Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR PELVIS : PRE OPERATIF


DI RUANG ANGGREK RS PANTI WILASA CITARUM SEMARANG

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi.
Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa.
Kesimpulan :
Fraktur pelvis adalah trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan
oleh ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.

B. ETIOLOGI
1. Trauma
a. Langsung (kecelakaan lalu lintas)
b. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang)
2. Patologis : Metastase dari tulang
3. Degenerasi
4. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat

C. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchimosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain

D. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Penatalaksanaan Awal
a) Pertolongan pertama ( emergency )
b) Resusitasi
c) Penilaian klinis
2. Enam prinsip umum pengobatan fraktur
a) Jangan membuat keadaan lebih jelek komplikasi pengobatan
latrogenik mal praktek
b) Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
c) Seleksi pengobatan
Menghilangkan nyeri
Memperoleh posisi fragmen yang baik
Mengusahakan penyambungan tulang
Pengembalian fumgsi yang obtimal
d) Mengingat proses penyembuhan secara alami
e) Bersifat realistic dan praktek dalam memilih jenis pengobatan
f) Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individu
3. Sebelum melakukan pengobatan definitive.
a) Recognition ; diagnosis dan penilaian fraktur
Lokasi fraktur
Bentuk fraktur
Tehnik sesuai fraktur
b) Reduction ; perlu bila restorasi frakturuntuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima.
c) Retention ; mobilisasi fraktur.
d) Rehabilitasi
PATHWAY

kondisi patologis, Trauma Facial


osteoporosis, neoplasma Langsung/tidak langsung

Absorbsi Kalsium

Rentan fraktur Fraktur pelvis perdarahan

Trauma jaringan
pelvis
Deprasi saraf nyeri reposisi

Port de entre kuman

Gangguan Deficit
rasa nyaman pengetahuan
: nyeri Resti infeksi
fiksasi

cemas

Pemasangan
kateter

nyeri
Gangguan eliminasi

Nafsu makan

Gangguan
pemenuhan nutrisi
: kurang dari
kebutuhan
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko tinggi infeksi saluran perkemihan b/d perlukaan pelvis
Gangguan rasa nyaman Nyeri akut b/d trauma jaringan pelvis
Ansietas/ kecemasan b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri

F. Fokus Pengkajian
1. Riwayat Penyakit :

Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya


cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya,
pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat
osteoporosis serta riwayat penyakit lainnya

2. Pemeriksaan Fisik :

a. Inspeksi (look)

Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi,


angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).

b. Palpasi (feel)

Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis


dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat
fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit,
capillary refill test.

c. Gerakan (moving)

Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.

3. Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur,
harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.


Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan
yang normal)
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
b. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Darah rutin,
Faktor pembekuan darah,
Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
Urinalisa,
Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
kliren ginjal).

c. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan


vaskuler akibat fraktur tersebut.
4. Komplikasi :

Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua yaitu bisa
karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan fraktur yang disebut
komplikasi iatrogenik.

a. Kompikasi Umum :

Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik


(karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi
pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama
pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi
gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak,
tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT).

b. Komplikasi Lokal :

Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut
komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi lanjut.

Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :

Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.


Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang
fraktur.
Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga mengganggu aliran darah.

5. Penatalaksanaan :

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:

1. Mengurangi rasa nyeri,

Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang


hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu
pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal,


sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang
bersifat sementara saja.

3. Membuat tulang kembali menyatu

Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4. Mengembalikan fungsi seperti semula

Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot
dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan
upaya mobilisasi.

6. Proses Penyembuhan Tulang :


a. Fase Inflamasi :

Fase ini berlangsung mulai terjadinya fraktur hingga kurang lebih satu sampai
dua minggu. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom diikuti invasi
sel-sel peradangan yaitu neutrofil, makrofag, sel fagosit, osteoklas, yang
berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, yang akan mempersiapkan
fase reparatif. Jika dirontgen, garis fraktur lebih terlihat karena telah
disingkirkannya material nekrotik.

b. Fase Reparatif :

Dapat berlangsung beberapa bulan. Ditandai dengan diferensiasi dari sel


mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur diisi oleh kondroblas dan
fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Pada awalnya terbentuk
kalus lunak, terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil
jaringan tulang. Osteoblas mengakibatkan mineralisasi kalus lunak menjadi
kalus keras serta menambah stabilitas fraktur. Jika dirontgen maka garis
fraktur mulai tidak tampak.

c. Fase Remodeling :

Fase ini bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan untuk


merampungkan penyembuhan tulang, yang meliputi aktifitas osteoblas dan
osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur agar menjadi
matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah
fraktur.

G. INTERVENSI
a. Resiko tinggi infeksi saluran perkemihan b/d perlukaan pelvis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam, potensi saluran
perkemihan dapat dipertahankan, dengan kriteria hasil :
Pola perkemihan normal
BAK lancar

Intervensi :
Observasi frekwensi perkemihan.
Rasional : Dapat mengindikasikan terjadinya gagal perkemihan
Awasi tanda vital dan perubahan mental
Rasional :peningkatan gelisah dapat mengindikasikan terjadinya retensi urine.
Perkusi kandung kemih
Rasional : Untuk mengetahui penumpukan urine.

b. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b/d trauma jaringan pelvis


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam klien mampu
mengontrol nyeri, dengan kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mengikuti program pengobatan yang diberikan
Menunjukan penggunaan tehnik relaksasi
Intervansi :
Kaji tipe atau lokasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan
respon terhadap obat.
Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan
evaluasi ke efektifan intervensi.
Dorong penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan
visualisasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
Kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.

c. Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki
rentang respon adaptif, dengan kriteria hasil :
Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
Intervensi :
Dorong ekspresi ketakutan/marah
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui
penilaian awal juga selama pemulihan
Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.
Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan
membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih efektif.
Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi,
dan meningkatkan penigkatan kemampuan koping.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih
bahasa : Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
untuk perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa
: I Made Kanosa, Edisi III. EGC Jakarta.
Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. EGC : Jakarta
Sudart dan Burnner, (1996). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3.
EGC : Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PELVIS : PRE OPERATIF
DI RUANG ANGGREK RS PANTI WILASA
CITARUM SEMARANG

Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Belajar Klinik Keperawatan Medikal Bedah

DISUSUN OLEH :

JOKO SUSILO
0801027

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2011

Anda mungkin juga menyukai