep dasar medik
maupun konsep dasar keperawatan pada pasien Post Operasi TUR atas
indikasi Hipertropi prostat akan kami rangkum dalam bab III, dan akan
kami cantumkan pada bagian akhir makalah ini daftar buku sumber yang
kami gunakan dalam penyusunan makalah kami.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP MEDIK
1. DEFINISI
- Hipertropi prostat adalah pembesaran adenomatolis dari kelenjar
prostat. Lebih dari setengahnya dari orang yang usianya diatas 50
tahun dan 75% pria yang usianya lebih dari 70 tahun. (Perawatan
Medikal Bedah, ).
- Hipertropi prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral, yang
mendesak kelenjar prostat sehingga lama kelamaan menjadi gepeng
dan disebut sebagai kapsul prostat. (Kapita Selekta, 2001).
2. ANATOMI FISIOLOGI
Prostat adalah organ sistem reproduksi seksual, tapi gangguannya
seperti hipertropi prostat yang sangat mengganggu sistem perkemihan.
Prostat merupakan kelenjar yang berkapsul, beratnya kira-kira 20 gram.
Berbentuk seperti buah kenari dengan ukuran 4x3x2 cm yang letaknya
mengelilingi leher kandung kemih dan urethra.
Fungsinya : memproduksi cairan semen berwarna putih yang akan
membawa sperma keluar melalui penis pada saat seorang pria
mengalami ejakulasi.
3. ETIOLOGI
Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi dapat dipengaruhi oleh :
a. Proses penuaan
b. Faktor-faktor diet
c. Efek inflamasi kronik
d. Faktor hormonal hormon endrogen
e. Faktor herediter.
3
Dengan bertambahnya usia, prostat menjadi semakin sensitif terhadap
stimulasi androgen, disamping kadar estrogen yang relatif meningkat
terhadap kadar ekstrogen.
4. PATOFISIOLOGI
Pembesaran kelenjar prostat terjadi secara abnormal dengan adanya
peningkatan jumlah sel normal (hiperplasia) prostat dibandingkan
penambahan ukuran sel (hyperthropy). Dengan penambahan usia
kelenjar periurethral mengalami hiperplasia, akibat pembesaran kelenjar
prostat menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih urethra pars
prostatika yang mengakibatkan :
a. Berkurangnya aliran urine dari kandung kemih (obstruksi aliran
urine) yang menyebabkan terjadinya retensi urine.
b. Reflux aliran urine : karena tekanan ureterovesical meningkat akibat
peningkatan tekanan kandung kemih dalam waktu lama karena
kontraksi untuk mengeluarkan urine. Hal ini mengakibatkan
terjadinya dilatasi ureter (hydroureter) secara bertahap dan pada
ginjal terjadi hydronephrosis yang selanjutnya mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang bila dalam keadaan yang terus menerus
dapat mengakibatkan gagal ginjal kematian.
Untuk mengukur besarnya hipertropi prostat dapat dipakai berbagai
pengukuran, yaitu :
1. Rectal Grading : dengan “Rectal toucher” diperkirakan berapa
centimeter prostat menonjol ke dalam lumen dari rectum. “Rectal
toucher” sebaiknya dilakukan dengan buli-buli kosong karena
bila penuh dapat dibuat suatu kesalahan.
Grade pengukuran :
0-1 cm grade 0
1-2 cm grade 1
2-3 cm grade 2
3-4 cm grade 3
4-5 cm grade 4
4
2. Clinical Grading : pada pengukuran yang menjadi patokan adalah
banyaknya sisa urine. Pada pagi hari setelah pasien bangun
disuruh kencing sampai selesai kemudian dimasukkan kateter ke
dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine :
Sisa urine 0 cc normal
Sisa urine 0-50 cc grade 1
Sisa urine 50-150 cc grade 2
Sisa urine lebih dari 150 cc grade 3
Sama sekali tidak bisa kencing grade 4.
3. Intra Urethral Grading : melihat berapa jauh penonjolan lobus
lateral ke dalam lumen urethra. Pengukuran ini hanya dapat
dilihat dengan penendoskopi dan sudah menjadi bidang dari
urologi yang khusus.
5
6. TEST DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik : palpasi rectum teraba pembesaran prostat.
b. Analisis urine : untuk mengetahui adanya silinder, kristal-kristal, sel
darah
c. Kultur urine : untuk mengetahui bila terjadi infeksi.
d. BUN dan kreatinin : penting untuk mengetahui fungsi ginjal
e. IVP : untuk mengetahui fungsi dan struktur ginjal serta saluran
kemih.
f. Plasma : darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)
g. EKG dan thorax foto : untuk persiapan operasi.
7. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif
- Therapy obat hormonal untuk mengurangi hyperplasia jaringan
dengan menurunkan androgen.
- Kateterisasi : dilakukan dengan hati-hati, gunakan kateter yang
lembut, sesuai dengan instruksi.
- Antibiotika : bila ada infeksi.
- Intake cairan ditingkatkan.
b. Pembedahan/protatectomy
Indikasi dan pembedahan :
- Dilatasi saluran kemih bagian atas dan adanya kerusakan ginjal
- Gangguan rasa nyaman yang hebat
- Batu kandung kemih
- Obstruksi hebat/lama
- Retensi urine kronik
- Infeksi saluran kemih.
Prostatektomi adalah pengangkatan kelenjar prostat sebagian atau
seluruhnya. Ada empat cara pembedahan prostatektomi, masing -masing
dengan hasil yang berbeda.
1. Transurethral prostatic resection (TURP)
- Pengangkatan sebagian atau seluruh jaringan abnormal melalui
sistoskop atau rektoskop yang dimasukkan melalui uretra.
6
- Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
- Dibutuhkan kateter foley tiga jalur dilengkapi kantong 30 ml
pada urethra, irigasi terus menerus selama 24 jam
- Komplikasi yang dapat muncul perdarahan, keracunan air,
inkontinen.
2. Reseksi suprapubis
- Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi leher kandung
kemih
- Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley dilengkapi
kantong 30 ml pada urethra.
- Komplikasi yang dapat muncul perdarahan, infeksi luka.
3. Reseksi retropubis
- Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
bagian bawah melalui fosso prostat anterior tanpa memasuki
kandung kemih.
- Diperkukan balutan luka, kateter foley dilengkapi kantong 30 ml
pada urethra, irigasi terus menerus selama 24 jam.
- Komplikasi yang dapat muncul perdarahan, infeksi luka.
4. Reseksi perineal
- Pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.
- Vasektomi biasanya dilakukan sebagai pencegahan epididimitis
- Persiapan diperlukan sebelum operasi
- Setelah operasi balutan perineal dan mengeringkan luka
(drainase) diletakkan pada tempatnya kemudian dibutuhkan
rendam duduk.
- Dibutuhkan kateter foley dilengkapi kantong 30 ml pada urethra.
- Komplikasi yang dapat muncul perdarahan, infeksi luka.
7
lama. Kandung kemih dibilas terus menerus, selama prosedur berjalan
pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng
logam yang diberi pelumas yang ditempatkan pada bawah paha.
Kepingan jaringan yang halus dibuang dengan irisan dan tempat -tempat
perdarahan ditutup dengan couterisasi.TURP dilakukan dengan
anesthesi umum atau spinal.
Setelah TURP, dipasang kateter foley tiga saluran yang dilengkapi balon
30 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter ditarik ke bawah
sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat.
Ukuran kateter yang besar, dipasang untuk memperlancar membuang
gumpalan darah dari kandung kemih karena kateter retensi
menimbulkan tekanan pada sfinkter interna dari kandung kencing.
Pasien terus merasa ada dorongan untuk berkemih. Berbincanglah
dengan pasien tentang fisiologi keinginan berkemih sebelum operasi
sehingga spasmus dapat diperingan dan bukan komplikasi abnormal.
Pasien diberi penyuluhan bahwa kateter menimbulkan rasa penuh dan
tidak boleh mengedan untuk mengeluarkan kemih melalui pinggiran
kateter dan harus banyak minum cairan agar iritasi dan spasmus
berkurang.
Kandung kemih terus diiritasi dengan alat tetesan tiga jalur dengan
garam fisiologis atau larutan lain yang dipesan ahli bedah. Tujuan dari
irigasi yang konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari
bekuan darah yang bisa menyumbat aliran kemih. Kandung kemih yang
penuh meningkatkan tekanan di luar fosa prostat “memeras” pembuluh-
pembuluh yang perdarahan. Mengedan pada waktu bab juga dapat
menimbulkan perdarahan sama halnya seperti huknah. Cerobong angin,
termometer rektal, yang tersebut harus dihindari selama satu minggu
setelah operasi, ketidaknyamanan kandung kemih yang terus saja,
spasmus kandung kemih, kegagalan kateter mengeluarkan urin, salah
satu dari komplikasi tersebut yang segera memerlukan perhatian :
1) hemoragi dan retensi bekuan darah, 2) pergeseran kateter atau, 3)
perforasi yang tidak terduga dari kandung kemih pada waktu operasi.
8
Kadang-kadang pasien menderita intoksikasi air, dulu yang terkenal
sebagai reseksi transurethra sindrom, sebagai akibat irigasi yang sangat
banyak sebagai cairan diresap masuk ke sinosoid pada waktu operasi
sedang berlangsung, bisa terjadi edema otot, bingung dan agitasi, bisa
diderita oleh pasien sebagai gejala pertama dari kondisi.
8. KOMPLIKASI
Pre-operasi :
- Pyelonephritis
- Hydronephritis
- Uremia.
Post-operasi :
- Hyponatremia
- Infeksi
- Shock
- Ileus paralitikum
- Abses pelvis.
9
b. Pola eliminasi
- Adanya kateter menetap
- Warna urine kuning bercampur darah sedikit
c. Pola aktivitas dan latihan
- Adanya penurunan aktivitas karena nyeri dan penggunaan alat
medik.
- Kelemahan akibat tindakan operasi.
d. Pola tidur dan istirahat
- Adanya gangguan pola tidur karena nyeri.
e. Pola persepsi kognitif
- Perasaan tidak nyaman berhubungan dengan pemasangan alat
medik.
f. Pola persepsi dan konsep diri
- Menyatakan perasaan nyaman setelah proses pembedahan.
g. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Menyatakan pengalaman dengan keluarga dan perawat selama
pembedahan.
h. Pola reproduksi
- Menyatakan pengalaman dengan keluarga dan perawat selama
pembedahan.
i. Pola koping dan toleransi terhadap stress
- Menyatakan cemas berkurang sehubungan dengan post operasi.
- Ekspresi wajah tenang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi.
2) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan reseksi pembedahan.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penggunaan
kateter menetap.
4) Resiko tinggi kelebihan cairan berhubungan dengan absorbsi cairan
irigasi.
10
3. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi.
HYD : Memperlihatkan ekspresi wajah dan posisi tubuh rilek s.
Intervensi :
a. Kaji sifat, intensitas, lokasi dan faktor pencetus tumbuhnya
nyeri.
b. Berikan pilihan tindakan rasa nyaman.
c. Secara intermiten irigasi kateter uretra sesuai perasaan, gunakan
salin normal steril dan spuit steril.
11
4. Resiko tinggi terhadap kelebihan cairan berhubungan dengan
absorpsi cairan irigasi.
HYD : Masukan dan keluaran seimbang.
Intervensi :
a. Pantau dan laporkan tanda dan gejala hiponatremia.
b. Pantau masukan dan keluaran tiap 4 sampai 8 jam.
c. Hitung irigasi yang dimasukkan dan jumlah yang kembali
d. Hentikan irigasi saat tanda pertama kelebihan cairan terjadi
e. Gunakan spuit untuk mengirigasi kateter untuk menghilangkan
bekuan jika dipesankan.
4. PERENCANAAN PULANG
1) Hindari menahan kencing/mengejan.
2) Kebutuhan cairan 2-3 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
3) Menjaga higiene alat kelamin
4) Hindari hubungan seksual sebelum luka operasi sembuh cek
kembali ke dokter
5) Penggunaan obat-obatan secara teratur sesuai instruksi dokter.
6) Kontrol kembali sesuai dengan yang telah dijadwalkan.
12
C. PATOFLODIAGRAM
TUR
Dilatasi bertahap
DK. Pre Op :
- Nyeri b/d distensi
kandung kemih
Hidronephrosis
- Resti kekurangan
volume cairan
- Ansietas.
Penurunan fungsi ginjal
Gagal ginjal
Kematian
TUR : Trans Uretral
Resection
Insisi kelenjar
DK :
- Resti volume kurang dari kebutuhan tubuh
- Resti retensi urine b/d darah beku yang menyumbat kateter.
DK : Post op :
Tn. A beumur 65 tahun, jenis kelamin laki-laki dirawat di unit Fransiskus RS.
Sint. Carolus di kamar 46 I. Dengan diagnosa Post TUR atas indik asi
Hipertropi Prostat. Pasien beragama Islam, suku Jawa dengan anak berjumlah 6
orang. Pasien masuk RS sejak tanggal 2 Oktober 2002 dengan diagnosa masuk
Hipertropi Prostat. Keluhan utama saat masuk : adanya pembesaran pada alat
kelamin sejak 3 bulan yang lalu disertai rasa nyeri bila BAK, dan rasa tidak
puas bila BAK. Pasien juga menyatakan sebelumnya pernah dirawat di RS
yang lain dengan diagnosa yang sama selama 10 hari. Pasien telah
direncanakan untuk operasi, tapi ternyata hanya dipasang kateter. Sete lah itu
gejala di atas kembali muncul dan pasien berobat ke UGD RS. Sint. Carolus,
atas instruksi dokter dianjurkan untuk dirawat.
Pada tanggal 6 Oktober 2002 pasien dioperasi TURP atas indikasi Hipertropi
Prostat. Saat pengkajian (tanggal 9 Oktober 2002), keadaan umum tampak sakit
sedang, posisi tubuh ½ duduk, keluhan nyeri pada daerah operasi mulai
berkurang. Terpasang infus DIR 8 jam/kolf, kateter menetap tersambung ke
urine bag. Tanda-tanda vital : TD 140/80 mmHg, S : 37 2 o C, N 100 x/menit, P
34 x/menit. Hasil pemeriksaan fisik keluhan nyeri tekan pada Regio
Suprapubis.
Therapi yang diberikan adalah panadol 3x1 tablet, ceradolon 2x1 tab, kedacilin
1x1 gr, toradol 4x10 mg. Masalah keperawatan yang muncul berupa nyeri,
perubahan pola eliminasi, resti terhadap kelebihan cairan, resiko terhadap
infeksi. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang dialami pasien.
14
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Dari hasil pengamatan kasus yang dilakukan pada pasien Tn. A di unit
Fransiskus, kamar 46 I, kelompok dapat menerapkan sebagian teori selama
mengikuti perkuliahan maupun dari studi kepustakaan, maka dapat diperoleh :
A. PENGKAJIAN
Dari hasil pengkajian kelompok menemukan bahwa penyebab hipertropi
prostat adalah karena proses penuaan dan juga yang tidak diketahui
penyebabnya. Sedangkan penyebab dari dilakukannya tindakan operasi
TURP karena manifestasi klinik yang muncul pada pasien Tn. A adalah
adanya nyeri pada bekas pembedahan, tidak dapat tidur pada malam hari.
test diagnostik yang dilakukan adalah hematologi, urinalisa. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah hiponatremia, infeksi, shock, ileus paralitikum,
abses pelvis, semua komplikasi tersebut tidak didapatkan pada Tn. A.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dalam teori didapatkan diagnosa keperawatan post operasi ada 4,
sedangkan yang tidak terdapat pada kasus hanya resti terhadap kelebihan
cairan berhubungan dengan absorpsi cairan irigasi, karena pasien post
operasi hari ketiga dan sudah tidak ditemukan lagi adanya gumpalan darah
dalam urine.
Adanya tambahan diagnosa yang ditemukan pada Tn. A adalah perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia, karena
pasien berada dalam proses penyembuhan.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Rencana keperawatan yang disusun oleh kelompok pada Tn. A disesuaikan
dengan diagnosa yang ada dan rencana tindakan yang ada pada teori.
15
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan oleh kelompok pada Tn. A disesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang ada pada pasien tersebut. Kelompok tidak terlalu
mengalami kesulitan, karena pasien cukup kooperatif.
E. EVALUASI
Setelah dilakukan rencana tindakan pada diagnosa yang muncul, semua
dapat dievaluasi dengan baik.
16
BAB V
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA