TINDAKAN ANESTESI UMUM DENGAN KASUS EMERGENCY PADA PASIEN NY. K ATAS
INDIKASI POST OPERASI FRAKTUR HUMERUS SINISTRA
PENYUSUN
ADE YUSUF
Alhamdulillah, Segala puji syukur penulis panjatkan atas Rahmat dan Nikmat Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Post operasi Fr Humerus
Sinistra”. makalah ini diajukan sebagai persyaratan untuk laporan pertanggungjawaban
pelatihan anestesi, ilmu Anestesi di RS MITRA PLUMBON
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dalam pengetikan ataupun
penyusunan, sehingga kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat
dibutuhkan untuk kesempurnaan penulisan makalah berikutnya.
Cirebon, 2019
Penulis
ADE YUSUF
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.A pengertian
A. Penyebab
B. Tanda dan Gejala
C. Anatomi Patologi
D. Patofisiologi
E. Fokus Pengkajian
F. Fatway
G. Manifestasi Klinis
II.2.B Pengkajian
A. Analisa Data
B. Diagnose Keperawatan
C. Implementasi
D. Evaluasi
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Daftar pustaka
BAB I
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Brunner & Suddart, 2000) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
t Humerus Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang
terbagi atas Fraktur Suprakondilar Humerus, Fraktur Interkondiler Humerus, Fraktur Batang
Humerus, Fraktur Kolum Humerus.
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
1) Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi
supinasi.
2) Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)
Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat di
reposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu
dilakukan tindakan operasierasi ORIF (Operasien Reduction With Internal Fixation).
ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan tehnik pembedahan
yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, skrup, logam atau protesa untuk
memobilisasi fraktur selama penyembuhan (Depkes, 1995: 95).
B. PENYEBAB
Fraktur dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang,
patologis dari metastase dari tumor, degenerasi karena proses kemunduran fisiologis dari
jaringan tulang itu sendiri, spontan karena tarikan otot yang sangat kuat (Corwin, E.J, 2000:
298).
Indikasi dilakukannya operasierasi ORIF yaitu fraktur yang tidak bisa
sembuh, fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, fraktur yang dapat direposisi tapi sulit
dipertahankan, fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi (Reksoperasirodjo. S, 1995: 513).
D. ANATOMI PATOLOGI
Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih
punya struktur yang sama. lapisan yang paling luar disebut periosteum dimana terdapat
pembuluh darah dan saraf. lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang
kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. karena itu korteks
sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. korteks tersusun solid dan sangat
kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut sistem haversian. tiap sistem terdiri
atas kanal utama yang disebut kanal haversian. lapisan melingkar dari matriks tulang
disebut lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut lakunae (didalamnya terdapat
osteosit) dan kanalikuli. tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. kanal
haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah
dan saraf yang masuk ke tulang melalui kanal volkman. pembuluh darah inilah yang
mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. lapisan
tengah tulang merupakan akhir dari sistem haversian, yang didalamnya terdapat trabekulae
(batang) dari tulang.trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut tulang
spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. bone
marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah
merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel
lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan fat embolism syndrom (fes).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah
osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang
dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh
elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang
kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai
media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan
pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan
fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 –
400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang
(Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
a) Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering
menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis,
tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan
tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan
menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang
rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang
panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang
selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga
medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
b) Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung
bawah.
1) Kaput
2) Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi
dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu.
Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah
luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas
Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas
Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang
membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang
mudah terjadi fraktur.
3) Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah
lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena
menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah
belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada
saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
4) Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama
tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk
gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat
kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah
humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C,
1997)
c) Fungsi Tulang
Fungsi tulang antara lain memberi kekuatan pada kerangka tubuh, tempat mlekatnya
otot, melindungi organ penting, tempat pembuatan sel darah, tempat penyimpanan
garam mineral (Ignatavicius, Donna D, 1993).
E. PATOFISIOLOGI
1. Proses Terjadinya Fraktur
Fraktur terjadi bila tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot esktrem. Meskipun tulang patah
dan jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan
kerusakan pembuluh darah (Brunner dan Suddarth, 2001: 2357).
Fraktur sering terjadi pada tulang rawan, jika tulang mengalami fraktur,
maka periosteum darah dari korteks marrow dan jaringan sekitarnya rusak, terjadi
perdarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di kanal
medulla, jaringan ini merangsang kecenderungan untuk terjadi peradangan yang
ditandai dengan vasodilatasi, pengeluaran plasma dan leukosit dan infiltrasidari sel-sel
darah putih yang lain (Corwin, 2000: 299).
2. Penyembuhan Fraktur
Fraktur dapat terjadi pada tulang dan jaringan disekitarnya. Jika satu tulang
patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum juga terpisah dari tulang
dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah
tersebut, akan membentuk jaringan ganulasi dimana sel-sel pembentuk tulang
primitif (osteogenik) berdiferensiasi
menjadi kondroblas dan osteoblas kemudian kondroblas akan mensekresi fosfat yang
merangsang reabsorpsi kalsium sehingga terbentuklah lapisan tebal (kalus) di sekitar
lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari
fragmen satunya dan menyatu. Fungsi dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan
meluas menyebrangi lokasi fraktur. Persatuan tulang provisional ini akan
terorganisasi. Kalus tulang akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih
kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan
mengalami remodelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru
sementara osteoblas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akan terbentuk
tulang yang menyerupai tulang aslinya (Price, S.A, 1996: 1187).
a. Rekognisi
Rekognisi menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit.
Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita dilakukan pemeriksaan
spesifikasi untuk mencari adanya fraktur, nyeri pada tulang panjang sangat
khas. Krepitus menyatakan perasaan sekan-akan seperti ada dua amplas yang
digesekan. Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dijadikan petunjuk
kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan
pemeriksaan lebih lanjut.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan manipulasi fragmen. Fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya untuk mengurangi nyeri
selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika intervena, sedatif atau blok syaraf
lokal. Karena segala anestesia baru mencapai efek maksimum sesudah berapa
menit, maka cukup ada waktu untuk re-evaluasi sifat-sifat cedera.
c. Retensi dari Reduksi
Sebagai aturan umum, maka gips yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas raktur. Gips sebaiknya tetap
mulus dilaminasi dan sesuai dengan geometri ekstremitas yang patah tersebut.
d. Rehabilitasi dan Komplikasi Fraktur
Sebagian besar penderita patah tulang akan mengalami proses penyembuhan
segera apabila menggunakan teknik penatalaksanaan yang standar, tetapi ada
sejumlah penderita yang mengalami komplikasi.
Komplikasinya yaitu:
1) Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring. Komplikasi dapat
dicegah dengan melakukan analisa yang cermat sewaktu melakukan reduksi dan
mempertahankan reduksi dengan baik dan benar, terutama pada masa awal
penyembuhan.
2) Delayed union dan non union adalah sambungan tulang yang terlambat dan
tulang patah yang tidak menyambung kembali. Delayed union adalah proses
penyembuhan terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari
keadaan normal. Non union dari tulang yang patah dapat menjadi komplikasi
yang membahayakan bagi penderita. Banyak keadaan yang merupakan
aktor predisposisi dari non union diantaranya adalah reduksi yang tidak benar
akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetapi tidak menyatu,
imobilisasi yang kurang tepat, baik dengan cara terbuka maupun tertutup,
adanya interposisi jaringan yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran
darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak suplai darah ke satu
atau lebih fragmen tulang (Price, A.S, 1996: 1187).
F. FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian pada fraktur meliputi: aktivitas/Istirahat dengan tanda
keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan nyeri). Sirkulasi dengan
tanda hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon nyeri (ansiefas) atau hipotensi
(kehilangan darah), takikardia (respon stress, hipovolemia) penurunan/tak ada nadi pada
bagian distal yang cedera, pengisian kapiler,pucat pada bagian yang terkena pembengkakan
jaringan atau masahematoma pada sisi cedera, neurosensori gejala hilang
gerakan/sensori, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis) dengan tanda deformitas
lokal angurasi abnormal, pemendekan, rotasi krepitasi (bunyi bederit)spasme otot, terlihat
kelemahan atau hilang fungsi, agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau
ansietas/trauma lain). Nyeri/Kenyamanan dengan gejala nyeri berat tiba-tiba pada saat
cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan (kerusakan tulang: dapat berkurang pada
imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme atau kram otot (setelah
imobilisasi). Keamanan dengan taandalaserasi, avulsi jaringan perdarahan, perubahan
warna pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/tiba-tiba)
(Ignatavicius, Donna D, 1999)
G. PATHWAY
Sumber : Corwin, E.J, (2000:298); Doenges, M.E, (2000: 764)
H. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinisnya antara lain nyeri terus menerus dan bertambah beratnya
samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema, deformitas karena adanya
pergeseran fragmen tulang yang patah, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur, Krepitasi akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya, Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak, tipis tebalnya
korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi
ada tidaknya rare fraction, sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti
tomografi yang menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. Arthrografi:
menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. Computed
Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laborat yang dipwrluakan amtar lain pemeikssaan Kalsium Serum dan
Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang, Alkalin Fosfat meningkat
pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang, Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fraktur adalah Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan
manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak semula, Imobilisasi fraktur, dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna,
mempertahankan dan mengembalikan fungsi, reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan, pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
K. FOKUS INTERVENSI
Fokus intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan pada fraktur menurut NANDA
( 2007 )
1. Resiko Tinggi Terhadap Trauma Berhubungan dengan Kehilangan Integritas Tulang
Tujuan atau Kriteria evaluasi NOC yang diharapkan penulis adalah menunjukkan
Pengendalian Resiko ditandai dengan indikator 1 – 5 . tidak pernah, jarang, kadang –
kadang, sering, atau terus menerus ). Dengan kriteria hasil, mematau lingkungan dan faktor
resiko prilaku pribadi, mengikuti strategi pengendalian resiko yang terpilih, memodifikasi
gaya hidup untuk menurunkan resiko, berpartisipasi dalam penampisan untuk
mengidentifikasi resiko, menggunakan sistem dukungan pribadi dan sumber – sumber
komunitas untuk mengendalikan resiko.
Intervensi menurut NIC adalah Pengelolaan Lingkungan Keamanan yaitu Pantau dan
manipulasi lingkungan fisikuntuk mendukung keamanan. Surveilans Kulit yaitu Kumpulkan
dan analisa data pasien untuk mempertahankan integritas kulit serta membran mukosa.
Aktifitas Keperawatannya adalah pengkajian yaitu mengkaji Pengelolaan Lingkungan
Keamanan sesuai NIC berupa identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat
fungsi fisik, kognitif dan riwayat perilaku sebelumnya, identifikasi resiko keamanan di
lingkungan ( fisik, biologi, dan kimia ).
Intervensi Pendidikan Kesehatan Untuk Pasien atau Keluarga, Ajarkan kepada
pasien/keluarga tindakan keamanan pada area yang spesifik, Berikan materi pendidikan
yang berhubungan dengan strategi untuk mencegah trauma, Berikan informasi tentang
bahaya lingkungan dan ciri – cirinya ( misal tangga, jendela, kunci pintu, kolam renang, jalan
atau gerbang ).
Aktifitas Kolaborasi menurut NIC adalah Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bahaya dan resiko, berikan alat – alat adaptif, Gunakan alat pelindung ( misal restrain ).
2. Nyeri (Akut) Berhubungan dengan Spasme Otot, Gerakan Fragmen Tulang Edema dan
Cedera pada Jaringan Lunak, Alat Traksi / Imobilisasi, Stress ansietas
Tujuan atau kriteria evaluasi menurut NOC adalah menunjukkan Nyeri berupa
Efek Merusak, dibuktikan dengan indikator 1 – 5 ekstrem, berat, sedang, ringan atau
tidak ada, dengan kriteria penurunan penampilan peran atau hubungan interpersonal,
gangguan kerja, kepuasan hidup atau kemampuan untuk mengendalikan, penurunan
konsentrasi, terganggunya tidur, penurunan nafsu makan atau kesulitan menelan.
Menunjukkan Tingkat Nyeri, dibuktikan dengan indikator 1 – 5 ekstrem, berat,
sedang, ringan atau tidak ada, dengan kriteria, ekspresi nyeri lisan atau wajah, posisi
tubuh melindungi, kegelisahan atau ketegangan otot, perubahan dalam kecepatan
pernafasan, denyut jantung, atau tekanan darah.
Intervensi Prioritas NICnya adalah pemberian analgetik berupa penggunaan agen
– agen farmakologi untuk mengurangi nyeri, Sedasi Sadar Pemberian sedatif, memantau
respons pasien dan pemberian dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur
diagnostik dan terapeutik, penatalaksanaan Nyeri meringankan atau mengurangi nyeri
sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
5. Resiko Tinggi Terhadap Infeksi Berhubungan dengan Prosedur Invasif dan Adanya Luka
Terbuka
Tujuan atau kriteria evaluasi menurut NOC adalah faktor resiko infeksi akan
hilang dengan dibuktikan dengan keadekuatan status imun pasien, pengetahuan yang
penting, pengendalian infeksi dan secara konsisten menunjukkan perilaku deteksi resiko
dan pengendalian resiko. Pasien Menunjukkan Pengendalian Resiko, dibuktikan oleh
indikator 1 – 5 tidak pernah, jarang, kadang – kadang, sering, konsisten menunjukkan
Dengan kriteria mendapat imunisasi yang tepat, memantau faktor resiko
lingkungan dan perilaku seseorang, menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan,
mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko, terbebas dari tanda gejala infeksi,
menunjukkan higiene yang adekuat
Intervensi Prioritas menurut NIC adalah pemberian imunisasi/vaksinasi :
pemberian imunisasi untuk mencegah penyakit menular, pengendalian infeksi :
meminimalkan penularan agens infeksius.
FORM PENGKAJIAN
PELATIHAN PENATA ANESTESI ANGKATAN 1 DIRS MITRA PLUMBON
Nama: ADE YUSUF Amd. Kep
NIP :………………….
A. Biodata Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 54 th
.
Alamat : Blok Kebon Tebu, Wotgali Plered Rt 003 Rw 001, Kel Wotgali
Pendidikan : SD
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Tambahan
Riwayat telah di lakukan oprasi fraktur humerus 1 tahun yang lalu, karna akibat jatuh
Tidak ada
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pemeriksaan Fisik
Kepala : mesosefal
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (-/-) raccon eye (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-), rhinorrea(-)
Telinga : discharge (-/-), ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)
Kesadaran kualitatif
Ny .K terlihat sadar penuh dapat berorientasi dengan baik, bisa melkukan aktifitas jika
disarankan untuk menggerakan anggota tubuh yang telahh di perintahkan
Tanda-tanda vital :
Pemeriksaan fisik
Status hidrasi : pasien mengatakan puasa jam 24 00 wib
Abdomen : Normal
Bising usus :
Kembung : -
C. Data psikologis
Konsep Diri :
Peran Diri :
Harga Diri :
D. Data social
Ny. K mengatakan bdrhubungan baik dengan keluarga, maupun tetangganya semua
baik baik saja
E. Data Kultural
Ny .K mengatakan dia asling orang cirebon, berbahasa jawa cirebon dia ikuti sejak dulu
secara turun temurun, tidak menutupkemungkina dia juga mengatakan bisa bahasa
indonesia walaupun capur bahasa jawa cirebon
F. Data Spiritual
Ny .K mengatakan ia beragama islam, untuk ibadah rutin ia melsakana solat lima waktu
secara rutin, adapun ibadah sekarang Pasien tampak cemas dengan keadaan
penyakitnya sekarang. Pasien menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan dan berharap
cepat sembuh. Karena pasien mempercayai bahwa sakitnya merupakan cobaan dan
teguran dari Tuhan.
3. Pola eliminasi
Pola Eliminasi
sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 1x / hari konsistensi padat dan
warna kuning. BAK normal 3-5x sehari,BAB dan BAK tidak mengalami
gangguan,pasien dapat melakukan sendiri tanpa bantuan.
saat dikaji : pasien tidak bisa BAK sehingga dipasang DC untuk bantuan
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin 13,9 g/dl 13.5 – 17.5 Normal
Hematokrit 39,7 % 33 – 45 Normal
Leukosit 8,21 Ribu/Ul 4.5 – 11.0 Tinggi
Trombosit 303 Ribu/Ul 150 – 450 Normal
Eritrosit 4,60 Juta/Ul 4.50 – 5.90 Normal
HEMOSTASIS
CT 4 menit 2–6 Normal
BT 2 menit 1–3 Normal
INR 1.210
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
Natrium darah 2,00 Mmol/L 136 – 145 Normal
Kalium darah 4,00 Mmol/L 3.3 – 5.1 Rendah
Chlorida darah 87 Mmol/L 58 – 100 Tinggi
HbSAg Rapid 0,01 S//CO Negativ < 0.13 Normal
Hiv Non reaktif Non reaktif
2. Radiologi
Foto thorak : tak tampak pembesaran jantung, pulmo dalam batas normal
Kesan : Displacement Fraktur union humerus distal sinistra, cor fulmo dalam batas
normal
3. USG :
LAPORAN KASUS
PENATALAKSANA ANESTESI PADA Tn. Y
A. Biodata Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 54 th
Alamat : Desa Kebon Tebu, Wotgali, Plered, Cirebon
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Diagnose :Fraktur Humerus Sinistra
Tindakan :
Nilai ASA : II
Tindakan pembiusan : General Anetesi
Tanggal Masuk RS : 04 Januari 2019
Tanggal Pengkajian : 04 Januari 2019
B. Persiapan anestesi :
1. Mesin anestesi :
a. Gas terdiri dari Oksigen dan Nitro Oxide
b. Gas Volotile terdiri dari Sevofluren dan Isofluren
2. Monitor TTV dan EKG
3. STATICS :
a. Laringoskop no blade 3 dan stetoskop
b. Tube ( Selang endotrakeal tube) ETT kin kin no 7.0 Cup +
c. Air way ( Gudel / Mayo ) ukuran medium no 4
d. Tape ( Plester )
e. Introducer ( mandrein, stilet )
f. Conector
g. Suction
4. Persiapan obat anestesi
a. Premedikasi :
- Midazolam 0,05 mg/Kg BB = 0,05 x 50 kg = 2,5 mg
- Fentanyl 1- 2 mcg/KgBB = 1 x 50 kg = 50 mcg, 2 x 50 kg = 100 mcg
b. Induksi :
- Propofol 2 mg/kg BB = 2 x 50 kg = 100 mg
- Atracurium 0,5 mg/kgBB = 0,5 x 50 = 25 mg
C. Penatalaksanaan Anestesi
1. Ruang persiapan
Pasien masuk ke kamar persiapan pada pukul 08.30 WIB, pasien langsung diganti baju
operasi, infus terpasang pada tangan kanan dengan iv line ukuran 18 dan lancar. Selama
di ruang persiapan pasien kooperatif dengan tingkat kesadaran compos mentis GCS 15.
Sebelum tindakan anestesi diperlukan pengecekan surat izin anestesi (SIA) dan surat izin
operasi (SIO) terlebih dahulu.
2. Ruang operasi
Pre Operasi
a. Pasien masuk ke kamar operasi pada pukul 08.40 wib, Pasien di baringkan dengan
posisi supine di meja operasi dan atur kecepatan infus.
b. Nyalakan monitor dan mesin anestesi
c. Pasien dilakukan pemasangan monitor tanda-tanda vital, saturasi
oksigen, precordial.
d. Menunggu intruksi dan lapor kepada konsulen dan operator bila
sudah siap.
e. Menganjurkan pasien untuk berdoa
f. Pasien dilakukan pemberian premedikasi : midazolam 2,5 mg dan
ondansentron 8 mg
g. Kemudian dilakuka induksi pada jam 08.45 wib dengan obat :
- fentanyl 100 mcg IV
- Propofol 100 mg IV
- Atracurium 25 mg IV
- sevofluren 2 MAC ( sesuai kebutuhan pasien)
h. Reflek bulu mata hilang, terjadi penurunan pernapasan dan
dilakukan baging dengan jaw trust dan chin lift.
i. Pelaksanaan intubasi dilakukan pada jam 08.50 wib dengan
prosedur :
- Posisikan kepala pasien dengank ektensi
- Buka mulut pasien dengan cross fingerpegang laringoskop dengan tangan kiri
kemudian masukan kedalam mulut pasien dengan posisi laringoskop membuka
rongga mulut sampai kelihatan ovula dan trakea
- Ambil selang ETT yang sudah terpasang stilet dengan tangan kanan,
- Masukan ETT dari sisi mulut kanan sampai masuk ke saluran trakea dengan ukuran
batas mulut minimal 20 cm.
- lepaskan stilet dari ETT, isi balon sebanyak 10 cc udara kemudian hubungkan
dengan konektor kuregatet mesin anestesi.
- Tes kedalam ETT dengan stetoskope pada daerah apex kanan dan kiri untu
memastikan ETT benar-benar masuk kedalam trakea dan mengecek kesimbangan
pengembangan antara paru-paru kanan dan kiri.
- Stelah ETT sudah dipastikan dalam keadaan seimbang maka dilakukan fiksasi
dengan menggukan plester agar tidak terjadi perubahan letak posisi ETT.
- Jam 18.00 di mulai tindakan operasi
j. Perhitungan respirasi selama operasi.
Perhitungan rencana pemberian ventilasi :
1. Tidal Volume
Tidal Volume = BB (Kg) x Konstanta (6-10)
= 55 x 8
= 440 ml
2. Minute Volume
Minute Volume = Tidal volume x Respirasi rate ( 12-16 x/menit)
= 440 x 12/menit
= 5280 ml = 5,3 L/menit
3. Menggunkan teknik ventilator IPPV ( )
TV RR PEEP I:E
440 12 4 Ratio
Ml X/menit 1:2
Intra Operasi
Pasein sudah terintubasi dengan ETT kin kin no 7.0 cup +, mayo ukuran medium no
4 pada jam 17.57 dan terhubung ke ventilator mesin anestesi.
A. Monitoring Intake dan output cairan
1. Perhitungan cairan pasien selama operasi :
BB : 55 kg
Jenis Operasi :Sedang
Puasa : 8 jam
2. Kebutuhan cairan mentenance untuk pasien BB 55 Kg
Rumus 4 2 1
Kebutuhana caira maintenance :
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 35= 30
Jumah = 95 cc/jam
3. Kebutuhan cairan selama puasa
Maintenace x lama puasa
95 ml/jam x 8 jam = 760 cc
4. Insensible Water Lose (IWL)
Stres Operasi : Ringan = 2 – 4 ml, sedang = 4 -6 ml, berat = 6 – 8 ml
IWL = Stress operasi x BB (Kg) pasien
= 6 x 55 kg
= 330 ml
5. Kebutuhan cairan selama operasi
Rumus : Maintenance + stress ( jenis Iwl) operasi + Puasa =ml
Jam 1 MOP = 95 + 330 + 760 = 1185 ml x 50 % = 592 ml
Jam 2 Mop = 95 + 330 + 760 = 1185 ml x 25 % = 296 ml
Jam 3 Mop = 95 + 330 + 760 = 1185 ml x 25 % = 296 ml
6. Estimated Blood Volume
EBV laki-laki dewasa 70 cc/kgbb
EBV perempuan dewasa 65 cc/kgbb
= ( 70 x 55 kg )
= 3850 cc
7. Estimated bood lose
= ( EBL x 10 %, 15 %, 20 % )
Ringan = 10 % x 3850 cc = 385 cc
Sedng = 15 % x 3850 cc = 577 cc
Berat = 20 % x 3850 cc = 770 cc
8. Jumlah pendarahan ( suction, kasa , duk, dll ) : 200 cc
Perdarahan ringan: di ganti dengan cairan kristaloid dengan
perbandingan 1:3 = 200 cc darah : 600 cc Cairan kristaloid
9. Total cairan yang keluar
Darah = 200 cc
Urine = 120 cc
10. Cairan yang sudah diberikan (Kristaloid)
Pre operasi = 500 cc
Intra operasi = 500 cc
Total = 1000 cc
11. Jumlah tetesan / menit = 500 x 20 tetes/ menit
60
= 166 tetes/menit
B. Pengakhiran anestesi
Operasi selesai pada pukul 09.20 wib pasien dilakukan spontanisasi pada
pernapasan dengan baging ( axis) tanpa menggunakan ventilator dan di berikan
terapi injeksi neostigmine 0,5 mg + sulfat atropine 0.25 mg untuk
menghilangkan efek dari obat relaksan (atrakurium). Pasien bernapas spontan
dengan adekuat dengan tanda bisa menelan, pasien sadar penuh, mampu
bernps bila di perintah, kekuatan otot sudah pulih, tensi normal, saturasi normal
dan tidak ada distensi lambung. Pasien Ekstubasi pada jam 09.30 wib.
Sadar penuh 2 2 2 2 2 2 2 2
Menggerakkan 4 ekstremitas 2 2 2 2 2 2 2 2
Menggerakkan 2 ekstremitas 1
Aktifitas
Tidak mampu menggerakkan 0
ekstremitas
TOTAL 8 8 9 10 10 10 10
D. Analisa Data
DO :
Klien tampak meringis
kesakitan dan memegangi
daerah paha kiri saat nyeri
muncul. Hasil tanda-tanda
vital:
TD : 140/90 mmHg,
Nadi : 82x/menit, regular
RR : 21x/menit, irama
normal
Suhu :37.10C.
Klien terpasang bidai pada kaki
kanan, terpasang NaCl 0,9% di
tangankanan
I. Diagnosa keperawatan.
1. Nyeri behubungan dengan agen cidera fisik
2. Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif
4. Resiko perdarahan berhubungn dengan efek sampng terkaid terapi obat pembedahan
5. Bersihan Jalan napas berhubungan dengan obtruksi jalan napas : benda asing pada jalan
napas ( penggunaan ETT).
LEMBAR IMPLEMENTASI
Nama Pasien :Ny. K
No. Med. Rec. :A359045
Ruangan :
5.
1. Mengauskultasi suara napas 1. Auskultasi suara napas
Bersiha sebelum dan sesudah di sebelum dan sesudah di
n Jalan sucton sucton
nafas 2. Memberikan oksigen dengan 2. Memerikan oksigen
mengunakan nasal kanul dengan mengunakan
3. Menganjukan pasien untuk nasal kanul
napas dalam setelah ETT di 3. Menganjukan pasien
keluakan untuk napas dalam
4. Memonitor status oksigen setelah ETT di kelukan
pasien 4. Monitor status oksigen
5. Membuka jalan napas degan pasien
teknik chin lift atau jaw trush 5. Membuka jalan napas
bila perlu. degan teknik chin lift atau
6. Memposisikan pasien untuk jaw trush bila perlu.
memaksimalkan ventilasi 6. Mengatur posisiikan
7. Memasang mayo bila perlu. pasien untuk
8. Mengeluarkan secret atau memaksimalkan ventilasi
batuk dengan suction 7. Memasang mayo bila
9. Memonitor status oksigen dan perlu.
sturasi dengan pemberian 8. Mengeluarkan secret
oksigen 3 liter dan saturasi 99 atau batuk dengan
% suction
9. Monitor status oksigen
dan sturasi
LEMBAR EVALUASI
(SOAP)
Nama Pasien : Ny. K
No. Med. Rec. : A359045
Ruangan :
No DIAGNOSA TANGGAL EVALUASI PARAF
/JAM
Nyeri S:-
P: Klien mengatakan nyeri saat
tangan kiri mengalami
pergerakan
Q: Klien mengatakan nyeri
seperti tertusuk-tusuk
R: Klien mengatakan nyeri di
bagian tangan kiri
S:Klien menunjukkan nyeri
dengan skala 6
T: Klien mengatakan nyeri
hilang timbul, saat nyeri
muncul sekitar 5 menit.
A : Nyeri
P : - Masalah belum teratasi
- lanjutkan itervensi
A : Nyeri berkurang
P : Masalah teratasi sebagian
S :-
O : - Pasien sudah terintubasi dan mulai
tindakan
operasi.
- pemberian cairan dengan kristaloid
- TTV : TD : 130/83 mmHg
N : 83 x/menit
RR: 23 x/ menit
Suhu : 36,6oC
No DIAGNOSA TANGGAL EVALUASI PARAF
/JAM
Volume S : klien mengatakan puasa jam 02. 00 wib
cairan Klien mengatakan ingin minum
O : klien terlihan lemas dan bibir terlihat
kering
Klien terpasang selang infusan RL 500 ml
Petugas ruangan mengatakan cairan RL
tidak habis dari semalam
A : Klien terlihat lemas
P : masalah belum teratasi