Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN

FRAKTUR

DIBUAT OLEH :
NETTI YUNITA
NPM 2022207209120

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditetukan sesuai jenis dan luasnya,
fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gerakan puntir mendadak, gaya remuk dan
bahkan kontraksi otot eksterm (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah patah atau retak pada tulang yang utuh. Biasanya fraktur disebabkan
oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidayat & Jong, 2005)
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Nurarif, 2015 ).

2. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut (Wahid, 2013) adalah:
a. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1) Fraktur komplit
2) Fraktur inkomplit
a) Hairline fracture/stress fracture
b) Buckle atau torus fracture
c) Green stick fracture
b. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur transversal
2) Fraktur oblik
3) Fraktur spira
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
c. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur komunitif
2) Fraktur segmental
3) Fraktur multiple
d. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser)
2) Fraktur displace (bergeser)
e. Berdasarkan posisi fraktur.
Sebatang tulang terbagi menjadi 3 bagian yaitu 1/3 proksimal, 1/3 medial, dan 1/3
distal
f. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Fraktur terbuka
2) Fraktur tertutup
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.

3. Etiologi
Penyebab patah tulang dibagi dalam tiga bagian menurut Nanda (2012) :
a. Trauma langsung dan tidak langsung
1) Trauma langsung. Kekerasan secara langsung menyebabkan tulang patah pada
titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bemper mobil, maka
tulang akan patah tepat ditempat terjadinya benturan tersebut.
2) Trauma tidak langsung. Jika titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan, jauh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi tulang
belakang.
b. Proses suatu penyakit
Adalah fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang
akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis.
c. Stress pada tulang
Apabila suatu tulang diberikan tekanan yang berulang-ulang
4. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), trauma dan kondisi patologis yang terjadi
pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan diskontinuitas jaringan
tulang yang dapat membuat penderita mengalami kerusakan mobilitas fisiknya.
Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh
darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika mengenai jaringan lunak makan akan
terjadi spasme otot yang menekan ujung saraf dan pembuluh darah dapat
mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome compartement.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur beragam dalam hal
keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur terjadi pada semua
kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang mengalami trauma yang terus-
menerus dan pada pasien lansia. Fraktur dapat terjadi akibat pukulan langsung,
kekuatan tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau penyakit yang
melemahkan tulang. Dua mekanisme dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau
kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau
dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak
langsung, energi kinetik di transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah.
Fraktur terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pebekakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
sindrom compartment (Brunner & Suddarth, 2002).
5. Pathway
6. Manisfestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smerltzer & Bare (2001) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya,
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
c. Ekimosis dari perubahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
g. Kehilangan sensasi
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Muttaqin (2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada fraktur yaitu:
a. Anamnesa/ pemeriksaan umum
b. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan menggunakan
sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga dimensi dari keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit.
c. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
d. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
e. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk
mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi :
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspratat
aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
f. Pemeriksaan lain-lain :
1) Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi
lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
2) Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
3) Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
4) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
5) Indigium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

8. Komplikasi
Adapun komlikasi dari fraktut yaitu:
a. Komplikasi segera
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik,
kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit
b. Early complication
Dapat terjadi seperti: osteomeilitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen
c. Late complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi),
degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion)
(Smeltzer & Bare, 2001)

9. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi :
a. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali
dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
b. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku .
c. Retensi (Imobilisasi)
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna mempertahankan
dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Pengembalian secara bertahap pada aktivitas
semula diusahakan untuk sesuai batasan. Fiksasi interna memungkinkan mobilisasi
lebih awal
(NANDA, 2015).

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA


1. Pengkajian
a. Identitas klien : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang digunakan
sehari-hari, status perkawinan, pendidikan , pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama : Pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
c. Riwayat penyakit sekarang: Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab terjadinya fraktur, yang dapat membantu dalam menentukan perencanaan
tindakan.
d. Riwayat penyakit dahulu: Pengumpulan data ini ditentukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi bentuk berapa lama tulang tersebut menyambung.
e. Riwayat penyakit keluarga: Pengumpulan data ini untuk mengetahui penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang yang merupakan salah satu
faktor terjadinya fraktur
f. Aktivitas /istirahat: Apakah setelah terjadi fraktur ada keterbatasan gerak/kehilangan
fungsi motorik pada bagian yang terkena fraktur (dapat segera maupun sekunder,
akibat pembengkakan/ nyeri)
g. Sirkulasi: Terdapat tanda hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hypotention (hipovolemia). Takikardi (respon stress,
hipovolemia). Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera
h. Neurosensori: Gejala yang muncul antar lain spasme otot, kebas/kesemutan,
deformitas local, pemendekan rotasi, krepitasi, kelemahan/kehilangan fungsi.
i. Nyeri/ Kenyamanan: Nyeri berat tiba-tiba saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan atau kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada
nyeri akibat kerusakan saraf dan spasme/kram otot.
j. Keamanan: Tanda yang muncul laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan, dan
perubahan warna kulit dan pembengkakan lokal (Lukman, 2012).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Resiko infeksi
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Gangguan integritas kulit/jaringan
e. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
f. Resiko pedarahan
b. Defisit pengetahuan
3. Intervensi Keperawatan
No Dx. Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut Tingkat nyeri Mandiri
Penyebab: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
- Agen pencedera fisiologis diharapkan nyeri menurun. intensitas nyeri
- Agen pencedera kimiawi Kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri
- Agen pencedera fisik - Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Meringis menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
- Gelisah menurun nyeri
- Kesulitan tidur menurun - Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
- Frekuensi nadi membaik nyeri
- Pola tidur membaik - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Resiko infeksi Tingkat infeksi Mandiri
Penyebab: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, - Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
- Penyakit kronis diharapkan pasien terbebebas dari infeksi. - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
- Efek prosedural infasif Kriteria hasil: lingkungan pasien
- Malnutrisi - Nafsu makan meningkat - Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
- Peningkatan paparan - Demam menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
organisme patogen - Kemerahan menurun - Anjurkan meningkatkan asupan cairan
lingkungan - Nyeri menurun Kolaborasi
- Ketidakadekuatan pertahanan - Bengkak menurun - Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
tubuh primer - Kadar sel darah putih membaik
- Ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder
3 Gangguan mobilitas fisik Mobilitas Mandiri:
Penyebah: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, - Identifikasi kebutuhan dilakukan pembidaian (fraktur)
- Hilangnya integritas struktur diharapkan mobilitas fisik meningkat. - Monitor bagian distal area cedera
tulang; penurunan kekuatan Kriteria hasi: - Monitor adanya perdarahan pada daerah cedera
atau kontrol otot - Pergerakan ekstremitas meningkat - Identifikasi material bidai yang sesuai
- Nyeri atau ketidaknyamanan; - Nyeri menurun - Tutup luka terbuka dengan balutan
keengganan untuk memulai - Kecemasan menurun - Atasi perdarahan sebelum bidai dipasang
gerakan - Gerakan terbatas menurun - Berikan bantalan pada bidai
- Pembatasan gerakan yang - Imobilisasi sendi diatas dan dibawah area cedera
ditentukan-imobilisasi anggota - Topang kaki menggunakan penyangga kaki
tubuh - Tempatkan ekstremitas yang cedera dalam posisi fungsional
- Jelaskan tujuan dan langkah prosedur sebelum pemasangan
bidai
- Anjurkan membatasi gerak pada area cedera
4 Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan Mandiri:
kulit/jaringan Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Penyebab: diharapkan intergitas kulit dan jaringan - Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
- Perubahan sirkulasi membaik. kering
- Perubahan status nutrisi Kriteria hasil: - Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
- Kekurangan/kelebihan - Kerusakan jaringan menurun - Anjukan menggunakan pelembab
volume cairan - Kerusakan lapisan kulit menurun - Anjurkan meningkatkan nutrisi
- Penurunan mobilitas - Nyeri menurun Mandiri:
- Bahan kimia infasif - Perdarahan menurun - Monitor karakteristik luka
- Suhu lingkungan yang - Hematoma menurun - Monitor tanda infeksi
ekstrim - Nekrosis menurun - Lepaskan balutan & plester secara perlahan
- Faktor mekanis - Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik
- Neuropati perifer - Bersihkan jaringan nekrotik
- Perubahan hormonal - Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
- Jelaskan tanda & gejala infeksi
- Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
5 Resiko disfungsi neurovaskuler Neuovaskuler perifer & Perfusi perifer Mandiri:
perifer Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, - Periksa sirkulasi perifer secara menyeluruh
Faktor resiko: diharapkan resiko ketidakefektifan perfusi - Monitor nyeri pada daerah yang terkena
- Pengurangan atau gangguan jaringan perifer menurun. - Monitor tanda-tanda penurunan sirkulasi perifer
aliran darah Kriteria hasil: - Tinggikan daerah yang cedera 20 derajat diatas jantung
- Cedera langsung vaskuler - Sirkulasi arteri meningkat - Lakukan rentang gerak aktif dan pasif
- Trauma jaringan - Sirkulasi vena meningkat - Ubah posisi tiap 2 jam
- Edema berlebihan - Pergerakan ekstremitas meningkat - Hindari memijat atau mengompres otot yang cedera
- Adanya trombus - Nyeri menurun - Jelaskan mekanisme terjadinya emboli perifer
- hipovolemik - Suhu tubuh membaik - Ajarkan cara mencegah emboli perifer
- Penyembuhan luka membaik - Ajarkan pentingnya antikoagulan selama 3 bulan
- Edema perifer menurun Kolaborasi:
- Nekrosis menurun - Kolaborasi pemberian antikoagulan
6 Resiko perdarahan Penyembuhan luka & Tingkat luka Mandiri:
Faktor resiko: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, - Monitor tanda gejala perdarahan
- Ketidakseimbangan ventilasi diharapkan penyembuhan luka meningkat. - Monitor hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
perfusi (mis, aliran darah yang Kriteria hasil: kehilangan darah
berubah, emboli darah atau - Penyembuhan luka meningkat - Monitor tanda-tanda vital ortostatik
lemak) - Penyatuan tepi luka meningkat - Monitor koagulasi
- Perubahan alveolar dan - Nyeri menurun - Pertahankan bedrest selama perdarahan
membran kapiler (mis, - Infeksi menurun - Batasi tindakan infasif
kongesti interstisial, edema - Kelembapan kulit menurun - Jelaskan tanda gejala perdarahan
paru) - Perdarahan pasca operasi menurn - Anjurkan menghindari aspirin dan antikoagulan
- Tekanan darah membaik - Anjurkan meningkatkan makanan dan vitamin K
- Suhu tubuh membaik - Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat pengotrol perdarahan
- Kolaborasi pemberian produk darah
7 Defisit pengetahuan Tingkat Pengetahuan Mandiri:
Penyebab: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Keterbatasan kognitif 3x24 jam, hiharapkan tingkat pengetahuan - Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
- Gangguan fungsi kognitif meningkat. menurunkan motiasi perilaku hidup bersih dan sehat
- Kekeliruan mengikuti anjuran Kriteria hasil: - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Kurnag terpapar informasi - Perilaku sesuai anjuran meningkat - Jadwalkan pendidikan kesehatans sesuai kesepakatan
- Kurang minat dalam belajar - Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu - Berikan kesempatan untuk bertanya
- Kurang mampu mengingat topik meningkat - Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ketidaktahuan menemukan - Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
sumber informasi menurun - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
- Persepsi yang keliru terhadap masalah perilaku hidup bersih dan sehat
menurun
- Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
menurun
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta. Penerbit Buku Kekokteran; EGC

Bruner & Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta; EGC

Lukman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta; Salemba Medika

Nanda. 2012. Diagnosis Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi. 2012-2014. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran; EGC.

Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. 2015-2017. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran; EGC

Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-
Noc. Edisi Revisi. Yogyakarta; Mediaction

SDKI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: PPNI
SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Sjamsuhidayat & Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Masalah, Pertimbangan Klinis Bedah,
dan Metode Pembedahan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.; EGC

SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Smerltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta; EGC

Wahid, A. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta;


Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai