2. Anatomi Fisiologi
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang
saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang
membatasi semua rongga otak dan medula spinalis) dan mengandung CSF
(cerebro spinal fluid = cairan serebro spinal). Pada setiap hemisfer cerebri
terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel ketika terdapat dalam diensefalon,
sedangkan ventrikel keempat dalam pons dan medula oblongata. Ventrikel
lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga melalui sepasang
foramen interventrikularis Monro. Ventrikel ketiga dan keempat
dihubungkan melalui saluran sempit di dalam otak tengah yang dinamakan
akueduktus sylvius. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang – sepasang
foramen luschka di lateral dan satu foramen magendie di medial, yang
berlanjut ke ruang subarachnoid otak dan medula spinalis.
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang
dinamakan pleksus koroideus. Pleksus ini terdiri dari jaringan pembuluh
darah piameter yang mempunyai hubungan langsung dengan ependima.
Pleksus koroideus inilah yang mensekresi CSF yang jernih dan tidak
berwarna yang merupakan bagian cairan pelindung di sekitar SSP. CSF
3
terdiri dari air, elektrolit, gas oksigen dan karbondioksida yang terlarut,
glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein. Cairan
ini berbeda dari cairan ekstraseluler lainnya, karena cairan ini mengandung
kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar glukosa dan
kaliumnya lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa pembentukannya lebih
bersifat sekresi dibandingkan hanya filtrasi.
Setelah mencapai ruang subarachnoid maka CSF akan bersirkulasi
di sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem vaskuler
(SSP tak mengandung sistem getah bening). Sebagian besar CSF
direabsorbsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang dinamakan villi
araknoidalis dan granulosia araknoidalis, yang menonjol dari ruang
subarachnoid ke sinus sagitalis superior otak. CSF diproduksi dan
direabsorbsi terus menerus dalam SSP. Volume total CSF di seluruh rongga
serebrospinal sekitar pleksus karoideus sekitar 500 sampai 750 ml perhari.
Tekanan CSF merupakan fungsi percepatan pembentukan cairan
dan resistensi reabsorbsi oleh villi arachnoidalis. Tekanan CSF sering
diukur waktu dilakukan punksi lumbal dan pada posisi terlentang, biasanya
berkisar antara 13 mmH 2O (13 mmHg).
Fungsi CSF antara lain :
1. Menjaga kelembaban otak dan medula spinalis.
2. Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan.
3. Melicinkan alat-alat dalam medula spinalis dan otak.
3. Etiologi
Penyebab Hidrosephalus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Hidrosephalus Obstruktif (non komunikans)
- Kongenital (kiste arachnoid, stenosis akuaduktus, spina bifida/
kranium bifida, sindrom dandy walker, anomali pembuluh darah).
- Tumor garis tengah otak
- Hematoma subdural.
4
b. Hidrosephalus Komunikans
- Malformasi Arnold – Chiari
- Post infeksi (meningitis, toksoplasmosis, infeksi virus sitomegalo)
- Sekunder dari perdarahan subarachnoid.
- Sekunder dari produksi CSF berlebihan (papiloma pleksus
koroideus).
- Penyakit jaringan ikat (sindroma Hurler, akondroplasia)
- Intoksikasi vitamin A, merupakan penyebab hidrosephalus
komunikans yang jarang, mekanismenya tidak diketahui.
4. Patofisiologi
Hydrosephalus hampir selalu disebabkan oleh hambatan sirkulasi dan
absorbsi CSF dan jarang karena produksi cairan yang berlebihan.
Terjadinya hydrosephalus dibedakan dalam 2 tipe :
1) Hydrosephalus Obstruktif
Pada kasus ini terdapat sirkulasi CSF dalam sistem ventrikel sendiri.
Akibatnya cairan ventrikel tidak dapat mencapai ruang sub arachnoid
maka terjadi pembesaran sistem ventrikel ke proksimal obstruktif.
2) Hydrosephalus Komunikans
Pada kasus ini perjalanan CSF dalam sistem ventrikel terbuka dan
cairan mampu bergerak bebas ke ruang sub arachnoid medula spinalis.
Gangguan absorbsi CSF dapat disebabkan sumbatan sisterna arachnoid
di sekeliling batang otak ataupun obliterasi ruang sub arachnoid
sepanjang konveksitas otak.
Hydrosephalus obstruktif paling sering disebabkan oleh stenosis
akuaduktus kongenital. Akuaduktus sylvii menyempit atau diganti
dengan saluran yang berakhir buntu, umumnya gejala hydrosephalus
terlihat sejak lahir.
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningean sehingga dapat
terjadi obliterasi ruangan sub arachnoid. Misalnya infeksi oleh kuman
meningococus (meningitis purulenta). Pelebaran ventrikel terjadi bila
5
aliran CSF terhambat oleh eksudat purulent di akuaduktus sylvii atau
sisterna basalis.
Hydrosephalus oleh obstruksi mekanis dapat terjadi pada setiap tempat
aliran CSF, ini biasanya disebabkan oleh tumor. Pada anak yang
terbanyak menyebabkan penyumbatan bagian depan ventrikel empat
atau akuaduktus sylvii bagian akhir adalah ghioma yang berasal dari
cerebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel tiga
disebabkan oleh suatu kromoforin ghioma.
Perdarahan dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada
daerah basal otak, sehingga terjadi penyumbatan aliran CSF.
6
b. Pada anak-anak
1) Pembesaran kepala tidak bermakna pada akhir masa anak-anak.
2) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : tekanan darah
meningkat, nadi menurun dan muntah.
3) Nyeri kepala, muntah proyektil
4) Papila edema
5) Irritabel
6) Perubahan pupil
7) Pernafasan turun tidak teratur
8) Perubahan pola makan
9) Letargis strabismus
10) Inkontinensia kemih
11) Aktivitas mental menurun, progresif dan perubahan tingkat
kesadaran.
6. Test Diagnostik
a. CT Scan dan MRI : untuk mempertegas adanya ventrikel dan
membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebabnyak.
b. Operthal Mascopy : menentukan adanya edema pupil.
c. X-Ray kepala : untuk melihat atau mengetahui pelebaran ubun-ubun
besar dan sutura tengkorak.
7
d. Ventrasonografi atau echoencephalography.
e. USG kepala dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
8
bawah kulit di belakang telinga, masuk ke vena cava superior
dan selanjutnya masuk ke atrium kanan.
- VA Shunt mempunyai tekanan katub searah, yang peka akan
tetap tertutup untuk mencegah refluks darah ke dalam
ventrikel dan akan terbuka saat tekanan ventrikel naik,
sehingga cairan serebrospinal lewat dan masuk ke dalam
aliran darah.
- Kateter yang digunakan adalah kateter silikon, walaupun tipe
ini dapat menjadi penyebab infeksi atau obstruksi. Sebagai
akibat infeksi adalah endokarditis, ventriculitis dan
bacterimia.
c) Ventriculo Pleura Shunt
- Mengalihkan cairan cerebrospinalis ke rongga pleural.
- Dilakukan bila indikasi pada saat V-P Shunt atau V-A Shunt
tidak dapat digunakan.
8. Komplikasi
a. Brain Herminiation (herniasi otak)
b. Peningkatan TIK menetap
c. Keterlambatan perkembangan motorik, retardasi mental.
d. Septicemia
e. Endocarditis
f. Ventrikulitis
g. Bacterimia
h. Pleura effusion
i. UTI
j. Komplikasi post operasi : infeksi, obstruksi atau malfungsi dari shunt.
k. Kelumpuhan akibat dari rusaknya SSP yang terus menerus tertekan oleh
CSF.
9
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Perhatian keluarga tentang penyakit hydrosephalus.
- Riwayat tumbuh kembang anak dan psikososial, kebiasaan sehari-
hari anak dan keluarga serta mekanisme penyesuaian.
- Apakah anak pernah menderita penyakit infeksi (meningitis)
- Riwayat kehamilan (prenatal) : apakah pernah mengalami cedera,
infeksi oleh virus.
- Riwayat persalinan : trauma, penggunaan alat bantu dalam proses
kelahiran.
- Bagaimana cara keluarga mengatasi bila anak sakit.
- Riwayat kesehatan anak :
Anak kejang
Sering panas
Rewel dan menangis dengan suara nyaring dan melengking.
b. Pola nutrisi dan metabolik
- Apakah ada keluhan mual, muntah dan kesulitan menelan.
- Berat badan berkurang, kurang atau berlebihan
- Hipotermi
c. Pola eliminasi
- Inkontinensia urine
d. Pola aktivitas dan latihan
- Anak lemah, kehilangan keseimbangan/kesulitan berjalan/duduk,
tidak dapat mengangkat kepala.
- Ataksia (gangguan koordinasi gerakan).
e. Pola tidur dan istirahat
- Kemungkinan anak mengalami kesulitan tidur.
f. Pola persepsi kognitif
- Nyeri kepala
- Diplopia (penglihatan ganda)
10
- Adanya keterlambatan mental (retardasi mental)
- Perubahan tingkat kesadaran, lethargi
- Tangisan nyaring/melengking
- Strabismus
- Mudah terangsang.
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Adakah ungkapan merasa rendah diri/malu dari orang tua tentang
keberadaan anaknya.
- Orangtua merasa bersalah mengenai keberadaan anaknya tersebut.
h. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Kecemasan orang tua mengenai penyakit anaknya.
- Anaknya gelisah menangis melengking/nyaring.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pre-Operasi
DP1. Perubahan perfusi jaringan cerebral sehubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
Hasil yang diharapkan :
1) Perfusi jaringan cerebral adekuat.
2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (perubahan
kesadaran, muntah, nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, kejang,
bradicardia, nafas lambat dan tidak teratur, hipotermia).
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda peningkatan TIK tiap 4 jam dan laporkan pada
dokter dengan segera jika ada tanda-tanda peningkatan.
R/ - Sebagai indikator untuk melaksanakan tindakan kolaboratif.
- Untuk mengetahui lebih dini tanda-tanda peningkatan TIK agar
dapat mengintervensi lebih tepat dan cepat.
2) Pada bayi ukur lingkar kepala setiap hari.
R/ Mengetahui penambahan lingkar kepala dan volume cairan di
kepala dapat meningkatkan TIK.
11
3) Periksa ukuran dan tonjolan ubun-ubun besar tiap 8 jam.
R/ Mengetahui penambahan lingkar kepala dan volume cairan di
kepala dapat meningkatkan TIK.
4) Atur posisi kepala dan tinggikan kurang lebih 30 cm dari tempat tidur.
R/ Mengurangi TIK.
5) Siapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik sesuai dengan pesanan
dokter.
R/ Menentukan penyebab dari hydrosephalus dan indikasi dari
tindakan pembedahan.
6) Beri penjelasan pada anak dan keluarga tentang prosedur pemeriksaan
sesuai tingkat pemahamannya.
R/ Meningkatkan pengetahuan/pemahaman dan kerjasama.
7) Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian sedativa (kurang dari 30
menit sebelum pemeriksaan) dan observasi reaksi obat.
R/ Obat sedativa dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
DP2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang ditandai dengan
kesulitan menelan, mual, muntah.
Hasil yang diharapkan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dalam tubuhnya ditandai dengan
tidak terjadinya penurunan berat badan.
Intervensi :
1) Perhatikan/kaji jenis makanan yang tidak disukai oleh anak dan mudah
menyebabkan muntah.
R/ Menentukan diet yang disukai anak dan tidak menyebabkan
muntah.
2) Kaji kemampuan menelan dan mengunyah.
R/ Untuk menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya
aspirasi.
3) Beri pengertian dan penjelasan tentang guna makanan bagi tubuh dan
kesehatan.
12
R/ Agar anak mau dan mampu menghabiskan makanan yang
dihidangkan.
4) Pertahankan atau gendong anak dalam posisi setengah duduk selama
makan.
R/ Memberi rasa nyaman dan membantu proses menelan.
5) Beri makan dalam porsi kecil dan sering atau sesuai dengan
kemampuan anak/bayi.
R/ Makan dalam porsi kecil dapat mencegah terjadinya muntah dan
memperbaiki intake.
6) Tempatkan anak pada salah satu sisi dengan kepala ditinggikan setelah
makan.
R/ Mencegah aspirasi.
7) Timbang berat badan pasien 1-2 hari sekali.
R/ Untuk mengetahui berat badan/penurunan BB pasien jika terjadi.
13
DP4. Kecemasan pada keluarga/pasien sehubungan dengan anak yang
akan menjalani operasi/pembedahan.
Hasil yang diharapkan :
- Kecemasan keluarga dapat berkurang sampai dengan hilang.
- Keluarga dapat bekerja sama untuk memberi support pada anak.
Intervensi :
1) Beri penjelasan dengan hati-hati terutama prosedur pembedahan,
perawatan setelah operasi dan bagaimana cara kerja dari Shunt. Sesuai
dengan batasan kerja dari perawat.
R/ Pemahaman dengan adequat dapat mengurangi kecemasan.
2) Beri dorongan pada keluarga untuk mendiskusikan tentang risiko dan
keuntungan-keuntungan dari operasi dengan ahli bedah.
R/ Membantu keluarga untuk mengerti tentang prognosis dan apa yang
diharapkan dari perkembangan neurologi dan kognitif anak.
3) Siapkan anak untuk pembedahan dengan menggunakan boneka atau
benda lain tentang gambaran bagaimana tindakan operasi berlangsung.
R/ Anak dapat diajak kerjasama dalam persiapan pre-operasi
(mengurangi kecemasan anak).
4) Tawarkan sosial service dengan ahli/pemuka agama yang sesuai.
R/ Menguatkan mental/psikologi keluarga/pasien.
14
3) Ajarkan pada orangtua bagaimana memegang dan menopang kepala
anak.
4) Dorong orangtua untuk mengemukakan perasaannya mengenai konflik
peran yang berhubungan dengan krisis situasi.
Diagnosa Post-Operasi
DP1. Resiko tinggi perubahan sensori/persepsi berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial akibat malfungsi shunt yang
mungkin terjadi.
Hasil yang diharapkan :
- Perubahan sensori/persepsi kurang atau hilang.
Intervensi :
1) Ukur lingkar kepala setiap hari.
15
2) Kaji ukuran penonjolan fontanel, tingkat kesadaran, ukuran pupil,
posisi dan reaksi, gerakan ekstra-okuler dan kemampuan untuk
memusatkan dan mengikuti gerakan, tonus otot dan kualitas menangis
tiap jam.
3) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
4) Pertahankan posisi pada sisi kepala yang tidak dioperasi.
5) Jaga anak tetap dalam posisi datar dan hanya meninggikan kepala
sesuai rencana untuk mencegah penurunan cepat TIK.
6) Berikan therapi stimulasi auditorius dan taktil seperti kain dengan
tekstur lembut di dekat kulit, memperdengarkan irama musik lembut.
16
3) Perhatikan posisi shunt, karena infeksi dapat mengakibatkan posisi
shunt bergeser.
4) Berikan therapi antibiotik sesuai program medik.
5) Monitor tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak, panas.
6) Cegah kontaminasi daerah operasi dengan menutup balutan steril dan
dengan mencuci tangan secara seksama sebelum menyentuh daerah
operasi.
17
4) Berikan latihan pasif pada ekstremitas.
5) Baringkan kepala di atas bantal karet busa atau menggunakan tempat
tidur di air jika mungkin.
18
3) Observasi reaksi pasien.
R/ Untuk mengetahui perubahan sikap pasien.
3. Penyuluhan
Hasil yang diharapkan :
Keluarga dapat menjelaskan atau mendemonstrasikan :
- Kondisi
- Diit
- Obat dan perawatan luka
- Aktivitas/perawatan diri.
19
1) Kondisi
- Jelaskan pengertian, kondisi pasien saat itu sesuai dengan hasil
wawancara dan pemeriksaan fisik. Jelaskan tentang prosedur
operasi, aktivitas yang dilakukan setelah operasi dan perawatan di
rumah.
2) Diit
- Beri makanan lunak dan tidak merangsang untuk menghindari
terjadinya batuk/bersin yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.
- Beri cairan dalam batasan sesuai dengan program medik untuk
mengurangi resiko edema pada jaringan serebral dan resiko mual
muntah.
- Jauhkan makanan/bau-bauan yang merangsang mual, muntah dan
tidak nafsu makan.
- Beri makanan dalam porsi kecil dan sering atau sesuai dengan
kemampuan anak.
3) Obat dan perawatan luka
- Jelaskan nama dan cara pemberian obat, kegunaan dan efek samping
obat.
- Mengajarkan cara merawat luka bila perlu serta tehnik steril dalam
merawat luka.
4) Aktivitas/perawatan diri
- Menjelaskan aktivitas yang perlu, posisi selang-seling untuk
mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
- Melakukan latihan pasif untuk ekstremitas.
- Pada anak-anak, hindari aktivitas yang berlebihan yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial, misalnya : menangis/batuk
dengan keras.
20