Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun
parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering
diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat,
mengenai

pembuluh

darah,

otot

dan

persarafan.

Trauma

yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung atau tidak


langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya
jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula,
pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur acetabulum femur merupakan fraktur yang terjadi pada :

Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai


hubungan dengan dunia luar. Maka fraktur kruris tertutup adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi maupun tulang
rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang tidak berhubungan
dengan dunia luar (Chairuddin, 2007).
B. ETIOLOGI
Klasifikasi Fraktur (Chairuddin, 2007)
Klasifikasi etiologis

1. Fraktur traumatik
2. Fraktur patologis

terjadi

pada

tulang

karena

adanya

kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang


(infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan
atau akibat trauma ringan.
3. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulangulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur
stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup (simple fraktur) bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (compoun fraktur) bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan di
kulit.
3. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union,
nonunion, infeksi tulang.
Klasifikasi radiologis
1. Lokalisasi : diafisal, metafisal, intra-artikuler, fraktur dengan
dislokasi
2. Konfigurasi : F.transfersal, F.oblik, F.spiral, F.Z, F.segmental,
F.komunitif (lebih dari dea fragmen), F.baji biasa pada vertebrata
karena trauma, F.avulse, F.depresi, F.pecah, F.epifisis
3. Menurut ekstensi : F.total, F.tidak total, F.buckle atau torus, F.garis
rambut, F.green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak
bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, overriding, impaksi)
C. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan melalui kepala femur (capital fraktur)
a. Hanya di bawah kepala femur
b. Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur
yang

lebih

besar/yang

lebih

kecil

pada

daerah

intertrokhanter
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak
lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil
D. TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang
patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
1. Metode Pemasangan Traksi :
a. Traksi Manual
Tujuan : perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur pada
keadaan emergency. Dilakukan dengan menarik bagian
tubuh
b. Traksi Mekanik
Traksi kulit. Dipasang pada dasar sistem skeletal
untuk struktur yang lain, misalnya : otot. Traksi
kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban. Untuk
anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk
dipakai sebagai traksi definitif, bila tidak diteruskan
dengan pemasangan gips.
Traksi skeletal. Merupakan traksi definitif pada
orang dewasa yang merupakan balanced traction
dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal atau penjepit melalui
tulang/jaringan metal.
2. Kegunaan Pemasangan Traksi
a. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
b. Memperbaiki dan mencegah deformitas
c. Immobilisasi
d. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang
sendi)
e. Mengencangkan pada perlekatan
3. Macam-macam Traksi
a. Traksi panggul
b. Traksi ekstension
c. Traksi cervikal
d. Traksi Russells

e. Traksi khusus anak-anak


E. MANIFESTASI KLINIS (NANDA NIC NOC, 2015)
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau
jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
4.
5.
6.
7.

berat, kecelakaan kerja, trauma olahraga)


Gangguan fungsio anggota gerak
Deformitas
Kelainan gerak
Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain

F. PATOFISIOLOGI
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah
periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase
vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera,
tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang
terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang
yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain.
Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom
comportement.

G. PATHWAY
Trauma langsung

trauma tidak langsung

kondisi patologis

FRAKTUR
Diskontinuitas tulang

Pergeseran frakmen tulang NYERI

Perub jaringan sekitar


tulang

kerusakan fragmen

laserasi kulit: spasme otot

Pergeseran frag Tlg

tek. Ssm tlg > tinggi

dr kapiler

Kerusakan
integritas kulit

putus vena/arteri

peningk tek kapiler

reaksi

stres klien
Deformitas
perdarahan

pelepasan histamin

melepaskan

katekolamin
Gg. Fungsi
protein plasma hilang
memobilisai asam lemak

Gg mobilitas
fisik

kehilangan volume cairan


edema
Shock
hipivolemik

bergab dg trombosit

penekanan pemb.darah
emboli

penurunan perfusi jaringan


menyumbat pemb drh

gg.perfusi
jar

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG (DOENGES, 2004)


1. X-ray menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
5. Kreatinin trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal
I. KOMPLIKASI ( Jong W, 2004)
1. Infeksi
2. Delayed union
3. Non union
4. Avaskuler nekrosis
5. Kompartemen sindrom
6. Mal union
7. Trauma saraf
8. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki
J. PENATALAKSANAAN
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsipnya

adalah

mengetahui

riwayat

kecelakaan,

derajat

keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang


peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
2. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen
seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara
efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk
mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika
IV, sedative atau blok saraf lokal.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai,
traksi dan teknik fiksator eksterna.
4. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin
sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting
otot.

Diusahakan

untuk

meminimalkan

atrofi

disuse

dan

meningkatkan peredaran darah ( Smeltzer & Bare, 2001 ).


K. PENGKAJIAN FOKUS
1. Aktivitas/Istirahat
a. Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
b. Keterbatasan mobilitas
2. Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c. Takhikardi
d. Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera
e. Pucat pada bagian yang terkena
f. Masa hematoma pada sisi cedera
3. Neurosensori
a. Kesemutan
b. Deformitas, krepitasi, pemendekan
c. Kelemahan
4. Kenyamanan

a. Nyeri tiba-tiba saat cidera


b. Spasme/ kram otot
5. Keamanan
a. Laserasi kulit
b. Perdarahan
c. Perubahan warna
d. Pembengkakan lokal
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA NIC NOC, 2015)
1. Nyeri akut b.d injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai
darah ke jaringan
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
5. Resiko syok hipovolemik b.d kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. et.al. 2004. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC.
Kusuma, Hardhi & Nurarif, A.H. 2015. NANDA NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction
Rasjad, Chairuddin. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang
Imumpasue.

Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai