Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

Disusun oleh :

MUHAMMAD LUTHFI CHAKIM

20101440118051

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO


SEMARANG

DIPLOMA III KEPERAWATAN

2020
A. DEFINISI FRAKTUR

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu


tulang karena adanya tekanan pada tulang yang disebabkan oleh pukulan
langsung atau gaya meremuk. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di
sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat
menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan
otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang
pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan
Hawks, 2014).

B. ETIOLOGI
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang
menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot
dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan,
edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang,
tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi
disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal
sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).

C . PATOFIS IOLOGI
Menurut Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014 mekanisme trauma dapat
mengakibatkan beberapa jenis fraktur :
1. Fraktur spiral atau oblik, diakibatkan oleh tekanan berputar
2. Fraktur tranversal, diakibatkan oleh tekanan yang membengkok
3. Fraktur impaksi, diakibatkan oleh tekanan sepanjang aksis tulang
4. Fraktur depresi, trauma langsung pada tulang tengkorak-1
Pada fraktur femur, dapat terjadi fraktur spiral karena jatuh dengan
posisi tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur.
Fraktur melintang dan obliks dapat terjadi akibat angulasi atau benturan
langsung, sering ditemukan pada kecelakaan lalu lintas.
Pada benturan keras, dapat terjadi fraktur kominutif karena
diakibatkan dari kombinasi kekuatan langsung dan tak langsu ng, atau
dapat terjadi fraktur segmental. Pada fraktur batang-tengah, walaupun
jaringan lunak mengalami cidera dan perdarahan hebat, otot masih dapat
menstabilkan fraktur yang diterapi dengan traksi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012) :
1. Nyeri.
2. Kehilangan fungsi.
3. Deformitas.
4. Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot.
5. Krepitasi.
6. Pembengkakan.
7. Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
E. PATHWAY

F. KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi
dini, dan komplikasi lambat. (Helmi, 2012)
1. Komplikasi segera
Komplikasi segera merupakan komplikasi yang terjadi pada saat terjadi
fraktur atau segera setelahnya.
a) Lokal
Kerusakan yang langsung disebabkan oleh trauma selain patah tulang
atau dislokasi, seperti : trauma pada kulit (kontusio, abrasi, laserasi,
luka tembus), vascular (perdarahan), organ dalam, neurologis (otak,
medulla spinalis, saraf perifer).
b) Umum
Komplikasi seperti syok, trauma multiple.
2. Komplikasi dini
Komplikasi dini merupakan komplikasi yang terjadi beberapa hari setelah
fraktur.
a. Lokal
Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, thrombosis, osteomielitis.
b. Umum
Emboli paru, tetanus
3. Komplikasi lambat
Komplikasi lambat merupakan komplikasi yang terjadi lama setelah
fraktur
a. Lokal
Tulang (malunion, nonunion, delayed union), sendi (ankilosis),
kerusakan saraf.
b. Umum
Neurosis pascatrauma

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologi
Pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah 
menggunakan sinar rontgen (X-ray). Beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan dalam  membaca gambaran radiologis adalah 6A,
yaitu sebagai  berikut :
a. Anatomi (misalnya proksimal tibia).
b. Artikular (misalnya intra-Vs ekstra-artikular).
c. Alignment (misalnya: first plane).
d. Angulation.
e. Apeks (maksudnya  fragmen  distal  fraktur).
f. Apposition.
CT scan biasanya dilakukan hanya dilakukan pada beberapa
kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak  mencapai
kebutuhan diagnosis.
g. Pemeriksaan  Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk
mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi seperti berikut:
1. Alkalin  fosfat  meningkat  pada  kerusakan  tulang  dan
menunjukan kegiatan osteoblastik dalam  membentuk 
tulang.
2. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat 
Dehidrogenase (LDH -5), Asparat Amino Transferase
(AST), aldolase meningkat pada tahap  penyembuhan 
tulang.
h. Pemeriksaan  lainnya
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas:
Dilakukan pada kondisi fraktur dengan komplikasi, pada
kondisi infeksi, maka biasanya didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak  atau 
sobek karena trauma yang berlebihan.
5. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan  adanya
infeksi.
6. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. t

Istianah (2017)
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
panas.
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam,
gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu
makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil,
gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak)

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
3. Pemeriksaan persistem
a. System persepsi sensori
1) Sistem persyarafan: kesadaran
2) Sistem pernafasan
3) Sistem kardiovaskuler
4) Sistem gastrointestinal
5) Sistem integument
6) Sistem perkemihan
b. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolism
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Foto rontgent
c. USG, endoskopi atau scanning
5. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).
6. Rencana keperawatan

no Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi


keperawatan hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan a. Kaji secara
berhubungan tindakan menyeluruh
dengan agen keperawatan selama tentang nyeri
injuri fisik, 3x24 jam nyeri dapat termasuk lokasi,
spasme otot, terkontrol. Kriteria durasi, frekuensi,
gerakan fragmen Hasil: Skala nyeri intensitas, dan
tulang, edema, menurun, ekspresi faktor penyebab.
cedera jaringan wajah tidak b. Observasi isyarat
lunak, menahan nyeri, non verbal dari
pemasangan tanda-tanda vital ketidaknyamanan
traksi normal. terutama jika tidak
dapat
berkomunikasi
secara efektif.
c. Berikan informasi
tentang nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
akan berakhir dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur.
d. Berikan posisi yang
nyaman
e. Ajarkan teknik non
farmakologi
(misalnya: relaksasi,
guide, imagery,
terapi musik,
distraksi)
f. Kolaborasikan
pemberian
analgetik
2 Hambatan Setelah dilakukan a. Monitor pasien
mobilitas fisik tindakan dalam
berhubungan keperawatan selama menggunakan alat
dengan 3x24 jam mobilitas bantujalan yang
kerusakan rangka fisik dapat lain
neuromuscular, terkontrol. Kriteria b. Bantu pasien untuk
nyeri, gangguan Hasil: Keseimbangan menggunakan
musculoskeletal, penampilan fasilitas alat bantu
gangguan memposisikan jalan dan cegah
neuromuscular, tubuh, mampu kecelakaan atau
kenggenan menggerakan sendi jatuh.
memulai dan otot secara c. Instruksikan
pergerakan, perlahan pasien/pemberi
terapirestriktif pelayanan
(imobilisasi). ambulansi tentang
teknik ambulansi.
d. Tempatkan tempat
tidur pada posisi
yang mudah
dijangkau/diraih
pasien.
e. Kolaborasikan
dengan fisioterapi
tentang rencana
ambulansi sesuai
kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.

DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014), Keperawatan Medikal


bedah, Ed. I, Yogyakarta: Rapha publishing

Helmi, Zairin N.2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:


Salemba Medika

Istinah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Muskuloskeletal. Yogyakarta:Pustaka Baru Press

Anda mungkin juga menyukai