Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R


DENGAN FRAKTUR COSTA
DI RUANG HIGH CARE UNIT (HCU)
RUMAH SAKIT GUNUNG JATI CIREBON

Disusun oleh:
DIYAH AYU INDRIYANI
JNR0220027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2022/2023
1. Definisi
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah
tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik,
keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap. (Zairin Noor, 2016).
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma
muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila
disamping kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan tulang disertai
pula fraktur persendian tersebut (Zairin Noor, 2016).
Fraktur costae adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang/tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costae.

2. Etiologi
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
1). Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya frakturcostae antara lain
kecelakaaan lalu lintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh
pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma tembus, penyebab utama trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur
costa adalah luka tusuk dan luka tembak.
2). Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa terutama akibat gerakan yang menimbulkan
putaran rongga dada secara berlebihan, atau akibat adanya gerakan berlebihan stres
fraktur seperti pada gerakan olahraga lempar martil, soft ball, tenis dan golf.

3. Tanda dan Gejala


Menurut (Alimul Hidayat, 2013).
1. Deformitas
2. Bengkak/edema
3. Echimosis (Memar)
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Kurang/hilang sensasi
7. Krepitasi
8. Pergerakan abnormal
9. Rongen abnormal
4. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Perubahan Struktur Jaringan


Nyeri Akut Ansietas

Pergeseran
fragmen tulang Spasme otot Laserasi kulit &
jaringan

Deformitas Peningkatan
Post de Putus vena
kelenjar kapiler
entry kuman

Gangguan fungsi
Pelepasan histamin
muskuloskeletal Pendarahan
Resiko Infeksi
Protein plasma
Gangguan hilang Kehilangan cairan
Mobilitas Fisik

Oedema Risiko Syok

Penekanan
pembuluh darah

Penurunan perfusi
jaringan

Perfusi Perifer Tidak Efektif


5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Ajar, 2019)
1. Foto Rontgen
2. CT-Scan
3. Agiografi
4. Artografi
5. Artosentesis
6. Artroskopi
7. Biopsi
8. Pemeriksaan darah lengkap

6. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi
fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang di
pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan


fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada
fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk
fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan fraktur tertutup
1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang tepat
(mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan analgesik sesuai
resep)

2) Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak


terganggu dan memperkuat otot yangdiperlukan untuk berpindah tempat dan
untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat, alat bantu berjalan atau walker)

3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alatbantu dengan aman.

4) Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai kebutuhan dan
mencari bantuan personal jika diperlukan

5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan dir, informasi,


medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya supervisi layanan
kesehatan yang berkelanjutan.
b. Penatalaksanan fraktur terbuka
1) Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka, jaringan lunak, dan
tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang dan jaringan lunak. Pada kasus
fraktur terbuka, terdapat resiko osteomielitis, tetanus, dan gasgangren.
2) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit bersama
dengan tetanus toksoid jika diperlukan
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neourovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tanda infeksi.

7. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas : Berisi nama, tanggal lahir, usia, pendidikan, alamat, nama ayah/ibu,
pekerjaan ayah/ibu, agama, suku/bangsa, tanggal masuk RS, dan tanggal
pengkajian.
2) Keluhan Utama : pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan.
Riwayat Masa Lampau : Apakah klien sudah pernah sakit dan dirawat di
Rumah Sakit dengan penyakit yang sama ataupun tidak.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga : Apakah ada dalam keluarga klien yang sakit
seperti klien, atau ada yang menderita penyakit keturunan ataupun penyakit
menular.
4) Riwayat Sosial : Siapa yang mengasuh klien dan apa alasannya, gambaran
umum klien (periang, pendian, pemalu, pemarah, dll), lingkungan rumah
(bersih/kotor, ventilasi, keamanan rumah, penataan benda-benda, dll), serta
pemenuhan kebutuhan bermain klien di rumah.
5) Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Head to Toe atau persistem
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum
dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan
total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat
merupakan tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal

b) Secara sistemik
1) Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
(4) Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
(5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
(6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada
pendengaran.
(7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan cuping
hidung
(8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
(9) Thoraks
Inspeksi
Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus terraba sama.
Perkusi
Biasanya suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainya.
Auskultasi
Biasanya suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
(10) Jantung
Inspeksi
Biasanya tidak tampak iktus kordis
Palpasi
Biasanya iktus kordis tidak teraba
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(11) Abdomen
Inspeksi
Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia.
Palpasi
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba
Perkusi
Biasanya suara thympani
Auskultasi
Biasanya bising usus normal ± 20 kali/menit

(12) Ekstremitas atas


Biasanya akral teraba dingin, CRT < 2 detik, turgou kulit baik,
pergerakan baik
(13) Ekstremitas bawah
Biasanya akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek,
pergerakan tidak simteris, terdapat lesi dan edema.
2) Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler → 5 P yaitu
Pain, palor, parestesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskukuluskletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas oprasi
(1) penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya bisa sampai
5cm yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam. Cape au lait itu bisa
berbentuk seperti oval dan di dalamnya bewarna coklat. Ada juga
berbentuk daun dan warna coklatnya lebih coklat dari kulit, di dalamnya
juga terbentuk bintik-bintik dan warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda
ini biasanya ditemukan di badan, pantat, dan kaki.
(2) Fistulae warna kemrahan atau kebiruan (livide) atau hipergigmentasi.
(3) Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
(4) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
(5) Posisi jalan
b) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien.
Yang perlu dicatat adalah :
(1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kult. Capillary
refill time → Normal ≤ 2 detik.
(2) Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat
dipermukaan atu melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurevaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu di
deskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan tehadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(4) Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel , kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi di catat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik O (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang di lihat adalah gerakan aktif
dan pasif (Wahid, 2013).
6) Pola Aktivitas Sehari-Hari
- Pola nutrisi : klien yang mengalami patah tulah maka makanan yang
nutrisinya baik untuk kebutuhan harian, contohnya protein,kalsium, zat
besi, juga hal yang dapat mendukung proses pengobatan pada tulang.
- Pola eliminasi : Klien dapat mengalami diare oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga
dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
- Pola aktivitas dan latihan : Aktivitas klien akan terganggu karena harus
tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan
klien dibantu.
- Pola tidur dan istirahat : Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan
peningkatan suhu tubuh.
7) Pemeriksaan Penunjang
Istanah (2017) memafarkan pemeriksaan diagnostic pada penderita fraktur
antara lain:
- Foto rotgen ( X- ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur
- Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
- Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
- Hitung darah lengkap
b. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


Berisi data subjektif Berisi tentang Masalah/keluhan yang
dan data objektif perjalanan dirasakan atau dialami
pasien yang munculnya suatu pasien seperti pola
didapatkan pada saat gangguan yang napas tidak efektif dan
pengkajian dibutuhkan oleh lain sebagainya.
keperawatan. pasien.

2. Diagnosa Keperawatan sesuai dengan Prioritas


a) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (tindakan oprasi)
b) Gangguan pola tidur b.d kurangnya kontrol tidur
c) Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang
c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasionalisasi
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi Observasi
agen tindakan
1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui
pencedera fisik keperawatan
karakteristik, durasi, lokasi, karakteristik,
(tindakan selama 1x24 jam,
frekuensi, kualitas, durasi, frekuensi,
oprasi) diharapkan
dan intensitas nyeri kualitas, dan intensitas
tingkat nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
menurun dengan
nyeri 2. Untuk mengetahui skala
kriteria hasil:
3. Identifikasi respon nyeri nyeri dan
- Tanda vital
nyeri non verbal karakteristik nyeri
membaik
4. Identifikasi faktor 3. Untuk mengetahui
- Keluhan nyeri
yang memperberat tingkat nyeri yang
menurun
dan memperingan sebenarnya dirasakan
- Sikap
nyeri pasien
meringis
5. Identifikasi 4. Untuk mengurangi
menurun
pengetahuan dan faktor yang dapat
- Gelisah
keyakinan nyeri memperparah nyeri yang
menurun
6. Identifikasi pengaruh di rasakan
- Kesulitan tidur
budaya terhadap 5. Untuk mengetahui
menurun
respon nyeri sejauh mana pemahaman
7. Identifikasi pengaruh dan pengetahuan
nyeri pada kualitas terhadap nyeri yang
hidup dirasakan
8. Monitor keberhasilan 6. Karena budaya pasien
terapi komplementer bisa mempengaruhi
yang sudah diberikan bagaimana pasien
9. Monitor efek mengartikan nyeri itu
samping penggunaan sendiri
anlgetik 7. Untuk mencegah
terjadinya penurunan
Terapeutik
kualitas hidup dari
1. Berikan terapi non- pasien itu sendiri
farmakologis untuk 8. Agar kita mengetahui
mengurangi rasa sejauh mana kemajuan
nyeri yang dialami pasien
2. Kontrol lingkungan setelah dilakukan terapi
yang memperberat komplementer
rasa nyeri 9. Agar ketika timbul ciri-
3. Fasilitasi istirahat dan ciri abnormal pada tubuh
tidur pasien kita dapat
4. Pertimbakan jenis menghentikan
dan sumber nyeri pemberian obat
dalam pemilihan analgetik itu sendiri
strategi meredakan
nyeri Terapeutik

Edukasi 1. Agar dapat mengurangi


rasa nyeri yang di
1. Jelaskan penyebab,
rasakan oleh pasien
periode, dan pemicu
dengan cara non
nyeri
farmakologis
2. Jelaskan strategi
2. Agar nyeri yang
meredakan nyeri
dirasakan oleh pasien
3. Anjurkan monitoring
tidak menjadi buruk
nyeri secara mandiri
3. Agar kebutuhan tidur
4. Anjurkan
pasien terpenuhi
menggunakan
4. Agar tindakan yang akan
analgetik secara tepat
kita berikan sesuai
5. Ajarkan teknik non
dengan jenis nyeri dan
farmakologis untuk
sumber dari nyeri itu
mengurangi nyeri
sendiri serta dapat
Kolaborasi mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan oleh
1. Kolaborasi beri
klien
analgetik
Edukasi
1. Agar pasien dapat
menghindari penyebab
dari nyeri yang
dirasakan
2. Dengan tarik nafas
dalam contohnya
3. Agar pasien dapat
meredakan nyeri secara
mandiri ketika sudah
pulang dari RS
4. Agar pasien dapat
menghilangkan rasa
nyeri itu dengan obat
analgesik yang sesuai
dengan nyeri yang
dirasakan pasien
5. Agar pasien bisa
melakukan teknik ini
untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi
1. Untuk mengurangi nyeri
2. Gangguan pola Setelah dilakukan Observasi Observasi
tidur b.d tindakan 1. Identifikasi pola
1. Untuk mendata masalah
kurangnya keperawatan aktivitas dan tidur yang dialami pasien
kontrol tidur selama 1x24 jam, 2. Identifikasi faktor
2. Untuk mengumpulkan
diharapkan pola pengganggu tidur data yang mendukung
tidur membaik 3. Identifikasi makanan dalam pemenuhan
dengan kriteria dan minum yang kebutuhan pasien
hasil: menggangu tidur
3. Untuk mengtahui
- Keluhan ( mis. Kopi, teh pengarunya terhadap
kesulitan tidur alkohol, makanan pola tidur
menurun yang mendekati 4. Untuk mengetahu
- Keluhan pola waktu tidur, minum efeksamping yang
tidur berubah banyak air sebelum terjadi
menurun tidur)
- Keluhan tidak 4. Identifikasi obat tidur Terapeutik
puas tidur yang di konsumsi
1. Untuk memberikan rasa
menurun
nyaman terhadap pasien
- Terapeutik
2. Agar pasien mampu
1. Modifikasi beristirahat cukup
lingkungan ( mis. 3. Agar pasien mampu
Pencahayaan, merasakan tenang
kebisingan, suhu, 4. Untuk menjaga kualitas
matras, tempat tidur) tidur yang baik
2. Batasi waktu tidur 5. Agar pasien mampu
siang jika perlu rileks dan merasa lebih
3. Fasilitasi santai
menghilangkan stres 6. Untuk membantu
sebelum tidur kualitas tidur
4. Tetapkan jadwal tidur
5. Lakukan prosedur Edukasi
untuk meningkatkan
1. Agar pasien tahu
kenyamanan (mis.
mengenai pentingnya
Pijat, pengaturan
istirahat yang cukup
posisi, terapi
2. Untuk membiasakan
akuresur)
waktu tidur rutin
6. Sesuaikan jadwal
3. Untuk menghindari
pemberian obat
terjadinya gangguan
dan/atautindakan utuk
kualitas tidur
menunjang siklus
4. Agar mendapat efek
tidur-terjaga
tenang pada pasien
Edukasi 5. Untuk memberikan
pemahaman yang baik
1. Jelaskan pentingnya
kepada pasien terkait
tidur cukup selama
pola tidur
sakit
6. Untuk menunjang
2. Anjurkan menepati
penyembuhan pasien
kebiasaan waktu tidur
dengan baik
3. Anjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang menggangu
tidur
4. Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap REM
5. Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan
pola tidur (mis.
Psikologis, gaya
hidup, sering berubah
shif kerja)
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologis
lainnya

3. Gangguan setelah dilakukan Observasi Observasi


mobilitas tindakan 1. Identifikasi adanya 1. Untuk mengetahu
fisik b.d keperawatan nyeri atau keluhan adanya nyeri atau
kerusakan selama 1x24 jam, fisik lainnya keluhan fisik lainnya
integritas diharapkan 2. Monitoring frekuensi 2. Untuk mengetahu
struktur mobilitas fisik jantung dan tekanan frekuensi jantung dan
tulang meningkat dengan darah sebelum tekanan darah sebelum
kriteria hasil: memulai mobilisasi mobilisasi
- Pergerakan 3. Monitoring kondisi 3. Untuk mengetahui
ekstermitas umum selama kondisi umum pasie
meningkat melakukan mobilisasi selama melakukan
- Kekuatan otot mobilisasi
meningkat Terapeutik
- ROM 1. Fasilitasi aktifitas Terapeutik
meningkat mobilisasi dengan 1. Untuk memfasilitasi
- Nyeri alat mudah ( mis. kebutuhan alat yang
menurun Pagat tempat tidur) diperukan oleh pasien
- Gerakan 2. Fasilitasi melaakukan 2. Untuk mengetahui
terbatas pergerakn, jika perlu fasilitasi pergerakan
menurun 3. Libatkan keluarga pasien
- Kaku sendi untuk membantu 3. Agar keluarga berperan
menurun pasien dalam dalam membantu pasien
- meningkatkan dalam proses
pergerakan penyembuhan

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan 1. Agar pasien mengetahui
prosedur mobilisasi tujuan dan prosedur
2. Anjurkan melakukan mobilisasi
mobilisasi dini 2. Untuk mempercepat
3. Anjurkan mobilisasi proses penyembuhan
sederhana yang harus 3. Agar pasien mampu
dilakukan (mi. Duduk melakukan mobilisasi
di tempat tidur) sederhana secara
Kolaborasi mandiri
- Kolaborasi
-
Daftar Pustaka

Alimul Hidayat, Aziz, 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer dan Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.12. Jakarta: EGC.

Wahid, 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gsnggusn Muskuloskeletal. Jakarta: Tans Info
Media.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri, 2013. Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh ASKEP. Jakarta: Nuha Medika.
Zairin Noor (2016). Buku Ajaran Gangguan Muskuloskeletal (Edisi 2). Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai