Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR FEMUR

DOSEN PENGAJAR : Ns. M Irwan , S.Kep. M. Kep

NAMA KELOMPOK :

 Rika Farian Nora Amk

 Eristha Aprianti Amk

 Cinta Mulia Hati

 Elmiwati

 Dewi Ayu

PROGRAM SI ILMU KEPERAWATAN


STIKES TENGKU MAHARATU
PEKANBARU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum

bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil,

trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua

kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh

kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan

hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut

usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah

dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari

leher femur.

Prinsip penanganan untuk patah tulang adalah mengembalikan posisi patahan

tulang ke posisi semula (resposisi) dan mengembalikan posisi itu selam masa

penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Cara imobilisasi dengan pin, sekrup,

pelat atau alat lain (osteosintesis) merupakan langkah yang ditempuh bila cara

non operatif seperti reposisi, gips, traksi dan manipulasi lainya dirasa kurang

memuaskan. Perlu diketahui, bahwa tidak semua dislokasi (posisi tulang yang

bergeser dari tempat seharusnya) memerlukan reposisi untuk mencapai

keadaan seperti sebelumnya karena tulang pun mempunyai mekanisme sendiri

untuk menyesuaikan bentuknya agar kembali seperti semula

(remodeling/swapugar). Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam,


penggantian dengan prostesis dll. Contoh fiksasi luar adalah penggunaan pin

baja yang di tusukan pada fragmen tulang untuk kemudian disatukan dengan

batangan logam di luar kulit. Sedangkan fiksasi interna yang bisa dipakai

berupa pen dalam sumsum tulang panjang atau plat dengan sekrup di

permukaan tulang. Keuntungan cara ini adalah terjadi reposisi sempurna,

tidak perlu dipasang gips serta bisa bergerak dengan segera. Namun

mempunyai resiko infeksi tulang, Prostesis biasa digunakan untuk penderita

patah tulang pada manula yang sukar menyambung kembali.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis

mencoba merumuskan suatu masalah yaitu bagaimana melakukan asuhan

keperawatan perioperatif kepada Tn. A dengan kasus Fraktur Femur.

C. Ruang lingkup

Permasalahan yang timbul pada bedah fraktur femur sangat luas, sehingga

penulis mengambil judul “Asuhan Keperawatan Peri operatif Fraktur Femur

pada Tn. A di instalasi bedah RS PRIMA PEKANBARU

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan asuhan keperawatan ini adalalah untuk

mengetashui bagaimana asuhan keperawatan perioperatif fraktur femur di

RS PRIMA PEKANBARU
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pre operatif Fraktur Femur

b. Untuk Mengetahui asuhan keperawatan intra operasi Fraktur Femur

c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan post operasi Fraktur Femur

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi individu

Dapat membandingkan teori yang di dapat di bangku kuliah dengan

kenyataan yang ada di lapangan dan mendapatkan pengalaman langsung

pelaksanaan praktek di rumah sakit.

2. Bagi Rumah Sakit

a. Membantu memberikan informasi pada rumah sakit tentang asuhan

keperawatan peri operatif fraktur femur, membantu untuk mendukung

pelaksanaan meningkatkan pelayanan operasi optimal

b. Sebagai tambahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu kesehatan

pada umumnya dan ilmu keperawatan pada khususnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai

dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan

pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar

dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).

Menurut Suddarth (2002:2353) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang

yang banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau

kecelakaan

Menurut Santoso Herman (2000:144) Fraktur adalah terputusnya hubungan

normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan

yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2000:43)

Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak

mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges,

2000:625)

B. FISIOLOGI / ANATOMI

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum

bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil,

trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua

kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh


kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan

hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut

usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah

dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari

leher femur.

C. KLASIFIKASI

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,

panggul dan Melalui kepala femur (capital fraktur)

a. Hanya di bawah kepala femur

b. Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih

besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2

inci di bawah trokhanter kecil.

D. PATOFISIOLOGI

Terjadinya Patah tulang biasanya karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.

Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper

mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak

tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:

patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak

berkontraksi. (Doenges, 2000:629)


Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah

dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga

biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat

setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi

menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan

pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin

(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-

sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur

yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru

mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito

(2000:50)

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan

dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah

ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak

terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg

mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi

ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di

rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang

yang patah.

Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon

inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,

dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000:629).

E. KOMPLIKASI

1. Syok

Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke

jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar

akibat trauma.

2. Mal union.

Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal

union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit

diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi

dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).

3. Non union

Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu.

Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.

4. Delayed union

Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung

dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.


5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).

Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka

atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh

pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.

6. Emboli lemak

Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan

sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan

bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian

menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru,

ginjal, dan organ lain.

7. Sindrom Kompartemen

Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari

yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan

fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.

8. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan

iskemia, dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya

injuri atau keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan

atau pemasangan traksi.(Brunner & suddarth, 2002: 2390)

F. GEJALA

1. Nyeri hebat di tempat fraktur

2. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah


3. Rotasi luar dari kaki lebih pendek

4. Di ikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,

bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. X.Ray

2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans

3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

4. CCT kalau banyak kerusakan otot.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antiinflamasi.

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest, Fisioterapi

2. Konservatif

Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar

mobilisasi dapat berlangsung lebih cepat.


I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa

melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan

menurun, (Brunner & suddarth, 2002)

2. Riwayat Penyakit dahulu

Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan

mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat &

Wim Dejong)

b. Riwayat Penyakit Keluarga

Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya

riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat

mempengaruhi perawatan post operasi

c. Pola Kebiasan

1. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa

kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri

yang hebat, dampak hospitalisasi

2. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB

seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya

program eliminasi

3. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak

mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi

dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti

timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali


4. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur

sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun

untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat

melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)

5. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal

hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini

sering dilakukan pasien ditempat tidur.

6. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas,

selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image,

psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam

perawatan dirumah sakit.

7. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat

spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti

8. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan

sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya

karena merasa dirinya tidak berguna

d. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah

riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap

biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.

1. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,

kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya

spasme otot dan keadaan kulit.


2. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh

sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana

daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur

dan di daerah luka insisi.

3. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

4. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan

udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan

struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada

areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pasca operasi

ortopedi adalah sebagai berikut.

a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan,

dan imobilisasi.

b. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.

c. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan

kemandirian.

d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,

pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal

bidai, traksi, gips).

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive.


2. Rencana Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan pada klien postoperatif ortopedi disusun

seperti berikut :

a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan,

dan imobilisasi.

Tujuan nyeri berkurang atau hilang dengan

Kriteria Hasil :

5. Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang

6. Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan

ketidaknyamanan.

7. Bergerak dengan lebih nyaman

Intervensi :

1. Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis

nyeri.

R/ Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan

diagnosa selanjutnya.

2. Kaji adanya edema, hematom, dan spasme otot.

Adanya edema, hematom dan spasme otot menunjukkan adanya

penyebab nyeri

3. Tinggikan ekstremitas yang sakit.

R/ Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan

mengurangi nyeri.

4. Berikan kompres dingin (es).


R/ Menurunkan edema dan pembentukan hematom

5. Ajarkan klien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi

terpimpin.

R/ Menghilangkan atau mengurangi nyeri secara non farmakologis

b. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.

Tujuan tidak terjadi kerusakan / pembengkakan

Kriteria hasil :

1. Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat:

2. Warna kulit normal dan hangat.

3. Respons pengisian kapiler normal (crt 3 detik).

Intervensi :

1. Kaji status neurovaskular (misal warna kulit, suhu, pengisian

kapiler, denyut nadi, nyeri, edema, parestesi, gerakan).

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya

2. Tinggikan ekstremitas yang sakit.

R/ Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan

mengurangi nyeri

3. Balutan yang ketat harus dilonggarkan.

R/ Untuk memperlancar peredaran darah.

4. Anjurkan klien untuk melakukan pengeseran otot, latihan

pergelangan kaki, dan "pemompaan" betis setiap jam untuk

memperbaiki peredaran darah.


R/ Latihan ringan sesuai indikasi untuk mencegah kelemahan otot

dan memperlancar peredaran darah

c. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan

kehilangan kemandirian

Tujuan pasien mampu melaksanakan tugas secara mandiri

Kriteria hasil :

1. Klien memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan.

2. Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada

kulit.

3. Menjaga hidrasi yang adekuat.

Intervensi :

1. Bantu klien untuk merubah posisi setiap 2 jam.

R/ Untuk mencegah tekanan pada kulit sehingga terhindar pada

luka decubitus.

2. Lakukan perawatan kulit, lakukan pemijatan dan minimalkan

tekanan pada penonjolan tulang.

R/ Untuk menjaga kulit tetap elastic dan hidrasi yang baik.

3. Kolaborasi kepada tim gizi; pemberian menu seimbang dan

pembatasan susu.

R/ Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.

d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,

pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi

(misal bidai, traksi, gips)


Tujuan pasien mampu melakukan mobilisasi sesuai terapi yang

diberikan

Kriteria hasil :

1. Klien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik

2. Menggunakan alat imobilisasi sesuai petunjuk.

3. Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran

Intervensi :

1. Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap

memberikan sokongan yang adekuat.

R/ Agar dapat membantu mobilitas secara bertahap

2. Ekstremitas ditinggikan dan disokong dengan bantal.

R/ Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan

mengurangi nyeri

3. Nyeri dikontrol dengan bidai dan memberikan obat anti-nyeri

sebelum digerakkan.

R/ Mengurangi nyeri sebelum latihan mobilitas

4. Ajarkan klien menggunakan alat bantu gerak (tongkat, walker,

kursi roda), dan anjurkan klien untuk latihan.

R/ Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri untuk latihan

mobilisasi

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : Tidak terjadi Infeksi


Intervensi :

1. Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotik

R/ Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk pasien

2. Pantau tanda-tanda vital

R/ Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan adanya

tanda-tanda infeksi

3. Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari luka

R/ Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan adanya

tanda infeksi dari luka.

4. Pantau adanya infeksi pada saluran kemih

R/ Retensi urine sering terjadi setelah pembedahan

3. . Evaluasi

a. Nyeri berkurang sampai dengan hilang

b. Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer

c. Pemeliharaan kesehatan terjaga dengan baik

d. Dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.

e. Tidak terjadi perubahan konsep diri; citra diri, harga diri dan peran

diri
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Biodata

Nama : Tn. A

Umur : 35 tahun

Alamat : Sidomulyo

Ruang : Bedah

Dx medis : fraktur femur tertutup dextra

B. Pengkajian tgl 1/06/2022

1. Keluhan utama:

Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan dan tidak bisa digerakan.

2. Riwayat kesehatan sekarang :

Pasien dengan post jatuh dari olahraga (volley). Ps sadar, mengeluh sakit

pada kaki kanan, sakit sekali dan tidak bisa digerakan,Dalam

pemeriksaaan ada tanda fungsiolesa, deformasi, bengkak dan terbalut

spalk. Pernah dipijat 1 bln yang lalu ditempat yang sama

a. Riwayat kesehatan dahulu :

Pasien blm pernah mengalami patah tulang (fraktur) sebelumnya, tidak

mempunyai riwayat hipertensi ataupun DM

b. Riwayat kesehatan keluarga :

Keluarga pasien tidak ada yg mempunyai penyakit hipertensi ataupun

DM
3. Pemeriksaan fisik

a. KU : Sedang

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Tanda-tanda Vital

TD : 132/92 mmHg

S : 37 0 C

N : 88 x/mnt

R :20 x/mnt

d. Head to toe:

1. Kepala : bentuk mesochepal

2. Rambut : rambut agak kotor

3. Mata : anemis, sklera tak ikterik

4. Telinga : tidak ada discharge

5. Hidung :Hidung tidak ada discharge,

6. Gigi dan mulut : mukosa bibir kering, gigi agak kotor

7. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

8. Dada : dinding dada simetris, tidak menggunakan

otot bantu pernafasan

9. Paru : suara paru vesikuler, wheezing, sonor diseluruh

lapang paru

10. Jantung : cor: reguler, gallop dan murmur tdk ada

11. Abdomen : dinding perut datar, supel, tympani, bising usus

5x/mnt

12. Punggung : tidak ada luka dekubitus atau yang lain


13. Genitalia : jenis kelamin laki-laki

14. Anggota gerak atas : tidak ada fraktur, kedua tangan mampu

digerakkan

15. Anggota gerak bawah : tidak dapat digerakan,hasil radiologi

terdapat fraktur femur

16. Turgor kulit : baik

e. Data Penunjang

1. Hasil pemeriksaan radiologi

2. Rontgen terdapat fraktur femur tertutup dextra

3. Hasil Laboratorium (02-06-2022)

Pemeriksaan Hasil Normal

Hb 13 g/dL 11.7 – 17.3

RBC 3.46 x 106 /uL 3.80 – 5.90

HCT 28.6 % 35.0 – 52.0


ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

1. PRE OPERASI

Analisa Data

NO Data Pathway Etiologi Masalah

1 DS : Klien mengatakan Cedera jaringan Diskontinuitas Nyeri akut


kaki kanan nya sakit kulit dan tulang tulang
sekali,
P: Nyeri bertambah Diskontinuitas
ketika kaki digerakan tulang
,nyeri berkurang saat
diimobilisasi, Proses inflamasi
Q: Nyeri seperti diiris, menekan ujung
R: area femur, syaraf bebas
S: 8 , nosiseptor
T: Saat digerakan sampai
selesai diimobilisasi Nyeri akut
DO: - ps terlihat meringis
menahan nyeri, merintih,
bengkak, px. rontgen
fraktur femur dextra,
RR : 20 x/mnt ,
TD : 1 32/92 mmHg,
S : 37o C , N: 88 x/mnt
2. DS: Pasien mengatakan Kerusakan Kerusakan Kelemahan
kaki kanan tidak bisa musculoskeletal musculo fisik
digerakan . skeletal
DO: dalam pemeriksaan Mempersempit
didapatkan hasil adanya ruang gerak
fungsialesa, deformitas,
Px. Radiologi diperoleh Fungsialesa
hasil fraktur femur
dextra, sudah terpasang Kelemahan fisik
spalk.
Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan Planing


1. Nyeri NOC: Pengkajian
akut b.d.Diskontinuitas- Tingkt kenyamanan - Minta pasien untuk
tulang - perilaku mengendalikn menilai nyeri/ketidak
nyeri nyamanan pada skala 0-10
- Tingkt nyeri;jmlh nyeri yg (0=tdk ada nyeri, 10= sangat
dilaporkan atau ditunjukkn nyeri)
- Nyeri: efek merusak: - Kaji dampak agama,
perilaku yg budaya, kepercayaan dn
diamati/dilaporkan lingkungan terhadap nyeri
Tujuan/Kriteria evaluasi: dan respon pasien
- Setelah dilakukan - Lakukan pengkajian nyeri
tindakan keperawatan selama yg komprehensif meliputi
1x 24 pasien mampu lokasi, karakteristik, durasi,
mempertahankn tingkt nyeri frek, kualitas,
pd skala 3 intenistas/keprhn nyeri,faktor
- Setelah dilakukan presipitasi
tindakan keperawatan selama - Observasi isyarat ktdk
2x 24 pasien menunjukkn nyamanan nonverbal,
nyeri: efek merusak khususnya ps yg tdk mampu
dibuktikan dg indikator nilai berkomunikasi scr verbal
5 yaitu tidak ada - Hadir di dpn ps dn klg
gangguan ditunjukkn dari untk memenuhi keb.rasa
ekspresi nyeri lisan atau pada nyamn &aktivitas lain untuk
wajah,kegelisahan atau membantu relaksasi
gangguan otot
2. Kelemahan fisik Setelah dilakukan asuhan Terapi ambulasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24
kerusakan jam kelemahan fisik dapat
muskulokeletal teratasi dengan criteria hasil:
- kelemahan fisik tidak
Terjadi
1. Persiapan pasien

Posisi pasien : supinasi

Anestesi : general anestesi

TD :132/92 mmHg

Nadi : 88x/menit

RR :20x/menit

Pemasangan : bed side monitor

Waktu :-

Operator : Dr. A

Asisten :A

Instrumen :H

2. Persiapan alat

NO NAMA INTRUMEN JUMLAH

1 Basic ortopedi set 1 set

2 Large set 1 set

3 Screw set 1 set

4 Bor set 1set

5 Inplan / plat sesuai ukuran 1 10 hole

6 Couter 1 set

7 Succen set 1 set

NO NAMA ALAT TENUN JUMLAH

1 Jas operasi steril 4 ps

2 Duk besar / sedang 2 ps / 1

3 Duk meja 1 set


NO NAMA ALAT HABIS PAKAI JUMLAH

1 Hanscon steril 5 ps

2 Kasa steril 5 bks

3 Big gaas steril 1 ps

4 Anti septik 200 ml

5 Alkohol 100 ml

6 Caran Nacl 4 fls

7 Plaster / elastis verban 50 cm / 1

8 Benang-benang jahit 3 saset

Penatalakasanaan/instrumen

No Tindakan Peralatan

1 Desinfeksi Kom, betadin, alcohol, korentang,

kassa

2 Drapping Duk besar, duk lubang, duk klem

3 Menandai daerah sayatan Pisau, klem, kassa

4 Melakukan sayatan pada kulit sampai Pisau, kassa, klem arteri,

Otot Pinset cirugis, gunting

5 Mempertahankan hemostatis Kassa, klem ,cutter

6 Membersihkan area fraktur Kuret , suction

7 Reposisi fraktur menahan area fraktur Raspatorium / cobra


8 Fiksasi fraktur Bone klem, Raspatorium

9 Bor tulang femur Bor, mata bor

10 Memasang plate Plate, screw driver

11 Mencuci daerah operasi NaCL

12 Hecting lapis demi lapis Safil 1 . 2.0

13 Hecting kulit Premilen

14 Desinfeksi Kassa betadin

16 Balut luka Kassa steril, kassa betadin dan

hipafix/ elastis verban

2. INTRA OPERASI

Penatalakasanaan/instrumen

No Tindakan Peralatan

1 Desinfeksi Kom, betadin, alcohol, klempanjang,

kassa

2 Drapping Duk besar, duk lubang, duk klem

3 Menandai daerah sayatan Pisau, klem, kassa

4 Melakukan sayatan pada kulit sampai Pisau, kassa, klem arteri,

Otot Pinset cirugis, gunting

5 Mempertahankan hemostatis Kassa klem cutter, suction

6 Membersihkan area fraktur Kuret

7 Reposisi fraktur menahan area fraktur Raspatorium


8 Fiksasi fraktur Bone klem, Raspatorium

9 Bor 6 whole area fraktur Bor, mata bor

10 Memasang plate Plate, screw driver

11 Mencuci daerah operasi NaCL

12 Hecting lapis demi lapis Safil 1 . 2.0

13 Hecting kulit Premilen

14 Desinfeksi Kassa betadin

16 Balut luka Kassa steril, kassa betadin dan

hipafix/ elastis verban

ANALISA DATA

No Waktu Data Fokus Etiologi Masalah

1. 14.20 Subjektif : - Perdarahan Resiko syok

Objektif : akibat hipovolemik

- Insisi ± 20 cm pembedahan

- Perdarahan ± 750 cc

- TD : 128/90 mmHg

- Nadi : 78x/menit

- RR : 20x/menit
MASALAH KEPERAWATAN

Resiko syock hipovolomic b.d Perdarahan akibat pembedahan

RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Resiko syok Setelah dilakukan tindakan - Monitor perdarahan pada

hipovolomik keperawatan selama operasi daerah pembedahan setelah

b.d perdarahan 1x2 jam diharapkan syock dilakukan insisi.

akibat hipovolomic tidak terjadi - Ingatkan operator dan

pembedahan dengan kriteria hasil: asiasten bila terjadi perdarahan

- Tidak ada tanda – tanda hebat

syock hipovolemik (cyanosis) - Monitor vital sign tiap 5

- TTV dalam batas normal menit

(TD: 120/80-140/100, Nadi - Monitor cairan yang

60-90). melewati DC katheter

- Memberikan cairan RL

untuk resusitasi cairan

- Memonitor tanda-tanda

syock hipovolemic.
3. POST OPERASI

ANALISA DATA

No Waktu Data Etiologi Masalah

1. Subjektif: pasien mengatakan kedua Proses Resiko tinggi

kaki terasa hilang pemindahan cedera

Objektif: brankar

Pasien hanya tiduran saat dipindahkan,

kaki belum dapat digerakan, kaki kanan

terdapat luka post operasi pasien

dipindahkan ke ruang RR dengan

brankar.

MASALAH KEPERAWATAN

Resiko tinggi cedera b.d Proses pemindahan brankar

RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intevensi

1. Resiko tinggi Setelah dilakukan asuhan - Perhatikan posisi pasien

cedera b.d keperawatan diharapkan - Mendekatkan bed di

Proses resiko cedera tidak terjadi. samping pasien

pemindahan Dengan kriteria hasil: - Melindungi organ vital


brankar. - Tidak terjadi abserasi pasien

kulit karena pemindahan - Kolaborasi dengan 2-3

pasien. perawat yang ada

- Mengakat pasien secara

- Pasien dapat bersamaan

dipindahkan dengan aman - Memberikan penyangga

dan nyaman. di tempat tidur pasien.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada pre ditemukan masalah keperawatan nyeri akut b.d diskontinuitas

jaringan tulang dan hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan

musculoskeletal.

2. Pada intra ditemukan masalah keperawatan resiko perdarahan b.d proses

pembedahan.

3. Pada post ditemukan masalah keperawatan resiko cedera b.d proses

pemindahan pasien.

B. Saran

1. Dalam mempersiapkan pasien yang akan dilakukan operasi sebaiknya

semua persiapan pre operasi benar-benar dipersiapkan secara maksimal,

guna mencegah terjadinya komplikasi pembedahan.

2. Pasien atau keluarga pasien yang sudah di operasi sebaiknya di beri

pendidikan kesehatan terkait perawatan post operasi.

3. Kerjasama team bedah perlu ditingkatkan guna tercapainya model

praktek keperawatan professional di ruang IBS.


DAFTAR PUSTAKA

Donges Marilynn, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2

. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi

8. Vol 3. Jakarta : EGC

Tucker, Susan Martin. 1993. Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol

3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai