Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

AN.D DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR RADIUS ULNA DI RUANG


BOUGENVILLE2 RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN

Di Susun Oleh :

ROUDLOTUL JANNAH
23149021

PROGRAM STUDY PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


ISTEK INSAN CENDEKIA HUSADA BOJONEGORO
TAHUN AJARAN
2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


AN.D DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR RADIUS ULNA DI RUANG
BOUGENVILLE2 RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN

Telah mendapatkan persetujuan dari pembimbing akademik dan pembimbing


klinik telah di setujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mengetahui
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Bayu Akbar Khayudin, S.Kep.,M.Kep Ns. Suyono, S.Kep


0702029003 196808171989031020

Kepala Ruang Bougenville 2

Ns. Suyono, S.Kep


196808171989031020
Laporan Pendahuluan

a. Definisi
Fraktur radius-ulna adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna
yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun
trauma tidak langsung (Kasiati, 2020). Menurut Desirtama(2017) fraktur kedua
tulang bawah merupakan cedera yang tidak stabil. Fraktur nondislokasi jarang
terjadi. Stabilitas fraktur yang bergantung pada jumlah energi yang diserap
selama cedera dan gaya otot-otot besar yang cenderung menggeser fragmen.
b. Etiologi

Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat

tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu

ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu

fraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu

sendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, seperti saat sebuah

benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas tulang.

Menurut Lemone (2016) fraktur batang radius dan ulna biasanya terjadi

karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh

dengan lengan teregang. Fraktur radius dan ulna biasanya merupakan akibat

cedera hebat. Cedera langsung biasanya menyebabkan fraktur transversa pada

tinggi yang sama, biasanya di sepertiga tengah tulang (Lemone, 2016).

c. Manifestasi Klinis

1. Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.

2. Tidak mampu menggerakan lengan/tangan

3. Spasme otot
4. Perubahan bentuk /posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan

normal

5. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur

6. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh

fragmen tulang

7. Krepitasi jika digerakkan

8. Pendrahan

9. Hematoma

10. Syok

11. Ketebatasan mobilisasi (Brunner & Suddart, 20129)

d. Klasifikasi

Menurut Noor (2016) Jenis-Jenis Fraktur adalah :

1) Fraktur Tertutup (Close fracture)

Fraktur tertutup adalah fraktur di mana kulit tidak ditembus oleh

fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan

atau tidak mempunya hubungan dengan dunia luar.

2) Fraktur Terbuka (Open fracture)

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia

luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari

dalam atau dari luar. Fraktur terbuka digradasi menjadi:

a) Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya.

b) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang

ekstensif

c) Geade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan


jaringan lunak ekstensif.

3) Fraktur dengan Komplikasi (Complicated fracture)

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan

komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, dan infeksi

tulang.

e. Patofisiologi

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

adanya gaya dalam tubuh, yaiutu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,

patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka

ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan

pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi

perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan

poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan didalam tubuh. Fraktur

terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan

gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat

terjadi neurovaskuler neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga

mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai

jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan

udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan

integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma

gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tetutup. Pada

umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan

immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah

dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.


f. Bagan Patofiologi

Trauma tidak langsung, daya pemuntir (biasanya jatuh pada lengan),pukulan


langsung atau daya tekukan

Fraktur radius ulna-tertutup

Terputusnya hubungan Kerusakan jaringan lunak


tulang
Terapi imobilisasi
Ketidakmampuan gips sirkular
Terapi bedaah Kerusakan Kerusakan
melakukan pergerakan
fiksasi eksterna saraf Spasme vaskular
lengan
otot

Hambatan
mobilitas fisik Nyeri Pembengkakakan
Resiko tinggi lokal
trauma

Respon Ketidaktahuan teknik Pasca-bedah Risiko sindrom


psikologis mobilisasi kompartemen

Port de entree
Ansietas Risiko
malunaion, Risiko tinggi
delayed union, infeksi
non-union
g. Pemeriksaan diagnostic

Menurut Noor (2016) pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :

1) Pemeriksaan Radiologi

a) Pemeriksaan rontgen (sinar x-ray) untuk mrndapatkan gambaran

keadaan dan kedudukan tulang.

b) CT scan dilakukan pada beberapa kondisi fraktur.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat,

menurun pada pendarahan.

b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

c) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

d) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),

Asparat Amino Transferase (AST), Aldolase meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

h. Komplikasi

1. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok

2. Bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera

3. Sindroma kompartemen

4. Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang

dibutuhkan untuk kehidupan jaringan

5. Tromboemboli

6. Infeksi (Brunner & Suddart, 2019)


i. Penatalaksanaan Medis

Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani

fraktur :

1. Rekognisi

Penegenalan Riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan

perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan

bentuk tulang dan ketidakstabilan, Tindakan apa yang

haruscepatdilakukan misalnya pemasangan bidai

2. Reduksi

Usaha dan Tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah

sedapat mungkin Kembali seperti letak asalnya.

3. Debridemen

Untuk mempertahankan/ memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar

fraktur pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan .

4.Rehabilitasi

Memulihkan Kembali fragmen fragmen tulang yang patah untuk

mengembalikan fungsi normal. Perlu dilakukan mobilisasi kemandirian.

j. Pemeriksaan Fisik

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap

tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat

bergantung pada tahap ini. (Swarjana, 2015).


Pengkajian keperawatan pre op fraktur (Nurarif & Hardhi, 2023)

meliputi:

a) Aktivitas/Istirahat

Gejala: keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

(dapat segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder

pembengkakan jaringan dan nyeri).

b) Sirkulasi

Tanda: peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon

terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan

tekanan darah bila terjadi pendarahan.

c) Neurosensori

Gejala: hilang gerakan/sensasi, kesemutan/kebas. Tanda:

deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,

krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi, agitasi

berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.

d) Nyeri/Kenyamanan

Gejala: nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin

terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi),

spasme/kram otot setelah imobilisasi.

e) Keamanan

Tanda: laserasi kulit, perdarahan, pembengkakan local (dapat

meningkat bertahap atau tiba-tiba).

f) Pembelajaran

Bantuan aktivitas perawatan diri, prosedur terapi medis dan


keperawatan.

Pengkajian keperawatan post op fraktur (Lemone 2016) meliputi:

a) Sirkulasi

Gejala: riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit

vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan resiko

pembentukan thrombus).

b) Integritas ego

Gejala: perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor

stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda: tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan / peka

rangsangan, stimulasi simpatis.

c) Makanan/ cairan

Gejala: insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk

hipoglikemi/ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas),

membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukan/periode

puasa pra operasi).

d) Pernafasan

Gejala: infeksi, kondisi kronis/batuk, merokok.

k. Kemungkinan diangnosa yang mungkin muncul

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

muskuloskeletal akibat fraktur

3) Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh primer menurun


l. Perencanaan dan Rasional

Diagnosa Perencaan Rasional

Nyeri akut 1) Observasi tanda-tanda vital tiap 6 1) : untuk mengetahui

jam perkembangan pasien

2) Kaji skala nyeri pasien 2) dengan mengkaji skala nyeri

3) Ajarkan teknik distraksi dan berdasarkan PQRST dapat

relaksasi diketahui tingkat nyeri pasien dan

4) Berikan lingkungan yang aman sejauh mana efektifitas tindakan

dan nyaman keperawatan yang dilakukan.

5) Kolaborasi dalam pemberian obat 3) Ajarkan teknik distraksi pasien

analgetik. tidak akan terfokus pada

nyerinya,dengan teknik relaksasi

dapat merilekskan otot-otot

sehingga rasa nyeri pasien

berkurang

4) dengan lingkungan yang aman

dan nyaman akan membuat pasien

lebih rileks

5) dengan pemberian analgetik

dapat mengurangi nyeri

Hamnbata 1) Observasi tingkat aktivtas pasien 1) mengetahui rentang gerak yang

n mobilitas 2) Observasi kekuatan otot pasien. bisa dilakukan pasien

fisik 3) Bantu pasien dalam mobilisasi 2) megetahui pekembangan

secara bertahap kekuatan otot pasien

4) Ajarkan serta bantu pasien dalam 3) melatih kekuatan otot yang

ROM aktif dan pasif menurun sehingga kekuatan otot


meningkat

4) melatih persendian dengan

harapan perendian dan otot

pasen tidak kaku.

Resiko 1) Observasi tanda-tanda vital 1) Mengetahui perkembangan

Infeksi 2) Observasi tanda-tabda infeksi pasien

(rubor, kalor,dolor, tumor, fungsio 2) Menentukan tingkat keparahan

laesa). penyakit dan bakteri

3) Rawat luka dengan teknik steril, 3) mencegah masuknya

inspeksi luka atau robekan mikroorganisme penyebab

kontinuitas dan kolaborasi dalam infeksi

pemeriksaan lab (WBC) dan 4) pemberian antibiotil dapat

pemberian antibiotik. menghambat dan menekan

4) Kolaborasi dalam pemberian pertumbuhan mikroorganisme

antibiotik penyebab infeksi.


m. Daftar Pustaka

Desiartama, A & I,G.N.W.A. (2017). E-Jurnal Medika, Vol. 6 No.5, Mei,


2017. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat
Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013, 6(5), 2-4.
Kasiati & Ni, W. D. R. (2020). Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta.
LeMone dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Noor, Zairin. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Nurarif, A.H & Hardhi, K. (2023). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Swarjana. (2015). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai