Anda di halaman 1dari 10

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILISASI (FRAKTUR)

DISUSUN OLEH :

Nama : Weka Patriana

NIM : 21220073

Dosen Pembimbing : Marwan Riki Ginanjar, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Andri
Setiya Wahyudi & Abd. Wahid, 2016).
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan
fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI,2016).
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau trauma.selain itu,
fraktur merupakan rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dibandingkan
dengan yang di serap oleh tulang (M. Asikin, 2016).

2. ETIOLOGI FRAKTUR
a. Trauma
1) Trauma langsung, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.
2) Trauma tidak langsung, misalnya jatuh dari ketinggian
dengan posisi berdiri/duduk dapat mengakibatkan fraktur
tulang belakang.
b. Patologis: metastase dari tulang.
c. Degenerasi.
d. Spontan, misalnya akibat tarikan otot yang sangat kuat.

3. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR


Menurut Black dan Hawks (2014) mendiagnosis fraktur harus
berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik,
dan temuan radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain :
a. Deformitas
Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segeraa, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah
kejaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntary berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyari akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan
berbeda pada masing-masing klien.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur
atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai
yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena garakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera terjadi akibat kerusakan saraf perifer, klien dapat
mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan.
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

4. KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara lain :
a. Komplikasi awal
1. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan
cedera dapat menyebabkan cedera saraf.
2. Kaku sendi atau artritis
Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang, kekakuan
sendi dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur
sendi, pergerakan ligament atau atrofi otot.
3. Sindroma nyeri regional kompleks
Suatu sindroma disfungsi dan penggunaan yang salah yang
disertai nyeri dan pembengkakan pada tungkai.
4. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun.
5. Syok
Terjadi karena kehilangan banyak darah
6. Kompartement syndrome
Komplikasi yang serius terjadi karena terjebaknya otot,
tulang, saraf dan pembuluh darah
b. Komplikasi dalam waktu lama
1. Delayed union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung.
2. Nonunion
Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap.
3. Malunion
Penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
(Brunner & Suddarth. 2013)

5. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Penatalaksanaan pada klien dengan fraktur adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi terdiri dari :
a. Proterksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik.
Mobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan
gips pada fraktur inkomplet dan fraktur tanpa
kedudukan baik.
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi
dapat dalam anastesi umum atau lokal.
c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.
2. Terapi farmakologi terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal
b. Reposisi tertutup, kontrol radiologi
(Smelzet, 2010)

6. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Kerusakan pembuluh darah pada fraktur mengakibatkan
perdarahan sehingga volume darah menurun dan terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma yang terjadi mengeksudasi plasma dan
berpoleferasi menjadi edema local sehingga terjadi penumpukkan
didalam tubuh. Fraktur terbuka dan tertutup mengenai serabut saraf
yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Setelah
terjadi fraktur, periousteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, sumsum dan jaringan lunak yang membungkus tulak
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuk
hematoma dirongga medulla tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulusi terjadinya respons inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma, dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian ini merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Yasmara Deni, 2016).

7. PATHWAYS

Trauma langsung benturan, kecelakaan

Trauma eksternal, kekuatan tulang

Fraktur

Kerusakan sturktur tulang Patah tulang merusak jaringan


pembuluh darah

Pembuluh darah Pendarahan local

Hematome pada daerah fraktur aliran darah ke perifer jaringan terhambat

Warna jaringan pucat, Saraf perifer terganggu


nadi lemah, sianosis
Gangguan rasa Hambatan
nyaman mobilitas fisik

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1. Anamnesa
a) Identitas Klien
b) Keluhan Utama
c) Riwayat Penyakit Sekarang
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
f) Riwayat Psikososial
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
3. Pola Eliminasi
4. Pola Aktivitas
5. Pola Hubungan dan Peran
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
7. Pola Sensori dan Kognitif
8. Pola Reproduksi Seksual
9. Pola Penanggulangan Stress
10. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
2. Pemeriksaan fisik
a) Gambaran umum
1. Keadaan umum
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. System integument
b. Kepala
c. Leher
d. Muka
e. Mata
f. Telinga
g. Hidung
h. Mulut dan Faring
i. Thoraks
j. Paru
k. Jantung
l. Abdomen
b) Keadaan lokal
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Pergerakan terutama lingkup gerak)
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium
c. Pemeriksaan lainnya seperti : biopsy tulang dan otot

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan Rasa Nyaman b.d Nyeri merasa tidak
nyaman
b. Hambatan Mobilitas Fisik b.d Gangguan
Muskuloskeletal
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Gangguan Rasa NOC: Status Kenyaman Fisik NIC Label: Manajemen 1. Melakukan
Nyaman b.d Nyeri Setelah dilakukan asuhan nyeri pengkajian nyeri
merasa tidak keperawatan selama 1x24 jam, 1. Lakukan konperhensif
nyaman masalah Gangguan rasa nyaman pengkajian nyeri meliputi lokasi,
teratasi dengan kriteria hasil : konperhensif meliputi karakteristik,
Skala Indikator lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
No Indikator A T durasi, frekuensi, kualitas, kualitas, intensitas
1 Kontrol terhadap 2 5 intensitas atau beratnya atau beratnya nyeri
gejala nyeri dan faktor pencetus. dan faktor pencetus.
2 Posisi Nyaman 2 5 2. Gunakan strategi 2.
teurapetik untuk
3 Nyeri Otot 2 5
Kesejahteraan
Menggunakan
mengetahui pengalaman
4 2 5
nyeri strategi teurapetik
sampaikan
fisik penerimaan untuk mengetahui
pasien
5 Perawatan 2 5 terhadap pengalaman nyeri
penerimaan
Pribadi nyeri. sampaikan
3. penerimaan pasien
Berikan informasi
Indikator: terhadap
mengenai nyeri, berapa
penerimaan nyeri.
lama nyeri akan dirasakan
1. Sangat Terganggu dan antisipasi 3. dariMemberikan
informasi mengenai
ketidaknyamanan akibat
2. Banyak Terganggu prosdure. nyeri, berapa lama
3. Cukup Terganggu 4. Kurangi nyeri
faktor akan
dirasakan
yang dapat mencetuskan/ dan
4. Sedikit Terganggu meningkatkan nyeri. antisipasi dari
5. Tidak Terganggu 5. Dorong ketidaknyamanan
pasien
akibat prosdure.
untuk memonitor nyeri
dan menangani nyeri 4. Kurangi
dengan tepat. faktor yang dapat
mencetuskan/
meningkatkan
nyeri.
5. Membantu
pasien untuk
memonitor nyeri
dan menangani
nyeri dengan tepat.
2 Hambatan NOC : Pergerakan NIC : Kontrol otot 1. Menentukan
Mobilitas Fisik b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan kesiapan kesiapan pasien
Gangguan keperawatan selama 1x24 jam pasien untuk terlibat untuk terlibat dalam
Muskuloskeletal pasien dengan hambatan dalam aktivitas atau aktivitas atau
mobilitas fisik dapat melakukan protokol latihan. protokol latihan.
pergerakan dengan kriteria 2. Konsultasi dengan 2. Konsultasi
hasil : ahli terapi fisik okupsional dengan ahli terapi
Skala Indikator dan terapis rekreasi dalam fisik okupsional dan
No Indicator A T mengembangkan dan terapis rekreasi
1 Gerakan otot 3 5 menerapkan program dalam
2 Kinerja 3 5 latihan, sesuai kebutuhan. mengembangkan
3. Jelaskan protocol dan menerapkan
pengaturan dan rasionalisasi latihan program latihan,
tubuh pada pasien dan keluarga. sesuai kebutuhan.
3 Bergerak 3 5 4. Sediakan 3. Menjelaskan
lingkungan yang baik protocol dan
dengan mudah untuk beristirahat bagi rasionalisasi latihan
pasien setelah priode pada pasien dan
Indikator: latihan keluarga.
1. Sangat Terganggu 5. Bantu pasien untuk 4.
2. Banyak Terganggu mempersiapkan dan
3. Cukup Terganggu membuat catatan untuk Menyediakan
4. Sedikit Terganggu memotivasi kepatuhan lingkungan yang
5. Tidak Terganggu terhadap protokol latihan. baik untuk
beristirahat bagi
pasien setelah
priode latihan
5. Membantu
pasien untuk
mempersiapkan dan
membuat catatan
untuk memotivasi
kepatuhan terhadap
protokol latihan.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi, Andri Setiya dan Wahid, Abd, 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Medika.
Asikin, Muhammad, dkk. 2016. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Erlangga.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan pengurus Pusat PPNI
Black, M. Joyce, (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Smeltzer, 2010. Keperawatan medical bedah, edisi 8. Jakarta: EGC
Yasmara, Deni. Dkk, 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai